Sumber Kebisingan Zona Kebisingan Mengukur Kebisingan

1. Bising dengan spektrum frekuensi luas steady wide-band noise termasuk kisaran frekuensi yang lebar seperti mesin di bengkel, kipas angin, dapur peleburan, dan tanah putar di pabrik semen. 2. Bising dengan spektrum frekuensi sempit steady narrow-band noise, yang energinya dari suara sebagian besar terkonsentrasi dalam beberapa frekuensi seperti gergaji putar. 3. Bising terputus impact noise, yaitu bunyi dalam suatu waktu yang pendek tunggal seperti mesin tempa, pancang fondasi. 4. Bunyi impact berulang, seperti rivetting. 5. Bunyi berulang intermittent niose seperti suara lalu lintas yang terdengar di rumah atau kantor, dan suara pesawat terbang yang terdengar di sekitar lapangan terbang.

2.2.3 Sumber Kebisingan

Sumber-sumber bising pada dasarnya ada tiga macam, yaitu sumber bising titik, sumber bising bidang dan sumber bising garis. Kebisingan yang diakibatkan lalu lintas adalah kebisingan garis Suroto, 2010. Sumber-sumber kebisingan menurut Prasetio 1985 dapat bersumber dari : 1. Bising interior yaitu sumber bising yang bersumber dari manusia, alat-alat rumah tangga, atau mesin-mesin gedung. 2. Bising outdoor yaitu sumber bising yang berasal dari lalu lintas, transportasi, industry, alat-alat mekanis yang terlihat dalam gedung, tempat-tempat pembangunan gedung, perbaikan jalan, kegiatan olahraga dan lain-lain di luar ruangan atau gedung. Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Zona Kebisingan

Peraturan menteri kesehatan No. 718 tahun 1987 dalam Setiawan 2010 tentang kebisingan pada kesehatan dibagi menjadi empat zona wilayah yaitu: 1. Zona A adalah zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan atau sosial. Intensitas tingkat kebisingannya berkisar 35-45 dB. 2. Zona B adalah untuk perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi. M embatasi angka kebisingan antara 45-55 dB. 3. Zona C antara lain perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar. Dengan kebisingan sekitar 50-60 dB. 4. Zona D untuk lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api dan terminal bus. Tingkat kebisingan berkisar 60-70 dB.

