Struktur Birokrasi a. Prosedur Standar Operasional

modus yang membuat masyarakat tidak tahu bahwa mereka adalah korban dari perdagangan orang sehingga tentu saja hal itu berpotensi untuk menghambat usaha pemberantasan tindak pidana perdagangan perempuan dan anak. Belum lagi faktor ekonomi yang sering kali menjadi alasan masyarakat untuk mengambil resiko bekerja di luar daerah tanpa proses perekrutan yang jelas dan resmi. Sementara dalam rangka melakukan upaya penanganan korban, perlu keterkaitan implementasi perda dengan produk kebijakan lainnya yang kedudukannya lebih kuat seperti Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tanggga. Dapat dikatakan variabel komunikasi terkait dengan kejelasan isi kebijakan dan komunikasi dengan kelompok sasaran sudah baik.

5.2 Struktur Birokrasi a. Prosedur Standar Operasional

Kebijakan pemerintah biasanya dilaksanakan oleh birokrasi dan biasanya birokrasi memiliki prosedur kerja yang digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan. Seperti yang telah diamanatkan oleh perda bahwa terdapat upaya penanganan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban. Dalam hal ini pemerintah menyediakan pelayanan yang meliputi beberapa jenis pelayanan tertentu. Untuk menjamin terlaksananya langkah- langkah penangan pemerintah provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan kebijakan terkait yakni melalui Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 12 Tahun 2012 tentang Prosedur Standar Operasional Pelayanan Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Khususnya Perempuan dan Anak di Provinsi Sumatera Utara yang berlandaskan Perda Nomor 6 Tahun 2004. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.2 Prosedur Standar Operasional Pelayanan Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Khususnya Perempuan dan Anak di Provinsi Sumatera Utara Sumber : Biro PP, Anak dan KB Setdaprovsu Semua korban dapat menerima pelayanan tergantung pada permasalahan dan kebutuhan korban di mana pemberian pelayanan yang ada pada PSO tersebut mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal SPM berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tenta ng SPM Terpadu bagi Saksi danatau Korban TPPO di kabupatenkota, dan Prosedur Standar Operasional PSO tentang Pelayanan Terpadu bagi Saksi danatau Korban TPPO berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 22 Tahun 2010. Adapun pelayanan tersebut terdiri dari 5 pelayanan dasar yaitu : 1. Pelayanan Pengaduan 2. Pelayanan Kesehatan Universitas Sumatera Utara 3. Pelayanan Rehabilitasi Sosial 4. Penegakan dan Bantuan Hukum 5. Pemulangan dan Reintegrasi Sosial Dalam kegiatan sehari-hari Biro PPAKB juga sering menerima kasus pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang berdasarkan hasil pengamatan peneliti tidak terbatas hanya pada jenis kasus trafficking namun ada juga korban kekerasan dalam rumah tangga. Untuk itu baik Biro PPAKBB juga P2TP2A Provsu memiliki alur pelayanan sendiri. Gambar 5.3 Alur Pelayanan Secara Umum Sumber : Biro PP, Anak dan KB Setdaprovsu Meskipun bukan lembaga teknis, tetapi Biro PPAKAB sendiri melakukan pelayanan terhadap korban. Pelaksanaan prosedurnya sendiri disesuaikan dengan kebutuhan korban, seperti yang diungkapkan oleh seorang narasumber dari Biro PPAKAB “...ketika korban pertama kali ditemukan. Kita analisis si korban butuh apa. Misalnya korban mengalami luka-luka dirujuk ke rumah sakit. Bila korban tidak mempunyai tempat tinggal, dirujuk ke rumah aman P2TP2A...” Wawancara dengan pegawai di Bagian Perlindungan dan Kualitas Hidup Perempuan Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Setdaprovsu, Senin 29 April 2015 di Kantor Gubernur Sumatera Utara Lantai VI Pelayanan Rehabilitasi Sosial  Penyelenggara pelayanan rehabilitasi sosial  Langkah-langkah rehabilitasi sosial  Pemberian layanan  Penyediaan rumah aman Datang Sendiri Rujukan Penjangkauan Penanganan Pengaduan dilakukan oleh PPT  Identifikasi  Assesmen  Rekomendasi layanan lanjutan  Koordinasi dengan pihak terkait  