Tingkat Harga Analysis of demand for fish in indonesia a cross sectional study

dikonsumsi oleh rumahtangga di perkotaan, sedangkan ikan lele lebih banyak dikonsumsioleh rumahtangga di perdesaan. Tabel 26. Harga, Standar Deviasi, dan Koefisien Keragaman Setiap Jenis Ikan Segar Berdasarkan Susenas Tahun 2008 Sumber: Susenas 2008, diolah Bila dilihat variasi harganya, terlihat bahwa variasi harga ikan segar secara keseluruhan tidak terlalu tajam. Namun demikian variasi harga ikan baronang adalah yang paling besar dibandingkan dengan jenis ikan lainnya. Sedangkan variasi harga yang paling rendah adalah harga ikan mas dan ikan lele.

6.3.2. Harga Udang Segar

Tabel 27 menyajikan harga beberapa spesies udang segar. Terlihat bahwa secara umum harga udang segar adalah yang paling mahal, diikuti oleh harga cumi-cumisotong, ketamkepitingrajungan, udanghewan air lainnya, dan yang paling murah adalah jenis kerangsiput. Kode Jenis Ikan Harga Rpkg Standar Deviasi Koefisien Keragaman q021 ikan ekor kuning 9.167 10.833 6,64 q022 ikan tongkoltunacakalang 8.268 20.673 2,42 q023 ikan tenggiri 13.000 11.400 8,69 q024 ikan selar 8.538 14.168 4,16 q025 ikan kembung 9.857 20.597 2,86 q026 ikan teri 10.833 16.249 5,89 q027 ikan bandeng 9.000 15.440 3,32 q028 ikan gabus 10.857 12.144 5,54 q029 ikan mujair 8.125 14.520 3,42 q030 ikan mas 9.533 12.166 4,60 q031 ikan lele 8.857 11.396 4,32 q032 ikan kakap 10.333 7.734 10,45 q033 ikan baronang 11.000 5.326 17,52 q034 ikan lainnya 7.492 22.582 2,32 Yang perlu dicatat adalah bahwa meskipun harga udang segar paling tergolong mahal, namun tetap digemari oleh rumahtangga di berbagai wilayah di Indonesia dari kelompok udanghewan air lain yang segar. Hal ini tercermin dari tingkat partisipasi dan tingkat konsumsi yang telah diuraikan di atas. Variasi harga kelompok udanghewan air lain yang segar ini tidak terlalu besar, namun variasi harga jenis udang segar dan kerangsiput paling besar. Tabel 27. Harga, Standar Deviasi dan Koefisien Keragaman Setiap Jenis Udang Segar Berdasarkan Susenas Tahun 2008 Sumber: Susenas 2008, diolah

