BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemeriksaan Pap’smear
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden kelompok yang melakukan pemeriksaan Pap’smear mempunyai pengetahuan yang lebih baik
dibandingkan kelompok yang tidak melakukan pemeriksaan Pap’smear. Hasil analisis pengaruh pengetahuan terhadap pemeriksaan Pap’smear diperoleh p 0,001
0,05, artinya bahwa ada pengaruh yang signifikan pengetahuan terhadap pemeriksaan Pap’smear di wilayah kerja Puskesmas Petisah. Nilai Exp B atau Odds
Ratio OR sebesar 2,928 95 CI : 1,293 – 6,629 pada analisis multivariat, artinya ibu rumah tangga yang mempunyai pengetahuan yang baik lebih tinggi 2 sampai 3
kali untuk melakukan pemeriksaan Pap’smear sebagai upaya deteksi dini kanker serviks dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang pengetahuannya tidak baik.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dijelaskan bahwa pengetahuan dalam diri seorang ibu rumah tangga tentang pengertian Pap’smear, prosedurnya,
manfaat serta sarana yang dapat digunakan untuk pemeriksaan, akan mendukung dalam melakukan pemeriksaan.
Hasil penelitian Widyasari 2009 di Desa Mander Kecamatan Tambakboyo Kabupaten Tuban bahwa wanita PUS memiliki pengetahuan dan motivasi yang
kurang terhadap pemeriksaan Pap’smear. Dalam hal ini sebaiknya tenaga kesehatan dalam hal preventif lebih banyak memberikan penyuluhan. Dengan pengetahuan yang
Universitas Sumatera Utara
cukup mereka menyadari bahwa pap,smear sangat penting dilakukan sehingga memunculkan motivasi untuk melakukan pemeriksaan Pap’smear.
Deteksi dini kanker leher rahim merupakan terobosan inovatif dalam pembangunan kesehatan untuk mengurangi angka kematian dan kesakitan akibat
kanker leher rahim Depkes RI, 2008. Perempuan yang melakukan deteksi dini kanker leher rahim akan menurunkan risiko terkena kanker leher rahim karena deteksi
dini ini ditujukan untuk menemukan lesi pra-kanker sedini mungkin, sehingga pengobatan dapat segera diberikan bila lesi ditemukan Depkes RI, 2007. Salah satu
metode alternatif skrining kanker serviks yang dapat menjawab ketentuan-ketentuan tersebut adalah pemeriksaan Pap’smear.
Pengetahuan knowledge merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan Notoatmodjo, 2003. Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan,
tradisi dari orang yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas kesehatan dan perilaku petugas.
Pemahaman masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan kanker dilakukan melalui advokasi, sosialisasi termasuk komunikasi, informasi, dan edukasi
Universitas Sumatera Utara
KIE untuk masyarakat. Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat termasuk menghindari faktor risiko penyakit kanker seperti merokok atau terpajan asap rokok
passive smoking, mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, serta menjaga kebahagiaan pasangan suami-istri untuk menghindarkan perilaku seks tidak sehat
Depkes RI, 2010. Selain KIE, untuk meningkatkan pengetahuan dan motivasi wanita Pasangan
Usia subur PUS dapat dilakukan dengan cara melakukan penyuluhan pada wanita PUS tentang penting melakukan pemeriksaan Pap’smear terutama bagi mereka
wanita yang sudah menikah atau aktif melakukan hubungan seksual dan wanita dengan usia lebih dari 45 tahun. Motivasi adalah kekuatan atau dorongan yang
menggerakkan kita untuk berperilaku tertentu Notoatmodjo, 2003. Pengetahuan dapat memberikan informasi atau fakta yang benar mengenai
perilaku seseorang. Semakin tinggi pengetahuan seseorang dalam hal ini tentang pap’ smear maka akan semakin termotivasi seseorang tersebut untuk melakukan pap’
smear. Semakin luasnya pengetahuan dan wawasan berpikir seseorang wanita mengenai Pap’smear, maka diharapkan dapat berpikir lebih baik dan lebih banyak
kemungkinan yang dapat dijadikan pertimbangan untuk memotivasinya melakukan Pap’smear Permatasari, 2006.
