Kandungan Protein Hewani Asal Ikan

sedangkan ikan air tawar banyak mengandung karbohidrat. Ikan laut memiliki kandungan yodium tinggi yang bisa mencapai 830 mikro gram per kilogram. Berbeda dengan daging yang hanya 50 mikro gram dan telur 93 mikrogram. Selain itu, ikan laut mengandung omega-3 yang bermanfaat menurunkan kadar kolestrol dalam darah. Jadi, sering mengkonsumsi ikan laut dapat membantu mencegah terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung. Asam lemak omega-3 dan omega-6 pada ikan juga dapat meningkatkan kecerdasan serta membantu ibu hamil dalam membentuk otot janin. Di samping itu hasil laut mempunyai keunggulan komparatif terhadap sumber protein lainnya, diantaranya karena tingginya kandungan asam lemak tak jenuh yang khas ada di hasil laut seperti EPA eicosapentanoic acid dan DHA dekosahecsanoic acid. Kandungan DHA dan EPA pada beberapa produk ikan tercantum pada Tabel 8. Tabel 8. Kandungan DHA dan EPA pada ikan olahan gram100 gram yang dapat dimakan. Sumber: Suzuki 2004 dalam Bappenas 2008 EPA berperan pada penurunan kandungan kolestrol dan trigliserida dalam darah, mencegah penyakit trombosis seperti myocardial infraction dan cerebral infraction, sedangkan DHA brperan penting bagi pertumbuhan synapsis sel-sel otak dan menstabilkan emosi. Jenis Produk Kandungan DHA Kandungan EPA Hati ikan monkfish 3.65 2.32 Ikan tengiri kalengan 2.37 1.72 Telur ikan salmon asin 2.17 1.90 Ikan tengiri asin 2.16 1.55 Ikan sarden kering besar 2.12 2.26 Ikan sarden kaleng kecil 1.61 1.06 Belut panggang 1.49 0.86 Ikan saury kering 1.20 0.73 Ikan mackerel kering 1.16 0.46 Minyak hati ikan laut juga menjadi sumber vitamin A dan D. Vitamin A yang ada dalam minyak ikan termasuk yang mudah diserap. Dengan memberikan minyak hati ikan pada balita maka kebutuhan vitamin A dan D akan tercukupi. Sebagai tambahan, ikan laut juga banyak mengandung flour. Pada anak-anak yang cukup mendapat flour di dalam makanannya membuat giginya lebih sehat. Oleh karena itu, jarang ditemui anak sakit gigi yang tinggal di pantai karena mereka banyak mengkonsumsi ikan laut Nurcahyo, 2007. Sedangkan daging dan telur mempunyai kandungan lemak jenuh tinggi sehingga dapat menimbulkan arterosklerosis dan dapat menyebabkan serangan penyakit jantung. Di Jepang ditemukan angka penderita penyakit jantung yang rendah karena penduduknya banyak mengkonsumsi ikan laut. Selain itu, kandungan protein sangat diperlukan sebagai pembentuk jaringan baru. Kekurangan asupan protein dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan serta tidak optimalnya pertumbuhan jaringan tubuh dan jaringan pembentuk otak.

