Tabel 41. Potensi Produksi Ikan Segar, Udang Segar dan Ikan Awetan Tahun
2008
Kgkaptahun
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap dan Statistik Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan 2009, diolah
Jumlah Penduduk
Ikan Segar
Udang Segar
Ikan Awetan
Jumlah Aceh
4 494 410 33.43
3.01 1.62
38.05 Sumut
12 982 204 19.23
5.51 11.81
36.54 Sumbar
4 846 909 37.59
3.46 14.24
55.28 Riau
5 538 367 18.42
3.33 5.10
26.85 Jambi
3 092 265 11.63
5.53 9.91
27.08 Sumsel
7 450 394 20.90
5.38 0.96
27.24 Bengkulu
1 715 518 38.87
1.84 0.05
40.76 Lampung
7 608 405 7.60
22.03 18.18
47.81 Babel
1 223 296 106.06
10.63 17.58
134.27 Kepri
1 679 163 137.37
5.10 0.00
142.47 DKI
9 607 787 12.75
1.12 2.91
16.79 Jabar
43 053 732 9.94
1.44 2.56
13.94 Jateng
32 382 657 4.63
0.93 4.01
9.56 DIY
3 457 491 4.01
0.20 0.08
4.30 Jatim
37 476 757 9.05
1.29 5.50
15.85 Banten
10 632 166 6.35
0.49 1.89
8.73 Bali
3 890 757 51.14
0.84 13.15
65.12 NTB
4 500 212 33.24
3.93 8.47
45.64 NTT
4 683 827 120.62
0.07 8.13
128.83 Kalbar
4 395 983 15.64
2.94 5.06
23.64 Kalteng
2 212 089 37.45
8.21 5.51
51.16 Kalsel
3 626 616 36.96
6.86 11.79
55.61 Kaltim
3 553 143 45.51
10.45 6.36
62.32 Sulut
2 270 596 60.55
0.35 40.00
100.90 Sulteng
2 635 009 117.04
2.32 10.68
130.04 Sulsel
8 034 776 114.86
3.81 3.89
122.56 Sultra
2 232 586 113.99
5.55 20.97
140.50 Gorontalo
1 040 164 69.29
0.17 1.69
71.15 Sulbar
1 158 651 51.64
1.39 10.70
63.73 Maluku
1 533 506 148.02
2.37 69.26
219.65 Malut
1 038 087 86.46
0.21 52.80
139.47 Papua Barat
760 422 80.57
11.02 53.53
145.12 Papua
2 833 381 20.91
1.20 61.40
83.50 Total
237 641 326 50.96
4.03 14.54
69.53
Tabel 42. Kesenjangan Produksi dan Konsumsi Ikan Segar, Udang Segar dan
Ikan Awetan di Berbagai Propinsi di Indonesia Tahun 2008
kgkapita
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap dan Statistik Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan 2009, diolah
Catatan: Data produksi udang awetan tidak tersedia
Propinsi Ikan Segar
Udang Segar Ikan Awetan
Total
Aceh 2.83
-0.63 -0.28
1.86 Sumut
1.57 3.53
6.90 11.63
Sumbar 20.50
2.82 11.61
34.89 Riau
1.89 0.19
1.44 3.41
Jambi -4.39
4.14 6.48
6.21 Sumsel
4.71 4.81
-1.36 8.15
Bengkulu 24.86
1.42 -2.13
24.13 Lampung
-6.11 21.34
15.78 30.99
Babel 94.41
9.83 14.23
118.34 Kepri
130.98 4.52
-6.04 129.45
DKI 2.53
0.24 0.46
3.19 Jabar
-8.33 1.02
1.30 -6.02
Jateng -13.72
-1.44 0.90
-14.33 DIY
-20.04 -1.34
-4.27 -25.65
Jatim -16.03
-1.06 2.94
-14.87 Banten
-18.36 -2.36
0.25 -20.50
Bali 44.75
0.26 7.11
52.10 NTB
23.02 3.01
5.91 31.42
NTT 102.35
-0.35 6.87
108.87 Kalbar
-2.71 0.57
1.95 -0.25
Kalteng 13.40
6.67 1.26
21.21 Kalsel
11.88 4.51
9.23 24.89
Kaltim 20.80
7.60 4.72
33.09 Sulut
28.69 0.13
38.56 67.38
Sulteng 85.81
1.20 9.79
96.79 Sulsel
79.60 2.19
1.61 83.27
Sultra 78.02
4.24 19.71
101.92 Gorontalo
35.52 -0.95
0.63 35.20
Sulbar 20.66
0.57 7.95
29.17 Maluku
103.36 1.48
68.47 173.30
Malut 44.30
-3.00 51.00
95.28 Papua Barat
47.14 7.81
52.67 107.59
Papua -2.79
0.29 60.43
57.92 Rata-rata
28.16 1.43
12.04 69.53
Produksi udang segar yang cukup besar terdapat di Lampung lebih dari 20 kgkapita, kemudian Bangka Belitung, Kalimantan Timur dan Papua Barat lebih
dari 10 kgkapita. Produksi yang sangat rendah kurang dari 1 kgkapita
terdapat di wilayah DIY, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo dan Maluku Utara.
