bahwa akan menerima segala resiko atas pekerjaannya. Sebanyak 75,7 responden setuju untuk senantiasa dituntut melakukan komunikasi dua arah
dengan rekan kerja. b.
Manajemen pengetahuan sebagai Variabel Y
1. Fase identifikasi Tabel 4.11
Distribusi Jawaban Responden terhadap Fase Identifikasi pada PT X
Pernyataan Frekuensi Pendapat Responden
Total Skor: 5
SS Skor: 4
S Skor: 3
KS Skor: 4
TS Skor: 1
STS N
N N
N N
13 12
32,4 24
64,9 1
2,7 -
- -
- 100
14 13
35,1 24
64,9 -
- -
- -
- 100
15 12
32,4 24
64,9 1
2,7 -
- -
- 100
Sumber: Hasil Penelitian 2013, data diolah
Berdasarkan Tabel 4.11 hasil penelitian dari butir pernyataan fase identifikasi pada penerapan manajemen pengetahuan menunjukkan bahwa 64,9
responden setuju didorong untuk meningkatkan pengetahuan yang berkaitan dengan pekerjaan. Sebanyak 64,9 responden setuju bahwa pengalaman orang
lain orang ahli dapat dijadikan landasan pengetahuan. Sebanyak 64,9 responden setuju bahwa perusahaan selalu menciptakan lingkungan kerja yang
kondusif untuk menunjang kreativitas karyawan.
2. Fase refleksi
Berdasarkan Tabel 4.12 hasil penelitian dari butir pernyataan fase refleksi pada penerapan manajemen pengetahuan menunjukkan bahwa 67,6 responden
setuju untuk terbiasa mendiskusikan pekerjaan yang telah berlalu, untuk menarik pembelajaran yang bermanfaat. Sebanyak 78,4 responden setuju bahwa untuk
Universitas Sumatera Utara
memperbaharui pengetahuan yang dimiliki dengan informasi terbaru. Sebanyak 59,5 responden setuju bahwa akses informasi yang disediakan perusahaan
memudahkan karyawan dalam meningkatkan kinerja.
Tabel 4.12 Distribusi Jawaban Responden terhadap pada butir pernyataan
Fase Refleksi pada PT X
Pernyataan Frekuensi Pendapat Responden
Total Skor: 5
SS Skor: 4
S Skor: 3
KS Skor: 4
TS Skor: 1
STS N
N N
N N
16 10
27 25
67,6 2
5,4 -
- -
- 100
17 8
21,6 29
78,4 -
- -
- -
- 100
18 12
32,4 22
59,5 3
8,1 -
- -
- 100
Sumber: Hasil Penelitian 2013, data diolah
3. Fase berbagi
Tabel 4.13 Distribusi Jawaban Responden terhadap Fase Berbagi pada PT X
Pernyataan Frekuensi Pendapat Responden
Total Skor: 5
SS Skor: 4
S Skor: 3
KS Skor: 4
TS Skor: 1
STS N
N N
N N
19 11
29,7 26
70,3 -
- -
- -
- 100
20 11
29,7 26
70,3 -
- -
- -
- 100
21 9
24,3 27
73 1
2,7 -
- -
- 100
Sumber: Hasil Penelitian 2013, data diolah
Berdasarkan Tabel 4.13 hasil penelitian dari butir pernyataan fase berbagi pada penerapan menunjukkan bahwa 70,3 responden setuju untuk menjalin
komunikasi yang baik dengan rekan kerja. Sebanyak 70,3 responden setuju bahwa ada karyawan senang berbagi pengalaman untuk kemajuan perusahaan.
Sebanyak 73 responden setuju untuk membagikan informasi yang bermanfaat kepada rekan kerja untuk kelancaran kerja dalam tim.
