Tingkat partisipasi
konsumsi produk
udanghewan air
lainnya yang
diawetkan adalah yang paling rendah di seluruh wilayah Indonesia, bahkan penduduk
di Maluku
dan Papua
bisa dikatakan
sama sekali
tidak mengkonsumsinya 0 persen. Yang paling banyakmengkonsumsi udang awetan
adalah penduduk Sumatera Barat, yaitu lebih dari 20 persen. Apabila dilihat berdasarkan wilayah perdesaan dan perkotaan, dapat
dikatakan bahwa secara umum tingkat partisipasi konsumsi penduduk perkotaan untuk produk ikan segar
80 persen lebih besar dibandingkan penduduk perdesaan 76 persen.
Ada beberapa wilayah di mana penduduk perdesaan lebih banyak yang mengkonsumsi ikan segar dibandingkan penduduk perkotaan,
yaitu di Aceh, sebagian besar Kalimantan dan Sulawesi, serta Maluku Utara. Tingkat partisipasi konsumsi ikan segar terendah ada di DI Yogyakarta, yaitu
hanya sekitar 19 untuk penduduk di wilayah perdesaan dan 22 untuk penduduk di wilayah perkotaan.
Secara umum, tingkat partisipasi konsumsi udanghewan air lain yang segar
penduduk perkotaan
18 persen
lebih besar
daripada penduduk
perdesaan 9 persen di semua propinsi di Indonesia.
Di wilayah perkotaan tingkat partisipasi tertinggi lebih dari 40 adalah wilayah Aceh, Kepulauan
Riau, dan Kalimantan Barat, sedangkan tingkat partisipasi terendah kurang dari 5 persen adalah DI Yogyakarta, Bengkulu, Sulawesi Utara, Maluku dan Maluku
Utara. Di wilayah perdesaan tingkat partisipasi tertinggi sekitar 25 adalah wilayah Aceh, Riau, Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau; sedangkan tingkat
partisipasi terendah sekitar 1 persen adalah wilayah DI Yogyakarta dan Maluku Utara.
Di perdesaan, rata-rata 50 persen penduduknya mengkonsumsi ikan
awetan. Hal ini ditunjukkan oleh tingkat partisipasi konsumsi
pada produk ikan awetan
sebesar 55 persen, lebih tinggi dibandingkan penduduk perkotaan 45
persen. Tingkat partisipasi tertinggi lebih dari 85 persen adalah wilayah Sumatra Utara, Riau, Jambi, dan Kalimantan Barat.
Terlihat pula bahwa tingkat partisipasi konsumsi ikan awetan di wilayah perdesaan Jawa Barat dan Banten
juga cukup tinggi, bahkan termasuk tinggi di Indonesia lebih dari 80 persen. Tingkat partisipasi konsumsi terendah sekitar 10 persen adalah wilayah Maluku
dan Papua. Di wilayah perkotaan, penduduk Riau, Jambi dan Jawa Barat cukup tinggi tingkat partisipasinya , yaitu lebih dari 70 persen; sedangkan terendah
kurang dari 20 adalah wilayah Maluku, Papua, dan Papua Barat. Tingkat partisipasi konsumsi produk udanghewan air lain yang diawetkan
pada penduduk perkotaan maupun perdesaan dapat dikatakan sama, yaitu sekitar 2 persen.
Tingkat partisipasi tertinggi yang paling menonjol berkisar 20
persen di wilayah perdesaan wilayah Sumatera Utara. Di wilayah perdesaan lain hanya berkisar satu sampai 3 persen, bahkan di beberapa wilayah Bengkulu,
Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat tingkat partisipasinya adalah nol persen. Di wilayah perkotaan, tingkat partisipasi
tertinggi sekitar 10 persen adalah wilayah Sumatera Utara. Di
wilayah perkotaan lain
tingkat partisipasinya
hanya berkisar 1-7
persen, bahkan
di beberapa
wilayah NTT,
Sulawesi Tengah,
Gorontalo, Sulawesi
Barat, Maluku,
Maluku Utara,
dan Papua
tingkat partisipasi
konsumsinya adalah nol. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk di wilayah
tersebut sama sekali tidak mengkonsumsi udang awetan.
