Sementara ketika pihak luar yang dipanggil sebagai saksi ahli tentunya harus disertai dengan pembiayaan kepada si saksi tersebut. Hal lain adalah banyaknya kasus konflik
yang muncul dan butuh penanganan kasus yang harus segera dilakukan. Hal ini bisa terjadi diluar perkiraan yang tentunya membutuhkan anggaran yang cukup, namun
karena ketiadaan anggaran maka proses penanganan kasus tersebut akan bisa tersendat. Dampak lain adalah kurangnya finansial ini memberikan efek domino pada
kuantitas staff yang ada. Pada akhirnya hal ini bisa merembet pada elemen-elemen lain yang ada di lembaga tersebut.
• Fasilitas
Untuk mendukung proses implementasi kebijakan yang ada maka selain sumber daya manusia maupun finansial, tentunya juga harus didukung dengan fasilitas yang
memadai. Adapun fasilitas yang terdapat pada BPN Propinsi Sumatera Utara terkhusus bidang lima adalah meja, kursi, ruang rapat, komputer, laptop, printer, alat
ukur teodolit, speda motor maupun mobil dinas. Sejauh ini jika melihat ketersediaan fasilitas maupun perlengkapan yang ada tentunya masih perlu penambahan fasilitas.
Hal ini untuk mendorong maupun meningkatkan kualitas pelayanan terkait penanganan kasus sengketa pertanahan di Sumatera Utara.
5.5 Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek struktur birokrasi
Universitas Sumatera Utara
ini mencakup dua hal penting yaitu mekanisme dan struktur organisasi pelaksana sendiri. Setiap organisasi memiliki mekanisme yang tertuang dalam prosedur operasi
yang standar standar operating procedures atau SOP, SOP inilah yang menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Tujuan kebijakan sering kali
sangat luas dan kompleks sehingga melibatkan banyak aktor, organisasi, dan bahkan level pemerintahan yang berbeda, inilah yang menciptakan rentang kendali yang luas.
Oleh karena itu diperlukan adanya kerjasama agar dapat mendorong tercapainya keberhasilan tujuan mengimplementasikan suatu kebijakan. Secara ringkas analisis
sturktur birokrasi dan mekanisme yang ada pada BPN Propinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut.
Pertama adalah terkait struktur birokrasi. Adapun struktur organisasi yang ada di kantor BPN Propinsi Sumatera Utara dipimpin oleh kepala BPN Wilayah atau
kepala kantor wilayah kakanwil. Kakanwil ini memimpin enam bidang diantaranya Tata Usaha, Bidang Pengukuran, Survei, Pengukuran dan Pemetaan, Bidang Hak
Tanah dan Pendaftaran Tanah, Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan, Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat serta Bidang Pengkajian
dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan. Sementara itu, kepala kantor wilayah baik kabupaten maupun kota merupakan elemen pendukung dari BPN
Propinsi ini. Sesuai Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan,
Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, instrumen utama dalam konteks penanganan kasus pertanahan secara khusus menjadi tanggung jawab kakanwil dan
Universitas Sumatera Utara
juga bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan. Sementara itu instrumen lain merupkan bagian pendukung dalam proses penyelesaian
kasus pertanahan tersebut, sebab hampir dalam setiap kasus turut bersinggungan dengan bidang-bidang tersebut.
Berdasarkan analisis peneliti, stuktur organisasi yang ada pada Kantor BPN Propinsi Sumatera Utara sesungguhnya sudah cukup baik dan mencakup segala
kebutuhan dalam konteks penanganan kasus-kasus pertanahan yang ada di Sumatera Utara. Namun jika ditelisik lebih jauh, sekalipun dari segi kelengkapan struktur
organisasi sudah cukup baik namun masih dapat ditemukan kelemahan-kelemahan di dalamnya. Pertama adalah terkait wewenang dari kepala kantor wilayah pertanahan.