Sedangkan bila dilihat dari kesenjangan antara produksi dan konsumsinya,
wilayah Aceh, Pulau Jawa kecuali DKI dan Jawa Barat, NTT, Gorontalo, dan Maluku Utara bernilai negatif, yang berarti
bahwa produksi udang segar yang tersedia belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsinya.
8.2. Proyeksi Permintaan
Peran Kementrian Kelautan dan Perikanan KKP yang dibentuk pada tahun
1999 menjadi
semakin penting
sehubungan dengan
pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan.
Dalam Rencana Strategis Kementrian Kelautan Perikanan disebutkan bahwa tujuan, sasaran dan program yang ingin dicapai
salah satu direktoratnya adalah meningkatkan konsumsi ikan yang bermutu dan aman.
Secara spesifik
disebutkan bahwa
salah satu
sasarannya adalah
meningkatkan konsumsi ikan dalam negeri dari 28 kgkapita pada tahun 2008 menjadi 30.47 kgkapita pada tahun 2010 dan 38 kgkapita pada tahun 2014.
Bila dibandingkan dengan angka konsumsi aktual tahun 2008, 2009 dan 2010, maka target sampai tahun 2010 tersebut telah dicapai dengan baik.
Telah banyak upaya yang dilakukan oleh KKP dalam rangka meningkatkan tingkat
konsumsi ikan
di Indonesia,
salah satunya
adalah pelaksanaan
Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan Gemarikan di seluruh wilayah Indonesia, baik
melalui safari, kampanye, talkshow, pembuatan dan penayangan iklan layanan
masyarakat, penyelenggaraan
lomba masak
serba ikan
sampai kepada
kerjasama dengan instansi lain dalam rangka akselerasi Gemarikan. Untuk mengetahui sejauh mana pemerintah, dalam hal ini KKP, dapat
memenuhi kebutuhan konsumsi ikan penduduk Indonesia setelah periode 2010 serta melihat bagaimana prospek produk perikanan pada akhir tahun 2014 nanti,
berikut akan dilakukan proyeksi permintaan ikan tahun 2011 sampai tahun 2014. Proyeksi
dilakukan berdasarkan
pada persamaan
51 dengan
mempertimbangkan elastisitas harga untuk masing-masing kelompok ikan dan golongan
pendapatan, elastisitas
pendapatan, pertumbuhan
harga dan
pertumbuhan pendapatan. Nilai elastisitas harga dan elastisitas pendapatan
yang digunakan adalah nilai elastisitas hasil analisis yang tercantum pada Tabel 37 dan Tabel 38 pada Bab VII, sedangkan konsumsi awal yang digunakan
adalah konsumsi tahun 2008 sebesar 28 kgkaptahun. Pertumbuhan harga p
dan pertumbuhan pendapatan y yang digunakan pada proyeksi didasarkan pada angka indeks BPS yaitu sebesar 3 persen dan 5 persen.
