22
kelancaran aliran darah ke otak yang pada akhirnya akanmenyebabkan infark sel- sel otak Harsono, 2007.
b.5 Obesitas
Obesitas atau berat badan yang berlebih berpotensi untuk menimbulkan stroke di kemudian hari. Penyakit jantung rematik, penyakit jantung koroner
dengan infark otot jantung, dan gangguan irama denyut jantung merupakan faktor risiko GPDO yang cukup potensial. Faktor risiko ini pada umumnya akan
menimbulkan hambatan atau sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepas gumpalan darah atau sel-sel jaringan yang telah mati ke dalam aliran
darah. Peristiwa ini disebut emboli. Apabila penyakit jantung yang diberi obat anti penggumpalan darah dengan dosis yang tak terkontrol danatau tidak dilakukan
kontrol terhadap waktu penjendalan darah maka dapat muncul komplikasi yang serius, ialah perdarahan otak Harsono, 2007.
b.6 Merokok
Menurut Sorganvi dkk 2014 merokok berisiko 2 kali lebih besar terkena stroke. Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian telah menunjukkan merokok
menjadi faktor risiko penting untuk stroke. Nikotin dan karbon monoksida dalam asap rokok merusak sistem kardiovaskular. Penggunaan kontrasepsi oral
dikombinasikan dengan merokok sangat meningkatkan risiko stroke American Stroke Assosiation, 2015.
b.7 Aktivitas fisik
Aktivitas fisik atau olahraga merupakan bentuk pemberian rangsangan berulang pada tubuh. Tubuh akan beradaptasi jika diberikan rangsangan secara
Universitas Sumatera Utara
23
teratur dengan takaran dan waktu yang tepat. Aktivitas fisik sangat berhubungan dengan faktor risiko stroke, yaitu hipertensi dan aterosklerosis. Seseorang yang
sering melakukan aktivitas fisik minimal 3-5 kali dalam seminggu dalam waktu minimal 30-60 menit dapat menurunkan risiko untuk terkena penyakit yang
berhubungan dengan pembuluh darah, seperti stroke Depkes, 2007.
b.8 Pemakaian alkohol
Sebuah studi meta-analisis terhadap 35 penelitian dari tahun 1966 hingga 2002 melaporkan bahwa dibandingkan dengan bukan pengguna alkohol, individu
yang mengkonsumsi 12 g per hari 1 minuman standar memiliki adjusted RR yang secara signifikan lebih rendah untuk stroke iskemik, demikian juga individu
yang mengkonsumsi 12 hingga 24 g per hari 1 hingga 2 standar minum alkohol. Sedangkan individu yang mengkonsumsi alkohol 60 g per hari memiliki
adjusted RR untuk stroke iskemik yang signifikan lebih tinggi Hakey dkk, 2006.
2.8 Pencegahan Stroke
2.8.1 Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang belum ataupun mempunyai faktor risiko dengan cara
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, yaitu Padila, 2013 Kemenkes RI, 2013:
a. Memiliki gaya hidup yang sehat yaitu dengan menghindari stress, makan
rendah garam, lemak dan kalori, tidak merokok, dan menghindari minum alkohol.
Universitas Sumatera Utara
24
b. Memperhatikan faktor risiko biologis jenis kelamin, riwayat keluarga, efek
aspirin sehingga dapat lebih waspada terhadap penyakit stroke. c.
Mengontrol atau mengendalikan hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan aterosklerosis, kadar lemak darah, konsumsi makanan seimbang,
serta olahraga teratur 3-4 kali seminggu. d.
Pelayanan kesehatan untuk pengendalian kejadian stroke melalui pendidikan kesehatan dan pelayanan pra stroke untuk deteksi dini dan monitoring faktor
risiko stroke pada individu sehat dan berisiko di masyarakat.
2.8.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke yaitu dengan cara:
a. Diagnosis dan pengobatan segera terhadap penderita stroke agar stroke tidak
berlanjut menjadi kronis. Obat-obatan yang digunakan seperti aspirin dengan dosis 50-325 mg per oral yang diberikan sekali sehari, aspirin 25 mg dan
dipiridamol SR 200 mg per oral yang diberi 2 kali sehari, cilostazol 100 mg per oral yang diberi 2 kali sehari dan clopidogrel 75 mg per oral sekali sehari,
dan ticlodipin 250 mg per oral yang diberi 2 kali sehari Kemenkes RI, 2013. b.
Mengontrol faktor risiko dengan modifikasi gaya hidup misalnya mengkonsumsi obat antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi,
mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti
merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak Perdossi, 2011.
Universitas Sumatera Utara
25
c. Pos Pembinaan Terpadu Posbindu PTM termasuk stroke yang merupakan
salah satu wujud peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini, monitoring dan tindak lanjut dini terhadap faktor risiko stroke secara terpadu
dan terintegrasi dengan kegiatan rutin di masyarakat Kemenkes RI, 2013.
2.8.3 Pencegahan Tersier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi
ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan
sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupassional, petugas sosial dan
peran serta keluarga. a.
Rehabilitasi dini Upaya rehabilitasi harus segera dilakukan apabila keadaan pasien sudah
stabil. Fisioterapi pasif perlu diberikan bahkan saat pasien di ruang intensif yang segera dilanjutkan dengan fisioterapi aktif jika memungkinkan. Upaya terapi
wicara dapat diberikan apabila terdapat gangguan bicara atau menelan. Setelah pasien dapat berjalan sendiri, terapi fisis dan okulasi perlu dilakukan agar pasien
bisa kembali mandiri. Pendekatan psikologis sangat penting untuk memulihkan kepercayaan diri pasien yang biasanya sangat menurun setelah terjadinya stroke,
dan jika diperlukan dapat diberikan antidepresi ringan Martono dan Kuswardani, 2009.
Universitas Sumatera Utara
26
b. Tindakan pengawasan lanjutan
Tindakan untuk mencegah stroke berulang dan upaya rehabilitasi kronis harus terus dikerjakan. Hal ini dikerjakan oleh spesialis penyakit dalam yang
mengetahui faktor risiko terjadinya stroke Martono dan Kuswardani, 2009.
2.9 Kerangka Konsep