6.1.1. Tingkat Partisipasi Konsumsi Ikan Segar
Berdasarkan habitatnya, jenis ikan dapat dibedakan menjadi ikan dari laut dan ikan dari perairan di darat.
Ikan juga dapat dikelompokkan berdasarkan upaya
memperoleh ikan
tersebut seperti penangkapan
langsung dan
hasil
pembudidayaan. Pada umumnya jenis-jenis ikan dari laut dilakukan dengan penangkapan langsung di laut, sedangkan ikan dari perairan di darat biasanya
disebut juga sebagai ikan air tawar diperoleh dengan menangkap dari alam
atau ikan yang dibudidayakan. Sumberdaya
ikan laut
sendiri dapat
dikelompokkan ke
dalam tiga
kelompok besar, yaitu ikan pelagis kecil misalnya ikan layang, ikan kembung, ikan selar, sardin, ikan pelagis besar antara lain ikan tongkol, ikan tuna,
cakalang, dan ikan demersal misalnya ikan kakap merah, bawal, kerapu, baronang, ekor kuning, dan lain-lain. Sedangkan jenis ikan air tawar yang biasa
dikonsumsi adalah ikan bawal, ikan gabus, gurame, lele, mas, mujair, nila, patin, sepat, tawes, dan lain-lain.
Pengelompokan jenis ikan pada Susenas 2008 mencakup jenis-jenis ikan tersebut.
Untuk kelompok
ikan segar,
ikan laut
diwakili oleh
ikan tongkoltunacakalang, ikan kembung, ikan ekor kuning, ikan tengiri, ikan teri,
ikan selar, ikan kakap, dan ikan baronang. Sedangkan kelompok ikan air tawar diwakili oleh ikan bandeng, mujair, gabus, ikan mas, dan ikan lele. Jenis ikan lain
yang dikonsumsi tetapi tidak terdapat dalam pengelompokkan kedua jenis ikan tersebut dimasukkan dalam ikan lainnya.
Bila dilihat secara total, tingkat partisipasi konsumsi ikan segar penduduk Indonesia didominasi oleh ikan laut
dibandingkan dengan ikan air tawar dan jenis ikan lainnya. Bila dijumlahkan setiap jenis ikan,maka tingkat konsumsi ikan
laut hampir dua kali lipat dari ikan air tawar dan ikan lainnya. Yang perlu
diperhatikan adalah bahwa jumlah konsumsi jenis ikan lainnya tergolong tinggi,
hampir sama
dengan jumlah
konsumsi jenis
ikan air
tawar. Hal
ini mengindikasikan
bahwa penggolongan
jenis ikan
perlu diperbaiki,
karena beberapa jenis ikan laut maupun darat yang mungkin banyak dikonsumsi
namun tidak termasuk dalam kelompok yang sudah ada seperti misalnya ikan
kerapu dari budidaya laut, belanak dan belida dari budidaya tambak, ikan nila, patin, gurame, tawes dari budidaya kolam serta ikan bawal dari budidaya
keramba. Tingkat partisipasi konsumsi ikan hasil tangkapan dari laut, yaitu ikan
tongkoltunacakalang sekitar 20 persen, dan ikan kembung sekitar 15 persen, kemudian ikan darat yaitu ikan bandeng dan ikan mujair sekitar 10 persen. Ikan
selar dari laut dan ikan lele ikan darat juga cukup digemari oleh rumahtangga Indonesia dengan tingkat partisipasi konsumsi sekitar 5 persen Gambar 17.
Angka partisipasi konsumsi setiap jenis ikan segar di berbagai propinsi di Indonesia disajikan pada Lampiran 11.
