mengetahui akar, sejarah dan tiologi kasus pertanahan dalam rangka merumuskan kebijakan strategis penyelesaian kasus pertanahan di Indonesia dan menyelesaiakan
kasus pertanahan yang disampaikan kepada Kepala BPN RI agar tanah dapat dikuasai, dimiliki, dipergunakan dan dimanfaatkan oleh pemiliknya serta dalam
rangka kepastian dan perlindungan hukum. Dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum akan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah di
Indonesia. Pada setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah maka harus
diimplementasikan agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhatikan variabel-variabel yang mempengaruhi kebijakan tersebut. Maka
dalam penelitian ini adapun variabel-variabel tersebut ialah sebagai berikut:
5.2 Komunikasi
Sesuai teori implementasi George Edward III yang digunakan dalam penelitian ini salah satu variabelnya ialah komunikasi, menurut G. Edward Keberhasilan
implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan
melalui komunikasi kepada kelompok sasaran target group sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak
jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. Sehingga melalui
komunikasi diharapkan informasi dapat tersebar merata kepada masyarakat,
Universitas Sumatera Utara
pengusaha, dan swasta guna mendukung tercapainya pelaksanaan implementasi peraturan.
Komunikasi terkait dengan penyampaian informasi atau peraturan kepada semua stakeholders agar suatu kebijakan dapat dipahami dan dilaksanakan dengan
baik. Sedangkan koordinasi sebagai implikasi dari organisasi yang tidak tunggal akan terlihat dalam pola hubungan kerja antar aktor yang terlibat, sehingga implementasi
akan efektif dengan mekanisme yang terkoordinasi. Dalam peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan,
Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan dapat dilihat beberapa poin yang berkaitan dengan kordinasi dan komunikasi yang harus dijalankan oleh BPN
Propinsi. Pada bagian pengaduan dan informasi kasus pertanahan misalnya, pelayanan pengaduan dan informasi kasus di kantor pertanahan wilayah BPN
dilaksanakan oleh kepala bidang kabid dan dikordinasikan dengan kepala kantor wilayah kakanwil. Selanjutnya pelayanan pengaduan dan informasi kasus ini akan
dilaksanakan oleh kepala seksi kasi dan dikordinasikan oleh kepala kantor wilayah kakan. Setelah itu seluruh informasi mengenai perkembangan kasus pertanahan
yang disampaikan secara tertulis akan disampaikan dalam bentuk Surat Informasi Perkembangan Penanganan Kasus Pertanahan yang berisi tentang penjelasan pokok
masalah, posisi kasus dan tindakan yang telah. Selanjutnya dalam konteks pemberian informasi perkembangan kasus ini akan disampaiakn oleh kakan, kakanwil atau
deputi sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
Pada bagian pelayanan pengaduan dan informasi kasus pertanahan ini sesuai dengan peraturan tersebut dapat dilihat bahwa hal-hal terkait komunikasi dan
kordinasi ini masih sangat umum. Artinya tidak ada penjelasan lebih jauh dan mendetail terkait kordinasi dan komunikasi ini. Dalam proses kordinasi yang
dilakukan oleh kakanwil misalnya, proses pengaduan dan informasi kasus ini tidak digambarkan bagaimana seharusnya pola ataupun proses komunikasi tersebut
berlangsung. Pada umumnya memang dalam peraturan tidak dijelaskan terkait hal teknis seperti hal tersebut. Namun jika melihat lebih jauh, soal rujukan kordinasi
maupun komunikasi yang harus dilakukan juga tidak ada. Hanya disebutkan bahwa seluruh rangkain proses tersebut harus dilaksanakan berdasarkan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku tanpa menyebut salah satu peraturan ataupun undang-undang mana yang harus diikuti tersebut. Hal inilah yang membuat proses
komunikasi dan kordinasi ini menjadi membingungkan. Demikian halnya dalam proses pengkajian kasus pertanahan terkait administrasi data. Sistem infromasi
dibangun secara terintegrasi antara BPN RI, Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan. Tidak juga disebutkan bagaimana lebih lanjut terkait proses komunikasi
diantara bagian-bagian tersebut. Demikian halnya dengan poin-poin lain dalam peraturan tersebut. Secara umum
bisa dilihat masih sangat umum. Hal ini kemudian bisa menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda di kalangan implementor dalam proses pelaksanaannya. Tidak
rincinya peraturan ini serta tidak menyebutkan peraturan lain sebagai acuan pelaksanaanya menjadi salah satu kekurangan yang bisa dilihat. Pada akhirnya BPN
Universitas Sumatera Utara
Propinsi menggunakan mekanisme kordinasi dan komunikasi yang selama ini ada dan dijalankan.
Adapun komunikasi dan kordinasi yang selama ini dilaksanakan di Kantor BPN Propinsi Sumatera Utara secara umum dapat dibagi dalam tiga bagian. Pertama
adalah kepada tingkatan masyarakat. Salah satu media yang digunakan sebagai sosialisasi kepada masyarakat adalah melalalui website. Dengan adanya website ini
tentunya akan sangat mendukung proses sosialisasi yang maksimal kepada masyarakat. Apalagi mengingat masyarakat yang sudah melek teknologi dalam
mengakses internet. Namun sosialisasi media ini dapat dikatakan belum berjalan maksimal sebab ada beberapa ikon di dalam website yang tidak dapat dibuka. Selain
itu, proses sosialisasi yang belum maksimal juga terlihat dalam proses penanganan kasus. Seperti penuturan infroman bahwa seringkali masyarakat menuntut proses
penyelesaian kasus kepada BPN Propinsi sekalipun kewenangan penyelesaian kasus tersebut ada pada BPN Pusat.
Selanjutnya adalah kepada Instansi diluar BPN. Proses ini juga termasuk pembangunan jaringan kepada instansi diluar BPN yang memiliki hubungan dengan
BPN dalam proses penanganan dan penyelesaian kasus pertanahan. Adapun instansi ini misalnya Kepolisian, DPRD, Kejaksaan maupun pengadilan. Pola komunikasi
yang dibangun umumnya mulai dari sosialisasi ataupun rapat kordinasi bersama dengan instansi tersebut. Hal ini dilakukan untuk menyatukan pemahaman bersama
dalam proses penanganan kasus pertanahan. Komunikasi ini juga belum berjalan secara maksimal hal ini disebabkan masih seringnya terjadi perbedaan pandangan
antara BPN dengan instansi-instansi lain tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi terakhir adalah komunikasi ditingkatan internal BPN yang diwujudkan mellui rapat-rapat bidang maupun bagian di tingkatan BPN Propinsi.
Rapat ini mulai dari rapat kordinasi umum maupun rapat lain yang dilakukan secara momentuman semisal dalam proses panaganan kasus. Hal ini bisa terjadi ketika
munculnya kasus-kasus yang membutuhkan penanganan yang cepat. Proses komunikasi ini dapat berjalan dengan baik sebab masing-masing tupoksi sudah
memiliki tugas dan fungsi masing-masing sehingga masing-masing bisa fokus dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
5.3 Disposisi