Administrasi Pelayanan Kesehatan  Pelayanan medis yang di terima korban  Sistem rujukan di rumah sakit Penegakan dan Bantuan Hukum  Pelayanan Penegakan Hukum  Pelayanan Bantuan Hukum Pemulangan  Koordinasi pemulangan dari luar negeri ke keluarga asal dan atau keluarga pengganti  Koordinasi Pemulangan korban antar propinsi ke keluarga asal dan atau keluarga pengganti Reintegrasi Sosial  Pra reintegrasi sosial  Assesmen  Pelaksanaan reintegrasi  Monitoring ADMINISTRASI DAN PENDATAAN Universitas Sumatera Utara Gambar 5.4 Alur Pelayanan Di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaaan Perempuan Dan Anak P2TP2A Provinsi Sumatera Utara Sumber : Biro PP, Anak dan KB Setdaprovsu b. FragmentasiHubungan antar Organisasi Fragmentasi merupakan pembagian atau penyebaran wewenang dan sumber daya yang ada untuk melaksanakan suatu kebijkan. Dengan adanya penyebaran wewenang maka dibutuhkan koordinasi dalam implementasi. Koordinasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menyatupadukan gerak dari masing-masing unit organisasi. Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program. Di dalam gugustugas sudah terdapat pembagian tugas dan peran sehingga koordinasi dilakukan terkait dengan bidang masing-masing dari sub gugustugas. “..di gugustugas masing-masing SKPD sudah ditetapkan perannya apa, sehinga pembagian tugas sudah ada jelas. Biro PPAKB fokus pada koordinasi dan kerjasama”. Kerjasama dilakukan dengan semua pihak baik kabupatenkota, masyarakat bisa semua elemen. ..” Wawancara dengan Kepala Bagian Perlindungan dan Kualitas Hidup Perempuan Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Setdaprovsu, Senin 17 April 2015 di Kantor Gubernur Sumatera Utara Lantai VI Dalam melakukan penanganan terhadap korban telah diatur pembagian tanggung jawab dari tiap-tiap jenis pelayanan seperti yang tertera pada PSO. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.5 Pemangku Tanggung Jawab Alur Pelayanan Terhadap Korban Sumber : Dokumen Kebijakan Hubungan antar organisasi berpengaruh besar terhadap berhasilnya implementasi kebijakan. “...dalam mengimplementasikan perda ini sudah ada gugutugas. Gugutugas itu adalah tim koordinatif yang berkoordinasi dalam upaya pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang. Siapakah itu di dalamnya? Instansi –instansi dan lembaga terkait. Posisi Biro PAKB dalam amanat Perda adalah dibentuk sekretariat tetap. Kedudukan sekretariat itu di Biro PPAKB. Dalam hal kepala Biro PPAKB sebagai ketua pelaksana harian. Komunikasi yang dilakukan biro PPAKB terkait dengan amanat dari perda itu sendiri yakni terkait dengan tugas pokok dan fungsi dari Biro PPAAKB itu sendiri yakni melakukan upaya sinergitas dan kordinasi, upaya pencegahan dan penanganan serta mengupayakan serta fasilitasi pembentukan gugustugas yang melibatkan instansi yang terllibat... ” Wawancara dengan Kepala Bagian Perlindungan dan Kualitas Hidup Perempuan Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Setdaprovsu, Senin 6 Juli 2015 di Kantor Gubernur Sumatera Utara Lantai VI Universitas Sumatera Utara Gambar 5.6 Dokumen Peraturan Gubernur Sunatera Utara Nomor 54 Tahun 2010 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Provinsi Sumatera Utara Sumber : Biro PP, Anak dan KB Setdaprovsu Adapun pembentukan gugus tugas dibentuk melalui Peraturan Gubernur No. 24 Tahun 2005 dan selanjutnya diperpanjang berdasarkan Peraturan Gubernur No. 54 Tahun 2010. Struktur keorganisasian ditanggungjawabi langsung yakni Ketua sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara, Ketua Harian Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan KB dan keanggotaan terdiri dari 17 tujuh belas institusi sejajaran pelaksana teknis di Sumatera Utara, dan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Sumatera Utara Nomor: 188.342240.KTahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak, Pasal 1 ayat 2 menetapkan pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No.6 Tahun 2004 adalah Biro Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara. Menurut narasumber dari Biro PPAKAB dalam memastikan pelaksanaan perda diadakan rapat koordinasi Universitas Sumatera Utara “...dalam rapat koordinasi provinsi dilakukan sinkronisasi program kegiatan yang akan dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih program di kabupatenkota dengan di provinsi. Selain itu juga dibangun rapat operasional setiap 4 bulan sekali yang diikuti gugutugas provinsi ...”