15
2.7 Pankreas
Pankreas merupakan organ panjang dan besar, terletak pada bagian cekung konkaf duodenum dan meluas ke belakang peritoneum dari dinding posterior
perut, menuju ke arah kiri mencapai hilus limpa Leeson, et al. 1996. Pankreas adalah kelenjar campuran eksokrin-endokrin yang menghasilkan enzim
pencernaan dan hormon. Enzim ditimbun dan dilepaskan oleh sel dari bagian eksokrin, yang tersusun dalam asini. Hormon disintesis oleh kelompok sel epitel
endokrin, yang dikenal sebagai pulau langerhans Junqueira dan Carneiro, 2007. Dalam pankreas terdapat 4 jenis sel endokrin, yakni:
a. sel alfa α, yang memproduksi hormon glukagon dan proglucagon,
menduduki pulau pankreas sekitar 20. b.
sel- beta β, yang memproduksi hormon insulin, C-peptide, proinsulin dan
amylin, yang menduduki pulau pankreas sekitar 75. c.
sel- D δ, yang memproduksi somatostatin, memiliki massa sekitar 3-5 dari
pulau pankreas. d.
sel-PP Sel-F, yang memproduksi pancreatic polypeptide PP, yang mungkin berperan pada penghambatan sekresi endokrin dan empedu Nolte
dan Karam, 2010.
2.8 Insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel β pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada
sel β pankreas, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah Manaf, 2010.
16 Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin precursor hormon
insulin pada retikulum endoplasma sel β. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang
kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung secretory vesicles dalam sel tersebut. Disini, dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi
insulin dan peptida-C C-peptide yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel Manaf, 2010.
2.9 Aloksan
Pada uji farmakologibioaktivitas pada hewan percobaan, keadaan diabetes mellitus dapat diinduksi dengan cara pankreaktomi dan pemberian zat kimia. Zat
kimia sebagai induktor diabetogen bisa digunakan aloksan, streptozotozin, diaksosida, adrenalin, glukagon, EDTA yang diberikan secara parenteral.
Diabetogen yang lazim digunakan adalah aloksan karena obat ini cepat menimbulkan hiperglikemi yang permanen dalam waktu dua sampai tiga hari
Suharmiati, 2003. Aloksan dapat diberikan secara parenteral seperti intravena, intraperitoneal
atau subkutan pada hewan percobaan. Dosis aloksan yang diperlukan untuk menginduksi diabetes tergantung pada hewan percobaan yang digunakan, rute
administrasi dan status nutrisi. Pemberian dosis secara intavena yang biasa digunakan untuk menginduksi diabetes pada tikus adalah 65 mgkg bb, sedangkan
secara intraperitoneal atau subkutan dosis efektifnya harus 2-3 kali lebih tinggi Szkudelski, 2001.
17 Setelah pemberian aloksan, akan terlihat 4 fase dari fluktuasi kadar
glukosa darah sebagai berikut Lanzen, 2008: a.
fase hipoglikemia yang terjadi dalam waktu 30 menit setelah injeksi aloksan. Hal ini terjadi karena penghambatan glukokinase yang
menyebabkan penghambatan fosforilasi glukosa. Penghambatan ini akan menyebabkan penurunan konsumsi dan peningkatan ketesediaan ATP yang
kemudian akan menyebabkan stimulasi sekresi insulin. b.
fase kedua dimulai dengan peningkatan dari kadar glukosa darah dan penurunan kadar insulin plasma. Fase hiperglikemia pertama ini terjadi
sekitar 1 jam setelah pemberian diabetogen dan bertahan kurang lebih 2-4 jam.
c. terjadi fase hipoglikemia kembali. Biasanya terjadi 4-8 jam setelah
pemberian dan akan bertahan selama beberapa jam. Keadaan hipoglikemia ini terkadang sangat parah sampai menyebabkan kejang dan bahkan fatal
tanpa pemberian glukosa. Keadaan hipoglikemia transisi ini dihasilkan akibat dari keluarnya insulin dari dalam sel β langerhans pankreas akibat
kerusakan sel-sel tersebut. d.
fase ini merupakan fase hiperglikemia diabetik. Secara morfologis, telah terjadi degranulasi yang sempurna dan hilangnya integritas dari sel β
Langerhans pankreas. Fase ini dapat terlihat pada 12-48 jam setelah pemberian.
18
2.10Antioksidan
Antioksidan adalah zat yang memperlambat atau menghambat stress oksidatif pada molekul target. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan
digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu antioksidan primer, antioksidan sekunder dan antioksidan tersier Winarsi, 2007.
a. Antioksidan Primer
Antioksidan primer disebut juga antioksidan endogenus atau antioksidan enzimatis. Antioksidan primer berperan sebagai hydrogen donors, yaitu dengan
jalan memberikan atom hidrogen pada radikal peroksida yang terbentuk selama tahap inisiasi. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer apabila dapat
memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih
stabil. Antioksidan primer meliputi enzim superoksida dismutase SOD, katalase, dan glutation peroksidase GSH-Px Winarsi, 2007.
