Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Matematika adalah salah satu bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, serta mengkomunikasikan ide-ide mengenai elemen dan kuantitas. Matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu serta dalam memajukan daya pikir manusia untuk menciptakan dan mengembangkan teknologi. Perkembangan teknologi modern yang pesat seperti sekarang ini tidak lepas dari perkembangan matematika di berbagai bidang seperti teori bilangan, aljabar, analisis, dan teori peluang. Penguasaan matematika sangat diperlukan untuk menguasai dan menciptakan teknologi baru di masa mendatang. Matematika menjadi mata pelajaran yang dibutuhkan dan perlu dikuasai oleh peserta didik. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan untuk bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif Diknas, 2006. Ini berarti bahwa tujuan umum pendidikan matematika adalah memberikan bekal kemampuan kepada peserta didik untuk dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. NCSM National Council of Supervisor Mathematics menyatakan “Belajar menyelesaikan masalah adalah alasan utama untuk mempelajari matematika”, dengan kata lain pemecahan masalah adalah sumbu dari proses pembelajaran matematika. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah bagi peserta didik merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran matematika Suherman, 2011:2. Namun, secara realita pemecahan masalah merupakan kegiatan matematika yang sangat sulit dilaksanakan baik bagi guru yang mengajarkan maupun bagi peserta didik yang mempelajarinya. Ann 2004:34-35 menyebutkan bahwa: Guru-guru matematika melaporkan bahwa ketika peserta didik diberikan masalah untuk diselesaikan, peserta didik mulai mencari solusi dari masalah tersebut, tetapi sering berhenti di tengah jalan dan berakhir tanpa jawaban. Hal ini terjadi terutama ketika masalah tersebut memerlukan lebih dari sekedar penerapan aturan atau algoritma. Ketika peserta didik diberi masalah untuk diselesaikan dan pada akhirnya mereka tidak memperoleh penyelesaian dari masalah tersebut akan menjadikan peserta didik merasa takut dan kesulitan dalam memecahkan masalah matematika. Kesulitan memecahkan masalah matematika terutama disebabkan oleh sifat khusus dari matematika yang memiliki obyek abstrak. Sifat inilah yang perlu disadari dan dicari jalan keluar sehingga peserta didik dapat memecahkan masalah matematika dengan mudah dan menyenangkan. SMA Negeri 3 Semarang merupakan SMA yang berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional RSBI di Kota Semarang. Menurut Permendiknas Nomor 78 Tahun 2009 pasal 5, proses pelaksanaan pembelajaran di sekolah bertaraf internasional menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, aktif, kreatif, efektif, menyenangkan, dan kontekstual. Selain itu, “pembelajaran mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti kejuruan menggunakan bahasa Inggris, sementara pembelajaran mata pelajaran lainnya, kecuali pelajaran bahasa asing, harus menggunakan bahasa Indonesia” Depdiknas, 2009:7. Oleh karena itu, guru mata pelajaran matematika dan IPA di SMA Negeri 3 Semarang juga diharuskan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dan memanfaatkan berbagai sumber belajar baik melalui buku- buku, informasi yang diperoleh dari internet maupun e-learning, dalam pembelajaran. Lingkaran merupakan salah satu materi yang diajarkan pada peserta didik kelas XI semester gasal. Salah satu sub materi lingkaran yang dipelajari peserta didik adalah persamaan garis singgung lingkaran. Berdasarkan wawancara dengan guru mata pelajaran Matematika SMA Negeri 3 Semarang diperoleh informasi bahwa prestasi belajar peserta didik kelas XI sudah cukup memuaskan, tetapi prestasi yang mereka capai belum optimal. Prestasi peserta didik dirasa dapat lebih optimal dari prestasi yang mereka capai sekarang, sehingga peserta didik membutuhkan dorongan belajar matematika yang lebih khususnya ketika mempelajari sub materi persamaan garis singgung lingkaran. Hal ini dikarenakan motivasi peserta didik untuk belajar masih minim, selain itu peserta didik malas ketika harus menghafal rumus-rumus matematika. Peserta didik sering lupa dengan rumus dan seringkali mereka kebingungan jika sudah dihadapkan dengan problem yang berkaitan dengan persamaan garis singgung lingkaran. Ketika motivasi peserta didik untuk belajar sudah tumbuh dan peserta didik dibiasakan untuk menyelesaikan problem yang berkaitan dengan persamaan garis singgung lingkaran, peserta didik akan menikmati bagaimana memecahkan masalah matematika yang mereka hadapi. Rasa ingin tahu untuk memecahkan masalah matematika akan semakin besar, sehingga peserta didik mulai mencintai matematika. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Yan dalam penelitiannya. Yan 2010:193 menyebutkan bahwa: Hanya beberapa peserta didik yang benar-benar dapat memahami apa yang telah mereka pelajari dan menikmati alam matematika. Mereka bisa menerima itu dari hati batin mereka. Jika mereka belajar matematika hanya karena beberapa motivasi eksternal, mereka akan drop sekali ketika motivasi tidak ada. Pembelajaran matematika seperti jenis ini berefisiensi rendah. Oleh karena itu, guru matematika yang berefisiensi tinggi tidak hanya bisa mengajarkan peserta didik bagaimana memecahkan masalah, tetapi juga bisa membuat peserta didik menikmati keindahan matematika dan mecintai matematika. Jika guru hanya mengajarkan peserta didik bagaimana memecahkan masalah sampai batas tertentu maka guru tersebut tidak berefisiensi tinggi. Kualitas pembelajaran di sekolah telah mengalami peningkatan. Guru mulai meninggalkan metode ekspositori dan telah beralih ke model pembelajaran problem based learning. Namun, penerapan model problem based learning dalam pembelajaran memiliki kelemahan. Kelemahan pembelajaran problem based learning yang diterapkan oleh guru di sekolah yaitu guru kesulitan dalam mencari permasalahan yang relevan dengan materi yang akan disampaikan kepada peserta didik, peserta didik kesulitan mengingat konsep yang sudah didapat dalam waktu yang singkat, dan ada kalanya peserta didik merasa masalah yang dihadapi sulit dipecahkan sehingga mereka enggan mencobanya sehingga prestasi belajar yang diperoleh peserta didik masih belum optimal. Salah satu model pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai pilihan alternatif untuk meningkatkan prestasi peserta didik adalah model pembelajaran Resource Based Learning. Model pembelajaran Resource Based Learning telah diimplementasikan dalam ilmu hukum oleh MacCrate dan Carnegie, MacCrate dan Carnegie menyatakan bahwa model pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan peserta didik untuk menjadi pemecah masalah yang efektif Butler, 2012:10. Oleh karena itu, model Resource Based Learning menjadi salah satu solusi dari model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika untuk mengasah kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Resource Based Learning adalah model pendidikan yang dirancang oleh instruktur, untuk secara aktif melibatkan para peserta didik dengan aneka ragam sumber belajar, baik cetak maupun non-cetak Campbell, 2002:3. Dalam pelaksanaannya, guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi peserta didik. Melalui model pembelajaran ini, pembelajaran sepenuhnya berpusat kepada peserta didik. Peserta didik diberi kebebasan memilih sumber belajar yang tepat untuk dirinya. Selain itu, peserta didik dapat menemukan dan menyimpulkan sendiri pengetahuan baru yang diperoleh sehingga peserta didik lebih terampil dalam memecahkan persoalan matematika yang dihadapi. Ketika peserta didik pasif dalam kegiatan pembelajaran, atau hanya menerima pengetahuan dari pengajar saja, ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diterimanya. Karena salah satu faktor yang menyebabkan informasi cepat dilupakan adalah faktor kelemahan otak manusia itu sendiri. Kenyataan ini sesuai dengan kata-kata mutiara yang diberikan oleh seorang filosof kenamaan dari Cina, Konfusius, dia mengatakan “Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat, saya ingat. Apa yang saya lakukan, saya paham” Zaini, 2008:xv. Ketika ada informasi yang baru, otak manusia tidak hanya sekedar menerima dan menyimpan. Akan tetapi, otak manusia akan memproses informasi tersebut sehingga dapat dicerna kemudian disimpan. Jika peserta didik diajak berdiskusi menemukan dan menyimpulkan pengetahuan baru, menyelesaikan suatu masalah, maka otak mereka akan bekerja lebih baik sehingga pembelajaran dapat terjadi dengan baik. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu diadakan penelitian tentang Keefektifan Model Resource Based Learning terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta didik pada Materi Lingkaran.

1.2 Identifikasi Masalah