2.2. Ketersediaan Produk Perikanan

Ketersediaan produk perikanan secara umum berasal dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Perikanan tangkap terdiri atas perikanan laut dan perairan umum. Sedangkan perikanan budidaya terdiri atas budidaya laut, tambak, kolam, keramba, jaring apung, dan sawah. Selama ini, produksi perikanan masih didominasi oleh perikanan tangkap perikanan laut dengan produksi lebih dari 4 juta ton per tahun dan pertumbuhan produksi sekitar 4 per tahun. Sedangkan perikanan budidaya baru menghasilkan produksi sekitar satu juta ton per tahun, namun menunjukkan kecenderungan peningkatan yang cukup besar dari tahun ke tahun Gambar 1. P ro duk si r ib ut on 12000 10000 8000 6000 4000 2000 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun Total Per. Laut Per. Umum Per. Budidaya Gambar 1. Perkembangan Produksi Perikanan Indonesia Menurut Kategori Perikanan Tangkap Laut, Perikanan Tangkap Perairan Umum dan Perikanan Budidaya, 2002-2009 ribu ton. Sumber: Statistik Kelautan dan Perikanan, 2010. Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa pertumbuhan total produksi perikanan periode tahun 2002-2009 terus mengalami peningkatan. Pada periode 2002-2005 pertumbuhannya sekitar 6 per tahun, namun periode 2005-2009 pertumbuhannya mencapai sekitar 10 per tahun. Perikanan laut dan perairan umum pertumbuhannya cenderung stabil dari tahun ke tahun, sedangkan perikanan budidaya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, yaitu lebih dari 20 per tahun. Pasokan untuk konsumsi domestik dipengaruhi oleh produksi dalam negeri, volume ekspor dan volume impor. Total volume ekspor produk perikanan Indonesia pada tahun 2008 mencapai 911.674 ton dengan nilai sebesar USD 2.7 milyar. Sebagian besar ekspor produk perikanan Indonesia dalam bentuk produk pangan. Hal yang menarik, udang mempunyai kontribusi sebesar 19 dari total volume ekspor, tetapi menyumbang sebesar 43 dari nilai ekspor. Sedangkan tuna tidak bersifat ekstrim seperti udang, dimana kontribusi dalam volume ekspor sebesar 14 dan sumbangan terhadap nilai ekspor juga sekitar sebesar 13 dari seluruh ekspor produk perikanan. Perkembangan ekspor produk perikanan Indonesia tahun 2002-2009 dapat dilihat pada Tabel 9 berikut. Tabel 9. Perkembangan Ekspor Produk Perikanan Indonesia Menurut Kelompok Jenis Komoditas Tahun 2002-2008. Sumber: Statistik Perikanan dan Kelautan 2009 Berdasar tabel tersebut terlihat bahwa nilai ekspor produk perikanan Indonesia didominasi oleh komoditas udang. Namun demikian, dilihat perkembangannya, nilai ekspor rata-rata meningkat sebesar 5 per tahun pada periode tersebut, baik dalam volume maupun nilai ekspornya. Impor produk perikanan ke Indonesia pada tahun 2008, mencapai 274.571 ton dengan nilai sebesar USD 260 juta. Produk impor tersebut terdiri atas tepung ikan, ikan segarbeku, serta produk lainnya pastajelly, minyak ikan, dan lain-lain. Perkembangan impor produk perikanan tahun 2002-2008 dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini. KOMODITAS Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Volume Ton 565739 857783 907970 857922 926478 854329 911674 Udang 124765 137636 142135 153906 169329 157545 170583 Tunatongkol cakalang 92797 117092 94221 91631 91822 121316 130056 Ikan lainnya 236937 470045 515834 428395 493540 393679 424401 Kepiting 11226 12041 20903 18593 17905 21510 20713 Lainnya 100014 120971 134877 165397 153881 160279 165921 Nilai 1000 USD 1570353 1643542 1784010 1913305 2103471 2258920 269968 3 Udang 836563 850222 892479 948130 1115963 1029935 116529 3 Tunatongkol cakalang 212426 213179 243938 246303 250567 304348 347189 Ikan lainnya 297827 341494 357022 366414 449812 568420 734392 Kepiting 90349 91918 14355 130905 134825 179189 214319 Lainnya 133188 146730 156216 221553 152305 177028 238490 Tabel 10. Perkembangan Impor Produk Perikanan Menurut Kelompok Jenis Komoditas Tahun 2002-2008. Sumber: Statistik Perikanan dan Kelautan 2009 Meskipun pada periode 2005-2009 tersebut, volume maupun nilai impor produk perikanan terlihat berfluktuasi, namun secara rata pertumbuhannya meningkat sebesar 18 per tahun. Volume dan nilai impor terbesar adalah berupa tepung ikan dan produk lainnya, sedangkan ikan segarbeku paling kecil. Berdasarkan Tabel 9 dan Tabel 10 di atas, terlihat bahwa nilai ekspor produk perikanan jauh lebih besar dibandingkan nilai impornya. Hal ini menunjukkan bahwa produk perikanan memberikan sumbangan yang nyata terhadap kebutuhan dalam negeri maupun devisa dari ekspornya. Dengan kata lain, produk perikanan sangat berpotensi dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun permintaan negara lain.

2.3. Konsumsi Produk Perikanan

Aspek konsumsi merupakan salah satu subsistem dalam sistem ketahanan pangan yang berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, keamanan KOMODITAS Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Volume Ton 124010 107769 136040 151008 184240 145227 274571 Tepung ikan 61301 47746 69259 82788 88852 55685 67596 Ikan segarbeku 18920 24788 22585 18958 36393 42891 83558 Lainnya 43789 35235 44196 49262 58996 46651 123417 Nilai 1000 USD 92312 90789 154032 126960 165720 142750 259976 Tepung ikan 36628 29508 44656 54953 76527 49923 42401 Ikan segarbeku 12278 26103 17831 16760 23616 27576 71169 Lainnya 43406 35178 91547 55247 65577 65250 146406 dan kehalalan, di samping juga efisiensi untuk mencegah pemborosan. Kinerja subsistem konsumsi tercermin dalam pola konsumsi masyarakat di tingkat rumahtangga. Pola konsumsi rumahtangga merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumahtanggakeluarga. Selama ini berkembang pengertian bahwa besar kecilnya proporsi pengeluaran untuk konsumsi makanan terhadap seluruh pengeluaran rumahtangga dapat memberikan gambaran kesejahteraan rumahtangga tersebut. Rumahtangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk konsumsi makanan mengindikasikan rumahtangga yang berpenghasilan rendah. Makin tinggi tingkat penghasilan rumahtangga, makin kecil proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh pengeluaran rumahtangga. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa suatu rumahtanggakeluarga akan semakin sejahtera bila persentase pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dibandingkan persentase pengeluaran untuk non makanan. Lebih lanjut, tingkat kesejahteraan dianggap tinggi apabila proporsi pengeluaran pangan hewani relatif besar terhadap total pengeluaran pangan. Masyarakat perdesaan umumnya lebih memberikan prioritas alokasi anggaran untuk kelompok pangan nabati, sementara masyarakat perkotaan memiliki alokasi pengeluaran yang lebih besar untuk produk pangan hewani. Proporsi pengeluaran pangan dan non pangan di Indonesia menurut wilayah desa dan kota berdasarkan data SUSENAS 2002, 2005 dan 2008 dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini.