Fase refleksi Fase berbagi Keterlibatan Involvement

bahwa akan menerima segala resiko atas pekerjaannya. Sebanyak 75,7 responden setuju untuk senantiasa dituntut melakukan komunikasi dua arah dengan rekan kerja. b. Manajemen pengetahuan sebagai Variabel Y

1. Fase identifikasi Tabel 4.11

Distribusi Jawaban Responden terhadap Fase Identifikasi pada PT X Pernyataan Frekuensi Pendapat Responden Total Skor: 5 SS Skor: 4 S Skor: 3 KS Skor: 4 TS Skor: 1 STS N N N N N 13 12 32,4 24 64,9 1 2,7 - - - - 100 14 13 35,1 24 64,9 - - - - - - 100 15 12 32,4 24 64,9 1 2,7 - - - - 100 Sumber: Hasil Penelitian 2013, data diolah Berdasarkan Tabel 4.11 hasil penelitian dari butir pernyataan fase identifikasi pada penerapan manajemen pengetahuan menunjukkan bahwa 64,9 responden setuju didorong untuk meningkatkan pengetahuan yang berkaitan dengan pekerjaan. Sebanyak 64,9 responden setuju bahwa pengalaman orang lain orang ahli dapat dijadikan landasan pengetahuan. Sebanyak 64,9 responden setuju bahwa perusahaan selalu menciptakan lingkungan kerja yang kondusif untuk menunjang kreativitas karyawan.

2. Fase refleksi

Berdasarkan Tabel 4.12 hasil penelitian dari butir pernyataan fase refleksi pada penerapan manajemen pengetahuan menunjukkan bahwa 67,6 responden setuju untuk terbiasa mendiskusikan pekerjaan yang telah berlalu, untuk menarik pembelajaran yang bermanfaat. Sebanyak 78,4 responden setuju bahwa untuk Universitas Sumatera Utara memperbaharui pengetahuan yang dimiliki dengan informasi terbaru. Sebanyak 59,5 responden setuju bahwa akses informasi yang disediakan perusahaan memudahkan karyawan dalam meningkatkan kinerja. Tabel 4.12 Distribusi Jawaban Responden terhadap pada butir pernyataan Fase Refleksi pada PT X Pernyataan Frekuensi Pendapat Responden Total Skor: 5 SS Skor: 4 S Skor: 3 KS Skor: 4 TS Skor: 1 STS N N N N N 16 10 27 25 67,6 2 5,4 - - - - 100 17 8 21,6 29 78,4 - - - - - - 100 18 12 32,4 22 59,5 3 8,1 - - - - 100 Sumber: Hasil Penelitian 2013, data diolah

3. Fase berbagi

Tabel 4.13 Distribusi Jawaban Responden terhadap Fase Berbagi pada PT X Pernyataan Frekuensi Pendapat Responden Total Skor: 5 SS Skor: 4 S Skor: 3 KS Skor: 4 TS Skor: 1 STS N N N N N 19 11 29,7 26 70,3 - - - - - - 100 20 11 29,7 26 70,3 - - - - - - 100 21 9 24,3 27 73 1 2,7 - - - - 100 Sumber: Hasil Penelitian 2013, data diolah Berdasarkan Tabel 4.13 hasil penelitian dari butir pernyataan fase berbagi pada penerapan menunjukkan bahwa 70,3 responden setuju untuk menjalin komunikasi yang baik dengan rekan kerja. Sebanyak 70,3 responden setuju bahwa ada karyawan senang berbagi pengalaman untuk kemajuan perusahaan. Sebanyak 73 responden setuju untuk membagikan informasi yang bermanfaat kepada rekan kerja untuk kelancaran kerja dalam tim. Universitas Sumatera Utara 4. Fase penggunaan Tabel 4.14 Distribusi Jawaban Responden terhadap Fase Penggunaan pada PT X Pernyataan Frekuensi Pendapat Responden Total Skor: 5 SS Skor: 4 S Skor: 3 KS Skor: 4 TS Skor: 1 STS N N N N N 22 16 43,2 21 56,8 - - - - - - 100 23 13 35,1 24 64,9 - - - - - - 100 24 9 24,3 26 70,3 2 5,4 - - - - 100 Sumber: Hasil Penelitian 2013, data diolah Berdasarkan Tabel 4.14 hasil penelitian dari butir pernyataan fase penggunaan pada penerapan manajemen pengetahuan menunjukkan bahwa 56,8 responden setuju bahwa pengetahuan dapat memberikan solusi bagi setiap masalah dalam pekerjaa. Sebanyak 64,9 responden setuju untuk menggunakan pengetahuan yang dimiliki masing-masing karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Sebanyak 70,3 responden setuju bahwa karyawan mendapatkan dukungan dari perusahaan untuk menggunakan kompetensi yang baru dalam menghasilkan sinergi dengan tujuan perusahaan. 4.2.3 Analisis Statistik