Berdasarkan peraturan kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011, dapat dilihat bahwa sesungguhnya wewenang kakanwil ini masih sangat terbatas dalam konteks
penanganan dan penyelesaian kasus tersebut. Hal ini misalnya terlihat dalam pasal 74 bagian kedua terkait kewenangan
kakanwil. Disebutkan kakanwil mempunyai lima kewenangan. Antara lain keputusan pemberian hak atas tanah yang dikeluarkan oleh kepala kantor wilayah baik
kabupaten maupun kota yang terdapat cacat hukum administrasi dalam penyerahannya. Kedua adalah keputusan pemberian hak atas tanaha yang
kewenangan pemberiannya dilimpahkan kepada kakan dan kakanwil, untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang
tetap. Ketiga adalah hak milik atas satuan rumah susun untuk melaksanakan utusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Selanjutnya
Universitas Sumatera Utara
pendaftaran hak atas tanah asal penegasanpengakuan hak yang terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya danatau untuk melaksanakan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Terakhir adalah pencatatan data yuridisfisik dalam pemeliharaan data pendaftaran tanah sebagai lanjutan dari
penyelesaian kasus pertanahan. Lebih jauh dapat dilihat bahwa dalam konteks penanganan kasus pertanhana,
kakanwil meliliki wewenang yang cukup terbatas. Dapat dilihat bahwa wewenang kanwil terkait kewenangan pembatalan hak atas tanah dan pendaftaran hak atas tanah
asal konversi ini hanya terdapat dua poin. Sementara poin lainnya lebih pada merupakan wewenang lembaga lain diluar BPN Propinsi dalah hal ini adalah
kewenangan. Tentunya hal ini menjadi salah satu hambatan dalam proses penyelesaian kasus-kasus pertanahan sebab wewenang tersebut lebih banyak berada
pada domain BPN Pusat. Sementara posisi BPN Propinsi lebih banyak pada supporting data ke bagian pusat. Keterbatasan inilah yang menjadi salah satu
hambatan dalam menyelesaikan kasus pertanahan. Kelemahan lain yang timbul akibat adanya struktur organisasi yang sedemikian panjang dan terbatasnya wewenang
kakanwil adalah proses penanganan kasus yang membutuhkan waktu lama. Kedua adalah terkait mekanisme. Adapun mekanisme penanganan kasus
yang ada berdasarkan peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011 dimulai dari penelitianpengolahan data pengaduan. Selanjutnya akan dilakukan penelitian.
Tahapan berikutnya adalah melakukan gelar kasus, kemuidan penyusunan risalah pengolahan data, penyiapan berita acarasuratkeutusan dan atau monitoring dan
Universitas Sumatera Utara
evaluasi terhadap hasil penanganan sengketa. Penjelasan lebih jauh adalah seluruh rangkain proses penanganan sengketa akan dimulai dari pengolahan data berdasarkan
data pengaduan yang diterima oleh BPN Propinsi. Adapaun data-data yang ada ini tentunya masih sangat terbatas untuk itu maka langkah selanjutnya adalah melakukan
penelitian lebih mendalam terkait pengaduan tersebut untuk menggali fakta-fakta yang ada dilapangan. Setelah data tersebut sdah terkumpul dengan baik, maka akan
dilakukan gelar kasus. Kemudian dilanjutkan dengan berita acara gelar kasus tersebut lalu terkahir adalah melakukan evaluasi dan monitoring terhadap rangkaian
penaganan kasus tersebut. Sekalipun dalam peraturan tersebut turut dijelaskan bagaimana SOP yang
harus dilakukan, namun dapat dilihat lebih jauh bahwa masih terdapat kekurangan. Semisal dalam proses penanganan perkara yang diawali dengan
penelitianpengolahan data pengaduan. Dalam penanganan kasus pertanahan sesungguhnya proses penanganan tidak hanya dilakukan berdasarkan pengaduan yang
datang kepada BPN saja. Tetapi tanpa adanya pengaduan, BPN bisa melakukan penanganan kasus pertanahan berdasarkan informasi yang didapat terkait konflik
yang terjadi tanpa ada pengaduan. Sementara hal ini tidak turut disebutkan dalam peraturan tersebut.
Pada prkateknya di BPN Propinsi Sumatera Utara, mekanisme penanganan kasus pertanahan sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan aturan yang dimuat
dalam peraturan tersebut. Pertama adalah proses penyelesaian kasus dimulai atas pengaduan masyarakat atau hasil pantauan BPN baik dari media cetak maupun media
Universitas Sumatera Utara
elektronik. Setelah adanya kedua hal ini maka akan dilakukan penelitian lebih jauh terkait kasus tersebut. Disinilah peran kepala kantor kabupaten atau kota untuk
mendukung data-data tersebut setelah adanya kordinasi dari pihak propinsi. Data yang sudah didapat kemudian dibedah dan dinalisis bersama. Setelah proses ini
kemudian dapat dilihat apakah posisi kasus tersebut berada pada domain propinsi atau justru kementrian yang memiliki wewenang untuk menyelesaikannya. Apabila posisi
kasus merupakan domain propinsi, maka propinsis akan menyelesaikan kasus tersebut tentunya dengan laporan kepada BPN Pusat. Namun apabila berada dalam
domain BPN Pusat, maka BPN Propinsis dan Kabupaten atau kota akan berposisi sebagai supporting informasi maupun data kepada BPN Pusat dalam proses
penyelesaiannya. Berdasarkan hal ini dapat dilihat bahwa mekanisme penanganan kasus yang dilakukan oleh propinsi sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan yang
ada dalam peraturan tersebut.
5.2 Kendala Dalam Implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan,
Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan
Dalam proses implementasi suatu kebijakan sering ditemui kendala-kendala yang terkadang menghambat proses implementasi kebijakan tersebut. Dalam
penelitian ini adapun kendala yang dihadapi antara lain tidak adanya satu persepsi dalam proses penyelesaian satu kasus pertanahan. Hal ini disebabkan dalam proses
penyelesaian satu kasus pertanahan harus melibatkan berbagai lembaga yang juga berperan dalam menyelesaiakan kasus tersebut. Adapun lembaga tersebut antara lain
Universitas Sumatera Utara
misalnya Pengadilan, Dinas Kehutanan, DPR, Gubernur, Kepolisian bahkan hingga Kementrian Keuangan. Banyaknya lembaga yang terlibat kemudian memunculkan
berbagai persepktif penyelesaian kasus sesuai dengan proses penanganan kasus di lembaga masing-masing yang terkadang berbeda antara satu lembaga dengan
lembaga lainnya. Selain itu, minimnya kewenangan BPN Propinsi dalam penyelesaian kasus
pertanahan menjadi salah satu faktor yang turut menghambat proses penyelesaian kasus-kasus pertanahan. Hal ini mengakibatkan proses penyelesaian banyak
memakan waktu pada proses kordinasi antara pusat dan daerah. Sementara apabila wewenang BPN Propinsi diperluas tentunya proses penyelesaian kasus-kasus tersebut
akan lebih cepat sebab komunikasi maupun kordinasi banyak berada di level daerah dan selanjutnya dapat dilaporkan kepada BPN Pusat.
Banyaknya mafia tanah turut menjadi salah satu faktor penghambat. Adapun oknum ini seringkali mengatasnamakan masyarakat banyak bahkan memanfaatkan
masyarakat tersebut untuk mendapatkan tanah. Tanah yang sudah jelas dimiliki oleh satu individu tertentu bisa menjadi objek sengketa atau sengaja disengketakan. Hal ini
semakin pelik sebab tidak hanya dari segi finansial, mafia tersebut juga seringkali memiliki pengaruh politik yang cukup kuat. Hal ini mengakibatkan BPN Propinsi
harus bekerja keras dalam membedah, menganalisa serta memiliki keberanian yang cukup.
Universitas Sumatera Utara
Tantangan lain adalah kesiapan BPN Propinsi dalam menyelesaikan kasus- kasus pertanahan. Baik kesiapan dari segi finansial maupun sumber daya, baik
kuantitas maupun kualitasnya. Segi finansial ini seringkali menjadi salah satu faktor penting penentu kualitas dan kuantitas yang berimplikasi pada cepat atau lambatnya
prses penyelesaian kasus-kasus pertanahan. Saat ini, BPN Propinsi masih mengalami kendala terkait kecukupan finasial dalam melakukan penanganan kasus pertanahan
yang ada. Sementara itu jumlah kasus pertanahan, pola maupun aktornya kerap berubah dan berbeda-beda. Untuk itu BPN Propinsi harus benar-benar siap agar
proses penanganan kasus-kasus pertanahan bisa berjalan maksimal.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan