Selanjutnya, untuk
melihat variasi
antar pulau,
dilakukan penggabungan
beberapa wilayah dalam satu wilayah kepulauan sebagai berikut: 1.
Sumatera, meliputi wilayah Aceh, Sumatera Utara Sumut, Sumatera Barat Sumbar, Riau, Jambi, Sumatera Selatan Sumsel, Bengkulu,
Lampung, Bangka Belitung Babel, dan Kepulauan Riau Kepri 2.
Jawa, meliputi wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, dan Banten
3. Bali dan Nusa Tenggara, meliputi wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat
NTB dan Nusa Tenggara Timut NTT 4.
Kalimantan, meliputi
wilayah Kalimantan
Barat Kalbar,
Kalimantan Tengah Kalteng, Kalimantan Selatan Kalsel, dan Kalimantan Timur
Kaltim 5.
Sulawesi, meliputi wilayah Sulawesi Utara Sulut, Sulawesi Tengah Sulsel, Sulawesi Selatan Sulsel, Sulawesi Tenggara Sultra, Sulawesi
Barat Sulbar dan Gorontalo 6.
Maluku, meliputi wilayah Maluku dan Maluku Utara 7.
Papua, meliputi wilayah Papua dan Papua Barat Uji kehomogenan ragam jumlah konsumsi dan pengeluaran di masing-masing
propinsi disajikan pada Lampiran 11.
5.3. Metode Analisis
5.3.1. Analisis Deskriptif
Langkah ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran umum dari pola konsumsi rumahtangga untuk empat kelompok jenis ikan yang dianalisis.
Ada tiga jenis analisis yang dilakukan yaitu tingkat partisipasi konsumsi ikan, tingkat
konsumsi ikan, tingkat harga serta pola pengeluaran ikan.
Tingkat partisipasi konsumsi menunjukkan persentase responden yang mengkonsumsi kelompokjenis ikan tertentu terhadap jumlah reponden dan
dinyatakan dalam persen. Tingkat konsumsi menunjukkan jumlah ikankelompok ikan yang dikonsumsi seminggu yang lalu yang dikonversikan dalam satuan
kilogram per kapita per tahun. Tingkat harga didekati dengan membagi antara
nilai pengeluaran
dengan jumlah
konsumsi. Tingkat
pengeluaran ikan
menunjukkan jumlah
pendapatan yang
dibelanjakan untuk
pembelian ikankelompok ikan yang dikonversikan dalam satuan Rupiah per kapita per
bulan. Cara eksplorasi dilakukan dengan penyajian ringkasan angka dalam
bentuk tabel serta dalam bentuk grafik. Dengan cara ini diharapkan sejumlah
informasi penting dari data yang diperoleh dapat ditangkap dengan lebih cepat dan mudah.
5.3.2. Perumusan dan Pendugaan Model
Langkah awal yang dilakukan dalam analisis adalah formulasi model. Menurut Koutsoyiannis 1978 ada tiga tahapan yang perlu dilakukan dalam
formulasi model yaitu 1 penentuan peubah bebas dan peubah tak bebas, 2 penentuan suatu harapan yang bersifat apriori mengenai tanda dan ukuran dari
parameter yang diduga, dan 3 menentukan bentuk hubungan matematis dari model.
Selanjutnya dalam memilih model sistem persamaan permintaan harus diperhatikan 1 sistem permintaan harus konsisten dengan teori permintaan
konsumen, 2 persamaan tersebut harus fleksibel dalam ruang parameter, sederhana, dan sesuai dengan kondisi yang diteliti, serta 3 struktur teori dari
model persamaan dugaan harus mampu menbangun hubungan yang konsisten antara permintaan pasar dan sistem permintaan individual.
Pada studi konsumsi permintaan dengan data cross-section sering dihadapkan pada masalah heteroskedastisitas. Hal ini terjadi karena pada fungsi
tersebut besarnya permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh besarnya pendapatan.
