commit to user
Bila dilihat dari data analisa pucuk pada bulan Maret 2010 di UP Tambi persentase pucuk yang memenuhi syarat olah sudah mencapai
≥ 50. Hal ini berarti lebih banyak pucuk halus yang dihasilkan daripada pucuk
yang kasar, dan pada hasil produksinya akan menghasilkan teh dengan mutu I yang lebih banyak. Dengan persentase analisa pucuk mencapai
≥ 50 berarti tindakan pengendalian mutu bahan baku di UP Tambi sudah berjalan
dengan sangat bagus. .
2. Pengendalian Mutu Proses
Pengendalian mutu proses produksi dilakukan secara terus- menerus meliputi kegiatan-kegiatan antara lain pengendalian bahan dengan
tujuan untuk pengendalian kerusakan bahan baku, pengendalian dan pemeliharaan alat, proses khusus yaitu proses produksi yang kegiatan
pengendaliannya merupakan hal yang sangat penting terhadap mutu produk dan yang terakhir yaitu pengendalian dan perubahan proses produksi
Kadarisman, 1994. Pengendalian mutu proses pada pengolahan teh hitam di UP Tambi dilakukan pada setiap tahapan proses.
a. Pelayuan
Pelayuan merupakan tahap paling penting dalam proses pengolahan. Kegagalan pada proses pelayuan berarti kegagalan atau
penurunan mutu proses pengolahan teh. Proses pelayuan bertujuan untuk melayukan pucuk teh hingga diperoleh persentase layu yang diingikan
dengan cara menguapkan sebagian air yang terkandung didalam bahan Prosentase layu yang disyaratkan adalah tingkat layu medium dengan
besarnya derajat layu 44-46. Tingkat layu yang konsisten dari hari ke hari akan menjamin kemantapan mutu hasil akhir pengolahan. Toleransi
perbedaan derajat layu dari hari ke hari tidak lebih dari 2-3 disertai dengan hasil layuan yang rata Bambang, Kustamiyati dkk, 1994.
Menurut Bambang, Kustamiyati dkk 1994, suhu yang baik digunakan pada tahap pelayuan adalah 27
C dengan kelembaban relatifnya
commit to user
adalah 76 . Lama pelayuan berkisar antara 12-18 jam dari mulai pembeberan hingga turun layu.
Untuk mencapai tujuan tahap pelayuan, maka di UP Tambi dilakukan beberapa tindakan pengendalian proses meliputi :
1 Pengaturan suhu 27
o
C dan kelembaban udara 76 di Whitering Trough
secara berkala. 2
Pengaturan pemberian udara segar dan udara panas pada pucuk. 3
Dilakukan tahap pembalikan pucuk agar tingkat layu pucuk merata. Pengaturan suhu sangat penting, karena suhu senantiasa berubah
sesuai kondisi cuaca di lingkungan. Suhu yang digunakan dalam pelayuan yaitu 27
o
C diusahakan jangan terlalu tinggi yang dapat menyebabkan pucuk menjadi kering maupun jangan terlalu rendah sehingga proses pelayuan
berlangsung terlalu lama. Dengan demikian suhu di pelayuan selalu dilakukan pengamatan minimal 2 jam sekali dan klep udara pemanas setiap
WT harus berfungsi dengan baik. Udara yang mengalir didalam WT harus sesuai dengan standar yaitu sekitar 18,333 cfm cubic feet per minute.
Perbedaan higrometik pada termometer DW harus dilakukan secara teliti dan dicatat secara periodik. Dengan pengecekan suhu bola
kering dan bola basah DW setiap sebelum melakukan pelayuan dapat memungkinkan pada hari-hari tertentu pada musim kemarau proses pelayuan
tidak memerlukan pemberian udara panas. Dengan cara itu dapat menghemat penggunaan bahan bakar dalam pelayuan teh. Pemakaian udara
panas selama pelayuan sebaiknya dilakukan apabila kelembaban relatif lebih tinggi dari 76. Pengaliran udara panas disesuaikan dengan kondisi pucuk,
cuaca dan waktu turun layu ke penggilingan. Pembalikan juga menjadi hal penting terhadap mutu kelayuan
pucuk, baik waktu pembalikan maupun frekuensi pembalikan. Dalam proses pelayuan dilakukan 3 kali pembalikan sesuai dengan kondisi pucuk dan
cuaca. Jeda waktu pembalikan pucuk ke 1, 2 dan 3 adalah 3-4 jam, secara bertahap suhu diturunkan mencapai total suhu ruangan. Frekuensi
pembalikan yang terlalu sering juga dapat mengakibatkan pucuk teh menjadi
commit to user
memar. Kerataan hamparan pucuk dalam WT juga menjadi faktor penting dalam kerataan proses pelayuan.
Keberhasilan tindakan pengendalian mutu tahap pelayuan dapat dilihat pada tingkat persentase derajat layu. Persentase layu yang disyaratkan
oleh perusahaan adalah tingkat layu medium dengan besarnya derajat layu 44-46. Berikut ini Tabel rata-rata derajat layu pada bulan Maret 2010 di
UP Tambi per 10 hari Tabel 4.6 Rata-rata Derajat Layu pada Bulan Maret
No Waktu Rata-rata derajat
layu 1
10 hari pertama 47,43
2 10 hari kedua
47,52 3
10 hari ketiga 48,73
Total rata-rata 47,90
Sumber : Wawancara Berdasarkan data derajat layu pada tabel diatas bila dibandingkan
dengan derajat layu yang dipersyaratkan oleh perusahaan yaitu 44-46 , maka persentase derajat layu pada bulan Maret lebih besar dari 46 yaitu
47,90 . Kenaikan persentase derajat layu pada bulan Maret sekitar 1,9 . Menurut Bambang, Kustamiyati dkk yang menjelaskan bahwa toleransi
perbedaan derajat layu dari hari ke hari tidak lebih dari 2-3 disertai dengan hasil layuan yang rata. Bila dibandingkan dengan teori yang
dikemukakan oleh Bambang, Kustamiyati, maka tindakan pengendalian pada tahap pelayuan di UP Tambi kurang berjalan maksimal karena tingkat
derajat layunya masih tinggi dari standar yang ditetapkan perusahaan.
b. Penggilingan dan Oksidasi Enzimatis