4.2.3.1 Analisis Statistik Korelasi

Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui apakah ada tidaknya hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Koefisien yang digunakam adalah koefisien korelasi Pearson Product Moment yang merupakan ukuran atau indeks dari hubungan antara dua variabel. Korelasi dapat menghasilkan angka positif + atau negatif -. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.15 Uji Korelasi Pearson Budaya Organisasi Manajemen Pengetahuan Budaya_Organisasi Pearson Correlation 1 .760 Sig. 2-tailed .000 N 37 37 Manajemen_Pengetahuan Pearson Correlation .760 1 Sig. 2-tailed .000 N 37 37 . Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed. Sumber : Hasil Penelitian 2013, data diolah Tabel 4.15 diatas menunjukkan output dari hasil pengolahan data menggunakan SPSS. Dari tabel diatas diketahui bahwa koefisien korelasi yang menunjukkan hubungan antara budaya perusahaan dengan penerapan manajemen pengetahuan adalah 0,760. Hasil perhitungan korelasi tersebut sebesar 0,760 bernilai positif, dari hasil perhitungan tersebut memperlihatkan bahwa koefisien korelasi yang diperoleh adalah positif r = +, hal ini berarti ada hubungan antara budaya organisasi dengan penerapan manajemen pengetahuan pada PT X. Dengan hasil perhitungan yang positif mengartikan bahwa kenaikan variabel memiliki hubungan positif Sugiyono, 2006:14. Hubungan yang positif tersebut memberi kesimpulan bahwa semakin baik budaya organisasi yang dianut dan dijalankan oleh PT X maka akan semakin tinggi pula penerapan manajemen pengetahuan oleh karyawan pada PT X. Untuk mengetahui adanya hubungan yang tinggi atau rendah antara kedua variabel berdasarkan nilai r koefisien korelasi, digunakan penafsiran atau Universitas Sumatera Utara interpretasi dari korelasi tersebut menurut ukuran yang konservatif adalah sebagai berikut : Tabel 4.16 Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan Antara 0,80 – 1,00 Sangat Kuat Antara 0,60 – 0,79 Kuat Antara 0,40 – 0,59 Sedang Antara 0,20 – 0,39 Rendah Antara 0,00 – 0,19 Sangat Rendah Sumber: Sugiyono, 2010:250 Output dari hasil pengolahan data diketahui bahwa koefisien korelasi antara variabel budaya perusahaan dengan variabel manajemen pengetahuan sebesar 0,760. Koefisien korelasi tersebut, apabila kita lihat pada tabel diatas berada pada kategori tingkat hubungan yang kuat, karena terletak antara nilai 0,60 – 0,79. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keeratan hubungan antara variabel budaya organisasi dengan variabel manajemen pengetahuan pada karyawan di PT X adalah kuat.