Namun, untuk melihat sejauh mana pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan, dilakukan simulasi
dengan kombinasi p sebesar 2 dan 3 persen serta y sebesar 5 dan 6 persen, yaitu:
1. p=2 persen dan y=5 persen
2. p=2 persen dan y=6 persen
3. p=3 persen dan y=5 persen
4. p=3 persen dan y=6 persen
Angka proyeksi konsumsi ikan tahun 2009 sampai tahun 2014 berdasarkan skenario seperti tersebut di atas disajikan pada Tabel 43.
Tabel 43. Proyeksi Rata-rata Konsumsi Ikan Tahun 2009-2014 pada Berbagai Laju Pertumbuhan Pendapatan y dan Laju Pertumbuhan Harga p
Dengan membandingkan nilai hasil proyeksi dengan nilai aktual, terlihat bahwa skenario ke-3 dengan laju pertumbuhan pendapatan y=5 persen dan laju
pertumbuhan harga p=3 persen yang riil terjadi pada saat ini merupakan skenario terbaik karena menghasilkan persentase kesalahan relatif
MAPE, akar kuadrat tengah galat RMSE maupun persentase akar kuadrat tengah galat
RMSPE yang paling kecil, yaitu berturut-turut sebesar
2.5 persen, 0.50, dan 1.82 persen. Pada skenario ini terlihat tingkat konsumsi ikan per kapita penduduk
Indonesia akan mengalami kenaikan dengan laju rata-rata sekitar 4.3 persen per tahun. Jika hasil proyeksi ini dikaitkan
dikaitkan dengan program pemerintah yang mentargetkan tingkat konsumsi ikan sebesar 38 kgkapita pada tahun
2014 tampaknya hal tersebut belum dapat dicapai atau masih di bawah target, karena nilai proyeksi menunjukkan tingkat konsumsi tahun 2014 baru sekitar
Tahun Proyeksi
Nilai Aktual
Skenario 1 p=2, y=5
Skenario 2 p=2, y=6
Skenario 3 p=3, y=5
Skenario 4 p=3, =6
2009 29.90
29.45 29.85
29.19 29.58
2010 30.47
31.00 31.86
30.44 31.29
2011 32.67
34.04 31.78
33.13 2012
34.44 36.42
33.21 35.12
2013 36.35
39.00 34.72
37.28 2014
38.39 41.82
36.33 39.61
Rata-rata Laju Pertumbuhan
Konsumsi Ikan 5.20
6.58 4.28
5.72 Persentase
Kesalahan Relatif MAPE
1.63 2.36
1.24 1.87
Akar Kuadrat Tengah Galat RMSE
0.50 0.98
0.50 0.62
Persentase Akar Kuadrat Tengah
Galat RMSPE 3.69
6.54 1.82
4.65
36.3 kgkap, jadi terdapat kesenjangan sebesar 1.7 kgkapita. Bila diasumsikan
jumlah penduduk Indonesia adalah 240 juta jiwa, maka KKP perlu menyediakan kekurangan produksi minimal sebesar 4 juta ton ikan pada tahun 2014 nanti. Bila
laju pertumbuhan
harga tetap
3 persen
namun dengan
laju pertumbuhan
pendapatan naik menjadi 6 persen skenario 4, terlihat bahwa MAPE meningkat menjadi 1.87 persen, RMSPE menjadi 4.65 persen, dan RMSE menjadi 0.62.
Pada skenario ini diperkirakan tingkat konsumsi ikan akan naik dengan laju sekitar 5.7 persen per tahun, dan pada tahun 2014 tingkat konsumsinya adalah
sebesar 39.6 kgkapita, artinya bahwa target pemerintah dapat terlampui. Bila laju pertumbuhan harga p turun menjadi 2 persen sedangkan laju
pertumbuhan pendapatan tetap 5 persen skenario 1, terlihat hasil proyeksi yang diperoleh lebih baik daripada skenario 6, seperti terlihat dari nilai MAPE menjadi
1.63 persen, RMSE 0.5, dan RMSPE menjadi 3.69 persen. Pada skenario ini
terlihat bahwa tingkat konsumsi ikan akan terpacu naik dengan laju sekitar 5.2 persen per tahun, dan pada tahun 2014 tingkat konsumsinya sebesar sekitar
38.39 kgkapita atau target tingkat konsumsi sebesar 38 kgkap dapat dicapai. Sedangkan bila laju pertumbuhan harga tetap 2 persen namun dengan laju
pertumbuhan pendapatan naik menjadi 6 persen skenario 2, hasil yang didapat terlihat overestimated dibandingkan nilai aktual dengan MAPE yang lebih besar
yaitu 2.36 persen, RMSPE menjadi 6.54 persen, dan RMSE menjadi 0.98. Pada skenario ini diperkirakan tingkat konsumsi ikan akan naik dengan laju sekitar
6.58 persen per tahun, dan pada tahun 2014 tingkat konsumsinya adalah sebesar 41.82 kgkapita.
