Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

3. Memperluas kesempatan berusaha untuk membantu meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan. 4. Menunjang usaha pemerintah dalam memajukan pembangunan sektor pariwisata. Dampak positif yang diharapkan jika wisata alam dapat terselenggara dengan baik dan efektif adalah Perum Perhutani 1987: 1. Terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi di sekitar kawasan tersebut, yang berarti akan meningkatkan taraf hidup di sekitarnya. 2. Terjadinya peningkatan kesempatan kerja. 3. Semakin terbukanya kesempatan komunikasi bagi masyarakat daerah tersebut, sehingga dapat memperluas wawasan dan peningkatan pendidikan masyarakat setempat.

2.2 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

Pengelolaan sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak berkepentingan stakeholder dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. Jiwa yang terkandung dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah kesediaan perusahaan, Masyarakat Desa Hutan, dan pihak berkepentingan adalah berbagi dalam pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kaidah-kaidah keseimbangan, keberlanjutan, kesesuaian dan keselarasan. Pengelolaan sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat PHBM merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan tanggung jawab perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan; meningkatkan tanggung jawab perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan; menyelaraskan kegiatan sumberdaya hutan dengan kondisi dan dinamika sosial masyarakat desa hutan; meningkatkan mutu sumberdaya hutan sesuai dengan karakteristik wilayah keadaan sosial budaya masyarakat desa hutan; meningkatkan pendapatan perusahaan, masyarakat desa hutan, serta pihak berkepentingan secara simultan PT Perhutani 2001. Awang 1991 diacu dalam Anantanyu 1998 mengungkapkan adanya perubahan pendekatan dalam pembangunan kehutanan Forest development. Pendekatan sebelum dekade 1980-an menitikberatkan pada aspek produksi hasil hutan kayu, pengamanan hutan dan penyelamatan hutan, belum mempertimbangkan sepenuhnya kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa hutan. Keadaan ini sekarang mulai membaik, yakni pembangunan kehutanan dengan memperhatikan aspek sumberdaya manusia agar dapat berpartisipasi aktif menjadi prioritas utama people centered development. Menurut PT Perhutani 2001, terdapat sepuluh prinsip dasar pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat, yaitu : 1. Prinsip keadilan dan demokratis, 2. Prinsip keterbukaan dan kebersamaan, 3. Prinsip pembelajaran bersama dan saling memahami, 4. Prinsip kejelasan hak dan kewajiban, 5. Prinsip pemberdayaan ekonomi kerakyatan, 6. Prinsip kerjasama kelembagaan, 7. Prinsip perencanaan partisipatif, 8. Prinsip kesederhanaan sistem dan prosedur, 9. Prinsip perusahaan sebagai fasilitator, 10. Prinsip kesesuaian pengelolaan dengan karakteristik wilayah. Adapun tahapan pelaksanaan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM menurut Perum Perhutani 2004 adalah sebagai berikut : 1. Penerapan sistem PHBM dengan pengelolaan hutan dimulai sejak tahun 2001 sehingga sosialisasi PHBM perlu disampaikan baik kepada pihak petugas Perum Perhutani maupun Masyarakat Desa Hutan dan stakeholder lainnya. 2. Negosiasi dilakukan sebagai simbol kesejajaran antar pihak yang berkepentingan, pada proses negosiasi para pihak menyampaikan keinginan dan harapannya sesuai dengan kepentingannya dalam pola implementasi PHBM. 3. Pembentukan kelompok bisa berbentuk kelompok ekonomi, kelompok sosial maupun kelompok budaya yang tumbuh dari keswadayaan. 4. Guna mendorong proses optimalisasi dan berkembangnya PHBM dengan menyelaraskan para pihak yang terlibat, dibentuk Forum Komunikasi PHBM baik tingkat desa, kecamatan, kabupaten, KPH, unit maupun propinsi. 5. Untuk memperkuat komitmen para pihak maka MoU maupun naskah perjanjian kerjasama yang disepakati para pihak yang menjadi pegangan implementasinya di lapangan. 6. Unit terkecil dalam pengelolaan hutan yang disesuaikan dengan wilayah administratif adalah desa. 7. Akta notaris merupakan produk hukum yang keberadaannya secara formal bisa diterima semua pihak, sehingga para pihak yang terlibat secara hukum tidak bisa menghindar dari komitmen-komitmen yang telah disepakati. 8. Apabila semua tahapan tersebut telah dilakukan maka pelaksanaan kegiatan secara fisik di lapangan sudah mengacu kepada kesepakatan yang bisa diterima para pihak.

2.3 Kesatuan Bisnis Mandiri