4. Membangun dan meningkatkan kerja sama, koordinasi dalam upaya pencegahan
dan penanganan di tingkat Nasioanl, Provinsi dan KabupatenKota. Dalam menjamin efektifitas pelaksanaanya, upaya pemberantasan tindak pidana
perdagangan orang juga dibagi menjadi kalster program sebagai berikut : a.
Sub Gugus Tugas Bidang Pencegahan dan Partisipasi sebagai penanggung jawab adalah Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara
b. Sub Gugus Tugas Bidang Rehabilitasi Kesehatan, Sosial Pemulangan dan
Reintegrasi sebagai penanggung jawab adalah Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara
c. Sub Gugus Tugas Bidang Pengembangan Norma Hukum, Perlidungan dan
Penegakan Hukum sebagai penanggung jawab adalah Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak
Azasi Manusia Sumatera Utara dan Kepolisian Daerah Sumatera Utara. d.
Sub Gugus Tugas Bidang Koordinasi dan Kerjasama sebagai penanggung jawab adalah Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Sekretariat
Daerah Provinsin Sumatera Utara.
b. Komunikasi dengan kelompok sasaran
Komunikasi penting dilakukan untuk menjamin tercapainya tujuan kebijakan. Dalam upaya penghapusan perdagangan perempuan dan anak, ada upaya pencegahan di mana
sasaran dari tujuan perda ini tak lain bukan adalah masyarakat sebagai pihak yang sering kali menjadi korban perdagangan orang. Dalam melakukan sosialisasi, Biro PPAKB bekerja sama
dengan seluruh elemen masyarakat, “...Sosialisasi ditargetkan pada kelompok-kelompok yang memang bisa melakukan
penyebarluasan informasi yakni kelompok – kelompok yang bersentuhan langsung
dengan masyarakat seperti kelompok pengajian maupun partamiangan, dengan melibatkan tokoh
– tokoh masyarakat maupun tokoh – tokoh agama...”
Universitas Sumatera Utara
Wawancara dengan Kepala Bagian Perlindungan dan Kualitas Hidup Perempuan Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Setdaprovsu, Senin 17 April
2015 di Kantor Gubernur Sumatera Utara Lantai VI
Sosialisasi lain oleh Biro PPAKB dilakukan melalui media massa elektronik. “...dalam melakukan sosialisasi trafficking juga dilakukan kerjasama dengan radio
dari tahun 2004 – 2010, dengan radio swasta dan radio pemerintah yang membuat
program semacam talkshow. Dan kami siap untuk tidak dibayar untuk menjadi narasumber...
” Wawancara dengan Kepala Bagian Perlindungan dan Kualitas Hidup Perempuan Biro
Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Setdaprovsu, Senin 17 April 2015 di Kantor Gubernur Sumatera Utara Lantai VI
Biro PPAKB juga melakukan kerjasama dengan anggota gugus tugas lain terkait upaya pencegahan perdagangan perempuan dan anak yang salah satunya dengan Pusat Kajian
Perlindungan Anak PKPA di Medan “...yang paling nyata itu pembentukan Forum Anak di setiap daerah. Pihak Biro selalu
menggandeng PKPA. Dari Forum Anak ini kan kita bisa menyebarkan isu -isu pencegahan trafficking
...” Tanya jawab via telepon dengan Human Relation Development Pusat Kajian dan
Perlindungan Anak, Selasa 14 Julli 2015
Berdasarkan hal di atas, Perda Nomor 6 Tahun 2004 tentang Upaya Penghapusan Perdagangan Perempuan Dan Anak bertujuan untuk pencegahan terjadinya trafficking
perempuan dan anak serta penanganan bagi perempuan dan anak yang telah menjadi korban trafficking. Bukti perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap kasus trafficking di provinsi
Sumatera Utara bahwa perda ini sudah lebih dahulu ada bahkan sebelum kebijakan secara nasional dikeluarkan, yakni Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana
Perdagangan Orang TPPO. Biro PPAKB Setdaprovsu sebagai sektor yang diamanatkan dalam pengimplementasian perda ini sudah memiliki pemahaman yang cukup terkait perda.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bidang Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan Biro PPAKB dikatakan bahwa masyarakat sudah cukup familiar dengan
trafficking atau perdagangan orang. Hanya saja sindikat trafficking kerap kali menggunakan
Universitas Sumatera Utara
modus yang membuat masyarakat tidak tahu bahwa mereka adalah korban dari perdagangan orang sehingga tentu saja hal itu berpotensi untuk menghambat usaha pemberantasan tindak
pidana perdagangan perempuan dan anak. Belum lagi faktor ekonomi yang sering kali menjadi alasan masyarakat untuk mengambil resiko bekerja di luar daerah tanpa proses
perekrutan yang jelas dan resmi. Sementara dalam rangka melakukan upaya penanganan korban, perlu keterkaitan
implementasi perda dengan produk kebijakan lainnya yang kedudukannya lebih kuat seperti Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah direvisi
dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tanggga. Dapat dikatakan variabel
komunikasi terkait dengan kejelasan isi kebijakan dan komunikasi dengan kelompok sasaran sudah baik.
5.2 Struktur Birokrasi a. Prosedur Standar Operasional