25,00 20,00
15,00 q022
q025 q027
q029 q034
10,00 5,00
q021 q024
q023 q026
q028 q030q031
q032 0,00
q021 q022
q023 q024
q025 q026
q027 q028
q029 q030
q031 q032
q033 q034
Gambar 17. Tingkat Partisipasi Konsumsi Ikan Segar per Jenis Ikan
Berdasarkan Susenas Tahun 2008
Keterangan: q021
: Tingkat partisipasi ikan ekor kuning
q022 :
Tingkat partisipasi ikan tongkoltunacakalang q023
: Tingkat partisipasi ikan tenggiri
q024 :
Tingkat partisipasi ikan selar q025
: Tingkat partisipasi ikan kembung
q026 :
Tingkat partisipasi ikan teri q027
: Tingkat partisipasi ikan bandeng
q028 :
Tingkat partisipasi ikan gabus q029
: Tingkat partisipasi ikan mujair
q030 :
Tingkat partisipasi ikan mas q031
: Tingkat partisipasi ikan lele
q032 :
Tingkat partisipasi ikan kakap q033
: Tingkat partisipasi ikan baronang
q034 :
Tingkat partisipasi ikan lainnya
Tingkat partisipasi konsumsi ikan tongkoltunacakalang terbesar adalah propinsi Gorontalo dengan lebih dari 80 persen penduduknya mengkonsumsi
jenis ikan ini; kemudian di propinsi Maluku Utara dengan tingkat partisipasi konsumsi 77 persen, dan Sulawesi Utara dengan tingkat partisipasi 70 persen.
Tingkat partisipasi konsumsi ikan tongkoltunacakalang terendah adalah propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Yogyakarta karena hanya sekitar 3 persen
penduduknya yang mengkonsumsi ikan tongkoltunacakalang. Di propinsi Bali
dan Nusa Tenggara tingkat partisipasi konsumsi ikan tongkoltunacakalang lebih tinggi daripada di Pulau Jawa, yaitu sekitar 20 persen.
Di wilayah Sumatera tingkat
partisipasi konsumsi
ikan tongkoltunacakalang
tertinggi adalah
Acehsekitar 60 persen kemudian Sumatera Barat sekitar 30 persen. Tingkat partisipasi ikan kembung paling besar adalah wilayah Papua
Barat, Sumatera Utara dan Sulawesi Tenggara lebih dari 40 persen, kemudian DKI Jakarta dan Aceh lebih dari 35 persen, serta Kepulauan Rian, Banten dan
Kalimantan Selatan lebih dari 30 persen. Sedangkan penduduk Bengkulu, DIY dan Jawa Timur tidak banyak mengkonsumsi ikan kembung, terlihat dari angka
partisipasi konsumsi yang rendah, yaitu sekitar 1 sampai 3 persen. Ikan bandeng cukup banyak dikonsumsi oleh rumahtangga Indonesia.
Secara agregat tingkat partisipasi konsumsinya lebih dari 10 persen. Penduduk
di wilayah Sulawesi Selatan paling banyak mengkonsumsi jenis ikan ini dengan tingkat partisipasi konsumsi lebih dari 60 persen.
Penduduk wilayah Sulawesi
Barat lebih dari 30 persen mengkonsumsinya, selanjutnya adalah Kalimantan Timur,
Banten dan
Aceh dengan
tingkat partisipasi
lebih dari
25 persen.
Rumahtangga di DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur cukup banyak
mengkonsumsi ikan bandeng sekitar 15 persen, sedangkan wilayah lain kurang dari 10 persen, bahkan di beberapa wilayah kurang dari 1 persen Riau,
Bengkulu, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jambi, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Maluku dan Maluku Utara.
Tingkat partisipasi konsumsi ikan mujair secara agregat adalah sekitar 10 persen.
Bila dilihat berdasarkan wilayah, terlihat bahwa propinsi penduduk Sumatera Barat paling banyak mengkonsumsi ikan mujair ini dengan angka
partisipasi konsumsi hampir 30 persen; Aceh, Jawa Barat dan Gorontalo hampir 20 persen; Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Riau, Bengkulu, DKI Jakarta, Jawa
Timur, Banten, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan lebih dari 10 persen; sedangkan wilayah lain kurang dari 10
persen. Tingkat partisipasi terendah adalah wilayah Maluku Utara, Kalimantan
Barat, Bangka Belitung, dan Nusa Tenggara Timur dengan angka kurang dari 1 persen.
Tingkat partisipasi ikan lele, selar, ikan mas, teri dan gabus sekitar 5 persen namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan ikan kakap dan baronang
yang hanya dikonsumsi oleh sekitar 1 persen rumahtangga Indonesia.
6.1.2. Tingkat Partisipasi Udang Segar
Dalam Susenas
tahun 2008,
jenis udang
tidak dibedakan
asal penangkapannya, yaitu dari laut atau darat hasilbudidaya.
