bereproduksi secara seksual dan aseksual, sehingga lebih cepat dalam memperbanyak diri dan mengakibatkan jumlahnya sangat berlimpah diperairan.
4.2.2. Kepadatan Bentik Alga di Sungai Batang Toru.
Hasil perhitungan Kepadatan Bentik Alga pada masing-masing stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini:
Tabel 6. Nilai Kepadatan Indm
2
, Kepadatan Relatif dan Frekwensi Kehadiran pada Masing-Masing Stasiun Penelitian.
No Genus
stasiun 1 Stasiun 2
Stasiun 3 K
KR FK
K KR
FK K
KR FK
1 Acnanthes
27.16 0.96
33.33 80.25
3.19 88.88
234.57 6.52
66.66
2 Coconeis
54.32 1.92
33.33 29.63
1.18 44.44
62.96 1.75
66.66
3 Rhoicospenia
- -
- -
- -
9.88 0.27
22.22
4 Coscinodiscus
- -
- 4.94
0.20 11.11
9.88 0.27
22.22
5 Cyclotella
88.89 3.15
88.88 82.72
3.29 66.66
141.98 3.95
66.66
6 Melosira
108.64 3.85
88.88 93.83
3.73 88.88
119.75 3.33
77.77
7 Cymbella
225.93 8.01
100 262.96
10.46 100
392.59 10.92
66.66
8 Amphora
6.17 0.22
11.11 -
- -
22.22 0.62
66.66
9 Ephitemia
45.68 1.62
44.44 54.32
2.16 66.66
23.46 0.65
44.44
10 Denticula
32.10 1.14
33.33 64.20
2.55 100
9.88 0.27
33.33
11 Rhopalopodia
- -
- 46.91
1.87 33.33
1.23 0.03
11.11
12 Eutonia
- -
- 2.47
0.10 11.11
4.94 0.14
33.33
13 Diatoma
58.02 2.06
88.88 30.86
1.23 77.77
22.22 0.62
55.55
14 Fragillaria
214.81 7.61
100 322.22
12.82 66.66
346.91 9.65
77.77
15 Meridion
- -
- 3.70
0.15 22.22
4.94 0.14
11.11
16 Opephora
- -
- 24.69
0.98 44.44
1.23 0.03
11.11
17 Synedra
- -
- 1.23
0.05 11.11
27.16 0.76
55.55
18 Tabellaria
114.81 4.07
100 146.91
5.84 55.55
28.40 0.79
44.44
19 Gomphonema
498.77 17.67
100 260.49
10.36 100
308.64 8.59
77.77
20 Amphipleura
9.88 0.35
11.11 9.88
0.39 22.22
9.88 0.27
33.33
21 Amphipora
- -
- 22.22
0.88 55.55
3.70 0.10
11.11
22 Coloneis
- -
- 1.23
0.05 11.11
123.46 3.43
44.44
23 Frustulia
- -
- 3.70
0.15 11.11
9.88 0.27
22.22
24 Gyrosigma
53.09 1.88
55.55 55.56
2.21 88.88
7.41 0.21
33.33
25 Navicula
320.99 11.37
66.66 240.74
9.58 100
186.42 5.19
100
26 Neidium
- -
- 9.88
0.39 33.33
30.86 0.86
44.44
27 Pinnularia
108.64 3.85
88.88 65.43
2.60 66.66
54.32 1.51
66.66
28 Stauroneis
- -
- 14.81
0.59 33.33
13.58 0.38
55.55
29 Bacillaria
- -
- 2.47
0.10 22.22
16.05 0.45
22.22
Universitas Sumatera Utara
No Genus Stasiun 1
Stasiun 2 Stasiun 3
K KR
FK K
KR FK
K KR
FK
30 Nitzschia
14.81 0.52
33.33 13.58
0.54 33.33
