Dugaan Parameter Model Permintaan 1. Dugaan Parameter Model Permintaan pada Stage-1

Tabel 36. Dugaan koefisien sistem permintaan ikan segar, udanghewan air lain yang segar, ikan awetan, dan udanghewan air lain yang diawetkan dengan model QUAIDS Keterangan: : signifikan pada taraf =1, : signifikan pada taraf =5 Koefisien harga sendiri semuanya bertanda negatif, menunjukkan bahwa semakin tinggi harga udang segar, maka permintaannya semakin rendah, dan sebaliknya semakin rendah harga udang segar, maka permintaannya semakin tinggi, dan hal tersebut sesuai dengan hukum Ekonomi mengenai teori permintaan. Koefisien pengeluaran udang segar bertanda negatif, sedangkan bentuk kuadratiknya bertanda positif dan signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa kurva Engel untuk komoditas udang segar tidak bersifat linear, artinya bahwa tingkat pendapatan mengalami kenaikan yang lebih cepat daripada tingkat permintaan udang segar. Pada fungsi permintaan ikan awetan terlihat bahwa koefisien wilayah desa-kota juga bertanda positif, menunjukkan bahwa tingkat pengeluaran ikan awetan di perkotaan lebih besar daripada di perdesaan. Peubah jumlah anggota Koefisien Komoditas Ikan Segar Udang Segar Ikan awetan Udang awetan Intersep -0.3209 0.6854 -0.3076 0.9431 Wilayahdesa-kota 0.1276 0.0743 0.0880 -0.0362 Jumlah anggota RT 0.0091 -0.0064 0.0253 -0.0060 Golongan pengeluaran 0.0461 0.0013 0.0496 -0.0043 Dummy 1 Sumatera 0.7452 0.1643 0.7753 0.0218 Dummy 2 Jawa-Bali 0.7022 0.1129 0.7649 0.0060 Dummy 3 NT 0.9337 0.2841 0.8452 0.0784 Dummy 4 Kalimantan 0.9573 0.3017 0.8747 0.0962 Dummy 5 Sulawesi 0.7294 0.1377 0.7697 0.0185 Dummy 6 Maluku 0.7905 0.2572 0.8894 0.0744 Log P ikan segar -0.6352 0.2689 0.2224 0.1439 Log P udang segar 0.2869 -0.5613 0.1424 0.1499 Log P ikan awetan 0.2224 0.1424 -0.4312 0.0667 Log P udang awetan 0.1439 0.1499 0.0668 -0.3607 Log Pengeluaran ikan -0.2925 -0.2001 -0.3632 -0.1136 Kuadrat Log Pengeluaran ikan 0.0513 0.0317 0.0801 0.0179 2 R sistem 67.3 rumah tangga juga berpengaruh positif, yang menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anggota rumahtangga semakin tinggi permintaan terhadap ikan awetan. Dummy wilayah kepulauan semua bertanda positif, menunjukkan bahwa pemintaan rumahtangga terhadap kelompok ikan awetan di Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku semuanya lebih besar daripada di Papua dan Papua Barat. Koefisien harga sendiri bertanda negatif, menunjukkan bahwa semakin tinggi harga ikan awetan, maka permintaannya semakin rendah, dan sebaliknya semakin rendah harga ikan awetan, maka permintaannya semakin tinggi, dan hal tersebut sesuai dengan hukum Ekonomi mengenai teori permintaan. Koefisien pengeluaran ikan awetan bertanda negatif, sedangkan bentuk kuadratiknya bertanda positif dan signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa kurva Engel untuk komoditas ikan awetan juga tidak bersifat linear. Berbeda dengan fungsi permintaan ikan segar, ikan awetan dan udang segar, pada fungsi permintaan udang awetan terlihat bahwa koefisien wilayah desa-kota bertanda negatif, menunjukkan bahwa tingkat pengeluaran udang awetan di perkotaan lebih kecil daripada di perdesaan. Peubah jumlah anggota rumah tangga berpengaruh negatif, yang menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anggota rumahtangga semakin rendah permintaan terhadap udang awetan. Dummy wilayah kepulauan semua bertanda positif, menunjukkan bahwa pemintaan rumahtangga terhadap kelompok udang awetan di Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku semuanya lebih besar daripada di Papua dan Papua Barat. Koefisien harga sendiri bertanda negatif, menunjukkan bahwa semakin tinggi harga udang awetan, maka permintaannya semakin rendah, dan sebaliknya semakin rendah harga udang awetan, maka permintaannya semakin tinggi, dan hal tersebut sesuai dengan hukum Ekonomi mengenai teori permintaan. Koefisien pengeluaran udang awetan bertanda negatif, sedangkan bentuk kuadratiknya bertanda positif dan signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa kurva Engel untuk komoditas udang awetan juga tidak bersifat linear, artinya bahwa tingkat pendapatan mengalami kenaikan yang lebih cepat daripada tingkat permintaanudang awetan.