6.3.3. Harga Ikan Awetan

Secara umum, kelompok jenis ikan awetan adalah kelompok paling mahal diantara kelompok lainnya. Tabel 28 menyajikan harga dan standar deviasi beberapa spesies ikan awetan. Terlihat bahwa harga ikan awetan hasil tangkapan dari laut yang tergolong mahal adalah ikan tengiri dan ikan teri; sedangkan harga ikan air tawar yang tergolong mahal adalah ikan sepat dan ikan gabus. Kode Jenis Ikan Harga Rpkg Standar Deviasi Koefisien Keragaman q035 udang 17.455 31.445 3,84 q036 cumi-cumisotong 16.500 15.886 7,22 q037 ketamkepitingrajungan 14.000 6.003 15,47 q038 kerangsiput 6.333 6.669 13,21 q039 udanghewan air lainnya 6.000 4.568 23,64 Tabel 28. Harga, Standar Deviasi, dan Koefisien Keragaman Setiap Jenis Ikan Awetan Berdasarkan Susenas Tahun 2008 Sumber: Susenas 2008, diolah Harga ikan tongkoltunacakalang awetan yang merupakan ikan hasil tangkapan dari laut termasuk jenis ikan yang paling murah harganya. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa jenis ikan ini termasuk banyak dikonsumsi oleh rumahtangga Indonesia, seperti terlihat dari angka partisipasi dan tingkat konsumsinya. Yang perlu dicatat adalah bahwa jenis ikan teri awetan yang paling banyak dikonsumsi oleh rumahtangga Indonesia harganya cukup mahal, jauh lebih mahal daripada ikan tongkoltunacakalang. Jenis ikan ini lebih banyak dikonsumsi oleh rumahtangga di perkotaan, termasuk jenis ikan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya konsumsi ikan teri ini bukan disebabkan oleh faktor harga, namun lebih kepada faktor preferensi. Seperti halnya jenis ikan segar, ada beberapa jenis ikan awetan seperti ikan jambal roti yang mungkin banyak dikonsumsi oleh rumahtangga Indonesia namun tidak tercantum dalam penggolongan jenis ikan awetan, sehingga dimasukkan ke dalam golongan jenis ikan lainnya. Harga jenis ikan lain ini relatif lebih mahal dari ikan Kode Jenis Ikan Harga Rpkg Standar Deviasi Koefisien Keragaman q040 ikan kembung peda 19.680 57.558 5,12 q041 ikan tenggiri 24.000 30.465 16,83 q042 ikan tongkoltunacakalang 13.810 40.153 5,22 q043 ikan teri 30.420 51.536 2,65 q044 ikan selar 19.290 36.712 6,93 q045 ikan sepat 27.580 52.600 5,60 q046 ikan bandeng 15.500 20.920 11,22 q047 ikan gabus 34.290 40.257 15,53 q048 ikan dalam kaleng 28.330 32.422 9,55 q049 ikan lainnya 17.570 94.743 3,80 tongkoltunacakalang. Dari jenis ikan air tawar, ikan bandeng awetan merupakan jenis ikan paling murah. Variasi harga ikan awetan terlihat lebih bervariasi daripada ikan segar dan udang segar. Variasi paling besar adalah harga ikan gabus dan ikan lainnya, sedangkan variasi paling rendah adalah harga ikan teri dan ikan sepat.

6.3.4. Harga Udang Awetan

Dari keempat kelompok jenis ikan yang dianalisis, kelompok udang awetan merupakan jenis yang paling murah. Dari kelompok ini, harga udangebi adalah yang paling mahal. Terlihat bahwa secara umum harga udang segar adalah yang paling mahal, kemudian udanghewan air lainnya, dan yang paling murah adalah jenis cumi-cumisotong. Tabel 29 menyajikan harga dan simpangan baku beberapa jenis udang segar. Dibandingkan dengan kelompok ikan lainnya, jenis udang awetan termasuk yang paling rendah tingkat partisipasi dan tingkat konsumsinya meskipun harganya murah. Tabel 29. Harga, Standar Deviasi dan Koefisien Keragaman Setiap Jenis Udang Awetan Berdasarkan Susenas Tahun 2008 Sumber: Susenas 2008, diolah Variasi harga diantara kelompok udang awetan terlihat tidak terlalu besar. Variasi terbesar adalah harga udanghewan air lainnya, dan paling rendah adalah cumi-cumisotong. Kode Jenis Ikan Harga RpKg Standar Deviasi Koefisien Keragaman q050 udang ebi 44.190 7.607 11,85 q051 cumi-cumisotong 30.000 2.497 18,92 q052 udang dan hewan air lainnya 31.570 3.354 35,72