Secara umum, tingkat
partisipasi kelompok
udang segar
berdasar Susenas
tahun 2008
didominasi oleh udang segar 9 persen, kemudian cumi-cumisotong 3 persen,
dan kerangsiput 1 persen seperti terlihat pada Gambar 18. Tingkat partisipasi konsumsi kepiting dan jenis lainnya sangat rendah, yaitu kurang dari 1 persen.
Angka partisipasi kelompok udang segar di berbagai propinsi di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 12.
Tingkat partisipasi udang segar secara agregat nasional adalah sekitar 8 persen. Tingkat partisipasi konsumsi yang tertinggi lebih dari 25 persen adalah
propinsi Aceh dan Kepulauan Riau; kemudian Kalimantan Selatan, Kalimatan Timur, dan Riau sekitar 20 persen. Tingkat partisipasi terendah adalah Maluku
Utara dan Sulawesi Utara kurang dari 1 persen.
q035 9,00
8,00 7,00
6,00 5,00
q035 q036
q037 4,00
3,00 2,00
1,00 q036
q037 q038
q039 q038
q039
0,00
Gambar 18. Tingkat Partisipasi Konsumsi Kelompok Udang Segar per Jenis Berdasarkan Susenas Tahun 2008
Keterangan: q035
: Tingkat partisipasi konsumsi udang
q036 :
Tingkat partisipasi konsumsi cumi-cumisotong q037
: Tingkat partisipasi konsumsi ketamkepitingrajungan
q038 :
Tingkat partisipasi konsumsi kerangsiput q039
: Tingkat partisipasi konsumsi udanghewan air lainnya
Tingkat partisipasi konsumsi cumisotong secara nasional hanya berkisar 2 persen, namun wilayah Kepulauan Riau mencapai lebih dari 20 persen dan
Gorontalo sekitar 10 persen, jauh di atas rata-rata. Tingkat partisipasi konsumsi
cumisotong di wilayah lain hanya berkisar 1 sampai 5 persen, dan terendah adalah
tingkat partisipasi
penduduk Bengkulu,
DI Yogyakarta,
Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat dan Papua dengan angka partisipasi berkisar antara 0.1
sampai 0.7 persen. Tingkat partisipasi konsumsi kerangsiput secara nasional adalahsekitar 1
persen. Tingkat partisipasi tertinggi adalah wilayah Bangka Belitung dan Riau 6 persen, kemudian wilayah Sumatra Utara, Kep. Riau dan Sulawesi Tenggara 3
persen. Wilayah lain hanya berkisar 1 persen, bahkan penduduk di wilayah
Maluku Utara dan DI Yogyakarta bisa dikatakan tidak mengkonsumsinya. Tingkat partisipasi konsumsi kepiting dan hewan bercangkangberkulit
keras lainnya adalah yang terendah, secara agregat hanya berkisar 0.3 sampai 0.5 persen. Tingkat partisipasi konsumsi di wilayah Bangka Belitung, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Papua Barat berkisar 1 sampai 3 persen.
Tingkat partisipasi wilayah lain kurang dari 1 persen, bahkan di Sumatera Selatan dan Maluku Utara tingkat partisipasi konsumsinya adalah nol.
6.1.3. Tingkat Partisipasi Ikan Awetan
Pengelompokan jenis ikan pada Susenas 2008 mencakup jenis-jenis ikan laut,
ikan darat,
dan ikan
lainnya. Kelompok
ikan laut
diwakili oleh
ikan tongkoltunacakalang, ikan kembung, ikan ekor kuning, ikan tengiri, ikan teri,
ikan selar, ikan kakap, dan ikan baronang. Sedangkan kelompok ikan air tawar diwakili oleh ikan bandeng, mujair, gabus, ikan mas, dan ikan lele. Jenis ikan lain
yang dikonsumsi tetapi tidak terdapat dalam pengelompokkan kedua jenis ikan tersebut dimasukkan dalam ikan lainnya.