. Wawancara dengan Kepala Bagian Perlindungan dan Kualitas Hidup Perempuan Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Setdaprovsu, Senin 6 Juli 2015 di Kantor Gubernur Sumatera Utara Lantai VI Untuk mencari tahu bagaimana kordinasi yang terjalin pada saat rapat rapat peneliti mencari tahu dengan bertanya kepada lembaga lain yang tergabung dalam gugus tugas “...kordinasinya melalui rapat. Setiap triwulan ada rapat khsusunya. Tapi hanya formalitas saja, karna hanya datang, duduk, diam. Wawancara dengan Koordinator P2TP2A Provinsi Sumatera Utara, Jumat 19 Juni 2015 di Yayasan Pusaka “...ada rapat koordinasi untuk pembahasan kasus yang waktunya tidak ditentukan. Tanya jawab via telepon dengan Human Relation Development Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, Selasa 14 Julli 2015 Narasumber dari Biro PPAKB menjelaskan untuk mengadakan penanganan terhadap pengaduan trafficking yang diterima, Biro PPAKB melaksanakan fungsi-fungsi koordinasi. “...Biro Pemberdayaan Perempuan tidak bisa langsung terjun ke korban, itulah bedanya lembaga teknis dan non teknis. Sebenarnya dalam masyarakat sendiri itu bukan sebagai hal yang perlu diketahui, tapi masyarakat yang datang dan mau mengadu tetap kita layani ...” Wawancara Staff Bagian Perlindungan dan Kualitas Hidup Perempuan Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Setdaprovsu, 17 April 2015 “...koordinasi sering dilakukan dalam menangani korban mengingat Biro PPAKB yang bukan merupakan lembaga teknis. Misalnya ada korban yang berasal dari provinsi luar yang belum memiliki MoU yang akan dipulangkan, koordinasi yang dilakukan antara lain dengan Dinas Sosial. Kita juga bisa minta bantuan ke gugustugas pusat, atau koordinasi dengan daerah asal dan IOM, Organization for Migration yang biasan ya punya dana untuk memulangkan...” Wawancara dengan pegawai di Bagian Perlindungan dan Kualitas Hidup Perempuan Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Setdaprovsu, Senin 29 April 2015 di Kantor Gubernur Sumatera Utara Lantai VI. Koordinasi yang dilakukan Biro PPAKAB dalam penanganan kasus terkait dengan tugas dan pokoknya dibangun dengan sesama pemerintah daerah terkait kerjasama untuk penanganan korban lintas provinsi dan kabupaten yang menghasilkan Nota Kesepakatan atau Universitas Sumatera Utara Memorandum of Understanding MoU hal ini berkaitan dengan pemulangan korban trafficking kembali ke tempat asal. “...MoU yang dibentuk adalah MoU dalam penanganan korban tindak kekerasan dan tindak pidana perdagangan orang. MoU yang sudah dibentuk antara lain dengan seluruh kabupatenkota Sumatera Utara sudah ada MoU provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, NTB...” Wawancara dengan pegawai di Bagian Perlindungan dan Kualitas Hidup Perempuan Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Setdaprovsu, Senin 29 April 2015 di Kantor Gubernur Sumatera Utara Lantai VI. “...ada keputusan bersama antara 3 menteri 1 Kapolri, sejarahnya seperti itu. Sekarang udah ada peraturan pemerintah terhadap standar pelayanan minimal SPM. Acuan pelayanan mereka adalah standar pelayanan minimal masing-masing. Ada Dinsos, ada Dinkes, ada POLRI, Biro PP. Ini masing-masing punya SPM sendiri, jadi kalo ditanyak kekmana koordinasinya, bertabrakan sama ego sektoral masing- masing...” Wawancara dengan Koordinator P2TP2A Provinsi Sumatera Utara, Jumat 19 Juni 2015 di Yayasan Pusaka P2TP2A Provinsi Sumatera Utara juga melakukan hal yang sama dalam melakukan pelayanan terhadap korban di shelter. “...P2T2PA dalam melakukan penanganan terhadap korban dapat menerima bantuan dari luar yakni masyarakat maupun LSM, karena kalau P2TP2A dia berbasis masyarakat, dia boleh menerima bantuan, kalau Biro PPAKB tidak diperbolehkan. Bantuan yang diterima ada yang ngasih baju bekas, beras dan bahan makanan, karena keuangan kita kasih makan 17 orang dalam waktu 2 minggu habislah..“ Wawancara dengan pegawai di Bagian Perlindungan dan Kualitas Hidup Perempuan Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Setdaprovsu, Senin 29 April 2015 di Kantor Gubernur Sumatera Utara Lantai VI Pihak Biro PPAKAB sendiri dapat dikatakan sudah mengerti dengan mekanisme atau langkah-langkah yang harus dilakukan ketika menangani korban. PSO sendiri memang diterapkan disesuaikan dengan kebutuhan dengan berkoordinasi ke instansi-instansi terkait. Menurut pemaparan Biro PPAKAB sendiri selama ini belum ada korban yang tidak teratasi. Biro PPAKB sendiri sudah melakukan upaya koordinasi dan kerjasama dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus. Terbukti dengan adanya perjanjian kerjsama yang tercipta antara Biro PPAKB dengan pihak pemerintah daerah baik kabupatenkota maupun Universitas Sumatera Utara pemerintah provinsi, koordinasi dengan LSM dan kerja sama dengan media massa serta tokoh masyarakat dalam pencegahan trafficking serta integrasi data kasus kekerasan yang diterima. Namun koordinasi jika dipandang dari segi penanganan kasus antar implementor yang melibatkan lembaga lintas sektoral masih lemah. Mengingat unit organisasi gugus tugas yang cukup besar yang terdiri dari berbagai instansi dari pemerintah maupun masyarakat yang diwakili oleh Lembaga Swadaya Masyarakat LSM maka perlu terjalin komunikasi yang tepat dan konsisten. Pada kenyataannya masing-masing narasumber tidak mampu memberikan keterangan lengkap terkait rapat yang dibangun dalam gugus tugas. Padahal dalam pergub pembentukan gugus tugas sendiri diatur dengan jelas mengenai jenis rapat koordinasi gugus tugas yakni : - Rapat Koordinasi Provinsi secara berkala minimal 1 satu kali dalam setahun - Rapat Kordinasi Pleno secara berkala 1 satu kali dalam 4 empat bulan, Rapat Kordinasi Sub Gugus Tugas yang dilaksanakan 1 satu kali dalam 2 dua bulan Belum lagi pernyataan salah seorang narasumber bahwa pelaksanaan rapat tidak efektif, memperkuat penyimpulan bahwa koordinasi lintas sektoral yakni antar lembaga - lembaga pelaksana belum berjalan sesuai dengan harapan. Tentunya peran Biro PPAKB sebagai focal point penggiat dalam upaya pemberantasan perdagangan perempuan dan anak dalam hal ini dapat dikatakan belum maksimal. Pada akhirnya pihak LSM lah yang kebanyakan turun tangan untuk menangani para korban. Semakin besar koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, semakin berkurang kemungkinan keberhasilan program atau kebijakan. Penyebaran tanggung jawab yang terlalu luas, mengakibatkan implementasi kebijakan terkait penanganan korban pada akhirnya tidak berjalan maksimal.

5.3 Sumber daya

Dokumen yang terkait

Pengaturan Ketentuan Sanksi Pidana Dalam Peraturan Daerah

11 124 202

Peranan Anggota Legislatif Perempuan Dalam Pengawasan Implementasi Perda No. 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan Dan Anak (Studi Kasus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara)

0 41 92

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

0 64 115

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

0 0 12

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

0 1 1

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

0 0 33

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

0 0 4

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

0 0 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik - Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (Studi Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak, Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provins

0 0 20

Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (Studi Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak, Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara)

0 0 13