4.2.3.2 Hasil Pengujian Hipotesis

Hasil pengujian hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah angka koefisien korelasi signifikan atau tidak, serta memastikan hasil penelitian terarah dan tidak menyimpang. Setelah diperoleh nilai koefisien korelasi, maka nilai hitung uji t untuk menguji signifikan antara variabel budaya organisasi dengan variabel manajemen pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus : � ℎ����� = �√�−2 √1−� 2 = 0,760 √37−2 �1−0,760 2 = 10,644 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji signifikan didapat harga t hitung adalah 10,644. Hasil perhitungan dengan menggunakan uji signifikan didapat nilai t hitung adalah 10,644 akan dibandingkan dengan nilai t tabel . Nilai t tabel untuk sampel berjumlah 37 orang dengan ά sebesar 5 0,05 dapat ditentukan melalui nilai atau pada db = n-2 yaitu t dk = n-2 = t 37-2 = 2,0301. Adapun kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut : a. Menentukan hipotesis statisik H dan H 1 yang sesuai dengan hipotesis penelitian yang diajukan. H : ρ = 0, artinya tidak terdapat hubungan antara budaya organisasi dengan penerapan manajemen pengetahuan. H 1 : ρ ≠ 0, artinya terdapat hubungan antara budaya organisasi dengan penerapan manajemen pengetahuan. b. Pengujian hipotesis dilakukan dengan kriteria berikut: Jika probabilitas sig.0,05 maka H o ditolak dan menerima H 1 . Jika probabilitas sig.0,05 maka H o diterima dan menolak H 1 Dari tabel uji korelasi Pearson diatas menunjukkan probabilitas adalah lebih kecil dari sig. 0,05. Sig. 2-tailed sig.0,05. Berdasarkan ketentuan pengujian hipotesis diatas maka diperoleh ketentuan: 1. Jika harga t hitung t tabel , maka Ho hipotesis Nol ditolak dan H 1 hipotesis Alternatif diterima, artinya ada pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi terhadap penerapan manajemen pengetahuan. Universitas Sumatera Utara 2. Jika t hitung t tabel , maka Ho hipotesis Nol diterima dan H 1 hipotesis Alternatif ditolak, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi terhadap penerapan manajemen pengetahuan. Dengan membandingkan antara nilai t hitung sebesar 10,644 dan nilai t tabel sebesar 2,0301, maka dapat diketahui bahwa t hitung t tabel 10,644 2,0301, hal ini berarti H ditolak dan H 1 diterima. Dengan demikian ada pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi terhadap penerapan manajemen pengetahuan pada karyawan di PT X.

4.2.3.3 Koefisien Determinan

Dengan koefisien determinasi kita dapat mengetahui berapa besar persentase pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Untuk itu kita dapat menggunakan rumus sebagai berikut : KD = � 2 × 100 KD = 0,760 2 × 100 KD = 0,5776 × 100 KD = 57,76 Dengan persamaan diatas maka diperoleh hasil koefisien determinasi sebesar 57,76. Hasil ini menunjukkan bahwa pencapaian penerapan manajemen pengetahuan yang baik pada PT X dipengaruhi oleh budaya organisasi sebesar 57,76 sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Universitas Sumatera Utara

4.2.4 Pembahasan

Berdasarkan pengolahan data hasil uji validitas yang dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 17.00 bahwa nilai r hitung Corrected Item-Total Correlation nilai r tabel 0,361. Maka dapat disimpulkan bahwa 24 butir pernyataan valid dan dapat digunakan untuk penelitian, dengan rincian yaitu 12 butir pernyataan mengenai variabel budaya perusahaan X dan 12 butir pernyataan mengenai variabel manajemen pengetahuan Y. Sedangkan hasil uji reliabilitas diketahui bahwa nilai r alpha r tabel yaitu 0,943 0,80 sehingga dapat dinyatakan bahwa pernyataan dalam kuesioner penelitian ini telah reliabel dan layak disebarkan kepada responden sasaran untuk dijadikan instrumen penelitian. Berdasarkan hasil perhitungan korelasi diketahui koefisien korelasi sebesar 0,760 bernilai positif. Hal ini berarti ada hubungan antara budaya organisasi dengan penerapan manajemen pengetahuan pada PT X. Hubungan yang positif tersebut memberi kesimpulan bahwa semakin baik budaya organisasi mencakup keterlibatan karyawan, misi organisasi, kemampuan beradaptasi, dan konsistensi organisasi yang dianut dan dijalankan oleh PT X, maka akan semakin tinggi pula kontribusi positif yang diberikan oleh karyawan PT X dalam mewujudkan penerapan manajemen pengetahuan yang efektif dan efisien. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji signifikan didapat harga t hitung adalah 10,644, yang akan dibandingkan dengan nilai t tabel . Dengan membandingkan antara nilai t hitung sebesar 10,644 dan nilai t tabel sebesar 2,0301, maka diketahui bahwa t hitung t tabel 10,644 2,0301, hal ini berarti H ditolak Universitas Sumatera Utara dan H 1 diterima. Dengan demikian ada pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi terhadap penerapan manajemen pengetahuan pada karyawan di PT X. Berdasarkan hasil perhitungan koefisien determinasi diperoleh koefisien determinasi sebesar 57,76, yang menunjukkan bahwa pencapaian penerapan manajemen pengetahuan yang baik pada PT X dipengaruhi oleh budaya organisasi sebesar 57,76, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Hal ini menunjukkan bahwa untuk terwujudnya penerapan manajemen pengetahuan yang efektif dalam suatu organisasi guna menciptakan suatu perusahaan yang berdaya saing dilakukan melalui penerapan budaya organisasi yang baik. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil perhitungan korelasi terlihat bahwa ada hubungan yang positif dan berhubungan secara signifikan antara variabel budaya organisasi dengan penerapan manajemen pengetahuan. Budaya organisasi yang kuat di suatu perusahaan akan memotivasi karyawan untuk memanfaatkan pengetahuan secara efektif dengan menerapkan proses-proses manajemen pengetahuan. Sukses tidaknya penerapan manajemen pengetahuan salah satunya disebabkan oleh kendala pada budaya organisasi. Budaya organisasi diperlukan salah satunya untuk membangun rasa saling percaya dan keterbukaan diantara karyawan dalam mensukseskan proses sharing pengetahuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tobing 2007:135 bahwa budaya organisasi menyangkut pembentukan perilaku kolektif, nilai-nilai yang kondusif dan supportif terhadap suksesnya penerapan manajemen pengetahuan. Sedangkan dalam penerapan budaya organisasi, pada proses manajemen pengetahuan yaitu berbagi sharing, terjadi interaksi, komunikasi, bahkan Universitas Sumatera Utara sosialisasi diantara karyawan. Sosialisasi dapat digunakan untuk mengkomunikasikan semua hal yang berhubungan dengan aktivitas organisasi dan budaya organisasi sehingga apa yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh karyawan untuk memahami segala sesuatunya mengenai organisasi Sutrisno, 2010:31. Dengan demikian, manajemen pengetahuan berperan dalam mendistribusikan nilai-nilai budaya organisasi, dan melalui manajemen pengetahuan membantu sumber daya manusia memahami nilai-nilai budaya organisasi. Dengan pemahaman yang baik akan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya organisasi maka akan mempengaruhi pelaksanaan budaya organisasi sebagai salah satu strategi bisnis yang efektif. Penerapan manajemen yang efektif menciptakan organisasi dengan pengetahuan yang kuat yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi. PT X memahami benar mengenai hubungan antara budaya organisasi dengan penerapan manajemen pengetahuan, sehingga untuk merespon perubahan dunia bisnis PT X menerapkan manajemen pengetahuan melalui implementasi budaya organisasi yang dianggap sesuai untuk mendorong suksesnya penerapan manajemen pengetahuan tersebut. Dan sebaliknya, dengan penerapan manajemen pengetahuan yang efektif mewujudkan budaya organisasi yang kuat dan khas di PT X. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial ada hubungan positif dan signifikan antara budaya organisasi dengan penerapan manajemen pengetahuan pada PT X. Yang ditunjukkan dari hasil perhitungan korelasi antara budaya organisasi dengan penerapan manajemen pengetahuan sebesar 0,760, bernilai positif. Hubungan yang positif tersebut memberi kesimpulan bahwa semakin baik budaya organisasi yang dianut dan dijalankan oleh PT X maka akan semakin tinggi pula penerapan manajemen pengetahuan oleh karyawan pada PT X. Dan sebaliknya semakin baik penerapan manajemen pengetahuan di PT X akan seiring dengan semakin baiknya pemahaman dan pelaksanaan karyawan terhadap nilai-nilai, keyakinan, dan norma-norma yang dianut PT X yang terkandung dalam budaya organisasi. Hasil koefisen determinasi menunjukkan pengaruh efektif budaya organisasi terhadap penerapan manajemen pengetahuan yaitu 57,76 dan sisanya sebesar 42,24 dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti kepemimpinan, dan motivasi karyawan. Universitas Sumatera Utara

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, maka penulis mengajukan saran sebagai berikut: 1. Bagi PT X, diharapkan dapat memberikan perhatian yang lebih fokus akan pentingnya penerapan manajemen pengetahuan melalui penciptaan budaya organisasi yang tepat. Hal ini disebabkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara budaya organisasi dengan penerapan manajemen pengetahuan. 2. Bagi karyawan PT X, sebaiknya karyawan lebih sadar, mengerti, dan memahami budaya organisasi dan manajemen pengetahuan untuk dapat mengoptimalkan penerapan budaya organisasi maupun manajemen pengetahuan di PT X. 3. Bagi peneliti selanjutnya, dikarenakan keterbatasan yang dimiliki oleh penulis diharapkan peneliti selanjutnya dapat menyempurnakan penelitian ini, dengan meneliti faktor-faktor lain yang juga berhubungan dengan kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan, seperti hubungan kepemimpinan dengan penerapan manajemen pengetahuan; hubungan motivasi kerja dengan penerapan manajemen pengetahuan. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Budaya Organisasi Menurut kamus Bahasa Indonesia, kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Bodhya yang berarti akal budi. Sedangkan secara terminologis organisasi dapat diartikan sebagai kesatuan entity sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Pendekatan budaya dimunculkan dalam teori organisasi ketika kompleksitas perubahan lingkungan dan tingkat persaingan yang dihadapi organisasi dewasa ini sangat tinggi. Budaya organisasi mengacu pada sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya Robbins dan Judge, 2007:256. Budaya organisasi dapat dibayangkan sebagai lem yang merekat organisasi menjadi satu kesatuan melalui suatu kebersamaan dalam hal pola-pola makna. Budaya terfokus pada nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, harapan-harapan yang dimiliki bersama para anggota Siehl dan Martin dalam Kusdi, 2011:50. Schein dalam Satyagraha, 2010:21 mendefinisikan budaya organisasi organizational culture sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara “The culture of a group can now be defined as a pattern of shared basic assumptions that has learned by a group as it solved its problems of external adaptation and internal integration, that has worked well enough tobe considered valid and, therefore, to be taught to new members as the correct way to perceive, think, and feel in relation to those problems.“ “Budaya suatu kelompokorganisasi didefinisikan sebagai 1 suatu pola dari asumsi-asumsi dasar bersama 2 yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh kelompokorganisasi 3 untuk memecahkan masalah- masalah yang terkait dengan adaptasi eksternal dan integrasi internal, 4 yang telah bekerja dengan baik sehingga dapat dianggap valid, 5 yang oleh karena itu dapat diajarkan kepada anggota baru 6 sebagai cara yang benar untuk memahami, berfikir, dan merasa menghadapi masalah tersebut.” Sedangkan budaya organisasi menurut Marteen dalam Kusdi, 2011:50 mengacu pada: “Pengetahuan yang oleh anggota suatu kelompok dibayangkan sedikit-banyak dimiliki bersama, pengetahuan yang dikatakan menginformasikan, melekat, membentuk, dan diperhitungkan dalam aktivitas-aktivitas rutin dan tidak terlalu rutin dari para anggota kultur tersebut. Budaya diekspresikan atau terdiri atas hanya melalui tindakan- tindakan dan kata-kata para anggota dan harus ditafsirkan, bukan diberikan kepada seorang peneliti lapangan field worker. Budaya tidak dapat terlihat dengan sendirinya, tetapi hanya dapat terlihat melalui representasinya. Dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan nilai-nilai, keyakinan- keyakinan yang dianut oleh para anggota organisasi dalam memecahkan masalah dan mencapai harapan-harapan bersama sebagai perekat dalam organisasi sekaligus pembeda dengan organisasi lain.

2.1.1.2 Karakteristik Budaya Organisasi

Menurut Robbins dan Judge 2008:256 terdapat tujuh karakteristik utama yang secara keseluruhan merupakan hakikat budaya sebuah organisasi, yaitu: 1. Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko. Universitas Sumatera Utara 2. Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail. 3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut. 4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam organisasi. 5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim ketimbang pada individu-individu. 6. Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai. 7. Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya statusquo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.

2.1.1.3 Fungsi Budaya Organisasi

Robbins 2008:262 mengemukakan beberapa fungsi budaya suatu organisasi, yaitu pertama budaya sebagai penentu batas-batas, artinya budaya menciptakan perbedaan atau distingsi antara suatu organisasi dengan organisasi lainnya. Kedua, budaya menciptakan identitas bagi para anggota organisasi. Ketiga, budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan individu. Keempat, budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial. Kelima, budaya berfungsi sebagai mekanisme sense making serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan perilaku karyawan. Universitas Sumatera Utara

2.1.1.4 Tingkatan level Budaya Organisasi

Struktur dan proses-proses organisasional yang tampak tetapi sulit ditafsirkan Strategi, tujuan, filosofi Keyakinan, persepsi, pemikiran, dan perasaan yang sifatnya tidak disadari, atau taken for granted. Sumber : Schein dalam Kusdi 2011:52 Gambar 2.1 Tingkatan Budaya Schein dalam Kusdi, 2011:52 menyederhanakan budaya organisasi menjadi tiga lapisan berdasarkan tingkat “kedalamannya”, yaitu: 1. Artifak, meliputi elemen-elemen yang paling kasat mata dan berada pada lapis terluar. Artifak merupakan aspek penting yang sering kali mendapat penekanan khusus dalam penelitian budaya, terutama penelitian yang menggunakan pendekatan simbolik-interpretif. Schein membagi artifak dalam kelompok artifak fisik dan verbal, yang kemudian membaginya kedalam enam kelompok berikut: 1. Desain dan struktur organisasi 2. Sistem-sistem dan prosedur kerja 3. Ritus-ritus dan ritual 4. Desain fisik dari ruangan, tampak luar gedung facades, dan bangunan 5. Cerita-cerita, legenda, mitos tentang orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam organisasi 6. Pernyataan formal tentang filosofi, nilai-nilai, dan kredo organisasi. Artifak Nilai-nilai Asumsi-asumsi Universitas Sumatera Utara 2. Nilai-nilai, sifatnya lebih abstrak, tetapi masih berada dalam ruang lingkup kesadaran pelaku. Nilai-nilai adalah dasar bagi suatu kelompok untuk melakukan penilaian judgement terhadap sesuatu, apakah sesuatu itu dipandang baik atau buruk, benar atau salah, berguna atau tidak berguna. Jika diterapkan pada organisasi, maka nilai-nilai adalah sesuatu yang paling diperhatikan dan didahulukan oleh organisasi tersebut dalam setiap aktivitasnya, baik itu berupa kebebasan, demokrasi, tradisi, kesejahteraan, maupun loyalitas. 3. Asumsi-asumsi kultural atau basic assumption yang bersifat kelaziman atau taken for granted dan sering kali berada di luar kesadaran pelaku. Dengan menggunakan pendekatan fungsional, Schein mengatakan bahwa setiap organisasi di mana pun dan kapan pun akan berhadapan dengan tujuh masalah dasar yang harus dipecahkan, yaitu: 1. hubungan organisasi dan lingkungan 2. hakikat aktivitas manusia 3. hakikat realitas dan kebenaran 4. hakikat waktu 5. hakikat manusia 6. sifat manusia 7. homogenitas versus keragaman