Bila dilihat secara total, tingkat partisipasi konsumsi ikan segar penduduk Indonesia didominasi oleh ikan laut
dibandingkan dengan ikan air tawar dan
jenis ikan lainnya. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah konsumsi jenis ikan lainnya tergolong
tinggi, hampir sama dengan jumlah konsumsi jenis ikan air
tawar. Hal ini mengindikasikan
bahwa penggolongan
jenis ikan
perlu diperbaiki, karena beberapa jenis ikan laut maupun darat yang diawetkan yang
mungkin banyak dikonsumsi namun tidak termasuk dalam kelompok yang sudah ada seperti misalnya ikan jambal, ikan pari, atau ikan lainnya.
25,00 20,00
15,00 q043
q049 q040
q041 q042
q043 q044
10,00 q040
q042 q045
q046 5,00
q041 q044
q045 q046
q047q048 q047
q048 q049
0,00
Gambar 19. Tingkat Partisipasi
Konsumsi Kelompok Ikan Awetan Menurut Jenis Ikan Berdasarkan Susenas Tahun 2008
Keterangan: q040
: Tingkat partisipasi konsumsi ikan kembung peda
q041 :
Tingkat partisipasi konsumsi ikan tenggiri q042
: Tingkat partisipasi konsumsi ikan tongkoltunacakalang
q043 :
Tingkat partisipasi konsumsi ikan teri q044
: Tingkat partisipasi konsumsi ikan selar
q045 :
Tingkat partisipasi konsumsi ikan sepat q046
: Tingkat partisipasi konsumsi ikan bandeng
q047 :
Tingkat partisipasi konsumsi ikan gabus q048
: Tingkat partisipasi konsumsi ikan dalam kaleng
q049 :
Tingkat partisipasi konsumsi ikan lainnya
Bila dilihat berdasarkan jenisnya, tingkat partisipasi konsumsi ikan awetan tahun 2008 didominasi oleh ikan teri lebih dari 20 persen, kemudian ikan
kembungpeda dan
tongkoltunacakalang sekitar
9 persen,
semuanya merupakan ikan hasil tangkapan dari laut. Ikan sepat dan ikan selar juga cukup
digemari oleh
rumahtangga Indonesia
dengan tingkat
partisipasi konsumsi
sekitar 5 persen Gambar 19. Angka partisipasi konsumsi setiap jenis ikan segar di berbagai propinsi di Indonesia disajikan pada Lampiran 13.
Tingkat partisipasi konsumsi ikan teri awetan terbesar adalah wilayah Sumatera yaitu Riau dan Jambi lebih dari 65 persen, kemudian Sumatera Utara
dan Sumatera Barat, Bengkulu dan Kep. Riau sekitar 50 persen. Wilayah
Kalimantan Barat
adalah satu-satunya
wilayah yang
penduduknya banyak
mengkonsumsi ikan teri awetan sekitar 45 persen. Tingkat partisipasi konsumsi ikan teri terendah adalah wilayah Maluku dan Kalimantan Tengah 1 persen.
Tingkat partisipasi konsumsi ikan tongkoltunacakalang awetan terbesar dan menonjol adalah propinsi Bali karena lebih dari
45 persen penduduknya mengkonsumsi jenis ikan ini; kemudian di propinsi Jawa Timur, Nusa Tenggara
Barat, dan Sulawesi Barat dengan tingkat partisipasi konsumsi lebih dari 20 persen, dan tingkat partisipasi konsumsi terendah kurang dari 1 persen adalah
wilayah Bangka Belitung, Kep. Riau, dan Kalimantan Barat. Tingkat partisipasi konsumsi ikan kembungpeda awetan terbesar adalah
wilayah Jawa Barat lebih dari 25 persen, kemudian wilayah Aceh, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Banten dengan angka partisipasi konsumsi
berkisar 11 sampai 15 persen. Tingkat partisipasi konsumsi terendah adalah
Sulawesi Barat nol persen dan wilayah Maluku, Maluku Utara, Bengkulu dan Bali kurang dari 1 persen.
