Status Gizi Pasien Hipertensi Komplikasi Jantung Penilaian Status Gizi Pada Pasien Hipertensi Komplikasi Jantung Yang Rawat Inap di Rumah Sakit

2001. Angka ini bahkan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 65 pada tahun 2020 BPOM RI, 2006.

2.7. Status Gizi Pasien Hipertensi Komplikasi Jantung

Status gizi merupakan hasil dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi dalam bentuk variabel tertentu Supariasa dkk, 2001. Umumnya pasien hipertensi tergolong pada obesitas atau berat badan berlebih. Diet jantung yang diberikan oleh pihak rumah sakit pada pasien hipertensi komplikasi jantung yang rawat inap tidak menjamin berubah nya keadaan status gizi pasien menjadi lebih baik. Hal ini dikarenakan oleh tindakan kepatuhan yang terkait dengan pelaksanaan diet jantung itu sendiri dari pasien hipertensi komplikasi jantung yang rawat inap. Dalam hal ini, pasien hipertensi komplikasi penyakit jantung yang rawat inap belum bisa meningkatkan status gizinya dikarenakan ketidakpatuhan dalam menjalani diet jantung.

2.8. Penilaian Status Gizi Pada Pasien Hipertensi Komplikasi Jantung Yang Rawat Inap di Rumah Sakit

Keadaan gizi seseorang memengaruhi penampilan, kesehatan, pertumbuhan dan perkembangannya, serta ketahanan tubuh terhadap penyakit. Penilaian gizi adalah proses yang digunakan untuk mengevaluasi status gizi, mengidentifikasi malnutrisi, dan menentukan individu mana yang sangat membutuhkan bantuan gizi. Untuk membantu diri sendiri pada pasien hipertensi dapat dilakukan dengan pengendalian berat badan. Pengendalian berat badan ini mengacu kepada pengendalian indeks massa tubuh IMT yang merupakan salah satu cara penilaian Universitas Sumatera Utara status gizi. Jika status gizi pasien tergolong baik atau normal, maka pasien hipertensi rawat inap memiliki kesempatan yang baik untuk menormalkan tekanan darahnya Hart dan Tom, 2010. Mayoritas pasien hipertensi yang berada di RSU Bandung Medan adalah golongan usia 20 tahun sampai 60 tahun. Penilaian status gizi yang tepat untuk kategori usia ini adalah dengan pengukuran indeks massa tubuh IMT, karena pengukuran indeks massa tubuh paling sederhana dan banyak digunakan. Kategori ambang batas IMT untuk masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut: Tabel 2.4. Kategori Ambang Batas IMT Untuk Indonesia Kategori IMT Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat 17,0 Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0-18,4 Normal 18,5-25,0 Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1-27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat 27,0 Sumber : Depkes RI, 2002 IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang yang tergolong gemuk baik dengan kriteria kelebihan berat badan tingkat ringan maupun kelebihan berat badan tingkat berat memiliki risiko 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 memiliki berat badan lebih Anonim, 2010b. Rumus Perhitungan IMT adalah sebagai berikut : IMT = Universitas Sumatera Utara Tujuan utama dari pengendalian indeks massa tubuh IMT adalah untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Keuntungan apabila indeks massa tubuh normal adalah penampilan baik, lincah, dan risiko sakit rendah. Indeks massa tubuh yang kurang dan berlebihan akan menimbulkan risiko terhadap berbagai macam penyakit.

2.9. Kerangka Konsep Penelitian