Universitas Sumatera Utara
4. Fase penggunaan Tabel 4.14
Distribusi Jawaban Responden terhadap Fase Penggunaan pada PT X
Pernyataan Frekuensi Pendapat Responden
Total Skor: 5
SS Skor: 4
S Skor: 3
KS Skor: 4
TS Skor: 1
STS N
N N
N N
22 16
43,2 21
56,8 -
- -
- -
- 100
23 13
35,1 24
64,9 -
- -
- -
- 100
24 9
24,3 26
70,3 2
5,4 -
- -
- 100
Sumber: Hasil Penelitian 2013, data diolah
Berdasarkan Tabel 4.14 hasil penelitian dari butir pernyataan fase penggunaan pada penerapan manajemen pengetahuan menunjukkan bahwa 56,8
responden setuju bahwa pengetahuan dapat memberikan solusi bagi setiap masalah dalam pekerjaa. Sebanyak 64,9 responden setuju untuk menggunakan
pengetahuan yang dimiliki masing-masing karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Sebanyak 70,3 responden setuju bahwa karyawan mendapatkan
dukungan dari perusahaan untuk menggunakan kompetensi yang baru dalam menghasilkan sinergi dengan tujuan perusahaan.
4.2.3 Analisis Statistik
4.2.3.1 Analisis Statistik Korelasi
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui apakah ada tidaknya hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Koefisien yang digunakam
adalah koefisien korelasi Pearson Product Moment yang merupakan ukuran atau indeks dari hubungan antara dua variabel. Korelasi dapat menghasilkan angka
positif + atau negatif -.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.15 Uji Korelasi Pearson
Budaya Organisasi
Manajemen Pengetahuan
Budaya_Organisasi Pearson Correlation 1
.760 Sig. 2-tailed
.000 N
37 37
Manajemen_Pengetahuan Pearson Correlation .760 1
Sig. 2-tailed .000
N 37
37 . Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed.
Sumber : Hasil Penelitian 2013, data diolah
Tabel 4.15 diatas menunjukkan output dari hasil pengolahan data menggunakan SPSS. Dari tabel diatas diketahui bahwa koefisien korelasi yang
menunjukkan hubungan antara budaya perusahaan dengan penerapan manajemen pengetahuan adalah 0,760.
Hasil perhitungan korelasi tersebut sebesar 0,760 bernilai positif, dari hasil
perhitungan tersebut memperlihatkan bahwa koefisien korelasi yang diperoleh adalah positif r = +, hal ini berarti ada hubungan antara budaya organisasi
dengan penerapan manajemen pengetahuan pada PT X. Dengan hasil perhitungan yang positif mengartikan bahwa kenaikan variabel memiliki hubungan positif
Sugiyono, 2006:14. Hubungan yang positif tersebut memberi kesimpulan bahwa semakin baik budaya organisasi yang dianut dan dijalankan oleh PT X maka akan
semakin tinggi pula penerapan manajemen pengetahuan oleh karyawan pada PT X.
Untuk mengetahui adanya hubungan yang tinggi atau rendah antara kedua variabel berdasarkan nilai r koefisien korelasi, digunakan penafsiran atau
Universitas Sumatera Utara
interpretasi dari korelasi tersebut menurut ukuran yang konservatif adalah sebagai berikut :
Tabel 4.16 Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
Antara 0,80 – 1,00 Sangat Kuat
Antara 0,60 – 0,79 Kuat
Antara 0,40 – 0,59 Sedang
Antara 0,20 – 0,39 Rendah
Antara 0,00 – 0,19 Sangat Rendah
Sumber: Sugiyono, 2010:250
Output dari hasil pengolahan data diketahui bahwa koefisien korelasi antara variabel budaya perusahaan dengan variabel manajemen pengetahuan sebesar
0,760. Koefisien korelasi tersebut, apabila kita lihat pada tabel diatas berada pada kategori tingkat hubungan yang kuat, karena terletak antara nilai 0,60 – 0,79.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keeratan hubungan antara variabel budaya organisasi dengan variabel manajemen pengetahuan pada karyawan di PT
X adalah kuat.
4.2.3.2 Hasil Pengujian Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah angka koefisien korelasi signifikan atau tidak, serta memastikan hasil penelitian terarah
dan tidak menyimpang. Setelah diperoleh nilai koefisien korelasi, maka nilai hitung uji t untuk
menguji signifikan antara variabel budaya organisasi dengan variabel manajemen pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :
�
ℎ�����
=
�√�−2 √1−�
2
=
0,760 √37−2
�1−0,760
2
=
10,644
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji signifikan didapat harga t
hitung
adalah 10,644.
Hasil perhitungan dengan menggunakan uji signifikan didapat nilai t hitung adalah 10,644 akan dibandingkan dengan nilai t
tabel
. Nilai t
tabel
untuk sampel berjumlah 37 orang dengan ά sebesar 5 0,05 dapat ditentukan melalui nilai
atau pada db = n-2 yaitu t
dk = n-2
= t
37-2
= 2,0301.