6.1.4. Tingkat Partisipasi Udang Awetan
Tingkat partisipasi
konsumsi kelompok
udang awetan
tahun 2008
didominasi oleh jenis udangebi sekitar 2 persen, kemudian cumisotong awetan
dan hewan air lainnya hanya sekitar 0.5 persen Gambar 20. Angka partisipasi konsumsi setiap jenis udang awetan di berbagai propinsi di Indonesia disajikan
pada Lampiran 14. Tingkat partisipasi konsumsi udang awetan yang cukup menonjol adalah
wilayah Sumatera Utara sekitar 15 persen, sedangkan wilayah lain hanya sekitar 1 sampai 2 persen, bahkan penduduk di seluruh wilayah Maluku dan
Papua serta Gorontalo, Sulawesi Utara dan Sulawesi Barat sama sekali tidak ada yang mengkonsumsinya nol persen.
q050 2,00
1,80 1,60
1,40 1,20
q050 q051
1,00 0,80
q051 q052
q052 0,60
0,40 0,20
0,00
Gambar 20. Tingkat Partisipasi
Konsumsi Kelompok Udang Awetan Menurut Jenis Ikan Berdasarkan Susenas Tahun 2008
Keterangan: q050
: Tingkat partisipasi udang ebi
q051 :
Tingkat partisipasi cumi-cumisotong q052
: Tingkat partisipasi udang dan hewan air lainnya lainnya
6.2. Tingkat Konsumsi
Dalam data Susenas, konsumsi kelompok ikan selalu digolongkan ke dalam empat kelompok, yaitu ikan segar, udanghewan air yang segar, ikan
awetan, dan udanghewan lain yang diawetkan. Tingkat konsumsi yang dicatat
adalah ‘recall’ konsumsi seminggu yang lalu, kemudian dikonversikan. Tingkat
konsumsi bersama dengan tingkat partisipasi konsumsi adalah dua faktor yang secara
simultan berpengaruh
dalam upaya
meningkatkan total
konsumsi. Tingkat konsumsi masing-masing kelompok ikan dan konsumsi total di seluruh
propinsi di Indonesia yang telah dikonversikan dalam rata-rata konsumsi dalam
satuan kilogramkapitatahun disajikan pada Tabel 23. Berdasarkan
tabel tersebut
terlihat bahwa
ikan segar
memberikan kontribusi yang dominan lebih dari 80 persen terhadap konsumsi ikan total bagi
rumahtangga di seluruh wilayah Indonesia, rata-rata 23 kilogramkapitatahun dari total konsumsi ikan sebesar 28.5 kilogramkapitatahun.
Tingkat konsumsi ikan segar paling
tinggi adalah wilayah
Maluku, kemudian Sulawesi..
Hal ini dapat dimaklumi karena seluruh wilayah Maluku, Sulawesi dan sebagian Sumatera merupakan wilayah dengan produksi ikan
segar terbesar di Indonesia, sehingga konsumen dapat memperoleh ikan segar dengan mudah dan harga terjangkau. Dapat pula dikatakan bahwa tingginya
tingkat partisipasi konsumsi pada komoditas ikan segar menunjukkan preferensi rumahtangga yang tinggi pula terhadap komoditas tersebut. Tingkat konsumsi
terendah adalah
wilayah Kepulauan
Riau dan
Bali, hanya
sekitar 0.5
kiligramkapitatahun, setelah itu DKI Jakarta, yaitu sekitar 0.2 kilogramkaptahun Yang menggembirakan di sini adalah bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta DIY
yang selama
ini tingkat
konsumsinya terendah,
saat ini
telah mengalami
peningkatan walaupun
tingkat partisipasinya
tergolong rendah
19 persen.
Sebaliknya, masyarakat Kepulauan Riau tingkat partisipasi konsumsinya sangat tinggi lebih dari 90 persen namun
tingkat konsumsinya sangat rendah 19 persen.
Hal ini mengindikasikan belum meratanya preferensi masyarakat DIY
terhadap ikan, sedangkan di Kep. Riau banyak yang mengkonsumsi namun dalam jumlah yang relatif rendah.
Tingkat konsumsi udang segar yang paling tinggi yaitu mencapai lebih dari 3 kgkaptahun adalah Aceh, Kepulauan Riau
dan Papua Barat. Wilayah
lain hanya mencapai 0.2 sampai 2.8 kilogramkaptahun. Tingkat konsumsi
terendah adalah Maluku Utara dan Sulawesi Utara. Hal tersebut dapat dimaklumi karena sebagian wilayah Sumatera dan Papua Barat merupakan sentra produksi
udang segar,
sedangkan Maluku
dan Maluku
Utara bukan,
bahkan bisa
dikatakan produksi udang segar terendah. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap aksesibilitas konsumen, baik secara fisik maupun ekonomi.
