BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai oleh
penduduk yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi- tingginya di seluruh wilayah Indonesia. Perilaku masyarakat dengan perilaku proaktif untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadi penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam program kesehatan masyarakat
Depkes RI, 2010a. Berdasarkan hasil survei kesehatan yang dilakukan WHO dilaporkan kejadian
Kanker serviks sebesar 500.000 kasus baru di Dunia. Kejadian kanker serviks di Indonesia, dilaporkan sebesar 20-24 kasus kanker serviks baru setiap harinya.
Kejadian Kanker serviks di Bali dilaporkan telah menyerang sebesar 553.000 wanita usia subur pada tahun 2010 atau 43 per 100.000 penduduk WHO, 2010.
Di Indonesia lebih dari 70 kasus kanker serviks ditemukan saat sudah stadium lanjut. Dilihat dari usia penderita, penyakit kanker serviks rata-rata dialami
perempuan pada rentang 40 sampai 50 tahun. Dengan perhitungan masa inkubasi 7-10 tahun, berarti penderita mulai terjangkit Human Papilloma Virus HPV,
Universitas Sumatera Utara
penyebab kanker serviks, pada usia produktif, yaitu sekitar 30 sampai 40 tahun. Sekitar 40 tipe HPV dari 100 tipe yang teridentifikasi, potensi penularan terjadi
melalui hubungan seksual yang menyasar alat kelamin. Tapi dari 40 tipe tersebut, terdapat 15 tipe yang menyebabkan kanker serviks.
Kanker sistem reproduksi meliputi kanker serviks, payudara, indung telur, rahim dan alat kelamin perempuan. kanker serviks merupakan kanker yang paling
banyak diderita oleh wanita di Negara berkembang dan menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Di Indonesia, angka kejadian kanker serviks diperkirakan
sekitar 50 per 100.000 penduduk Kemenkes RI, 2011. Hingga saat ini kanker serviks masih merupakan penyebab kematian
terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Tingginya angka kematian ini adalah karena penyakit ini tidak mempunyai ciri yang khas. Sesungguhnya
penyakit ini dapat dicegah bila dilakukan program skrining atau deteksi dini namun hal ini belum dilakukan khususnya di negara berkembang. Diperkirakan setiap
tahunnya dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang. Kanker serviks terbanyak dijumpai di negara-negara
sedang berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia Kanker serviks
menempati urutan pertama Depkes RI, 2007. Menurut Rasjidi 2007, kanker serviks merupakan kanker terbanyak kedua
pada wanita dan menjadi penyebab lebih dari 250.000 kematian pada tahun 2005. Kurang lebih 80 kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Tanpa
Universitas Sumatera Utara
penatalaksanaan yang adekuat, diperkirakan kematian akibat kanker serviks akan menjadi meningkat 25 dalam sepuluh tahun mendatang. Di negara majuindustri
kanker serviks menempati urutan ke 10 dari semua jenis kanker, atau kalau menurut kejadian kanker ginekologi kanker pada alat reproduksi wanita, kanker serviks
menduduki urutan ke-5. Secara global kanker serviks merupakan kanker kedua terbanyak ditemukan pada wanita.
Hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas tahun 2010 menunjukkan prevalensi tumorkanker adalah 4,3 per 1000 penduduk, artinya dari setiap 1000 orang Indonesia
sekitar 4 orang di antaranya menderita kanker. Prevalensi tumorkanker tertinggi tercatat di Provinsi DIY, yaitu 9,6 per 1000 penduduk, terendah di Provinsi Maluku,
yaitu 0,015 per 100.000 penduduk. Prevalensi tumorkanker umumnya lebih tinggi pada perempuan, sebesar 5,7 per 1000 penduduk dibandingkan dengan pada laki-laki,
sebesar 0.029 per 100.000 penduduk Depkes RI, 2010b. Sehubungan dalam Riskesdas tidak ada data khusus tentang kanker serviks, maka prevalensi kanker
serviks mengacu data ada Profil Kesehatan 2011, namun data dalam profil merupakan jumlah pasien keluar rawat inap dengan diagnosis kanker serviks,
sehingga belum menunjukkan jumlah kasus kanker serviks yang terjadi di masyarakat, yaitu sebanyak 5.786 kasus 11,78 dari seluruh pasien rawat inap di
seluruh RS di Indonesia. Menurut WHO 2007, di Indonesia terdapat 80,57 juta orang wanita yang
berusia 15 tahun yang berisiko menderita kanker serviks. Diperkirakan setiap tahun 15.050 orang wanita didiagnosa menderita kanker serviks dan sebanyak 7.566 orang
Universitas Sumatera Utara
diantaranya meninggal. Kanker serviks merupakan penyakit terbanyak urutan kedua pada wanita usia 15-44 tahun.
Di Provinsi Sumatera Utara jumlah penderita kanker serviks pada tahun 2010 sebanyak 681 kasus, dengan prevalensi 0,063 per 100.000 penduduk. Angka tersebut
lebih tinggi dari angka prevalensi secara nasional 0,043 per 100.000 penduduk, hal tersebut menunjukkan penyakit kanker serviks merupakan masalah kesehatan yang
perlu mendapat perhatian Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2011. Angka prevalensi kanker serviks di Kota Medan diperkirakan 0,028 per
100.000 penduduk Dinas Kesehatan Kota Medan, 2011, jumlah wanita penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk. Sebagai gambaran
dilihat dari jumlah pasien yang menjalani perawatan di Rumah Sakit dr Pirngadi Medan tahun 2010 menunjukkan bahwa kanker serviks menempati urutan teratas dari
seluruh kanker pada wanita yaitu sebanyak 98 kasus. Sebagai data pembanding dapat dilihat dari data dari laboratorium USU tahun 2010 terdapat 21 kasus, dari jumlah
tersebut 17 kasus sudah berada pada tingkat displasia atau sel-sel ganas. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor :
144HK-010B52009 tentang Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan Reproduksi Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, pada Pasal
16 disebutkan bahwa deteksi dini kanker alat reproduksi dilaksanakan melalui Pap’smear. Salah satu upaya untuk penanggulangan kanker serviks yang sedang
dikembangkan adalah Program ”Puskesmas Peduli Kanker serviks”
Universitas Sumatera Utara
Program ini merupakan kerjasama antara Inisiatif Pencegahan Kanker serviks Indonesia IPKASI, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Female Cancer
Program FCP, YKI DKI, dan Glaxo Smith Kline GSK dan mendapat dukungan dari Sub Direktorat Kanker pada Direktorat Penyakit tidak Menular Kementerian
Kesehatan RI dilakukan dalam periode waktu penilaian 1 Juli 2011-31 Januari 2012. Program ini diikuti oleh seluruh puskesmas tingkat kecamatan di Provinsi DKI
Jakarta. Tiap Puskesmas melaporkan kegiatan pencegahan Kanker serviks yang sudah dilakukan di wilayahnya dan hasil yang didapat dari pelaksanaan program tersebut.
program puskesmas peduli kanker serviks belum dilaksanakan di Kota Medan. Penelitian Darnindro dkk 2007 di Klender Jakarta menemukan bahwa dari
107 responden hanya 33,7 yang pernah melakukan Pap’smear. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia responden terhadap perilaku responden, dan antara
pengetahuan dengan sikap responden tentang Pap’smear. Pengetahuan sikap perilaku perempuan yang sudah menikah tentang Pap’smear masih rendah. Menurut Hacker
dan Moore 2010 di Asia pada tahun 2010 angka kejadian OR kanker leher rahim ditemukan 510 per 100.000 wanita, dengan Case Fatality Rate CFR 39,8 .
Di Indonesia Pap’smear belum menjadi suatu kebutuhan hal ini menyebabkan rendahnya partisipasi wanita dalam program Pap’smear. Data Laboratorium Patologi
Anatomi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, tahun 2009 telah dilakukan 2.580 uji Pap’smear dan 2.537 pada tahun 2010 dari data tersebut menunjukkan bahwa tidak
ada peningkatan jumlah wanita yang melakukan Pap’smear Sjamsudin, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Di Provinsi DKI Jakarta dilakukan program lomba untuk memilih Puskesmas yang aktif melakukan pencegahan kanker serviks. Puskesmas sebagai unit layanan
fungsional dan teknis pelayanan kesehatan terdepan di wilayah kecamatankelurahan diharapkan dapat menjadi langkah awal pencegahan kanker serviks di kelompok
masyarakat terkecil Andrijono, 2011. Program puskesmas peduli kanker serviks ditujukan untuk mencapai 80 cakupan skrining kanker serviks. Dari 1,7 juta
perempuan di Jakarta yang berisiko, ditargetkan tahun 2017 ada 1,4 juta yang telah mendapat skrining. Parameter penilaian program ini antara lain tingkat perkembangan
dari program pencegahan primer yaitu kegiatan edukasi bagi masyarakat. Program Pap’smear untuk deteksi Kanker serviks pada Wanita Usia Subur
WUS yang dilaksanakan di Puskesmas Kota Medan juga belum mampu meningkatkan cakupan pelayanan. Laporan pelaksanaan kegiatan Pap’smear di
Dinas Kesehatan Kota Medan menunjukkan persentase WUS yang melakukan pemeriksaan hanya sekitar 43,7 dari seluruh puskesmas yang tersedia pelayanan