6.4. Pola Pengeluaran

Tingkat pengeluaran untuk konsumsi merupakan salah satu cara untuk mengkaji pola konsumsi. Dengan mengenali jenis-jenis barang konsumsi dapat diketahui bahwa rumahtangga dengan tingkat pendapatan tertentu membelanjakannya dalam persentase yang tertentu pula untuk keperluan pangan. Dalam hal ini perlu diingat kembali Hukum Engel yang menyatakan bahwa bila selera tidak berubah, maka proporsi pengeluaran untuk pangan menurun dengan meningkatnya pendapatan. Engel menemukan hukum tersebut dari perangkat data survey pendapatan dan pengeluaran. Berdasarkan data Susenas tahun 2008, total pengeluaran penduduk Indonesia yang dialokasikan untuk konsumsi makanan sebesar 50.17 persen, hampir sama dengan yang dialokasikan untuk konsumsi bukan makanan yaitu 49.83 persen; dari alokasi pengeluaran untuk makanan tersebut 7.9 persen diantaranya dialokasikan untuk konsumsi ikan. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Quang 2005 tentang studi konsumsi di Vietnam, proporsi tersebut masih tergolong rendah, karena pada tahun 2002 alokasi pengeluaran penduduk Vietnam untuk konsumsi ikan mencapat 9.4 persen, dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 11.2 persen Quang, 2005; di Malaysia 19 persen tahun 20042005 Sheng et.al, 2005, di Thailand mencapai 16 persen pada tahun 1999 Plumsombun and Dey, 2003, serta di Jepang mencapai 18 persen pada tahun 1997 Chern et.al, 2003. Untuk ikan segar, pangsa pengeluaran penduduk Indonesia tertinggi digunakan untuk konsumsi ikan tongkoltunacakalang dan ikan kembung dari laut yaitu sebesar 8.85 persen dan ikan kembung sebesar 7.21 persen. Rata- rata dan pangsa pengeluaran untuk makanan, bukan makanan, ikan dan beberapa jenis ikan disajikan dalam Tabel 30 berikut. Tabel 30. Pengeluaran per Kapita per Bulan Penduduk Indonesia untuk Konsumsi Makanan, Non-makanan, dan Beberapa Jenis Ikan Berdasarkan Data Susenas Tahun 2008. Sumber: Susenas 2008 Bila dibandingkan dengan data tahun 2010, maka terlihat ada perubahan; pangsa pengeluaran untuk makanan sebesar 51.43 persen, dan pangsa pengeluaran untuk bukan makanan sebesar 48.57 persen. Yang cukup menggembirakan adalah bahwa pangsa pengeluaran ikan terhadap pengeluaran makanan meningkat menjadi 8.43 persen. Meskipun masih rendah dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara seperti Vietnam, Malaysia, Thailand, maupun Vietnam Tabel 31, namun hal ini mengindikasikan bahwa preferensi rumahtangga Indonesia terhadap komoditas ikan mulai meningkat. Meskipun banyak faktor yang mungkin mempengaruhi, seperti misalnya ketersediaan, tingkat harga, pendapatan, maupun aspek sosial budaya, pangsa pengeluaran ikan yang meningkat dapat dapat mencerminkan daya beli dan kesejahteraan yang lebih baik. Kategori Jumlah Pengeluaran Rpkapbulan Persentase Total 386 370 100 Pengeluaran Pangan 193 838 50.17 Pengeluaran Nonpangan 192 542 49.83 Ikan terhadap Total Pengeluaran Pangan 15 315 7.90 Jenis Ikan terhadap Total Pengeluaran Ikan: tongkoltunacakalang 1356 8.85 Selar 444 2.90 kembung 1104 7.21 Bandeng 820 5.35 Mujair 780 5.09 Mas 572 3.73 Lele 496 3.24 Udang 768 5.01 Tabel 31. Pangsa Pengeluaran Ikan dan Beberapa Jenis Ikan terhadap Total Pengeluaran PanganIkan di Beberapa Negara Asia Persen Sumber: Dey, 2008 Tabel 32 menyajikan pangsa pengeluaran ikan segar, udang segar, ikan awetan dan udang awetan menurut propinsi di Indonesia. Secara umum terlihat bahwa alokasi anggaran untuk ikan di Indonesia paling banyak digunakan untuk konsumsi ikan segar 55 persen dan ikan awetan 40 persen. Alokasi anggaran yang digunakan untuk konsumsi udang segar hanya 4 persen, sedangkan untuk udang awetan hanya 1 persen. Pada pangsa pengeluaran ikan segar, terlihat bahwa wilayah Maluku dan Maluku Utara serta Sulawesi Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan masih merupakan wilayah dengan pangsa pengeluaran ikan segar terbesar. Hal tersebut dapat dimaklumi karena seluruh wilayah Maluku, Sulawesi dan sebagian Sumatera merupakan wilayah dengan produksi ikan segar terbesar di Indonesia, sehingga konsumen dapat memperoleh ikan segar dengan mudah dan harga terjangkau. Dapat pula dikatakan bahwa tingginya tingkat partisipasi konsumsi pada komoditas ikan segar menunjukkan preferensi rumahtangga yang tinggi pula terhadap komoditas tersebut. Komo ditas Bangla- desh Cina India Indo- nesia Malay- sia Philip- pina Sri Lanka Thai land Viet nam Daging 12 26 6 3 15 13 14 22 20 Ikan umum 30 5 6 9 21 14 11 16 19 Ikan Laut 13 35 29 40 81 41 29 16 27 Ikan Air Tawar 71 40 62 35 7 28 69 43 68 Udang - 13 5 6 7 4 - 9 2 Ikan Awetan 2 - - 22 - 22 2 9 3 Tabel 32. Pangsa Pengeluaran Ikan Segar, Udang Segar, Ikan Awetan dan Udang Awetan Terhadap Total Pengeluaran Ikan Berdasarkan Data Susenas Tahun 2008 Sumber: Susenas 2008, diolah Propinsi Share Ikan segar Share Udang Segar Share Ikan Awetan Share Udang Awetan Aceh 0,66 0,08 0,25 0,01 Sumut 0,44 0,05 0,47 0,05 Sumbar 0,51 0,02 0,47 0,00 Riau 0,44 0,08 0,47 0,01 Jambi 0,45 0,03 0,51 0,00 Sumsel 0,55 0,02 0,43 0,00 Bengkulu 0,52 0,01 0,46 0,00 Lampung 0,47 0,02 0,51 0,00 Babel 0,69 0,10 0,20 0,01 Kepri 0,53 0,13 0,34 0,01 DKI 0,44 0,07 0,47 0,02 Jabar 0,27 0,02 0,69 0,02 Jateng 0,25 0,03 0,70 0,02 DIY 0,17 0,01 0,81 0,01 Jatim 0,34 0,05 0,61 0,01 Banten 0,46 0,04 0,48 0,03 Bali 0,27 0,03 0,70 0,00 NTB 0,46 0,05 0,49 0,01 NTT 0,49 0,02 0,50 0,00 Kalbar 0,46 0,05 0,48 0,01 Kalteng 0,61 0,04 0,34 0,00 Kalsel 0,63 0,07 0,30 0,00 Kaltim 0,63 0,09 0,27 0,00 Sulut 0,80 0,01 0,19 0,00 Sulteng 0,79 0,03 0,17 0,00 Sulsel 0,72 0,04 0,23 0,00 Sultra 0,80 0,03 0,16 0,00 Gorontalo 0,83 0,03 0,14 0,00 Sulbar 0,60 0,02 0,38 0,00 Maluku 0,86 0,02 0,11 0,00 Malut 0,83 0,01 0,16 0,00 Papua Barat 0,73 0,05 0,22 0,00 Papua 0,55 0,02 0,43 0,00 Rata-rata 0,55 0,04 0,40 0,01 Sementara itu, DI Yogyakarta masih merupakan wilayah dengan pangsa pengeluaran paling rendah diantara semua propinsi di Indonesia. Kondisi ini mencerminkan faktor ketersediaan, preferensi dan kebiasaan masyarakat di wilayah tersebut mewarnai alokasi anggaran serta tingkat konsumsi dan tingkat partisipasi ikan segar di wilayah tersebut. Strategi kebijakan untuk peningkatan konsumsi dan alokasi anggaran untuk pengeluaran ikan tentunya perlu memperhatikan faktor-faktor selain pendapatan, seperti misalnya kebiasaan masyarakat, ketersediaan produk serta aksesibilitasnya. Ketersediaan dan kebiasaan memiliki keterkaitan yang cukup erat, namun kebiasaan juga dapat diubah melalui pengembangan produk, teknik pengolahan, dan penyuluha atau promosi kepada masyarakat. Pangsa pengeluaran udang segar di seluruh wilayah Indonesia tergolong rendah yaitu kurang dari 10 persen, kecuali di Kepulauan Riau yang mencapai 13 persen. Selama ini udang merupakan komoditas perikanan yang lebih diorientasikan untuk ekspor. Udang merupakan penyumbang data devisa terbesar negara Indonesia.. Sejak tahun 2000, nilai ekspor udang Indonesia terus meningkat, namun mulai tahun 2008, permintaan ekspor udang terus menurun. Hal ini membuka peluang untuk meningkatkan konsumsi udang di dalam negeri, karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa udang segar sangat responsif terhadap perubahan harga dan pendapatan. Pangsa pengeluaran udang awetan di seluruh wilayah Indonesia merupakan yang paling rendah hanya 1 persen dibandingkan kelompok komoditas ikan segar, ikan awetan dan udang segar. Di seluruh wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua serta beberapa wilayah di Sumatera, NTT dan Bali pangsa pengeluarannya adalah nol persen. Wilayah yang paling tinggi pangsa pengeluaran untuk komoditas ini adalah Sumatera Barat, yaitu mencapai 5 persen.