Tingkat konsumsi ikan awetan rumahtangga Indonesia rata-rata hanya sekitar 2 kilogramkapitahun.
Konsumsi ikan awetan yang cukup tinggi adalah Kepulauan Riau dan Bali, mencapai 6 kilogramkaptahun, kemudian Sumutera
Utara sekitar 5 kilogramkaptahun. Tingkat konsumsi ikan awetan terendah
kurang dari 1 kgkaptahun adalah Sulawesi Tengah, Maluku, Papua, Papua Barat.
Tingkat konsumsi udang awetan yang relatif tinggi adalah masyarakat Sumatera Utara sekitar 0.4 kilogramkaptahun, kemudian Bangka Belitung dan
Riau, sekitar 0.1 kilogramkaptahun.
Tingkat konsumsi di wilayah lain sangat rendah, bahkan di wilayah Jatim, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, Maluku,
Maluku Utara, dan Papua, tingkat konsumsinya adalah nol.
Tabel 23. Rata-rata Tingkat Konsumsi Ikan Segar, Udang Segar, Ikan Awetan,
Udang Awetan dan Konsumsi Total di Berbagai Wilayah di Indonesia Tahun 2008
Kgkapitatahun
Sumber: Susenas 2008, diolah
Propinsi Ikan Segar
Udang Segar Ikan Awetan
Udang Awetan
Aceh 0,579
0,055 0,045
0,013 Sumut
0,332 0,037
0,100 0,076
Sumbar 0,323
0,010 0,055
0,005 Riau
0,315 0,063
0,074 0,018
Jambi 0,305
0,023 0,075
0,004 Sumsel
0,304 0,008
0,048 0,002
Bengkulu 0,254
0,008 0,044
0,001 Lampung
0,246 0,009
0,055 0,003
Babel 0,572
0,080 0,026
0,005 Kepri
0,507 0,120
0,043 0,009
DKI 0,212
0,027 0,022
0,017 Jabar
0,139 0,010
0,067 0,019
Jateng 0,093
0,009 0,046
0,009 DIY
0,061 0,003
0,015 0,003
Jatim 0,156
0,015 0,065
0,005 Banten
0,227 0,016
0,061 0,025
Bali 0,123
0,011 0,117
0,002 NTB
0,198 0,018
0,047 0,008
NTT 0,249
0,007 0,026
0,002 Kalbar
0,343 0,030
0,067 0,010
Kalteng 0,463
0,024 0,091
0,004 Kalsel
0,516 0,043
0,053 0,001
Kaltim 0,474
0,055 0,030
0,006 Sulut
0,601 0,004
0,028 0,001
Sulteng 0,581
0,018 0,020
0,003 Sulsel
0,633 0,026
0,047 0,012
Sultra 0,660
0,021 0,029
0,005 Gorontalo
0,686 0,018
0,020 0,002
Sulbar 0,508
0,010 0,056
0,000 Maluku
0,899 0,019
0,014 0,000
Malut 0,836
0,004 0,030
0,000 Papua Barat
0,611 0,065
0,015 0,005
Papua 0,425
0,014 0,018
0,000
Bila dilihat secara total, tingkat konsumsi udang segar dan ikan awetan masing-masing sekitar 2 kilogramkapitatahun, dan yang terkecil adalah
tingkat konsumsi udang awetan, tidak mencapai satu kilogramkapitatahun.
Secara grafis hal tersebut disajikan dalam Gambar 21.
Ikan Segar
Udang Segar
Ikan Awetan
Udang Awetan
Gambar 21. Persentase Konsumsi Ikan Segar, Udang Segar, Ikan Awetan dan
Udang Awetan di Indonesia Tahun 2008 Apabila dilihat berdasarkan wilayah perdesaan perkotaan untuk tingkat konsumsi
nasional, maka tingkat konsumsi ikan segar dan udang segar di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan.
Masyarakat perdesaan lebih menyukai ikan awetan Gambar 22.
25 20
15 10
5 Desa
Kota Ikan
segar Udang
segar Ikan awetan Udang
awetan
Gambar 22. Tingkat Konsumsi Ikan Segar, Udang Segar, Ikan Awetan dan