Hal itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan di poliklinik Kebidanan RSUPN-CM pada tahun 2005 Moegni, 2006 yang mendapatkan hanya 2,9
responden yang memiliki pengetahuan baik, sedangkan responden yang memiliki pengetahuan sedang 21,6 dan pengetahuan buruk 75,5. Dari kedua penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
baik yang dilakukan di pusat pelayanan kesehatan maupun yang dilakukan di komunitas tidak didapatkan perbedaan signifikan mengenai tingkat pengetahuan
mengenai Pap’smear. Sementara pada penelitian yang dilakukan Wismer et al 2008 di Amerika pada warga negara Amerika keturunan Korea, didapatkan hasil yang
berbeda yaitu sebesar 81,1 responden memiliki pengetahuan baik mengenai Pap’smear. Hal itu dapat disebabkan oleh tingginya arus informasi yang diterima
masyarakat, ataupun tingkat pendidikan masyarakat. Pada penelitian yang dilakukan Klug et al 2005 di Jerman didapatkan hasil bahwa sebesar 64,7 responden tidak
memiliki pengetahuan mengenai Pap’smear buruk. Rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya pemeriksaan Pap’smear di Indonesia banyak
disebabkan oleh kurangnya informasi, tingkat kewaspadaan masyarakat serta pengetahuan yang rendah terhadap kanker serviks, hal itu ditandai dengan
rekapitulasi jawaban pengetahuan responden mengenai kanker serviks. Secara keseluruhan lebih dari sepertiga responden tidak mengetahui definisi, gejala, dan
faktor resiko yang dapat menyebabkan kanker serviks. Fenomena serupa juga terdapat pada penelitian yang dilakukan di Nigeria dalam Moegni, 2006 dimana
pengetahuan mengenai faktor resiko dan gejala kanker serviks masih sangat rendah. Hal itu perlu difokuskan dalam memberikan penyuluhan mengenai kanker serviks
sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Penelitian di Jerman tahun 2005 dalam Moegni, 2006 didapatkan bahwa
kelompok terbesar responden yang menjalankan tes Pap’smear berada pada rentang usia 20-29 tahun 42,7 dan hampir seluruh perempuan di Jerman pernah tes
Universitas Sumatera Utara
Pap’smear 94,2. Pada penelitian yang dilakukan Wahyuni 2005 didapatkan bahwa angka pemeriksaan Pap’smear di Indonesia hanya sebesar 5-8. Banyak hal
yang mungkin mempengaruhi perbedaan tingkat partisipasi wanita di Jerman dan Jakarta. Hal itu mungkin disebabkan oleh masih rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat, rendahnya arus informasi dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat. 5.2 Pengaruh Sikap terhadap Pemeriksaan
Pap’smear
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden kelompok yang melakukan pemeriksaan Pap’smear mempunyai sikap yang lebih baik dan positif
dibandingkan kelompok yang tidak melakukan pemeriksaan Pap’smear. Hasil analisis pengaruh sikap terhadap pemeriksaan Pap’smear diperoleh p=0,007 0,05,
artinya bahwa ada pengaruh yang signifikan sikap terhadap pemeriksaan Pap’smear di wilayah kerja Puskesmas Petisah. Nilai Exp B sebesar 2,406 95 CI : 1,034 –
5,598 pada analisis multivariat, artinya bahwa kemungkinan peluang ibu rumah tangga yang mempunyai sikap yang baik lebih tinggi 2 sampai 3 kali untuk
melakukan pemeriksaan Pap’smear sebagai upaya deteksi dini kanker serviks dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang sikapnya kategori tidak baik.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dijelaskan bahwa respons atau tanggapan yang ditunjukkan dari sikap dari seorang ibu rumah tangga tentang
pemeriksaan Pap’smear akan mendukung dalam melakukan pemeriksaan, jika sikap yang ditunjukkannya adalah sikap positif.
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan Notoatmodjo 2003 tentang sikap terhadap suatu kondisi yang menyatakan bahwa sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulasi atau objek. Lebih lanjut dinyatakan bahwa sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu 1 menerima receiving, 2 merespon
responding, 3 menghargai valeuning dan 4 bertanggung jawab responsible. Tidak cukup hanya dengan pengetahuan saja yang harus dikuasai oleh para WUS,
namun lebih dari itu, menerima suatu kondisi harus disikapi atau direnspon dengan rasa tanggung jawab untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan terutama yang
terkait dengan alat reproduksi khususnya yang berhubungan dengan lesi serviks. Dengan respon yang disertai tanggung jawab yang tinggi terhadap suatu kondisi yang
terkait dengan pencegahan kanker serviks merupakan suatu sikap yang mendukung suatu gerakan untuk melakukan test IVA yaitu salah satu cara mendeteksi secara dini
lesi serviks. Sesuai dengan definisi sikap sebagai posisi seseorang pada suatu dimensi
afektif atau dimensi bipolar terhadap suatu objek, tindakan atau kejadian serta predisposisi yang dipelajari untuk bertindak atau merespon secara konsisten dan
mengevaluasi secara positif favorable dan secara negatif unfavorable terhadap objek atau kategori tertentu. Menurut Ajzen 2006 faktor penting yang menjadi
penentu sikap adalah keyakinan belief dan persepsi individu mengenai konsekuensi- konsekuensi jika menampilkan tingkah laku tertentu dan evaluasi individu terhadap
konsekuensi tersebut. Jadi sikap individu terhadap objek dapat diukur melalui belief-
Universitas Sumatera Utara
nya, dan ketika belief terhadap objek terbentuk, maka secara otomatis individu tersebut akan memiliki sikap tertentu terhadap objek tersebut.
Menurut Febri 2010 penyebab lain wanita tidak melakukan deteksi dini kanker serviks adalah kesibukan, keraguan akan pentingnya pemeriksaan, kurangnya
pengetahuan tentang pentingnya pemeriksaan, takut terhadap kenyataan hasil pemeriksaan yang akan dihadapi, ketakutan merasa sakit pada pemeriksaan, rasa
segan diperiksa oleh dokter pria atau pun bidan dan kurangnya dorongan keluarga terutama suami. Banyak masalah yang berkaitan dengan pasien dapat dihilangkan
melalui pendidikan terhadap pasien dan hubungan yang baik antara dokterbidan. Di samping itu, inovasi skrining kanker serviks dalam pelayanan kesehatan
masyarakat dapat dilakukan bersamaan. Interval pemeriksaan sitologi screening interval merupakan hal lain yang penting dalam metode skrining.
5.3 Pengaruh Kebutuhan terhadap Pemeriksaan Pap’smear