mengatakan bahwa dalam penambahan tenaga kerja disertai dengan pelatihantraining untuk menjadi skill labour atau semi skill labour. Tujuannya
agar tenaga kerja benar-benar memiliki kemampuan dan keahlian dalam bidangnya sehingga dapat meningkatkan produktifitas industri.
c. Pengaruh Bahan Baku terhadap Produksi Industri Pengolahan Kayu
Variabel bahan baku memberi pengaruh yang positif dan signifikan pada pengujian
α = 5 terhadap produksi industri pengolahan kayu di mana nilai t
–stat
lebih besar dari t
-tabel 5:20
t
–stat
t
–tabel
Koefisien regresi 0,593 pada variabel bahan baku, artinya secara statistik setiap peningkatan pemakaian bahan baku Rp.1,- akan meningkatkan produksi industri
pengolahan kayu Rp.0,593,- pada saat konstanta ceteris paribus. ; 2.981 1.746.
Bahan baku merupakan bahan dasar dalam proses produksi. Bahan baku yang berupa kayu banyak dipasok dari hutan masyarakat. Semakin tinggi permintaan
produksi maka tinggi pula permintaan akan bahan baku yaitu kayu. Pengusaha diharapkan dapat cermat dalam memasok bahan baku seperti dari hutan rakyat
ataupun hutan tanaman. Maraknya ilegal logging besar disebabkan karena tingginya permintaan akan bahan baku. Pemerintah hendaknya memantau dan
mengeluarkan kebijakan penggunaan bahan baku berupa kayu agar dipasok dari hutan rakyat ataupun hutan tanaman untuk menjaga kelestarian hutan.
Di masa mendatang industri kayu nasional akan lebih mengandalkan bahan baku dari hutan tanaman. Hal ini terlihat dari tren penggunaan bahan baku dari hutan
Universitas Sumatera Utara
tanaman yang meningkat. Bahan baku hutan tanaman diperoleh dari hutan tanaman industri HTI, hutan rakyat, dan perkebunan. Pada 2005 tercatat 11,47
juta meter kubik bahan baku dipasok dari hutan tanaman ini. Lima tahun kemudian, sebanyak 35,82 juta meter kubik bahan baku digunakan. Tapi, menurut
Imam, pengambilan bahan baku dari hutan alam cenderung menurun. Pada 2005, penggunaan bahan baku dari hutan alam sebesar 20,50 juta meter kubik. Tahun
2010 tercatat sebesar 6,12 juta meter kubik.
Kebutuhan industri terhadap kayu bulat ditentukan oleh kapasitas terpasang dari industri serta efisiensi penggunaan bahan baku. Selama ini kapasitas terpasang
industri pengolahan kayu di Sumatera Utara cenderung jauh melebihi kemampuan produksi kayu bulat. Hal tersebut otomatis menyebabkan industri kesulitan dalam
mendapatkan bahan baku. Secara umum di Propinsi Sumatera Utara, kekurangan bahan baku untuk mencukupi kebutuhan industri pengolahan kayu sudah
berlangsung sejak tahun 1980 sampai dengan sekarang. Padahal sejak tahun 1985 telah dikeluarkan keputusan tentang pelarangan ekspor kayu bulat dalam rangka
mencukupi kebutuhan dalam negeri. Sedangkan kayu-kayu tersebut tidak
seluruhnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan kayu di Berkurangnya penggunaan bahan baku
dari hutan alam lantaran beberapa faktor. Pertama, jumlah kayu semakin berkurang akibat penebangan legal maupun ilegal. Sementara, pertumbuhan
alaminya sangat lambat. Kedua, semakin banyak hutan ditebang membuat lokasi hutan semakin jauh dari fasilitas infrastruktur. Akibatnya biaya semakin tinggi
sementara harga kayunya tetap, sehingga orang tak berminat berproduksi.
Universitas Sumatera Utara
Sumatera Utara, karena dari produksi kayu bulat ada yang diedarkan keluar propinsi.
Kekurangan bahan baku untuk industri hulu ini juga berimplikasi pada ketidaktersediaan bahan baku untuk industri hilir yang menggunakan bahan baku
kayu gergajian. Kesulitan memperoleh bahan baku ini mengakibatkan industri tidak mampu berproduksi sehingga semakin banyak industri yang tidak aktif lagi
terutama industri kayu gergajian. Di lain pihak industri-industri yang ada cenderung untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Hal ini menunjukkan
industri pengolahan kayu terlepas dari sektor kehutanan, sehingga tidak memperhatikan potensi bahan baku yang tersedia. Upaya yang dilakukan untuk
menutupi kekurangan bahan baku tersebut antara lain dengan mendatangkan kayu bulat dari propinsi lain seperti Aceh, Riau dan Jambi.
Uji Statistik Secara Serentak
Berdasarkan Nilai F
–tab.3:16
dan F
–hit
diperoleh F
–hit
F
–tab
Secara serentak variabel bebas meliputi: 1 Investasi, 2 Jumlah Tenaga Kerja dan 3 Nilai Bahan Baku, dapat menjelaskan variasi perubahan yang terjadi
pada variabel produksi industri pengolahan kayu sebesar 92,3, hal ini ditunjukakan oleh nilai R-Square sebesar 0,923 sedangkan sisanya 7,7 dipengaruhi oleh faktor
lain. ; .63.909 3.24
artinya secara serentak variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap produksi industri pengolahan kayu.
Universitas Sumatera Utara
Dengan menggunakan metode OLS Ordinary Least Square sebagai model estimasi maka dibentuk model persamaan regresi berganda faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi Industri Pengolahan Kayu di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2005-2010. Variabel yang dianggap berpengaruh dalam model regresi ini
adalah: 1 Investasi, 2 Jumlah Tenaga Kerja, dan 3 Jumlah Bahan Baku. Untuk menguji apakah ada pelanggaran asumsi klasik dalam kasus ini digunakan alat bantu
software statistik meliputi: a Uji Multikolinieritas uji apakah ditemukan korelasi antar variabel independent, b Uji Heteroskedastisitas apakah ditemukan