Adapun kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut : a.
Menentukan hipotesis statisik H dan H
1
yang sesuai dengan hipotesis penelitian yang diajukan.
H :
ρ = 0, artinya tidak terdapat hubungan antara budaya organisasi dengan penerapan manajemen pengetahuan.
H
1
: ρ ≠ 0, artinya terdapat hubungan antara budaya organisasi dengan
penerapan manajemen pengetahuan. b.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan kriteria berikut: Jika probabilitas sig.0,05 maka
H
o
ditolak dan menerima H
1
. Jika probabilitas sig.0,05 maka
H
o
diterima dan menolak H
1
Dari tabel uji korelasi Pearson diatas menunjukkan probabilitas adalah lebih kecil dari sig. 0,05. Sig. 2-tailed sig.0,05.
Berdasarkan ketentuan pengujian hipotesis diatas maka diperoleh ketentuan: 1.
Jika harga t
hitung
t
tabel
, maka Ho hipotesis Nol ditolak dan H
1
hipotesis Alternatif diterima, artinya ada pengaruh yang signifikan antara budaya
organisasi terhadap penerapan manajemen pengetahuan.
Universitas Sumatera Utara
2. Jika t
hitung
t
tabel
, maka Ho hipotesis Nol diterima dan H
1
hipotesis Alternatif ditolak, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara budaya
organisasi terhadap penerapan manajemen pengetahuan. Dengan membandingkan antara nilai t
hitung
sebesar 10,644 dan nilai t
tabel
sebesar 2,0301, maka dapat diketahui bahwa t
hitung
t
tabel
10,644 2,0301, hal ini berarti H
ditolak dan H
1
diterima. Dengan demikian ada pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi terhadap penerapan manajemen pengetahuan
pada karyawan di PT X.
4.2.3.3 Koefisien Determinan
Dengan koefisien determinasi kita dapat mengetahui berapa besar persentase pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Untuk itu kita dapat
menggunakan rumus sebagai berikut : KD =
�
2
× 100 KD = 0,760
2
× 100 KD = 0,5776 × 100
KD = 57,76 Dengan persamaan diatas maka diperoleh hasil koefisien determinasi
sebesar 57,76. Hasil ini menunjukkan bahwa pencapaian penerapan manajemen pengetahuan yang baik pada PT X dipengaruhi oleh budaya organisasi sebesar
57,76 sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Universitas Sumatera Utara
4.2.4 Pembahasan
Berdasarkan pengolahan data hasil uji validitas yang dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 17.00 bahwa nilai r
hitung
Corrected Item-Total Correlation nilai r
tabel
0,361. Maka dapat disimpulkan bahwa 24 butir pernyataan valid dan dapat digunakan untuk penelitian, dengan rincian yaitu 12
butir pernyataan mengenai variabel budaya perusahaan X dan 12 butir pernyataan mengenai variabel manajemen pengetahuan Y.
Sedangkan hasil uji reliabilitas diketahui bahwa nilai r
alpha
r
tabel
yaitu 0,943 0,80 sehingga dapat dinyatakan bahwa pernyataan dalam kuesioner penelitian
ini telah reliabel dan layak disebarkan kepada responden sasaran untuk dijadikan instrumen penelitian.
Berdasarkan hasil perhitungan korelasi diketahui koefisien korelasi sebesar
0,760 bernilai positif. Hal ini berarti ada hubungan antara budaya organisasi
dengan penerapan manajemen pengetahuan pada PT X. Hubungan yang positif tersebut memberi kesimpulan bahwa semakin baik budaya organisasi mencakup
keterlibatan karyawan, misi organisasi, kemampuan beradaptasi, dan konsistensi organisasi yang dianut dan dijalankan oleh PT X, maka akan semakin tinggi pula
kontribusi positif yang diberikan oleh karyawan PT X dalam mewujudkan penerapan manajemen pengetahuan yang efektif dan efisien.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji signifikan didapat harga t
hitung
adalah 10,644, yang akan dibandingkan dengan nilai t
tabel
. Dengan membandingkan antara nilai t
hitung
sebesar 10,644 dan nilai t
tabel
sebesar 2,0301, maka diketahui bahwa t
hitung
t
tabel
10,644 2,0301, hal ini berarti H ditolak
Universitas Sumatera Utara
dan H
1
diterima. Dengan demikian ada pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi terhadap penerapan manajemen pengetahuan pada karyawan di PT X.
