Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional BOPO Non Performing Loan NPL

15 Modal inti yaitu modal milik sendiri yang diperoleh dari modal disetor oleh pemegang saham. Modal inti terdiri dari modal disetor, agio saham, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan, laba tahun lalu, laba tahun berjalan, dan bagian kekayaan anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan. Modal pelengkap terdiri dari cadangan revaluasi aktiva tetap, cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan, modal kuasa, dan pinjaman subordinasi. Sedangkan ATMR merupakan penjumlahan ATMR aktiva neraca dengan ATMR administratif. Sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, besarnya CAR yang harus dicapai oleh suatu bank minimal 8. Angka tersebut merupakan penyesuaian dari ketentuan yang berlaku secara internasional berdasarkan Standar Bank for International Settlement BIS. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 623DPNP tanggal 31 Mei 2004, rasio CAR dapat dirumuskan sebagai berikut: CAR = Modal Bank Asset tertimbang menurut Risiko x 100

2.4. Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional BOPO

Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional. Rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya Dendawijaya, 2009:120. Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional BOPO sering disebut rasio efisiensi digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien 16 biaya operasional yang dikeluarkan bank bersangkutan. Bank Indonesia menetapkan angka terbaik untuk rasio BOPO adalah di bawah 90, karena jika rasio BOPO melebihi 90 hingga mendekati angka 100 maka bank tersebut dapat dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasionalnya. Rasio ini dapat dirumuskan Surat Edaran BI No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004: BOPO= Biaya Operasional Pendapatan Operasional x 100

2.5. Non Performing Loan NPL

Pengertian NPL menurut Siamat 2005:174 menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab runtuhnya kondisi suatu bank yaitu adanya NPL yang melebihi batas kewajaran yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. NPL timbul karena tidak kembalinya dana yang diberikan dalam bentuk kredit tepat pada waktunya. NPL biasa disebut dengan kredit bermasalah. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, tingkat NPL maksium suatu bank adalah sebesar 5. Apabila bank melebihi batas yang telah ditetapkan oleh BI, maka bank tersebut dikatakan tidak sehat. Menurut Surat Edaran BI No. 330DPNP tanggal 14 Desember 2001 Lampiran 14 menyatakan bahwa rasio NPL dapat diukur melalui perbandingan antara kredit bermasalah dengan total kredit yang diberikan. Semakin tinggi rasio ini mengindikasikan akan buruknya kualitas kredit akan bank tersebut. Hal ini menandakan bahwa bank akan mengalami kerugian dalam menjalani kegiatan operasionalnya dan berpengaruh terhadap perolehan laba ROA yang diperoleh bank Kasmir, 2004. Rumus perhitungan NPL adalah sebagai berikut Surat Edaran BI No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004: 17 NPL = Jumlah Kredit Bermasalah Total Kredit x 100

2.6. Loan to Deposit Ratio LDR