211.11 5.87
77.77
31 Guinardia
12.35 0.44
22.22 82.72
3.29 33.33
8.64 0.24
11.11
32 Surirella
276.54 9.80
100 113.58
4.52 77.77
451.85 12.57
77.77
33 Skeletonema
8.64 0.31
33.33 16.05
0.64 55.55
- -
-
34 Dimorphococus
- -
- 1.23
0.05 11.11
6.17 0.17
11.11
35 Chaetophora
- -
- 2.47
0.10 22.22
7.41 0.21
22.22
36 Cladophora
- -
- -
- -
13.58 0.38
33.33
37 Rizoclonium
19.75 0.70
22.22 2.47
0.10 11.11
64.20 1.79
44.44
38 Coelastraum
- -
- 1.23
0.05 11.11
4.94 0.14
22.22
39 Closterium
38.27 1.36
55.55 28.40
1.13 33.33
17.28 0.48
44.44
40 Euastrum
- -
- 12.35
0.49 11.11
2.47 0.07
11.11
41 Docidium
- -
- 3.70
0.15 22.22
4.94 0.14
22.22
42 Penium
- -
- -
- -
13.58 0.38
33.33
43 Pleurotaenium
- -
- -
- -
8.64 0.24
33.33
44 Cosmarium
61.73 2.19
66.66 25.93
1.03 66.66
18.52 0.52
44.44
45 Closteriopsis
- -
- -
- -
7.41 0.21
22.22
46 Dactylococcus
- -
- -
- -
12.35 0.34
33.33
47 Desmidium
- -
- 3.70
0.15 11.11
2.47 0.07
11.11
48 Hyalotheca
- -
- -
- -
2.47 0.07
22.22
49 Gonatozygon
137.04 4.86
66.66 127.16
5.06 100
53.09 1.48
66.66
50 Mesotaenium
- -
- 2.47
0.10 11.11
1.23 0.03
11.11
51 Netrium
- -
- 1.23
0.05 11.11
2.47 0.07
11.11
52 Microspora
- -
- 7.41
0.29 22.22
9.88 0.27
22.22
53 Oedogonium
- -
- -
- -
18.52 0.52
66.66
54 Phytodinium
- -
- -
- -
8.64 0.24
22.22
55 Scenedesmus
- -
- -
- -
18.52 0.52
55.55
56 Shizogonium
- -
- 6.17
0.25 33.33
- -
-
57 Spaeroplea
7.41 0.26
11.11 -
- -
27.16 0.76
33.33
58 Geminella
90.12 3.19
44.44 -
- -
2.47 0.07
11.11
59 Hormidium
64.20 2.27
66.66 38.27
1.52 33.33
2.47 0.07
11.11
60 Ulothrix
- -
- 4.94
0.20 22.22
7.41 0.21
11.11
61 Zygnema
- -
- -
- -
11.11 0.31
22.22
62 Mougeotia
- -
- -
- -
16.05 0.45
22.22
63 Chroococcus
- -
- 1.23
0.05 11.11
4.94 0.14
11.11
64 Lyngbya
- -
- 4.94
0.20 22.22
6.17 0.17
22.22
65 Oscillaotria
55.56 1.97
33.33 62.96
2.50 33.33
149.38 4.16
44.44
66 Spirulina
60.49 2.14
33.33 -
- -
6.17 0.17
11.11
67 Anabaena
- -
- 7.41
0.29 33.33
6.17 0.17
33.33
68 Aphanizomeron
- -
- 3.70
0.15 22.22
7.41 0.21
33.33
69 Phaeplacea
7.41 0.26
22.22 -
- -
144.44 4.02
55.55
Total
2822.22 100.00
- 2513.58
100.00 -
3595.06 100.00
-
Jumlah
30 -
- 52
- -
67 -
-
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : Stasiun 1
: Daerah bebas aktifitas Stasiun 2
: Daerah perkebunan Stasiun 3
: Daerah pertanian dan pemukiman penduduk.