7.2. Elastisitas Permintaan

Elastisitas merupakan salah satu konsep penting untuk memahami beragam permasalahan di bidang ekonomi. Kondisi ekonomi selalu mengalami perubahan, misalnya perubahan pendapatan, perubahan harga, perubahan anggota keluarga, dan lain-lain. Dari fungsi permintaan dapat diperoleh gambaran bagaimana pengaruh perubahan-perubahan tersebut terhadap kuantitas permintaan. Namun dalam prakteknya, seringkali tidak cukup hanya sekedar mengetahui apakah kuantitas permintaan tersebut naik atau turun sebagai akibat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini pengukuran seberapa jauh besarnya reaksi perubahan kuantitas permintaan tersebut terhadap perubahan harga dan faktor lainnya merupakan informasi yang berguna, baik bagi produsen maupun bagi pemerintah. Elastisitas permintaan mengukur seberapa seberapa banyak permintaan barang dan jasa konsumsi berubah ketika harga atau pendapatan berubah. Elastisitas permintaan ditunjukkan dalam bentuk persentase perubahan atas kuantitas yang diminta sebagai akibat dari satu persen perubahan harga atau pendapatan. Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas tiga macam elastisitas yang sering digunakan, yaitu elastisitas pendapatan, elastisitas harga sendiri, dan elastisitas harga silang dari komoditas ikan segar, udang segar, ikan awetan dan udang awetan.