Berdasarkan hasil
proyeksi pada
enam skenario
di atas
dapat disimpulkan bahwa upaya menekan laju pertumbuhan harga akan mendapatkan
hasil yang
lebih baik
daripada upaya
memacu peningkatan
pertumbuhan pendapatan. Dari bab sebelumnya diketahui bahwa konsumsi ikan penduduk
Indonesia didominasi
oleh konsumsi
ikan segar,
namun hasil
perhitungan elastisitas menunjukkan bahwa ikan segar tidak elastis terhadap perubahan
harga maupun pendapatan, sedangkan produksi ikan segar sangat melimpah. Berdasarkan teori ekonomi hal tersebut tentunya akan menyebabkan harga ikan
segar turun
namun kenaikan
permintaan lebih
lambat, sehingga
target peningkatan konsumsi tahun 2014 tidak tercapai.
Dengan asumsi elastisitas harga dan pendapatan tetap, maka target tingkat konsumsi ikan sebesar 38
kgkapita pada
tahun 2014
harus diikuti
dengan upaya
menekan laju
pertumbuhan harga menjadi sekitar 2 persen. Banyak kendala untuk mewujudkan hal tersebut, hal ini dikarenakan
jumlah penduduk
Indonesia yang
cukup besar
dan tingkat
pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi sedangkan kapasitas dan kualitas sumberdaya
perikanan bisa menurun akibat kerusakan lingkungan dan over fishing. Kondisi tersebut
dapat berakibat
pada ketersediaan
produk perikanan
yang tidak
mencukupi untuk kebutuhan domestik walaupun pasokan untuk dalam negeri dapat terpenuhi namun dalam jangka panjang upaya tersebut kemungkinan
besar sangat sulit tercapai. Bila melihat kembali potensi produksi perikanan yang tersedia dengan
sangat melimpah, maka berdasarkan skenario ke-3 target pemerintah bisa saja tercapai. Selain kampanye Gemarikan perlu terus dilakukan, kegiatan lain untuk
memacu wilayah-wilayah dengan tingkat konsumsi ikan yang sangat rendah dalam rangka mendukung pencapaian peningkatan konsumsi ikan antara lain
yang dilakukan adalah 1 Memfasilitasi kegiatan promosi produk perikanan di seluruh wilayah Indonesia, 2 Pengembangan jaringan dan distribusi pemasaran
hasil perikanan dalam bingkai sistem logistik nasional, 3 Inisiasi dan fasilitasi kerjasama pemasaran hasil perikanan dengan cara mempertemukan produsen
dengan konsumen besar, 4 Memfasilitasi pemasaran hasil perikanan berbasis
web, 5 Optimasi dan pengembangan sarana dan prasarana pemasaran hasil perikanan hingga ke sentra-sentra konsumen untuk mendukung ketersediaan
ikan dan produk perikanan secara saniter dan higienis, 6 Penguatan dan pengembangan kelembagaan pemasaran hasil perikanan di pasar dalam negeri
dalam bentuk fasilitasi pertemuan dan pembinaan serta pembimbingan melalui kunjungan kerja maupun kunjungan lapangan, serta 7 Memperkuat data, analisa
dan sistem informasi pemasaran hasil perikanan di pasar dalam negeri melalui analisa komoditas perikanan utama, penyusunan Harga Patokan Ikan HPI
untuk penentuan besaran Pungutan Hasil Perikanan PHP, pengembangan data dan
informasi melalui
penerbitan Warta
Pasar Ikan
cetak dan
elektronik, diseminasi harga ikan di radio dan pertemuan petugas informasi pasar.