Dari Tabel 6 diatas terlihat bahwa nilai total kepadatan bentik alga tertinggi pada stasiun 3 yaitu sebanyak 3595,06 Indm
2
, sedangkan untuk yang terendah terdapat di stasiun 2, yaitu sebanyak 2513,58 Indm
2
. Setiap kelimpahan pada masing- masing stasiun dipengaruhi oleh berbagai faktor pada perairan. Pengaruh faktor
tersebut baik secara langsung akan terlihat dari kelimpahan, keanekaragaman dan keragaman jenis. Dari data diatas tingginya kelimpahan bentik alga pada stasiun 3
terjadi karena cukupnya ketersediaan nutrisi dan suhu yang cukup tinggi, stasiun ini merupakan daerah pertanian dan pemukiman penduduk yang memiliki suhu
28,5 C, kadar fosfat 0,139 mgL. Suhu berperan sebagai pengatur proses
metabolisme dan fungsi fisiologis, suhu juga sangat berpengaruh terhadap percepatan atau perlambatan pertumbuhan dan reproduksi bentik alga. Dari nilai
suhu pada stasiun 3 menunjukkan suhu yang sangat baik bagi pertumbuhan bentik alga, hal ini sesuai dengan pernyataan Haslam dalam effendi 2003, menyatkan
bahwa suhu yang baik bagi pertumbuhan jenis diatom, Clorophyta dan Cyanophyta adalah 20 – 40
C. Fosfat, nitrat merupakan sumber nutrisi atau makanan yang berguna bagi perkembangan bentik alga pada suatu perairan, dapat
dilihat pada stasiun 3 kadar fosfat lebih tinggi sehingga ketersediaan nutrisi lebih besar. Menurut Odum 1971, menyatakan bahwa kegiatan pertanian secara
langsung ataupun tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kualitas perairan. Penggunaan pupuk buatan yang mengandung unsur N dan P dapat menyuburkan
perairan dan mendorong pertumbuhan ganggang serta tumbuhan lain. Pada stasiun 1 kepadatan tertinggi terdapat pada genus Ghomponema,
yaitu sebanyak 498,77 Indm
2
K, 17,67 KR, dan 100 FK. hal ini disebabkan tingginya intensitas cahaya dan kandungan organik substrat pada
stasiun 1 tabel 4, dimana genus ini sangat tergantung cahaya matahari sebagai proses fotosintesis dan mampu hidup pada konsisi air yang kaya organik. Menurut
Gurbuz and Kivrak 2004, Genus Ghomponema merupakan salah satu organisme bentik yang berlimpah pada saat musim panas dengan suhu berkisar 25 – 35
C pada habitat epilithic. Prygiel Horne 1999, menambahkan bahwa
Gomphonema sangat toleran dan mampu hidup pada kondisi perairan dengan
Universitas Sumatera Utara
unsur hara tinngi bahkan pada perairan tercemar sedang. Pada Stasiun 1 didapat nilai kepadatan, kepadatan relatif dan frekwensi kehadiran bentik alga terendah
pada genus Amphora, yaitu sebanyak 6,17 Indm
2
K, 022 KR, dan 11,11 FK. Hal ini disebabkan kadar pH yang cukup normal pada stasiun 1 Tabel 4
sehingga pertumbuhan dan penyebaran Amphora pada stasiun satu kurang, dimana genus ini memiliki sifat toleransi yang luas terhadap sifat perairan yang
lebih asam. Round 1990, menyatakan, dimana genus ini umumnya ditemukan pada air berkapur dengan pH asam yang mendominasi pada sedimen berbatu pada
sungai. Mitbavkar 2002, menambahkan bahwa genus Amphora termasuk sering ditemui dengan distribusi sempit di perairan estuari, tawar, laut, dan memiliki sifat
motile di substrat maupun semua ekosistem bentik. Pada stasiun 2 Nilai kepadatan, kepadatan relatif, frekwensi kehadiran
tertinggi bentik alga pada genus Cymbella, yaitu sebanyak 262,96 Indm
2
K, 10,46 KR, dan 100 FK. Hal ini disebabkan pada stasiun 2 memilki
kecepatan arus yang cukup tinggi, dimana kemampuan dari Genus Cymbella dapat beradaptasi terhadap keberadaan arus yang besar sehingga mampu melekat
pada arus yang sangat deras .