7.2.1. Elastisitas Pendapatan

Tabel 37 menyajikan nilai elastisitas pengeluaran pangan, pengeluaran ikan dan pengeluaran setiap jenis ikan berdasarkan tingkat pendapatan. Elastisitas permintaan pangan yang diperoleh dari stage-1 terlihat semakin besar dengan semakin meningkatnya pendapatan. Pada tingkat pendapatan 1 sampai 5 kurang dari Rp. 500 000kapitabulan permintaan pangan tidak responsif terhadap perubahan tingkat pendapatan, dengan nilai elastisitas berkisar dari 0.1 sampai 0.2. Mulai kelompok pendapatan ke-6 di atas Rp.500 000kapitabulan permintaan terhadap pangan baru terlihat elastis dengan koefisien elastisitas berkisar dari 1.3 sampai 1.4. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar tingkat pendapatan semakin besar pula bagian pendapatan yang digunakan untuk membelanjakan komoditas pangan, sehingga permintaannya semakin elastis. Elastisitas permintaan ikan yang diperoleh berdasarkan pendugaan parameter pada stage-2, nilainya berkisar dari 1.7 sampai 3.9, menunjukkan bahwa permintaan ikan secara umum sangat responsif elastis terhadap perubahan tingkat pendapatan pada semua golongan pengeluaran. Hal ini menunjukkan bahwa ikan secara umum merupakan barang mewah luxury goods, di mana permintaannya dipengaruhi oleh perubahan pendapatan. Tabel 31 juga menunjukkan pola elastisitas permintaan ikan yang nilainya semakin kecil dengan semakin meningkatnya pendapatan. Hasil kajian Rachman 1999 mengenai pola konsumsi pangan di wilayah Indonesia bagian timur dengan data Susenas 1996, menunjukkan pola yang serupa, di mana nilai elastisitas pendapatan untuk komoditas ikan pada kelompok pendapatan rendah adalah 0.721, kelompok pendapatan sedang 0.673, dan kelompok pendapatan tinggi 0.589. Kaelan 2005 berdasarkan data Susenas 2005 juga menyimpulkan bahwa, elastisitas pendapatan ikan laut semakin rendah dengan semakin meningkatnya pendapatan. Studi yang dilakukan oleh Dey 2000, Piumsombun et.al 2003, Quang 2005 juga menunjukkan pola yang sama, elastisitas pendapatan untuk komoditas ikan semakin rendah dengan semakin meningkatnya pendapatan Lampiran 32. Fenomena ini mengindikasikan bahwa permintaan terhadap ikan pada rumahtangga berpendapatan rendah lebih responsif terhadap perubahan pendapatan dibanding pada kelompok pendapatan tinggi. Implikasi dari temuan ini adalah perlunya prioritas kebijakan yang mendorong peningkatan pendapatan dan atau stabilisasi harga bagi kelompok penduduk pendapatan rendah. Hal ini untuk menjamin tercukupinya kebutuhan konsumsi ikan dari sisi kuantitas maupun kualitas. Bila dibandingkan dengan beberapa studi sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Kuntjoro 1984 dengan data Susenas 1978, Teklu and Johnson 1988 dengan data Susenas 1980, Rachman 2001 dengan data Susenas 1996, Kusumastanto dan Joly 1997 dengan data runtun waktu tahun 1967- 1988, terlihat adanya perubahan elastisitas pendapatan. Hasil kajian dari empat penelitian tersebut menunjukkan bahwa elastisitas pendapatan untuk komoditas ikan bernilai kurang dari 1 atau tidak elastis, sedangkan hasil penelitian dengan data Susenas 2008 menunjukkan bahwa elastisitas pendapatan untuk komoditas ikan secara umum bernilai lebih dari 1 untuk semua kelompok pendapatan, yang berarti kenaikan pendapatan 1 persen akan direspon dengan kenaikan permintaan ikan yang lebih dari 1 persen, dan sebaliknya bila pendapatan turun 1 persen akan direspon pula dengan penurunan permintaan ikan lebih dari 1 persen. Tabel 37. Elastisitas Pengeluaran Pangan, Pengeluaran Ikan dan Tiap Kelompok Ikan, 2008 : Data dasar dari Susenas 2008, diolah Elastisitas pengeluaran setiap kelompok ikan yang diperoleh dari stage-3 terhadap total pengeluaran ikan semua juga bertanda positif dengan nilai berkisar dari 0.4 sampai 2,69. Hal ini menunjukkan bahwa keempat kelompok ikan yang dianalisis merupakan barang normal, bukan barang inferior. Elastisitas kelompok ikan segar terlihat semakin besar dengan semakin meningkatnya pendapatan dengan nilai berkisar dari 0.4 sampai 0.5 pada semua golongan pengeluaran atau bersifat inelastis. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan ikan segar tidak dipengaruhi oleh perubahan pendapatan atau dapat dikatakan bahwa ikan segar merupakan barang kebutuhan necessity dalam susunan menu keluarga di Indonesia. Jenis Elastisitas Golongan Pengeluaran 1 2 3 4 5 6 7 8 Elastisitas Pengeluaran Pangan terhadap Total Pendapatan stage 1 0,298 0,247 0,207 0,163 0,106 1,435 1,389 1,319 Elastisitas Pengeluaran Ikan terhadap Total Pengeluaran Pangan stage 2 3,919 3,472 3,222 2,851 2,435 2,097 1,928 1,744 Elastisitas Pengeluaran Kelompok Ikan terhadap Total Pengeluaran Ikan stage 3 Ikan segar 0,46 0,43 0,40 0,44 0,46 0,49 0,49 0,51 Udanghewan air lain yang segar 1,27 1,71 1,64 1,84 1,81 1,54 1,32 1,17 Ikan awetan 1,38 1,42 1,42 1,52 1,62 1,67 1,62 1,61 Udanghewan air lain yang diawetkan 1,62 2,24 1,99 2,42 2,69 2,40 2,11 1,63 Elastisitas Permintaan Stage1x Stage 2xStage 3 Ikan segar 0,53 0,37 0,27 0,20 0,12 1,48 1,32 1,18 Udanghewan air lain yang segar 1,49 1,47 1,09 0,85 0,47 4,65 3,55 2,70 Ikan awetan 1,61 1,22 0,95 0,70 0,42 5,03 4,33 3,71 Udanghewan air lain yang diawetkan 1,89 1,92 1,33 1,12 0,69 5,22 4,65 3,75 Elastisitas permintaan udang segar untuk semua golongan pengeluaran bernilai 1.2 sampai 1.8 atau bersifat elastis, artinya bahwa permintaan udang segar dipengaruhi oleh perubahan pendapatan. Bila pendapatan naik satu persen, maka permintaan udang segar akan naik sebesar 1.2 sampai 1.8 persen. Berdasarkan angka elastisitas, terlihat bahwa kelompok pendapatan 4 dan 5 Rp.200 000kapbulan sampai Rp.500 000 kapbulan paling responsif terhadap permintaan udang segar bila terjadi perubahan tingkat pendapatan. Tahun 2000an, di Thailand elastisitas pendapatan untuk komoditas udang segar juga bersifat elastis, sedangkan di Bangladesh elastis untuk kelompok pendapatan rendah dan tidak elastis untuk kelompok pendapatan menengah ke atas. Di Philipina elastisitas pendapatan untuk komoditas udang segar sangat tinggi lebih dari 3, baik bagi kelompok miskin poor maupun kaya non-poor. Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia, Thailand dan Philipina udang segar termasuk luxury goods untuk semua kelompok pendapatan, sedangkan di Bangladesh udang segar termasuk luxury goods bagi golongan miskin dan necessity goods bagi golongan kaya. Elastisitas permintaan ikan awetan pada semua golongan pengeluaran bernilai 1.3 sampai 1.7 atau bersifat elastis, seperti halnya udang segar; artinya bahwa permintaan ikan awetan dipengaruhi oleh perubahan pendapatan. Bila pendapatan naik satu persen, maka permintaan ikan awetan akan naik sebesar 1.3 sampai 1.7 persen. Berdasarkan angka elastisitas, terlihat bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan, semakin besar nilai elastisitasnya, atau semakin responsif permintaan ikan awetan terhadap perubahan tingkat pendapatan. Tahun 2000an di Thailand dried fish juga elastis terhadap perubahan pendapatan pada semua kelompok pendapatan dengan nilai elastisitas berkisar dari 1.3 sampai 1.5; sedangkan di Bangladesh dried fish elastis pada kelompok