Pap’smear. Cakupan pelayanan Pap’smear di Puskesmas Petisah merupakan salah satu yang rendah karena dibawah angka cakupan di Kota Medan yaitu 32,4 Dinas
Kesehatan Kota Medan, 2011. Menurut Sjamsudin 2010 tindakan Pap’smear seorang ibu dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor internal pengetahuan dan sikap ibu tentang pemeriksaan Pap’smear serta dari faktor eksternal petugas kesehatan yang
melakukan pemeriksaan serta sarana dan prasarana yang digunakan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Medan 2011, jumlah tenaga kesehatan yang telah
Universitas Sumatera Utara
mendapat pelatihan Pap’smear adalah : dokter 54 orang, bidan 53 orang dan perawat 20 orang serta didukung oleh kader kesehatan sebanyak 20 orang. Seluruh
tenaga kesehatan yang telah dilatih Pap’smear menyebar pada 39 puskesmas di Kota Medan serta dalam pelaksanaan program ini sudah dilengkapi dengan sarana dan
prasarana yang sesuai. Berdasarkan data tersebut dapat dijelaskan bahwa sarana atau fasilitas dan
petugas yang melakukan pemeriksaan Pap’smear di Puskesmas Kota Medan sudah cukup memadai, namun faktanya kunjungan pasien yang melakukan pemeriksaan
Pap’smear di puskesmas masih rendah, diduga faktor di luar sarana atau fasilitas dan petugas sebagai penyebab jumlah ibu rumah tangga yang melakukan pemeriksaan
Pap’smear yang rendah. Untuk mendapatkan faktor penyebab terjadinya kesenjangan di atas, maka
dilakukan telaah dari faktor pengguna pelayanan ibu rumah tangga melalui survei pendahuluan dengan mewawancarai 10 ibu rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas
Petisah tentang pemeriksaan Pap’smear. Hasil wawancara ditemukan 8 orang 80 ibu rumah tangga yang mengetahui ada deteksi kanker serviks di puskesmas namun
belum pernah melaksanakannya. Dengan demikian program deteksi kanker serviks melalui pemeriksaan Pap’smear sudah tersosialisasi dengan baik, hal tersebut
ditunjukkan fakta bahwa mayoritas 80 ibu rumah tangga mengetahui ada pemeriksaan Pap’smear di puskesmas, namun pengetahuan tentang manfaat
Pap’smear ternyata belum menunjukkan aspek mengenal, memahami dan kurang mampu menganalisis serta menghubungkan antara kondisinya sebagai WUS dengan
Universitas Sumatera Utara
deteksi dini kanker serviks, dimana keseluruhan aspek tersebut terkait dengan makna atau pengertian pengetahuan sebagaimana disebutkan oleh Notoatmodjo 2003.
Dugaan lainnya yang ditemukan pada survei pendahuluan bahwa 80 belum menunjukkan respons menerima konsep deteksi dini kanker serviks. Kondisi pada
diri ibu rumah tangga yang kurang menerima atau merespons tentang kanker serviks maka diasumsikan sikapnya terhadap deteksi dini kanker serviks kemungkinan tidak
baik atau cenderung bersifat menolak atau tidak bersedia melakukannya. Berdasarkan hasil survei pendahuluan, maka dugaan sementara perlu
dibuktikan melalui pengujian hipotesis pada penelitian ini bahwa ibu rumah tangga tidak melakukan pemeriksaan Pap’smear di puskesmas kemungkinan diasumsikan
akibat belum mengetahui tentang pengertian kanker serviks, penyebab, serta cara penanggulangannya.
Konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan sesuai teori Anderson bahwa terdapat 3 faktor yang menentukan yaitu: faktor predisposisi pemungkin, faktor
enabling pendukung dan faktor need. Mengacu kepada hasil survei pendahuluan bahwa deteksi dini kanker serviks melalui pemeriksaan Pap’smear sudah ada faktor
enabling atau pendukung sarana atau fasilitas dan petugas di puskesmas serta kelompok usia sebagai wanita usia subur merupakan fase yang membutuhkan faktor
need dilakukan deteksi dini kanker serviks. Pada saat faktor enabling pendukung dan faktor need menunjukkan keadaan yang sewajarnya banyak atau tinggi jumlah
ibu rumah tangga yang melakukan deteksi dini kanker serviks melalui pemeriksaan Pap’smear tetapi kenyataannya rendah, maka diduga penyebabnya berada pada
Universitas Sumatera Utara
faktor predisposisi pemungkin yaitu aspek pengetahuan dan sikap. Dugaan sementara hipotesis sebagaimana yang telah diuraikan di atas menjadi dasar dalam
memilih judul penelitian tentang analisis pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga terhadap pemeriksaan Pap’smear.
1.2 Perumusan Masalah