Menurut Gell et al., 1999 dalam Hariyati 2010, menyatakan Bahwa Cymbella tergolong pada diatom Pennales dapat menempel
erat pada substrat karena memiliki raphe, yaitu struktur melintang sepanjang valve yang mensekresi mucilage atau bantalan lendir, sehingga hanya organisme
tetrsebut yang mampu bertahan yang dapat ditemukan pada kondisi tersebut. Selain itu Cymbella dapat berkembang dengan baik karena pada stasiun ini
memilki kandungan nitrat dan phosfat yang cukup tinggi sehingga nutrisi yang dibutuhkan untuk berkembang tercukupi. Menurut Garcia 1985 in Atici and
Obali 2004, diatom akan tumbuh lebih cepat apabila berada dalam perairan yang perbandingan unsur hara N lebih besar daripada P. Pada stasiun 2 nilai kepadatan,
kepadatan relatif, frekwensi kehadiran bentik alga terendah pada genus Synedra, Dimorphococcus, Coelastraum, Netrium, Chrococcus, yaitu sebanyak 1,23 Indm
2
K, 0,05 KR, dan 11,11 FK. Hal ini disebakan pH air pada stasiun 2 memiliki nilai 7,3 dimana pH tersebut kurang cocok untuk pertumbuhan genus
tersebut, Synedra dan Netrium dapat berkembang dengan baik pada kondisi air dengan sedikit basa Gurbuz and Kivrak 2004. Selain pH penetrasi cahaya sangat
Universitas Sumatera Utara
berpengaruh hal ini berhubungan langsung dengan proses fotosintesis. Stasiun 2 mempunyai nilai penetrasi cahaya lebih rendah di banding dua stasiun lain Tabel
4, hal ini kemungkinan terjadi karena air yang sedikit keruh sehingga menghambat masuknya cahaya matahari. Rochoun 1999 in Chremer et al.,
2007, menambahkan bahwa alga bentik dari kelas Bacilariophyceae dan Clorophyceae hidupnya sangat tergantung pada cahaya matahari dan jumlah
cahaya yang masuk kedalam air. Pada stasiun 3 nilai Kepadatan, kepadatan relatif, dan frekwensi kehadiran
bentik alga tertinggi pada genus Surirella, yaitu sebanyak 451,85 Indm
2
K, 12,57 KR dan 77,77 FK. Hal ini kemungkinan disebabkan rata-rata kadar
organik yang cukup tinggi pada stasiun 3 dibanding dengan dua stasiun lain. Kepadatan genus ini dapat diduga karena genus ini memiliki tingkat toleransi
lebih luas pada kondisi air yang tercemar bahan organik. Stasiun ini merupakan daerah pertanian dan pemukiman penduduk, dengan keberadaan genus tersebut
maka dapat dijadikan sebagai bioindikator pencemaran, terutama pencemaran organik karena genus ini memiliki tingkat toleransi yang tinggi Lobo et al., 2004
dalam Asprianti et al., 2013. Pada stasiun 3 nilai kelimpahan, kepadatan relatif, dan frekwensi kehadiran bentik alga terendan pada genus Rhopalopodia, dan
Opephora dengan nilai 1,23 Indm
2
K, 0,03 KR, dan 11,11 FK. Hal ini kemungkinan disebabkan kandungan organik substrat yang cukup rendah pada
stasiun 3 Tabel 4 dimana genus Rhopalopodia mampu hidup pada air dengan kandungan organik yang tinggi. Singh
et al., 2011, menambahkan bahwa genus Eutonia, Denticula, Rhopalopodia, Opephora
mengindikasikan ciri khas perairan yang kaya akan kandungan organik, dan dimana kebiasaan hidupnya adalah soliter dan membentuk beberapa koloni
substrat.
Universitas Sumatera Utara
4.3. Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E.