Tubuh dapat menghasilkan enzim antioksidan yang aktif bila didukung oleh nutrisi pendukung atau mineral yang disebut kofaktor, diantaranya tembaga,
seng, selenium, mangan dan besi. Enzim ini memiliki berat molekul 30.000 atau lebih Evans, 1991.
b. Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau antioksidan non-enzimatis. Perbedaan utama antioksidan primer dengan sekunder adalah
antioksidan sekunder tidak mengubah radikal bebas menjadi molekul yang lebih stabil. Fungsi antioksidan sekunder adalah meningkatkan aktivitas antioksidan
primer. Antioksidan sekunder berperan sebagai chelator untuk ion logam metal
19 deactivator, menon-aktifkan singlet oxygen, menyerap radiasi ultraviolet, atau
berperan sebagai oxygen scavanger Ayucitra, et al., 2011. Antioksidan non-enzimatik dapat berupa antioksidan alami maupun
sintesis. Senyawa antioksidan alami pada umumnya berupa vitamin C, vitamin E, karotenoid, senyawa fenolik, dan polifenolik yang dapat berupa golongan
flavonoid, turunan asam sinamat, kuomarin, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi
flavon, flavonol, isoflavon, katekin, flavonol, dan kalkon Kumalaningsih, 2006. Sedangkan antioksidan sintetik yang umum digunakan misalnya butil
hidroksianisol BHA, butil hidroksitoluen BHT, propil galat PG, and tert- butilhidrokuinon TBHQ yang digunakan pada konsentrasi rendah dalam
makanan Shahidi dan Zhong, 2005. c.
Antioksidan Tersier Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan
metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas Winarsi, 2007.
2.11Superoksida Dismutase SOD
SOD adalah antioksidan intraselular utama dalam sel aerobik. SOD berada di otak, hati, sel darah merah, ginjal, tiroid, testis, otot jantung, mukosa lambung,
kelenjar pituitari, pankreas dan paru-paru Evans, 1991. SOD adalah metaloenzim yang mengkatalis dismutasi radikal anion superoksida O
2 -
menjadi hidrogen peroksida H
2
O
2
dan oksigen O
2
di dalam mitokondria. Selanjutnya H
2
O
2
di dalam mitokondria akan mengalami detoksifikasi oleh enzim katalase
20 menjadi senyawa H
2
O dan O
2
, sedangkan H
2
O
2
yang berdifusi ke dalam sitosol akan didetoksifikasi oleh enzim glutation peroksidase Ihnat, et al., 2007.
Mekanisme pertahanan antioksidan ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Mekanisme pertahanan antioksidan endogen Superoksida dismutase,
Katalase dan Glutation peroksidase terhadap radikal bebas Pandey dan Rizvi, 2010.
Ada 3 bentuk SOD yang terdapat pada manusia dimana ketiganya ditemukan dalam kompartemen tubuh yang berbeda.
a. CuZn-SOD atau SOD
1
CuZn-SOD menggunakan copper atau zinc sebagai kofaktor. Gen SOD
1
atau CuZn-SOD terletak pada kromosom 21. SOD
1
ditemukan pada sitoplasma, nukleus dan intermembran mitokondria. Pada manusia, mutasi SOD
1
bertanggung jawab pada penyakit neurodegeneratif contohnya amyotrophic lateral sclerosis
yang dihubungkan dengan kerusakan oksidatif. Pada mencit, mutasi
21 SOD
1
berhubungan dengan peningkatan apoptosis dan kerusakan oksidatif protein. SOD
1
mempunyai peran penting dalam pertahanan dan pertumbuhan sel dimana enzim ini terlibat dalam respon sel terhadap berbagai sumber stress Alfonso,
2007. CuZn-SOD merupakan salah satu antioksidan endogen yang sangat
berperan dalam mengkatalisasi radikal bebas anion superoksida yang sangat reaktif menjadi hidrogen peroksida dan molekul oksigen yang kurang reaktif.
CuZn-SOD dipercaya memainkan peranan utama dalam baris pertama pertahanan
antioksidan Mates, et al., 1999.
b. Mn-SOD atau SOD
2
SOD
2
Mn-SOD menggunakan mangan sebagai kofaktor. Gen SOD
2
terdapat pada kromosom 6. SOD
2
ditemukan dalam mitokondria dan mempunyai peran vital dalam perlindungan melawan spesies oksigen reaktif ROS.
Kekurangan SOD
2
menyebabkan peningkatan kadar O
2
- pada mitokondria. Penurunan aktivitas SOD
2
juga merupakan salah satu faktor resiko kardiomiopati Alfonso, 2007. Pada jaringan, Mn-SOD terdapat satu setengah dari jumlah
CuZn SOD Mates, et al., 1999. c.
EC-SOD Extracellular-SOD atau SOD
3
Sama seperti CuZn-SOD, EC-SOD menggunakan copper atau zinc sebagai kofaktor. Gen SOD
3
terletak pada kromosom 4. SOD
3
terutama ditemukan dalam kompartemen ekstraseluler plasma, limfa, cairan serebrospinal
dan cairan sendi. Mutasi SOD
3
dapat meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular Alfonso, 2007.
22
2.12 Imunohistokimia