Komunikasi terakhir adalah komunikasi ditingkatan internal BPN yang diwujudkan mellui rapat-rapat bidang maupun bagian di tingkatan BPN Propinsi.
Rapat ini mulai dari rapat kordinasi umum maupun rapat lain yang dilakukan secara momentuman semisal dalam proses panaganan kasus. Hal ini bisa terjadi ketika
munculnya kasus-kasus yang membutuhkan penanganan yang cepat. Proses komunikasi ini dapat berjalan dengan baik sebab masing-masing tupoksi sudah
memiliki tugas dan fungsi masing-masing sehingga masing-masing bisa fokus dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
5.3 Disposisi
Disposisi implementor merupakan kecenderungan sikap dan pemahaman implementor yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan kebijakan. Watak dan
karakter yang dimiliki oleh implementor, seperti: komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka kebijakan akan
berjalan sesuai yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses
implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. Implementor yang memiliki komitmen tinggi dan demokratis akan senantiasa
akan lebih memperlancar pencapaian tujuan pelaksanaan peraturan dan dapat melawan kendala dan hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan program atau
kebijakan. Kejujuran akan mengarahkan para implementor agar tetap berada pada jalur program dan kebijakan yang telah ditetapkan. Ditambah dengan komitmen maka
para implementor akan lebih antusias dalam melaksanakan program dan kebijakan
Universitas Sumatera Utara
secara konsisten dan profesional. Sehingga tercipta suasana demokratis pada para implementor kebijakan dimata masyarakat dan menambah kepercayaan masyarakat
kepada para implementor kebijakan. Ada dua variabel yang menjadi objek analisis pada bagian ini. Pertama adalah
bagaimana pemahaman impelementor terkait peraturan yang ada. Dalam hal ini tentunya Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan,
Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan di Sumatera Utara. Berdasarkan beberapa aspek yang tercantum dalam peraturan tersebut, dapat
dilihat beberapa poin untuk menganalisis terkait pemahamam implementor di BPN Propinsi Sumatera Utara. Poin yang dimuat sebagai tolak ukur yang dapat diambil
adalah bagaiamana proses pengaduan dan informasi kasus pertanahan, pengkajian kasus pertanahan, penanganan kasus pertanahan, penyelesaian kasus pertanahan, serta
bantuan hukum dan perlindungan terkait penanganan kasus pertanahan. Secara umum penelit melihat berbagai aspek tersebut dapat dipahami oleh
implementor pada Kantor BPN Propinsi Sumatera Utara. Terkait pengaduan dan informasi kasus pertanahan misalnya. Proses pengaduan sudah berjalan sesuai
dengan prosedur yang melingkupi dua hal yaitu baik pengaduan yang dilakukan secara langsung oleh masyarakat maupun dalam model jemput bola yang dilakukan
oleh implementor. Apabila pengaduan yang dilakukan lewat website BPN Propinsi, maka selanjutnya si pengadu akan diminta untuk membuat permohonan tertulis
Universitas Sumatera Utara
terkait pengaduan tersebut sesuai aturan yang tercantum dalam Peraturan Kepala BPN RI nomor 3 tersebut.
Pengaduan yang masuk tersebut selanjutnya akan disertai dengan identitas pengadu dan data-data pendukung lainnya terkait hal yang diadukan. Surat pengaduan
ini kemudian dicata dalam loket pengaduan dan akan diacatat dalam register penerimaan pengaduan. Adapun perkembangan setiap kasusnya akan terus dicatat
dalam register kasus pertanahan kasus pertanahan tersebut. Demikian halnya dengan aspek lain seperti pengkajian kasus pertanahan,
penanganan maupun penanganan kasus pertanahan yang ada. Tentunya variabel pemahaman ini dapat dilihat berdasarkan tujuan utama dari peraturan tersebut yaitu
penyelesaian kasus pertanahan yang ada. Jumlah kasus petanahan yang terus menurun di Propinsi Sumatera Utara setiap tahunnya menjadi variabel penting bahwa
pemahaman implementor atas kebijakan tersebut sudah cukup baik. Kedua adalah karakter dari implementor. Hal ini meliputi 4 karakter yang
dianalisis oleh peneliti, antara lain; 1.