2.2.5 Mengukur Kebisingan

Bunyi diukur dengan satuan yang disebut dengan desibel. Dalam hal ini mengukur besarnya tekanan udara yang ditimbulkan oleh gelombang bunyi. Satuan desibel diukur dari 0 sampai 140, atau bunyi terlemah yang masih dapat di dengar oleh manusia sampai tingkat bunyi yang dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada telinga manusia. Desibel biasa disingkat dengan dB dan mempunyai skala A, B, dan C. Skala yang terdekat dengan pendengaran manusia adalah skala A atau dBA. Pengukuran kebisingan adalah memperoleh data tentang frekuensi dan intensitas kebisingan di perusahaan atau dimana saja serta menggunakan data hasil pengukuran kebisingan untuk mengurangi intensitas kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan dalam rangka upaya konservasi Universitas Sumatera Utara pendengaran tenaga kerja atau perlindungan masyarakat dari gangguan kebisingan, ketenangan dalam kehidupan masyarakat atau tujuan lainnya Suma’mur, 2009. Benjamin 2005 menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil pengukuran tingkat kebisingan yang akurat, diperlukan alat-alat khusus. Dua perangkat keras yang populer digunakan untuk menganalisis tingkat kebisingan pada berbagai jenis industri, lalu lintas dan ilmiah adalah Sound Level Meter dan Noise Dosimeter. Sound Level Meter adalah alat utama yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan dalam desibel dB. Desibel dB adalah suatu unit tanpa dimensi yang digunakan untuk menyatakan besaran-besaran relatif dari tenaga. Jumlah dB adalah 10 kali dari logaritma dasar 10 dari perbandingan tenaga- tenaga. 2.2.6 Dampak kebisingan Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan kepada indera-indera pendengar. M ula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah pemaparan dihentikan. Tetapi pemaparan secara terus menerus mengakibatkan kerusakan menetap kepada indera-indera pendengaran. Kebisingan dapat menimbulkan gangguan yang dapat di kelompokkan secara bertingkat sebagai berikut : a. Gangguan fisiologis Universitas Sumatera Utara Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat bising, dengan kata lain fungsi pendengaran secara fisiologis dapat terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, sehingga dapat menimbulkan gangguan lain seperti: kecelakaan. Pembicaraan terpaksa berteriak-teriak sehingga memerlukan tenaga ekstra dan juga menambah kebisingan. Di samping itu kebisingan dapat juga mengganggu “Cardiac Out Put” dan tekanan darah wahyu, 2003. Pada berbagai penyelidikan ditemukan bahwa pemaparan bunyi terutama yang mendadak menimbulkan reaksi fisiologis seperti: denyut nadi, tekanan darah, metabolisme, gangguan tidur dan penyempitan pembuluh darah. Reaksi ini terutama terjadi pada permulaan pemaparan terhadap bunyi kemudian akan kembali pada keadaan semula. Bila terus menerus terpapar maka akan terjadi adaptasi sehingga perubahan itu tidak tampak lagi. b. Gangguaan psikologis Gangguan fisiologis lama kelamaan bisa menimbulkan gangguan psikologis. Kebisingan dapat mempengaruhi stabilitas mental dan reaksi psikologis, seperti rasa khawatir, jengkel, takut dan sebagainya. Stabilitas mental adalah kemampuan seseorang untuk berfungsi atau bertindak normal. Suara yang tidak dikehendaki memang tidak menimbulkan mental illness akan tetapi dapat memperberat problem mental dan perilaku yang sudah ada Jain, 1981. Reaksi terhadap gangguan ini sering menimbulkan keluhan terhadap kebisingan yang berasal dari pabrik, lapangan udara dan lalu lintas. Umumnya kebisingan pada lingkungan melebihi 50 – 55 dB pada siang hari dan 45 – 55 dB Universitas Sumatera Utara akan mengganggu kebanyakan orang. Apabila kenyaringan kebisingan meningkat, maka dampak terhadap psikologis juga akan meningkat. Kebisingan dikatakan mengganggu, apabila pemaparannya menyebabkan orang tersebut berusaha untuk mengurangi, menolak suara tersebut atau meninggalkan tempat yang bisa menimbulkan suara yang tidak dikehendakinya. c. Gangguan patologis organis Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah pengaruhnya terhadap alat pendengaran atau telinga, yang dapat menimbulkan ketulian yang bersifat sementara hingga permanen. Kelainan yang timbul pada telinga akibat bising terjadi tahap demi tahap sebagai berikut: Wahyu, 2003 1. Stadium adaptasi Adaptasi merupakan suatu daya proteksi alamiah dan keadaan yang dapat pulih kembali, atau kata lain sifatnya reversible. 2. Stadium “temporary threshold shiff” Disebut juga “auditory fatigue” yang merupakan kehilangan pendengaran “reversible” sesudah 48 jam terhindar dari bising itu. Batas waktu yang diperlukan untuk pulih kembali sesudah terpapar bising adalah 16 jam. Bila pada waktu bekerja keesokan hari pendengaran hanya sebagian yang pulih maka akan terjadi “permanent hearing lose”. 3. Stadium “persistem trehold shiff” Dalam stadium ini ambang pendengaran meninggi lebih lama, sekurang- kurangnya 48 jam setelah meninggalkan lingkungan bising, pendengaran masih terganggu. Universitas Sumatera Utara 4. Stadium “permanent trehold shiff” Pada stadium ini meningginya ambang pendengaran menetap sifatnya, gangguan ini banyak ditemukan dan tidak dapat disembuhkan. Tuli akibat bising ini merupakan tuli persepsi yang kerusakannya terdapat dalam cochlea berupa rusaknya syaraf pendengaran. d. Komunikasi Kebisingan dapat menganggu pembicaraan. Paling penting disini bahwa kebisingan menganggu kita dalam menangkap dan mengerti apa yang di bicarakan oleh orang lain, apakah itu berupa: 1. Percakapan langsung face to face. 2. Percakapan telepon. 3. M elalui alat komunikasi lain, misalnya radio, televisi dan pidato. Tempat dimana komunikasi tidak boleh terganggu oleh suara bising adalah sekolah, area latihan dan test, teater, pusat komunikasi militer, kantor, tempat ibadah, perpustakaan, rumah sakit dan laboratorium. Banyaknya suara yang bisa dimengerti tergantung dari faktor seperti : level suara pembicaraan, jarak pembicaraan dengan pendengaran, bahasakata yang dimengerti, suara lingkungan dan faktor-faktor lain Jain, 1981. M enurut Soedirman 2014, dampak kebisingan terhadap manusia terbagi dua yaitu : 1. Efek auditori Terhadap tenaga kerja yang terpapar bising, ada dua tipe kehilangan daya pendengaran , yaitu : Universitas Sumatera Utara a. Temporary threshold shift TTS atau kehilangan daya pendengaran sementara, yaitu berkurangnya kemampuan untuk mendengar suara yang lemah. b. Noise-induced permanent threshold shift NIPTS atau kehilangan daya pendengaran menetap, yaitu berkurangnya kemampuan mendengar suara , yang tidak dapat pulih. 2. Efek Non-auditori Efek non-auditori adalah semua efek terhadap kesehatan dan kesejahteraan yang disebabkan oleh pemaparan bising, kecuali efek pada organ pendengaran dan efek karena masking dari auditori informasi. Efek non-auditori sering kali hanya dianggap sebagai sesuatu yang ringan dan efek yang kurang penting, baik disebabkan oleh stresor lain maupun sebagai pilihan gaya hidup individual. Namun, sebenarnya telah ditemukan indikasi efek-efek non-auditori yang tidak dapat atau harus tidak diabaikan dalam melindungi tenaga kerja di lingkungan kerjanya, diantaranya : 1. Insiden stres meningkat ansietas. 2. Perubahan perilaku kejiwaan, seperti perasaan khawatir, penurunan kemampuan membaca komprehensif, penurunan luasnya perhatian dan memori, kesulitan memecahkan masalah, mudah tersinggung, tidak sabar, gugup, gangguan ketenangan, gangguan kenyamanan, gangguan konsentrasi, ketidakmampuan menurunkan ketegangan. 3. Perubahan pola perilaku, seperti peningkatan agresivitas, penurunan perilaku menolong, masalah dengan hubungan personal, dan gangguan komunikasi. Universitas Sumatera Utara 4. Perubahan fisiologis pada tubuh, seperti hipertensi, penyakit jantung iskemik, gangguan peredaran darahjantung, gangguan pencernaan, gangguan tidur, perubahan dalam sistem imun, sakit kepala. M enurut Keputusan M enteri Negara Lingkungan Hidup KM NLH 1996 dalam Setiawan 2010, jenis-jenis dari dampak kebisingan ada dua tipe yangdiuraikan sebagai berikut: 1. Akibat badaniah. Kehilangan pendengaran: terjadi perubahan ambang batas sementara akibat kebisingan dan perubahan ambang batas permanen akibat kebisingan. Akibat fisiologis: rasa tidak nyaman atau stres meningkat, tekanan darah meningkat, sakit kepala, bunyi denging. 2. Akibat-akibat psikologis. Gangguan emosional: kejengkelan, kebingungan Gangguan gaya hidup: gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi waktu bekerja, membaca dan lain-lain. Gangguan pendengaran: merintangi kemampuan mendengar bunyi TV radio, percakapan, telepon dan sebagainya

