tacit knowledge. Pertama, dimensi teknis yang mencakup berbagai macam keahlian atau keterampilan teknis “know-how”. Dimensi kedua, dimensi kognitif
yang menunjuk kepada kesan atau gambaran seseorang terhadap realitas dan visinya ke depan. Dimensi ini meliputi keyakinan, ideologi, nilai-nilai, pola pikir,
dan sikap mental. Berbeda dengan tacit knowledge, explicit knowledge bersifat objektif.
Explicit knowledge dapat diekspresikan dalam kata-kata, dapat dijumlah, serta dibagi dalam bentuk data, formula ilmu pengetahuan, spesifikasi produk, manual-
manual, dan prinsip-prinsip universal. Pengetahuan ini dapat senantiasa ditransfer kepada orang lain secara formal dan sistematik.
Nonaka dan Konno Satyagraha, 2010:29 menjelaskan konsep penciptaan pengetahuan sebagai suatu evolusi spiral yang semakin lama semakin
berkembang, melalui proses-proses seperti:
1. Socialization
Sosialisasi meliputi kegiatan berbagi tacit knowledge antar individu. Istilah sosialisasi digunakan, karena tacit knowledge disebarkan melalui kegiatan
bersama – seperti tinggal bersama, meluangkan waktu bersama – bukan melalui tulisan atau instruksi verbal. Sebagai contoh proses magang menjadikan seorang
karyawan baru semakin memahami cara berfikir dan merasa diri orang lain.
2. Externalization
Eksternalisasi membutuhkan penyajian tacit knowledge ke dalam bentuk yang lebih umum sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Pada tahap
eksternalisasi ini, individu memiliki komitmen terhadap suatu kelompok dan
Universitas Sumatera Utara
menjadi satu dengan kelompok tersebut. Dalam prakteknya, eksternalisasi didukung oleh dua faktor kunci. Pertama, artikulasi tacit knowledge – yaitu
konversi dari tacit ke eksplisit – seperti dalam dialog. Kedua, menerjemahkan tacit knowledge dari para ahli ke dalam bentuk yang dapat dipahami, misalnya
dokumen, manual, dan sebagainya.
3. Combination
Kombinasi meliputi konversi explicit knowledge ke dalam bentuk himpunan explicit knowledge yang lebih kompleks. Dalam prakteknya, fase kombinasi
tergantung pada tiga proses berikut: a
Pertama, penangkapan dan integrasi explicit knowledge yang baru – termasuk pengumpulan data eksternal dari dalam atau luar institusi
kemudian mengkombinasikan data-data tersebut. b
Kedua, penyebarluasan explicit knowledge tersebut melalui presentasi atau pertemuan langsung.
c Ketiga, pengolahan explicit knowledge sehingga lebih mudah
dimanfaatkan kembali – misal menjadi dokumen rencana, laporan, data pasar, dan sebagainya.
4. Internalization
Terakhir, internalisasi pengetahuan baru merupakan konversi explicit knowledge ke dalam tacit knowledge organisasi. Individu harus mengidentifikasi
pengetahuan yang relevan dengan kebutuhannya di dalam pengelolaan pengetahuan tersebut. Dalam prakteknya, internalisasi dapat dilakukan dalam dua
dimensi. Pertama, penerapan explicit knowledge dalam tindakan dan praktek
Universitas Sumatera Utara
langsung sebagai contoh melalui program pelatihan. Kedua, penguasaan explicit knowledge melalui simulasi, eksperimen, atau belajar sambil bekerja.
2.1.2.2 Pengertian Manajemen Pengetahuan
Kemampuan organisasi dalam mengelola pengetahuan merupakan tantangan, terutama yang sebagian besar terdapat dalam benak dan perilaku para
individu berupa tacit knowledge. Tantangan inilah yang menjadi salah satu pendorong penerapan manajemen pengetahuan dalam organisasi. Implementasi
manajemen pengetahuan dilakukan dengan tujuan agar perusahaan dapat menjaga pengetahuan yang dimiliki tetap terpelihara dan senantiasa tersedia untuk
dipelajari karyawan yang membutuhkan. Manajemen pengetahuan digambarkan sebagai pengembangan alat, proses,
sistem, struktur, dan kultur yang secara implisit dapat meningkatkan kreasi, penyebaran, dan pemanfaatan pengetahuan yang penting bagi pengambilan
keputusan. Knowledge Transfer International KTI dalam Sangkala, 2007:7
mendefinisikan “manajemen pengetahuan sebagai suatu strategi yang mengubah aset intelektual organisasi, baik informasi yang sudah terekam maupun bakat dari
para anggotanya ke dalam produktivitas yang lebih tinggi, nilai-nilai baru, dan peningkatan daya saing”. Menurut definisi ini, manajemen pengetahuan mampu
mengajarkan kepada organisasi, dari mulai pimpinan sampai kepada karyawan mengenai bagaimana menghasilkan dan mengoptimalkan keterampilan sebagai
entitas kolektif.
Universitas Sumatera Utara
Definisi manajemen pengetahuan knowledge management menurut Hafez dan Abdelmeguid dalam Satyagraha, 2010:32 adalah sebagai berikut:
“Knowledge management is any process or practice of creating, aquiring, capturing, sharing, and using knowledge, wherever it resides, to enchance
learning and performance in organisations.” “Manajemen pengetahuan adalah suatu proses atau praktek menciptakan,
mendapatkan, menangkap, membagi, dan menggunakan pengetahuan dimanapun pengetahuan itu berada untuk meningkatkan pembelajaran dan
kinerja organisasi.”
Sedangkan Horwitch dan Armacost dalam Sangkala, 2007:6 mendefinisikan “manajemen pengetahuan sebagai pelaksanaan penciptaan,
penangkapan, pentransferan, dan pengaksesan pengetahuan dan informasi yang tepat ketika dibutuhkan untuk membuat keputusan yang lebih baik, bertindak
dengan tepat, serta memberikan hasil dalam rangka mendukung strategi bisnis”. Dapat disimpulkan bahwa manajemen pengetahuan adalah suatu proses
menciptakan, mendapatkan, menyimpan, membagi, dan menggunakan pengetahuan secara terkendali untuk meningkatkan kinerja organisasi dalam
mendukung strategi bisnis.
2.1.2.3 Komponen Manajemen Pengetahuan
Menurut Nawawi 2012:10 diperlukan empat komponen dalam merancang sistem manajemen pengetahuan yang dapat membantu organisasi untuk
meningkatkan kinerjanya, yaitu: 1.
Aspek manusia; disarankan pada organisasi untuk menunjukmemperkerjakan seorang document control atau knowledge manager yang bertanggung jawab
mengelola sistem manajemen pengetahuan dengan cara mendorong para karyawan untuk mendokumentasikan dan mempublikasikan pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
mereka, mengatur file, menghapus pengetahuan yang sudah tidak relevan, dan mengatur sistem rewardpunishment.
2. Proses; telah dirancang serangkaian proses yang mengaplikasikan konsep
model SECI dalam pelaksanaannya. 3.
Teknologi; telah dibuat usulan penambahan infrastruktur yang diperlukan untuk menunjang berjalannya sistem manajemen pengetahuan yang efektif.
4. Isi content; telah dirancang content dari sistem manajemen pengetahuan,
yaitu berupa database knowledge dan dokumen yang dibutuhkan karyawan untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya.
2.1.2.4 Perspektif Manajemen Pengetahuan
Dalam konsep manajemen pengetahuan terdapat tiga perspektif manajemen pengetahuan menurut Alavi dan Liender dalam Satyagraha, 2010:33, yaitu
perspektif berbasis informasi, perspektif berbasis teknologi, dan perspektif berbasis budaya.
Dalam perspektif berbasis informasi, manajer berpandangan bahwa manajemen pengetahuan terkait dengan karakteristik informasi, seperti adanya
informasi yang mudah dibaca, informasi real-time, dan informasi yang berguna untuk tindakan. Termasuk dalam perspektif ini adalah para manajer menaruh
perhatian dalam mengurangi informasi yang berlebih dengan memilah mana yang berguna dan tidak berguna, dan menyediakan sejumlah besar informasi yang
berguna untuk disimpan dan disebarkan melalui teknologi informasi. Para manajer mengharapkan mendapatkan keunggulan kompetitif dari informasi yang mereka
miliki.
Universitas Sumatera Utara
Dalam perspektif berbasis teknologi, manajer mengasosiasikan manajemen pengetahuan dengan berbagai sistem seperti gudang data, enterprise wide
systems, sistem informasi eksekutif, sistem pakar, dan intranet dan juga berbagai perangkat seperti mesin pencari, multimedia, dan perangkat pengambil
keputusan. Secara umum perspektif ini memandang manajemen pengetahuan sebagai infrastruktur teknologi informasi yang mengintegrasikan sistem lintas
fungsi. Keefektifannya tergantung pada ukuran organisasi dan infrastruktur teknis yang ada.
Dan yang terakhir, perspektif berbasis budaya. Dalam perspektif ini manajer mengasosiasikan manajemen pengetahuan dengan pembelajaran utamanya
pembelajaran organisasi komunikasi, dan pengembangan kekayaan intelektual. Alavi dan Liender dalam Satyagraha, 2010:34 mengemukakan bahwa perspektif
ini merupakan yang utama dalam memandang manajemen pengetahuan.
2.1.2.5 Dimensi Manajemen Pengetahuan
Dimensi penerapan manajemen pengetahuan dalam penelitian ini didasarkan pada pendapat Davidson dan Foss dalam Satyagraha, 2010:39 yang
digambarkan dalam empat fase seperti berikut ini:
1. Fase Identifikasi Identify