2.1.1.5 Tipe Budaya Organisasi

Cameron dan Quinn dalam Kusdi, 2011:87 membagi budaya organisasi menjadi empat tipe budaya yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Budaya Adhokrasi Adhokrasi adalah suatu budaya yang sangat dinamis, dijiwai semangat kewiraswastaan entrepreneurship dan kreativitas. Nilai yang diutamakan adalah inovasi dan keberanian mengambil risiko. Ikatan yang menyatukan organisasi adalah komitmen terhadap eksperimen dan inovasi. Tujuan jangka panjang organisasi adalah pertumbuhan dan meraih sumber daya baru. Sukses diukur dari penemuan produk atau jasa baru yang inovatif. 2. Budaya Market Budaya pasar beroperasi dengan mekanisme ekonomi pasar, dengan melakukan transaksi-transaksi yang ditujukan untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Budaya ini berorientasi pada hasil atau result oriented, dimana nilai- nilai yang dianggap penting adalah daya saing competitiveness dan produktifitas tujuan jangka panjang organisasi adalah melakukan aktifitas-aktifitas kompetitif dan mencapai sasaran target-target yang terukur. Sukses diukur dari pangsa pasar dan penguasaan pasar. 3. Budaya Hierarki Merupakan suatu budaya yang sangat normal dan terstruktur dimana segala sesuatu yang dilakukan adalah berdasarkan prosedur-prosedur yang sudah ditentukan. Budaya ini melakukan kontrol internal terutama dengan peraturan, spesialisasi, fungi, dan sentralisasi keputusan. Nilai yang dianggap penting adalah efesiensi dan kelancaran jalannya organisasi. Kekuatan yang mengikat organisasi menjadi satu adalah aturan-aturan dan kebijakan-kebijakan formal. Sukses diukur dari produk yang bisa diandalkan, kelancaran jadwal, dan penghematan biaya. Universitas Sumatera Utara 4. Budaya Klan Merupakan suatu budaya yang sangat menekankan keakraban dan ikatan emosi untuk saling berbagi, sehingga organisasi lebih seperti sebuah keluarga besar ketimbang entitas ekonomi. Budaya klan memiliki nilai yang diutamakan yaitu kerja tim atau teamwork partisipasi dan konsensus. Pemimpin organisasi diposisikan sebagai pembimbing mentor atau bahkan figur orangtua. Organisasi diikat oleh kekuatan loyalitas atau tradisi. Sukses di definisikan berdasarkan kepekaan terhadap konsumen dan perhatian terhadap aspek manusia.

2.1.1.6 Budaya Kuat versus Budaya Lemah

Tika 2006:109 mendefinisikan budaya organisasi kuat sebagai budaya, yang nilai-nilainya baik formal maupun informal dianut secara bersama dan berpengaruh positif terhadap perilaku dan kinerja pimpinan dan anggota organisasi sehingga kuat dalam menghadapi tantangan eksternal dan internal organisasi. Menurut Robbins 2007:259, dalam budaya yang kuat strong culture terdapat nilai-nilai inti organisasi yang dipegang teguh dan dijinjing bersama. Semakin banyak anggota organisasi yang menerima nilai-nilai inti dan semakin besarnya komitmen mereka terhadap nilai-nilai tersebut, maka akan semakin kuat budaya tersebut dalam mempengaruhi perilaku anggota-anggota organisasi karena kadar kebersamaan dan intensitas yang tinggi menciptakan suasana internal berupa kendali perilaku yang sangat tinggi. Kuat atau lemahnya suatu budaya dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti ukuran suatu organisasi, berapa lama organisasi tersebut berdiri, pewarisan learning process yang dilakukan oleh pendiri atau pemilik perusahaan dalam hal Universitas Sumatera Utara mencetuskan nilai-nilai yang dianut perusahaannya. Secara spesifik, budaya yang kuat dapat dilihat melalui rendahnya tingkat turn over karyawan.

2.1.1.7 Dimensi Budaya Organisasi Efektif

Dalam penelitian ini, dimensi budaya organisasi yang digunakan adalah dimensi yang diajukan oleh Denison dalam Satyagraha, 2010:46 yang berdasarkan pada empat karakter budaya organisasi efektif. Digunakan dalam penelitian mengenai manajemen pengetahuan disebabkan dimensi ini menekankan pada dua hal utama yang diperlukan dalam penerapan manajemen pengetahuan yaitu integrasi internal dan adaptasi eksternal menghadapi tantangan zaman yang terus berubah. Dimensi budaya organisasi efektif tersebut adalah sebagai berikut:

1. Keterlibatan Involvement

Organisasi efektif memberdayakan anggotanya, membangun tim, dan mengembangkan kemampuan sumber daya manusia di berbagai tingkatan. Eksekutif, manajer, dan karyawan berkomitmen terhadap pekerjaan mereka dan merasa menjadi bagian dari organisasi. setiap orang merasa memiliki kontribusi terhadap organisasi.

2. Misi Mission Culture