Berdasarkan hasil perhitungan koefisien determinasi diperoleh koefisien determinasi sebesar 57,76, yang menunjukkan bahwa pencapaian penerapan
manajemen pengetahuan yang baik pada PT X dipengaruhi oleh budaya organisasi sebesar 57,76, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Hal ini
menunjukkan bahwa untuk terwujudnya penerapan manajemen pengetahuan yang efektif dalam suatu organisasi guna menciptakan suatu perusahaan yang berdaya
saing dilakukan melalui penerapan budaya organisasi yang baik. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil perhitungan
korelasi terlihat bahwa ada hubungan yang positif dan berhubungan secara signifikan antara variabel budaya organisasi dengan penerapan manajemen
pengetahuan. Budaya organisasi yang kuat di suatu perusahaan akan memotivasi karyawan untuk memanfaatkan pengetahuan secara efektif dengan menerapkan
proses-proses manajemen pengetahuan. Sukses tidaknya penerapan manajemen pengetahuan salah satunya disebabkan oleh kendala pada budaya organisasi.
Budaya organisasi diperlukan salah satunya untuk membangun rasa saling percaya dan keterbukaan diantara karyawan dalam mensukseskan proses sharing
pengetahuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tobing 2007:135 bahwa budaya organisasi menyangkut pembentukan perilaku kolektif, nilai-nilai yang kondusif
dan supportif terhadap suksesnya penerapan manajemen pengetahuan. Sedangkan dalam penerapan budaya organisasi, pada proses manajemen
pengetahuan yaitu berbagi sharing, terjadi interaksi, komunikasi, bahkan
Universitas Sumatera Utara
sosialisasi diantara karyawan. Sosialisasi dapat digunakan untuk mengkomunikasikan semua hal yang berhubungan dengan aktivitas organisasi dan
budaya organisasi sehingga apa yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh karyawan untuk memahami segala sesuatunya mengenai organisasi Sutrisno,
2010:31. Dengan demikian, manajemen pengetahuan berperan dalam mendistribusikan nilai-nilai budaya organisasi, dan melalui manajemen
pengetahuan membantu sumber daya manusia memahami nilai-nilai budaya organisasi. Dengan pemahaman yang baik akan nilai-nilai yang terkandung dalam
budaya organisasi maka akan mempengaruhi pelaksanaan budaya organisasi sebagai salah satu strategi bisnis yang efektif. Penerapan manajemen yang efektif
menciptakan organisasi dengan pengetahuan yang kuat yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi.
PT X memahami benar mengenai hubungan antara budaya organisasi dengan penerapan manajemen pengetahuan, sehingga untuk merespon perubahan
dunia bisnis PT X menerapkan manajemen pengetahuan melalui implementasi budaya organisasi yang dianggap sesuai untuk mendorong suksesnya penerapan
manajemen pengetahuan tersebut. Dan sebaliknya, dengan penerapan manajemen pengetahuan yang efektif mewujudkan budaya organisasi yang kuat dan khas di
PT X.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial ada hubungan positif dan signifikan antara
budaya organisasi dengan penerapan manajemen pengetahuan pada PT X. Yang ditunjukkan dari hasil perhitungan korelasi antara budaya organisasi dengan
penerapan manajemen pengetahuan sebesar 0,760, bernilai positif. Hubungan
yang positif tersebut memberi kesimpulan bahwa semakin baik budaya organisasi yang dianut dan dijalankan oleh PT X maka akan semakin tinggi pula penerapan
manajemen pengetahuan oleh karyawan pada PT X. Dan sebaliknya semakin baik penerapan manajemen pengetahuan di PT X akan seiring dengan semakin baiknya
pemahaman dan pelaksanaan karyawan terhadap nilai-nilai, keyakinan, dan norma-norma yang dianut PT X yang terkandung dalam budaya organisasi.
Hasil koefisen determinasi menunjukkan pengaruh efektif budaya organisasi terhadap penerapan manajemen pengetahuan yaitu 57,76 dan sisanya sebesar
42,24 dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti kepemimpinan, dan motivasi karyawan.