Ketelitian Salah satu disposisi yang dianalaisis oleh peneliti di BPN Sumatera Utara
terkhusus bidang lima adalah aspek ketelitian. Adapaun aspek ketelitian merupakan salah satu modal penting yang harus dimiliki dalam penyelesaian sebuah kasus
sengketa maupun konflik pertanahan. Dalam konteks pengkajian dan penanganan kasus pertanahan sesuai dengan peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011,
Universitas Sumatera Utara
ketelitian ini harus meliputi aspek kerja imlementor mulai dari Pelayanan Pengaduan dan Informasi Pertanahan, Pengkajian Kasus Pertanahan, Penanganan Kasus
Pertanahan, Penyelesaian Kasus Pertanahan dan Bantuan Hukum dan Perlindungan Hukum. Selain menuntut pengadministrasian berkas yang baik, implementor juga
dituntut untuk teliti dalam menganalisa kategori kasus yang ditangani. Hal ini dapat dilihat dalam pengelompokan atau klasisfikasi kasus yang dihadapi.
Dalam konteks diseminasi informasi yang ada, perlu ketelitian dalam membuat kategori informasi yang bisa diakses oleh publik atau tidak. Hal ini dibagi
atas tiga yaitu infromasi rahasia, yaitu yang hanya bisa diberikan kepada lembaga publik tertentu hal inipun tentunya setelah adanya ijin dari kepala BPN RI atau
pejabat yang ditunjuk. Kedua yaitu infromasi terbatas, adapun informasi ini adalah informasi yang hanya diberikan kepada pihak tertentu yang memenuhi persyaratan
juga setelah adanya ijin dari kepala BPN RI atau pejabat yang ditunjuk. Ketiga adalah infromasi yang terbuka untuk umum dimana diberikan kepada pihak yang
membutuhkan. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh peneliti, aspek ketelitian ini sudah
berjalan cukup baik di kantor BPN Propinsi Sumatera Utara. Hal ini berdasarkan pengelompokan atau kalsifikasi baik kasus maupun informasi yang bisa diakses oleh
publik yang sudah sesuai dengan peraturan yang ada. Poin ini terbukti ketika peneliti akan melakukan penelitian awal di instansi tersebut. Secara tegas, salah seorang staff
BPN menjelaskan perihal informasi yang bisa diakses oleh peneliti dalam konteks penelitian yang bisa dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
Demikian halnya dalam proses pengkajian kasus pertanahan. Hal ini juga sudah berjalan dengan baik dengan melihat lebih mendalam terkait sifat kasus yang
ditangani oleh BPN Propinsi. Yaitu apakah bersifat rawan, strategis atau mempunyai dampak luas. Secara umum peneliti melihat semua aspek yang dimaksud dalam ruang
lingkup pertauran kepala BPN nomor 3 tersebut berjalan dengan baik dalam konteks ketelitian.
2. Konsistensi
Konsistensi dalam penangan kasus menjadi salah satu elemen yang memiliki fungsi cukup penting dalam penanganan kasus maupun sengketa agraria. Salah satu
yang menjadi tolak ukur apakah proses penaganan kasus pertanahan cukup konsisten adalah bagaimana kasus-kasus yang ada tetap ditangani dengan berbagai tingkat
kesulitan yang diahadapi. Berdasarkan kompilasi data jumlah kasus yang dilihat peneliti, BPN Sumatera Utara sesungguhnya masih cukup konsisten dalam proses
penanganan kasus-kasus pertanahan yang ada. Hal ini dapat dilihat beradasarkan publikasi lembaga yang fokus terkait isu-isu
agraria di Indonesia. Sekalipun Sumatera Utara sering masuk dalam propinsi sebagai penyumbang jumlah kasus konflik terbesar di Indonesia namun hal ini diimbangi
dengan penangan atau penyelesaian kasus konflik agraria yang juga cenderung menurun setiap tahunnya. Semisal catatan Komisi Pembaharuan Agraria KPA
sepanjang tahun 2012-2015 masuk menjadi 5 lima besar Provinsi penyumbang kasus konflik agraria terbanyak di Indonesia. Sekalipun pada awal munculnya
Universitas Sumatera Utara
peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 tahun 2011, tercatat jumlah kasus konflik agraria di Sumatera Utara meningkat pesat sepanjang 2012-2014. Namun pada tahun
keempat atau tahun 2015 jumlah kasus konflik agraria dapat dilihat semakin menurun.