Sedangkan semakin besar pendapatan yang diperoleh, semakin banyak alternatif untuk menggunakan pendapatan tersebut.
Dengan kata lain, semakin
tinggi tingkat
pendapatan semakin
beragam pengeluaran
untuk konsumsi Gujarati, 1986.
Oleh karena itu, untuk membuat model yang dapat menggambarkan fenomena real, tidak cukup dengan persamaan tunggal, tetapi
harus dipandang sebagai suatu sistem dan metode pendugaan yang digunakan juga harus merupakan metode sistem.
Dalam penelitian ini penggunaan model didasarkan pula pada asumsi bahwa konsumen akan mengalokasikan pendapatannya untuk barang-barang
konsumsi secara bertahap. Pada tahap pertama konsumen mengalokasikan
pendapatannya untuk pengeluaran makanan dan bukan makanan. Tahap kedua konsumen
mengalokasikan porsi
pengeluaran untuk
makanan ke
dalam kelompok ikan dan bukan ikan.
Sedangkan tahap ketiga adalah konsumen mengalokasikan porsi pengeluaran ikan berdasarkan empat jenis kelompok ikan
yang dianalisis. Tahapan tersebut dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 15.
Total pengeluaran
Pengeluaran pangan Pengeluaran non-pangan
Ikan Bukan Ikan
Ikan segar Udangcumi
lainnya segar Ikan
awetan Udangcumi
lainnya awetan
Gambar 15. Diagram Alokasi Pengeluaran Rumahtangga
Pada tahap pertama, model yang digunakan adalah: LogM
= +
Log P
f
+
1
LnX +
2
[LnX]
2
+
1
Z
1
+
1
D
1
+
2
D
2
+
3
D
3
+
4
D
4
+
5
D
5
+
6
D
6
+
7
D
7
+ 52
dimana M : pengeluaran rumahtangga untuk bahan pangan Rpkapbulan
P
f
: indeks harga pangan X : total pengeluaran rumahtangga Rpkapbulan
Z
1
: jumlah anggota keluarga
D
1
D
2
D
3
D
4
D
5
D
6
D
7
1,untuk wilayah perkotaan 0,untuk wilayah perdesaan
1,untuk wilayah Sumatera 0,untuk wilayah lainnya
1,untuk wilayah Jawa 0,untuk wilayah lainnya
1,untuk wilayah Bali - Nusa Tenggara 0,untuk wilayah lainnya
1,untuk wilayah Kalimantan 0,untuk wilayah lainnya
1,untuk wilayah Sulawesi 0,untuk wilayah lainnya
1,untuk wilayah Maluku 0,untuk wilayah lainnya
parameter yang akan diduga : komponen acak
Pada tahap kedua, fungsi permintaan untuk ikan adalah sebagai berikut:
F= ’ +
1
’ LogP
1
+
2
’ LogP
2
+
1
LogM +
1
[LogM]
2
+
1
Z
1
+
1
D
1
+
2
D
2
+
3
D
3
+
4
D
4
+
5
D
5
+
6
D
6
+
7
D
7
+ ..................
53 dimana
F : adalah pengeluaran untuk ikan Rpkapbulan
P
1
: indeks harga ikan P
2
: indeks harga bukan ikan M : pengeluaran rumahtangga untuk pangan Rpkapbulan
Z
1
: jumlah anggota keluarga
D
1
D
2
D
3
D
4
D
5
D
6
D
7
1,untuk wilayah perkotaan 0,untuk wilayah perdesaan
1,untuk wilayah Sumatera 0,untuk wilayah lainnya
1,untuk wilayah Jawa 0,untuk wilayah lainnya
1,untuk wilayah Bali - Nusa Tenggara 0,untuk wilayah lainnya
1,untuk wilayah Kalimantan 0,untuk wilayah lainnya
1,untuk wilayah Sulawesi 0,untuk wilayah lainnya
1,untuk wilayah Maluku 0,untuk wilayah lainnya
parameter yang akan diduga : komponen acak