32 kalsium oksalat Hodgkinson, 1977. Penderita batu ginjal harus membatasi total asupan oksalat
tidak melebihi 50 – 60 mg per hari Massey et al., 2001. Menurut Holmes dan Kennedy 2000, makanan yang mengandung oksalat 10 mg100g
termasuk makanan yang tinggi oksalat sehingga berpeluang dalam menyebabkan batu ginjal. Berdasarkan pernyataan Holmes dan Kennedy 2000 tersebut oksalat dalam makanan tidak boleh
melebihi 10 mg100 g. Dengan kata lain makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak boleh melebihi 100 ppm karena dapat berisiko pada batu ginjal.
Bila membandingkan dengan hasil reduksi oksalat yang didapat, maka tepung yang dihasilkan dapat berisiko terhadap pembentukan batu ginjal. Makanan yang mengandung oksalat
100 ppm tidak boleh melebihi 50 – 60 mg per hari Massey et al., 2001, sehingga bila dikalibrasikan dengan hasil tepung yang didapat maka asupan makanan tidak boleh melebihi 10.5
mg per hari untuk tepung dengan kandungan oksalat sebesar 572.31 ppm. Namun biasanya penggunaan tepung secara langsung jarang ditemukan. Biasanya pemanfaatan tepung dipakai
untuk pengolahan makanan. Sehingga dengan adanya proses pengolahan yang terjadi dapat menurunkan kandungan oksalat yang ada dalam tepung talas Banten.
D. PEMANFAATAN TALAS BANTEN
Xanthosoma undipes K.Koch
Talas Banten merupakan sumber pangan lokal yang sedang digalakkan oleh Pemda Banten guna melaksanakan diversifikasi pangan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan
pada beras sehingga mampu meningkatkan ketahanan pangan nasional dan instrumen peningkatan produktivitas kerja melalui perbaikan gizi masyarakat.
Minimnya informasi mengenai talas Banten oleh warga setempat menjadikan talas Banten hanya dianggap sebagai tanaman liar yang tumbuh subur. Pada awalnya masyarakat setempat
menyebut talas Banten sebagai talas Belitung. Namun karena bentuknya yang besar dan warnanya kuning maka talas Banten disebut sebagai beneng atau besar koneng. Selain itu baru setelah
adanya pemberitahuan oleh Petugas Pertanian Lapangan PPL Pemda Banten bahwa talas Banten mempunyai nilai jual dan konsumsi, talas Banten dibudidayakan dan bahkan telah dipamerkan
dalam pameran makanan lokal tingkat provinsi maupun nasional. Talas Banten banyak ditemukan di daerah Gunung Karang di Desa Juhut, kabupaten
Pandeglang. Talas jenis ini lebih unggul karena tidak membutuhkan perawatan khusus. Selain itu PPL Juhut Dadi Supriadi menjelaskan bahwa talas Banten lebih unggul karena bentuknya besar,
dan ukurannya bisa satu meter lebih. Rasanya pun juga enak dan pulen sehingga dapat diolah menjadi berbagai makanan seperti keripik, bolu, digoreng atau dikukus dan diberi taburan kelapa
parut Radar Banten, 2010. Biasanya makanan yang diolah berasal dari bahan mentah talas batang padahal
pemanfaatan langsung batang talas dapat menyebabkan batu ginjal karena kandungan oksalat pada batang talas Banten yang tinggi yaitu mencapai 61,783.75 ppm Mayasari, 2010. Untuk
mengurangi risiko batu ginjal, sebaiknya talas Banten dijadikan tepung karena kandungan oksalat dalam bentuk tepung lebih sedikit. Pada penelitian kali ini didapatkan kandungan oksalat tepung
talas tanpa perlakuan reduksi oksalat adalah berkisar antara 4,479.65 – 9,721.90 ppm. Sedangkan apabila dengan perlakuan reduksi oksalat dengan perendaman larutan NaCl 10, kandungan
oksalat pada tepung talas Banten mencapai 572.31 ppm. Sehingga pemanfaatan tepung talas lebih aman dibandingkan dengan pemanfaatan batang talas Banten secara langsung. Selain itu,
kandungan oksalat dapat turun kembali saat proses pengolahan pangan berlangsung. Sehingga olahan pangan aman untuk dikonsumsi.
33 Berdasarkan kandungan gizinya, tepung talas Banten mempunyai kandungan karbohidrat
sebesar 90.68 dan kandungan protein sebesar 6.74 Novita, 2011. Dengan melihat kandungan karbohidrat dan protein yang tinggi maka tepung talas Banten mempunyai keunggulan dari nilai
kandungan gizinya. Dengan adanya keunggulan tersebut maka diversifikasi pangan dapat terwujud dengan adanya product development dari talas Banten berupa tepung talas Banten. Saat ini Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu Bogor menggunakan tepung talas Banten rendah oksalat untuk membuat produk olahan berupa cookies, brownies, dan bakpau.
Dengan adanya product development tersebut maka meningkatkan nilai sosial talas Banten dan dapat bersaing dengan jenis talas lainnya.
34
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Karakterisasi talas Banten menurut tingkat umur bertujuan untuk mengetahui karakteristik penampakan fisik talas Banten serta mengetahui kandungan kimia yang terkandung seperti kadar
air, kadar pati, dan kadar oksalat pada talas Banten berdasarkan tingkatan umur panen. Karakterisik dilakukan untuk mengetahui waktu pemanenen terbaik talas Banten. Bentuk batang
talas Banten adalah memanjang dengan pertambahan panjang sesuai dengan tingkatan umur panen. Warna kulit talas Banten adalah coklat dengan warna daging batangnya kuning untuk
berbagai umur panen. Waktu panen terbaik untuk talas Banten dilihat dari segi kandungan kimianya seperti air,
kadar pati, dan kadar oksalat yang ada di dalam batang. Talas Banten dengan kandungan pati yang tinggi dan kadar oksalat yang rendah merupakan titik acuan untuk mendapatkan waktu panen
terbaik. Kadar oksalat yang rendah ditunjukkan pada talas Banten dengan umur panen 10 bulan sebesar 5,903 ppm. Sedangkan untuk kandungan pati yang paling tinggi ditemukan pada talas
Banten dengan umur panen 8 bulan yaitu 96.36. Parameter tersebut merupakan acuan terpenting dalam pembuatan tepung talas Banten. Berdasarkan sidik ragam, yang mempunyai pengaruh yang
berbeda nyata adalah kadar pati sehingga yang ditetapkan untuk waktu panen paling tepat. Sehingga berdasarkan analisis tersebut, waktu pemanenan terbaik untuk talas Banten adalah pada
saat tanaman talas sudah berumur 8 bulan setelah tanam. Reduksi oksalat merupakan upaya untuk mengurangi gatal yang disebabkan oleh oksalat
yang ada di dalam talas. Reduksi oksalat diperlukan untuk mengurangi kandungan oksalat yang ada di dalam talas Banten sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan. Teknik reduksi
oksalat yang digunakan adalah perendaman talas dalam larutan NaCl dengan konsentrasi yang digunakan adalah 5 dan 10. Lama waktu perendaman yang diujikan adalah 30, 60, 90, 120,
dan 150 menit. Teknik reduksi oksalat yang terbaik adalah perendaman talas dalam larutan NaCl 10 selama 150 menit karena dapat mereduksi oksalat dengan persentase reduksi sebanyak
90.29.
B. SARAN
Penelitian mengenai reduksi oksalat dengan teknik lain seperti perendaman dalam asam dan pemanasan perlu dilakukan untuk mengetahui metode yang terbaik dalam mereduksi kandungan
oksalat pada talas agar produk yang dihasilkan talas dapat bersaing dengan industri pangan lainnya.