Lebih jauh, tercatat pada tahun 2012, ada sekitar 21 kasus di Sumatera Utara, kemudian menjadi 33 kasus di tahun 2014 dan 15 kasus pada tahun 2015.
Menurunnya jumlah konflik agraria sepanjang tahun 2014-2015 di Sumatera Utara menjadi hal yang patut diapresiasi. Apalagi jika dibandingkan dengan 5 provinsi
terbesar penyumbang kasus konflik agraria, Sumatera Utara menjadi salah satu propinsi yang paling menurun jumlah kasus konfliknya.
3. Profesionalisme
Aspek profesionalisme menjadi aspek lain yang juga penting dimiliki oleh implementor. Jika mengacu pada jumlah kasus yang mengalami penurunan pada
setiap tahunnya, sesungguhnya dapat disimpulkan bahwa BPN Propinsi Sumatera Utara cukup profesional dalam menanagani kasus-kasus pertanahan yang ada. Namun
hal ini berbanding terbalik berdasarkan hasil ananalisis data lain yang dilakukan oleh peneliti.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan kepala bidang lima BPN Propinsi Sumatera Utara mengatakan bahwa sumber daya staff
yang dimiliki saat ini belum mencukupi sehingga belum bisa dikatakan cukup profesional dalam melaksanakan kerja-kerjanya. Profesional dalam konteks
Universitas Sumatera Utara
mengeluarkan segala kemampuan untuk menangani semua kasus-kasus petanahan yang ada. Jumlah staff yang masih kurang apabila dibandngkan dengan jumlah kasus
yang ditangani saat ini belum berimbang. Artinya apabila jumlah staff yang ada mencukupi, tentunya profesionalisme dalam konteks penanganan kasus tersebut bisa
dilakukan dengan maksimal. Maka potensi untuk penurunan kasus pertanahan untuk lebih sedikit pada tahun-tahun mendatang cukup besar apabila diimbangi dengan
penambahan staff dalam divisi tersebut. 4.
Kejujuran Kejujuran tentunya dibutuhkan dalam setiap aspek terutama dalam proses
penangan kasus pertanahan. Hal ini disebabkan penanganan kasus konflik pertanahan yang menyangkut kehidupan orang banyak dan juga memiliki nilai ekonomi yang
cukup tinggi. Dalam konteks penanganan kasus, perlu kejujuran seperti tidak memihak salah satu kubu yang sedang bersengketa demi kepentingan salah satu pihak
termasuk kepentingan si implementor sendiri. BPN Propinsi Sumatera Utara harus jujur dalam melihat posisi kasus yang sedang ditangani.
Berdasarkan analisis peneliti aspek kejujuran ini belum sepenuhnya dimiliki oleh BPN Propinsi Sumatera Utara. Hal ini terjadi dalam konteks informasi kasus
pertanahan yang bisa diakses oleh publik. BPN memiliki 3 kategori informasi kasus yang bisa diakses oleh publik antara lain informasi rahasia, terbatas dan terbuka untuk
umum. Dalam informasi yang terbuka untuk umum misalnya masih mengalami kendala dalam proses pengaksesannya. Sekalipun tidak memerlukan hal-hal
Universitas Sumatera Utara
administratif untuk mendapatkan informasi tersebut, tetapi terkadang informasi sulit didapat dan memerlukan persyarartan lain yang seharusnya tidak diperlukan. Semisal
meminta informasi terkait jumlah kasus yang bisa diakses. Seringkali hal ini dibenturkan dengan hal administratif seperti surat ijin. Padahal pada prakteknya hal
ini tidak membutuhkan surat untuk diakses.
5.4 Sumberdaya