ditangani dengan mengerahkan sejumlah sumber daya dalam mewujudkan tujuan dikeluarkannya kebijakan tersebut.
2.1.1 Proses Kebijakan Publik
Bila kebijakan dipandang sebagai sebuah sistem, maka kebijakan memiliki elemen- elemen pembentuknya. Menurut Thomas R. Dye dalam Dunn 2000: 110 terdapat tiga
elemen kebijakan yang membentuk sistem kebijakan. Dye menggambarkan ketiga elemen kebijakan tersebut sebagai kebijakan publik public policy, pelaku kebijakan
policystakeholders, dan lingkungan kebijakan policy environment.
Gambar 2.1. Tiga Elemen Sistem Kebijakan Menurut Thomas R. Dye
Sumber: Thomas R. Dye dalam Dunn 2000:110 Ketiga elemen ini saling memiliki andil, dan saling mempengaruhi. Sebagai contoh,
pelaku kebijakan dapat mempunyai andil dalam kebijakan, namun mereka juga dapat pula dipengaruhi oleh keputusan pemerintah. Lingkungan kebijakan juga mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik itu sendiri. Dunn 2000: 111 menyatakan, “Oleh karena itu, sistem kebijakan berisi proses yang dialektis, yang berarti
bahwa dimensi obyektif dan subyektif dari pembuat kebijakan tidak tepisahkan di dalam prakteknya”. Jika kebijakan dapat dipandang sebagai suatu sistem, maka kebijakan juga dapat
dipandang sebagai proses. Dilihat dari proses kebijakan, Nugroho menyebutkan bahwa teori proses kebijakan paling klasik dikemukakan oleh David Easton.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Proses Kebijakan Publik Menurut Easton
Sumber: David Easton dalam Nugroho 2008: 383 Model proses kebijakan publik dari Easton mengasumsikan proses kebijakan publik
dalam sistem politik dengan mengandalkan input yang berupa tuntutan demand dan dukungan support. Model Easton ini kemudian dikembangkan oleh para akademisi lain.
Menurut James A. Anderson, dkk. dalam Tilaar dan Nugroho 2008:186 proses kebijakan melalui tahap-tahap stages sebagai berikut:
Gambar 2.3. Proses Kebijakan Publik Menurut Anderson, dkk
Sumber: James A. Anderson, dkk. dalam Tilaar dan Nugroho 2008: 186 Dijelaskan bahwa tahap-tahap tersebut sebagai berikut :
1. Penyusunan Agenda Policy Agenda
Sebelum kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, pembuat kebijakan perlu menyusun agenda dengan memasukkan dan memilih masalah-masalah mana saja yang akan dijadikan
prioritas untuk dibahas. Masalah-masalah yang terkait dengan kebijakan akan dikumpulkan sebanyak mungkin untuk diseleksi. Pada tahap ini beberapa masalah dimasukkan dalam
agenda untuk dipilih. Terdapat masalah yang ditetapkan sebagai fokus pembahasan, masalah yang mungkin ditunda pembahasannya, atau mungkin tidak disentuh sama sekali. Masing-
Policy Evaluation
Policy Implementat
ion Policy
Adoption Policy
Formulation Policy
Agenda
Universitas Sumatera Utara
masing masalah yang dimasukkan atau tidak dimasukkan dalam agenda memiliki argumentasi masing-masing. Pihak-pihak yang terlibat dalam tahap penyusunan agenda harus
secara jeli melihat masalah-masalah mana saja yang memiliki tingkat relevansi tinggi dengan masalah kebijakan. Sehingga pemilihan dapat menemukan masalah kebijakan yang tepat.
2. Formulasi kebijakan Policy Formulation
Masalah yang sudah dimasukkan dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh pembuat kebijakan dalam tahap formulasi kebijakan. Dari berbagai masalah yang ada
tersebut ditentukan masalah mana yang merupakan masalah yang benar-benar layak dijadikan fokus pembahasan.
3. Adopsi kebijakan Policy Adoption
Dari sekian banyak alternatif yang ditawarkan, pada akhirnya akan diadopsi satu alternatif pemecahan yang disepakati untuk digunakan sebagai solusi atas permasalahan
tersebut. Tahap ini sering disebut juga dengan tahap legitimasi kebijakan policy legitimation yaitu kebijakan yang telah mendapatkan legitimasi. Masalah yang telah dijadikan sebagai
fokus pembahasan memperoleh solusi pemecahan berupa kebijakan yang nantinya akan diimplementasikan.
4. Implementasi kebijakan Policy Implementation
Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang telah disepakati tersebut kemudian dilaksanakan. Pada tahap ini, suatu kebijakan seringkali menemukan berbagai kendala.
Rumusan-rumusan yang telah ditetapkan secara terencana dapat saja berbeda di lapangan. Hal ini disebabkan berbagai faktor yang sering mempengaruhi pelaksanaan kebijakan.
Kebijakan yang telah melewati tahap-tahap pemilihan masalah tidak serta merta berhasil dalam implementasi. Dalam rangka mengupayakan keberhasilan dalam implementasi
Universitas Sumatera Utara
kebijakan, maka kendala-kendala yang dapat menjadi penghambat harus dapat diatasi sedini mungkin.
5. Evaluasi kebijakan Policy Evaluation
Pada tahap ini, kebijakan yang telah dilaksanakan akan dievaluasi, untuk dilihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah atau tidak. Pada tahap
ini, ditentukan kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan telah meraih hasil yang diinginkan. Pada tahap ini, penilaian tidak hanya menilai implementasi dari
kebijakan. Namun lebih jauh, penilaian ini akan menentukan perubahan terhadap kebijakan. Suatu kebijakan dapat tetap seperti semula, diubah atau dihilangkan sama sekali.
Pakar lain, Dye mengemukakan tahap proses kebijakan yang hampir mirip dengan model Anderson, dkk. tersebut. Menurut Thomas R. Dye dalam Tilaar dan Nugroho
2008:189 proses kebijakan publik adalah sebagai berikut :
Gambar 2.4 Proses Kebijakan Publik Menurut Dye
Sumber: Thomas R. Dye dalam Tilaar dan Nugroho 2008: 189 Selain teori proses kebijakan dari Anderson, dkk. dan Dye terdapat teori lain seperti
dari William N. Dunn dan Patton Savicky yang digambarkan tiap tahap proses kebijakan sebagai berikut.
Gambar 2.5. Model Analisis Kebijakan Dunn
Policy Formula
tion Policy
Legitima tion
Policy Impleme
ntation Policy
Evaluati on
Identific ation of
Policy Problem
Agenda setting
Perumusan Masalah
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Dunn 2000 : 25
2.1.2 Implementasi kebijakan