2.2.7 Baku mutu tingkat kebisingan

Dokumen yang terkait

Hubungan Tingkat Kebisingan Jalan Raya Dengan Tingkat Konsentrasi Belajar Pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015

34 159 151

Perbedaan Tingkat Konsentrasi Sebelum dan Sesudah Adanya Bising Akibat Aktifitas Perlintasan Kereta Api Pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2015

0 0 16

Perbedaan Tingkat Konsentrasi Sebelum dan Sesudah Adanya Bising Akibat Aktifitas Perlintasan Kereta Api Pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2015

0 0 2

Perbedaan Tingkat Konsentrasi Sebelum dan Sesudah Adanya Bising Akibat Aktifitas Perlintasan Kereta Api Pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2015

0 0 7

Perbedaan Tingkat Konsentrasi Sebelum dan Sesudah Adanya Bising Akibat Aktifitas Perlintasan Kereta Api Pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2015

2 8 25

Perbedaan Tingkat Konsentrasi Sebelum dan Sesudah Adanya Bising Akibat Aktifitas Perlintasan Kereta Api Pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2015

0 2 4

Perbedaan Tingkat Konsentrasi Sebelum dan Sesudah Adanya Bising Akibat Aktifitas Perlintasan Kereta Api Pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2015

0 0 17

Hubungan Tingkat Kebisingan Jalan Raya Dengan Tingkat Konsentrasi Belajar Pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015

0 1 16

Hubungan Tingkat Kebisingan Jalan Raya Dengan Tingkat Konsentrasi Belajar Pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015

1 1 2

Hubungan Tingkat Kebisingan Jalan Raya Dengan Tingkat Konsentrasi Belajar Pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015

0 1 7