BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Akuntansi merupakan sumber informasi dalam kegiatan ekonomi. Perusahaan membutuhkan informasi tersebut dalam pengambilan keputusan dan
strategi perusahaan agar tujuan perusahaan dapat tercapai, yakni memperoleh laba. Sehingga informasi yang tepat sangat berpengaruh dalam menentukan
keputusan dengan tujuan agar laba yang diperoleh dapat dicapai sesuai dengan yang akan direncanakan. Terkait dengan informasi laba, Statement of Financial
Accounting Concept SFAC no.1 menyatakan bahwa informasi tersebut merupakan perhatian utama untuk menaksir kinerja atau pertanggung-jawaban
manajemen Qomariyah, 2008. Selain itu informasi laba juga membantu para pengguna laporan dalam menaksir Earnings Power perusahaan di masa yang akan
datang. Ini menyebabkan manajemen mempunyai kecenderungan melakukan tindakan untuk memberikan laporan keuangan yang atraktif.
Teori keagenan menjelaskan hubungan kontrak-tual antara pemilik principals dan penerima amanat agents. Pemilik adalah pihak yang
memberikan mandat kepada pihak lain agen, untuk melakukan semua kegiatan atas nama prinsipal dalam kapasitas-nya sebagai pengambil keputusan. Asimetri
antara manajemen agent dengan pemilik principal memberikan kesempatan kepada manajer untuk bertindak oportunis, yaitu memperoleh keuntungan pribadi.
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih mengetahui informasi internal dan
prospek perusahaaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik perusahaan pemegang saham, sehingga manajer wajib memberikan informasi mengenai
kondisi perusahaan kepada pemilik perusahaan yakni dengan cara memberikan laporan keuangan. Dalam hal pelaporan keuangan, manajer dapat melakukan
rekayasa kinerja untuk menyesatkan pemilik pemegang saham mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Rekayasa yang dikenal dengan istilah earnings management
ini sejalan dengan teori agensi agency theory yang menekankan pentingnya pemilik perusahaan principles menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada
profesional agents yang lebih mengerti dan memahami cara untuk menjalankan suatu usaha.
Tindakan earnings management memunculkan beberapa kasus di dunia. Seperti Intel Design, Inc., Sistem Software Assosiates, Inc., ABS Industries, Inc.,
Sirena Apparel Inc., Guilford Mills, Inc. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, seperti PT. Lippo Tbk, PT. Kimia Farma Tbk,
PT Perusahaan Gas Negara, PT Indofarma, dan PT. Ades Alfindo juga melibatkan pelaporan keuangan financial
reporting yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi. Kasus pada PT Kimia Farma terjadi pada tahun 2002 yakni overstate sebesar Rp32,7 miliar, dimana
2,3 berasal dari penjualan dan sebesar 24,7 berasal dari laba bersih milik PT Kimia Farma. Kesalahan tersebut berasal dari overstate penjualan pada unit
industri bahan baku, pada persediaan barang pada unit logistik sentral, pada persediaan barang dagangan, dan pada penjualan.
Tahun 2002 PT Bank Lippo melakukan penerbitan laporan keuangan ganda yang memuat informasi berbeda, dimana laporan keuangan per 30
September 2002 yang ditujukan ke publik diiklankan melalui surat kabar tanggal 28 November 2002 berbeda dengan laporan keuangan per 30 September 2002
yang disampaikan ke BEJ pada 27 Desember 2002. Akibat adanya dua laporan dengan informasi yang berbeda, tim pemeriksa Bapepam melakukan penelahaan
atas data dan dokumen terkait dan mengambil kesimpulan bahwa perbedaan tersebut hanya disebabkan oleh: 1 adanya penyesuaian penilaian kembali atas
AYDA dan penyisihan penghapusan aset produktif PPAP; 2 kurangnya prinsip kehati-hatian Bank LIPPO dalam mencantumkan kata “diaudit” dan opini wajar
tanpa pengecualian pada surat kabar; dan 3 adanya kelalaian akuntan publik dalam menyampaikan peristiwa penting dan material mengenai AYDA Bank
LIPPO pada Bapepam. Akibat kasus ini baik Bank LIPPO maupun KAP bersangkutan dikenakan sanksi.
Kasus PT Ades Alfindo terungkap pada tahun 2004 ketika manajemen baru PT Ades menemukan inkonsistensi pencatatan atas penjualan Periode 2001-
2004. Manajemen melaporkan angka penjualan riil lebih rendah daripada yang sebenarnya terjadi. Hal ini luput karena dalam laporan keuangan yang disajikan
PT Ades tidak memasukkan volume penjualan dalam laporan keuangan yang telah diaudit. Pada tahun yang sama juga PT Indofarma melakukan overstated dari nilai
yang seharusnya dilaporkan, akibatnya mengacu pada penyajian laba yang lebih tinggi.
Berbeda dengan kasus PT Perusahaan Gas Negara yang melakukan pelanggaran prinsip pengungkapan laporan keuangan. Pelanggaran tersebut adalah
menunda publikasi informasi material atas penurunan volume gas yang sudah
diketahui manajemen sejak 12 September 2006, tetapi baru dipublikasikan pada bulan Maret 2007. Penurunan volume gas yang tidak dilaporkan sejak September
2006 tersebut telah memberikan informasi yang menyesatkan kepada investor. Dengan adanya kasus-kasus praktik manajemen laba tersebut dapat
dipertanyakan bagaimanakah efektivitas dari penerapan corporate governance. Menurut Sutedi 2012 Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai
berikut: Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak
dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Kasus manajemen laba yang telah terjadi pada PT. Lippo Tbk, PT. Kimia Farma Tbk, PT Perusahaan Gas Negara, PT Indofarma, dan PT. Ades Alfindo
terlihat bahwa mekanisme Good Corporate Governance tidak cukup dalam mengatasi manajemen laba, dan didukung dengan beberapa penelitian terdahulu
oleh Panjaitan 2012, Putri 2012 dan Girsang 2010, menyatakan bahwa praktik corporate governance memiliki hubungan yang signifikan terhadap
earnings management, sedangkan menurut penelitian Qomariyah 2008 , dan Nabila dan Daljono 2013 menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara praktek corporate governance terhadap earnings management.
Ketidakkonsistenan pada penelitian terdahulu menyebabkan ketidakpastian apakah Good Corporate Governance dapat mengatasi Manajemen
Laba serta kasus-kasus manajemen laba yang terjadi di Indonesia, maka perlu
diadakan penelitian kembali untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel corporate governance terhadap manajemen laba, maka dalam penelitian ini
mengambil kasus pada perusahaan pertambangan selama periode tahun 2011 sampai dengan tahun 2013.
Sehubungan dengan di terapkannya International Financial Reporting Standard IFRS di Indonesia, peneliti tertarik untuk mengambil
International Financial Reporting Standard IFRS sebagai variabel dalam melanjutkan penelitian Panjaitan 2012. Peneliti ingin melakukan penelitian dengan
judul
“Pengaruh Good Corporate Governance dan Implementasi International Financial Reporting Standard IFRS terhadap Manajemen Laba Studi
Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di BEI” .
1.2 Perumusan Masalah