Universitas Sumatera Utara
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, maka penulis mengajukan saran sebagai berikut:
1. Bagi PT X, diharapkan dapat memberikan perhatian yang lebih fokus akan
pentingnya penerapan manajemen pengetahuan melalui penciptaan budaya organisasi yang tepat. Hal ini disebabkan hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara budaya organisasi dengan penerapan manajemen pengetahuan.
2. Bagi karyawan PT X, sebaiknya karyawan lebih sadar, mengerti, dan
memahami budaya organisasi dan manajemen pengetahuan untuk dapat mengoptimalkan penerapan budaya organisasi maupun manajemen
pengetahuan di PT X. 3.
Bagi peneliti selanjutnya, dikarenakan keterbatasan yang dimiliki oleh penulis diharapkan peneliti selanjutnya dapat menyempurnakan penelitian ini, dengan
meneliti faktor-faktor lain yang juga berhubungan dengan kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan, seperti hubungan kepemimpinan dengan
penerapan manajemen pengetahuan; hubungan motivasi kerja dengan penerapan manajemen pengetahuan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis
2.1.1 Budaya Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Budaya Organisasi
Menurut kamus Bahasa Indonesia, kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Bodhya yang berarti akal budi. Sedangkan secara terminologis
organisasi dapat diartikan sebagai kesatuan entity sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan, yang
bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.
Pendekatan budaya dimunculkan dalam teori organisasi ketika kompleksitas perubahan lingkungan dan tingkat persaingan yang dihadapi organisasi dewasa ini
sangat tinggi. Budaya organisasi mengacu pada sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan
organisasi lainnya Robbins dan Judge, 2007:256. Budaya organisasi dapat dibayangkan sebagai lem yang merekat organisasi menjadi satu kesatuan melalui
suatu kebersamaan dalam hal pola-pola makna. Budaya terfokus pada nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, harapan-harapan yang dimiliki bersama para anggota Siehl
dan Martin dalam Kusdi, 2011:50. Schein dalam Satyagraha, 2010:21 mendefinisikan budaya organisasi
organizational culture sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
“The culture of a group can now be defined as a pattern of shared basic assumptions that has learned by a group as it solved its problems of
external adaptation and internal integration, that has worked well enough tobe considered valid and, therefore, to be taught to new members as the
correct way to perceive, think, and feel in relation to those problems.“
“Budaya suatu kelompokorganisasi didefinisikan sebagai 1 suatu pola dari asumsi-asumsi dasar bersama 2 yang ditemukan, diciptakan atau
dikembangkan oleh kelompokorganisasi 3 untuk memecahkan masalah- masalah yang terkait dengan adaptasi eksternal dan integrasi internal, 4
yang telah bekerja dengan baik sehingga dapat dianggap valid, 5 yang oleh karena itu dapat diajarkan kepada anggota baru 6 sebagai cara yang benar
untuk memahami, berfikir, dan merasa menghadapi masalah tersebut.” Sedangkan budaya organisasi menurut Marteen dalam Kusdi, 2011:50
mengacu pada: “Pengetahuan yang oleh anggota suatu kelompok dibayangkan
sedikit-banyak dimiliki bersama, pengetahuan yang dikatakan menginformasikan, melekat, membentuk, dan diperhitungkan dalam
aktivitas-aktivitas rutin dan tidak terlalu rutin dari para anggota kultur tersebut. Budaya diekspresikan atau terdiri atas hanya melalui tindakan-
tindakan dan kata-kata para anggota dan harus ditafsirkan, bukan diberikan kepada seorang peneliti lapangan field worker. Budaya tidak dapat terlihat
dengan sendirinya, tetapi hanya dapat terlihat melalui representasinya. Dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan nilai-nilai, keyakinan- keyakinan yang dianut oleh para anggota organisasi dalam memecahkan masalah
dan mencapai harapan-harapan bersama sebagai perekat dalam organisasi sekaligus pembeda dengan organisasi lain.
2.1.1.2 Karakteristik Budaya Organisasi
Menurut Robbins dan Judge 2008:256 terdapat tujuh karakteristik utama yang secara keseluruhan merupakan hakikat budaya sebuah organisasi, yaitu:
1. Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong
untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.
Universitas Sumatera Utara
2. Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan
menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail. 3.
Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang
pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut. 4.
Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen
mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam organisasi.
5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim
ketimbang pada individu-individu. 6.
Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang
santai. 7.
Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya statusquo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
2.1.1.3 Fungsi Budaya Organisasi
Robbins 2008:262 mengemukakan beberapa fungsi budaya suatu organisasi, yaitu pertama budaya sebagai penentu batas-batas, artinya budaya
menciptakan perbedaan atau distingsi antara suatu organisasi dengan organisasi lainnya. Kedua, budaya menciptakan identitas bagi para anggota organisasi.
Ketiga, budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan individu. Keempat, budaya meningkatkan stabilitas sistem
sosial. Kelima, budaya berfungsi sebagai mekanisme sense making serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan perilaku karyawan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.4 Tingkatan level Budaya Organisasi
Struktur dan proses-proses organisasional yang tampak tetapi sulit ditafsirkan
Strategi, tujuan, filosofi
Keyakinan, persepsi, pemikiran, dan perasaan yang sifatnya tidak disadari, atau taken for granted.
Sumber : Schein dalam Kusdi 2011:52
Gambar 2.1 Tingkatan Budaya
Schein dalam Kusdi, 2011:52 menyederhanakan budaya organisasi menjadi tiga lapisan berdasarkan tingkat “kedalamannya”, yaitu:
1. Artifak, meliputi elemen-elemen yang paling kasat mata dan berada pada lapis
terluar. Artifak merupakan aspek penting yang sering kali mendapat penekanan khusus dalam penelitian budaya, terutama penelitian yang menggunakan
pendekatan simbolik-interpretif. Schein membagi artifak dalam kelompok artifak fisik dan verbal, yang kemudian membaginya kedalam enam kelompok
berikut: 1.
Desain dan struktur organisasi 2.
Sistem-sistem dan prosedur kerja 3.
Ritus-ritus dan ritual 4.
Desain fisik dari ruangan, tampak luar gedung facades, dan bangunan 5.
Cerita-cerita, legenda, mitos tentang orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam organisasi
6. Pernyataan formal tentang filosofi, nilai-nilai, dan kredo organisasi.
Artifak
Nilai-nilai
Asumsi-asumsi
Universitas Sumatera Utara
2. Nilai-nilai, sifatnya lebih abstrak, tetapi masih berada dalam ruang lingkup
kesadaran pelaku. Nilai-nilai adalah dasar bagi suatu kelompok untuk melakukan penilaian judgement terhadap sesuatu, apakah sesuatu itu
dipandang baik atau buruk, benar atau salah, berguna atau tidak berguna. Jika diterapkan pada organisasi, maka nilai-nilai adalah sesuatu yang paling
diperhatikan dan didahulukan oleh organisasi tersebut dalam setiap aktivitasnya, baik itu berupa kebebasan, demokrasi, tradisi, kesejahteraan,
maupun loyalitas. 3.
Asumsi-asumsi kultural atau basic assumption yang bersifat kelaziman atau taken for granted dan sering kali berada di luar kesadaran pelaku. Dengan
menggunakan pendekatan fungsional, Schein mengatakan bahwa setiap organisasi di mana pun dan kapan pun akan berhadapan dengan tujuh masalah
dasar yang harus dipecahkan, yaitu: 1.
hubungan organisasi dan lingkungan 2.
hakikat aktivitas manusia 3.
hakikat realitas dan kebenaran 4.
hakikat waktu 5.
hakikat manusia 6.
sifat manusia 7.
homogenitas versus keragaman
2.1.1.5 Tipe Budaya Organisasi
Cameron dan Quinn dalam Kusdi, 2011:87 membagi budaya organisasi menjadi empat tipe budaya yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Budaya Adhokrasi
Adhokrasi adalah suatu budaya yang sangat dinamis, dijiwai semangat kewiraswastaan entrepreneurship dan kreativitas. Nilai yang diutamakan adalah
inovasi dan keberanian mengambil risiko. Ikatan yang menyatukan organisasi adalah komitmen terhadap eksperimen dan inovasi. Tujuan jangka panjang
organisasi adalah pertumbuhan dan meraih sumber daya baru. Sukses diukur dari penemuan produk atau jasa baru yang inovatif.
2. Budaya Market
Budaya pasar beroperasi dengan mekanisme ekonomi pasar, dengan melakukan transaksi-transaksi yang ditujukan untuk menciptakan keunggulan
kompetitif. Budaya ini berorientasi pada hasil atau result oriented, dimana nilai- nilai yang dianggap penting adalah daya saing competitiveness dan produktifitas
tujuan jangka panjang organisasi adalah melakukan aktifitas-aktifitas kompetitif dan mencapai sasaran target-target yang terukur. Sukses diukur dari pangsa pasar
dan penguasaan pasar. 3.
Budaya Hierarki Merupakan suatu budaya yang sangat normal dan terstruktur dimana segala
sesuatu yang dilakukan adalah berdasarkan prosedur-prosedur yang sudah ditentukan. Budaya ini melakukan kontrol internal terutama dengan peraturan,
spesialisasi, fungi, dan sentralisasi keputusan. Nilai yang dianggap penting adalah efesiensi dan kelancaran jalannya organisasi. Kekuatan yang mengikat organisasi
menjadi satu adalah aturan-aturan dan kebijakan-kebijakan formal. Sukses diukur dari produk yang bisa diandalkan, kelancaran jadwal, dan penghematan biaya.
Universitas Sumatera Utara
4. Budaya Klan
Merupakan suatu budaya yang sangat menekankan keakraban dan ikatan emosi untuk saling berbagi, sehingga organisasi lebih seperti sebuah keluarga
besar ketimbang entitas ekonomi. Budaya klan memiliki nilai yang diutamakan yaitu kerja tim atau teamwork partisipasi dan konsensus. Pemimpin organisasi
diposisikan sebagai pembimbing mentor atau bahkan figur orangtua. Organisasi diikat oleh kekuatan loyalitas atau tradisi. Sukses di definisikan berdasarkan
kepekaan terhadap konsumen dan perhatian terhadap aspek manusia.
2.1.1.6 Budaya Kuat versus Budaya Lemah
Tika 2006:109 mendefinisikan budaya organisasi kuat sebagai budaya, yang nilai-nilainya baik formal maupun informal dianut secara bersama dan
berpengaruh positif terhadap perilaku dan kinerja pimpinan dan anggota organisasi sehingga kuat dalam menghadapi tantangan eksternal dan internal
organisasi. Menurut Robbins 2007:259, dalam budaya yang kuat strong culture terdapat nilai-nilai inti organisasi yang dipegang teguh dan dijinjing
bersama. Semakin banyak anggota organisasi yang menerima nilai-nilai inti dan semakin besarnya komitmen mereka terhadap nilai-nilai tersebut, maka akan
semakin kuat budaya tersebut dalam mempengaruhi perilaku anggota-anggota organisasi karena kadar kebersamaan dan intensitas yang tinggi menciptakan
suasana internal berupa kendali perilaku yang sangat tinggi. Kuat atau lemahnya suatu budaya dapat dipengaruhi oleh beberapa hal
seperti ukuran suatu organisasi, berapa lama organisasi tersebut berdiri, pewarisan learning process yang dilakukan oleh pendiri atau pemilik perusahaan dalam hal
Universitas Sumatera Utara
mencetuskan nilai-nilai yang dianut perusahaannya. Secara spesifik, budaya yang kuat dapat dilihat melalui rendahnya tingkat turn over karyawan.
2.1.1.7 Dimensi Budaya Organisasi Efektif
Dalam penelitian ini, dimensi budaya organisasi yang digunakan adalah dimensi yang diajukan oleh Denison dalam Satyagraha, 2010:46 yang
berdasarkan pada empat karakter budaya organisasi efektif. Digunakan dalam penelitian mengenai manajemen pengetahuan disebabkan dimensi ini menekankan
pada dua hal utama yang diperlukan dalam penerapan manajemen pengetahuan yaitu integrasi internal dan adaptasi eksternal menghadapi tantangan zaman yang
terus berubah. Dimensi budaya organisasi efektif tersebut adalah sebagai berikut:
1. Keterlibatan Involvement
Organisasi efektif memberdayakan anggotanya, membangun tim, dan mengembangkan kemampuan sumber daya manusia di berbagai tingkatan.
Eksekutif, manajer, dan karyawan berkomitmen terhadap pekerjaan mereka dan merasa menjadi bagian dari organisasi. setiap orang merasa memiliki kontribusi
terhadap organisasi.
2. Misi Mission Culture