4. Kelas D: Buruk, skor ≥ -31 → tercemar berat
Prosedur penggunaan: 1. Dilakukan pengumpulan data kualitas air sehingga membentuk data
2. Dibandingkan data hasil pengukuran dan masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.
3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air hasil pengukuran ≤ baku
mutu maka diberi skor 0. 4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air hasil pengukuran
baku mutu maka diberi skor, dapat dilihat pada Tabel 3.2. 5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya
dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.
Tabel 2. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air Jumlah
Parameter Parameter
Nilai Fisika
Kimia
10 Maksimum
-1 -2
Minimum -1
-2 Rata-rata
-3 -6
≥ 10 Maksimum
-2 -4
Minimum -2
-4 Rata-rata
-6 -12
Sumber: Canter 1977
3.8 Analisis Data a. Kepadatan Populasi K
plot s
contohLua unit
jumlah spesies
suatu individu
Jumlah K
=
b. Kepadatan Relatif KR
X100 jenis
seluruh kepadatan
Jumlah jenis
suatu Kepadatan
KR =
Universitas Sumatera Utara
c. Frekuensi Kehadiran FK
plot otal
Jumlah t jenis
suatu ditempati
yang plot
Jumlah FK
=
Dimana nilai FK : 0-25
: sangat jarang 25-50
: jarang 50-75
: banyak 75-100
: sangat banyak
d. Indeks Diversitas Shannon-Weiner H’
∑
− =
pi ln
pi H
dimana : H’
= indeks diversitas Shannon-Wiener Pi
= proporsi spesies ke-i Ln
= logaritmo Nature Pi
=
∑
ni N Perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis
e. Indeks Equitabilitas Indeks Keseragaman E
Hmax H
E =
dimana : H’ = indeks diversitas Shannon-Wienner
H max = keanekaragaman spesies maximum
f. Indeks Similaritas IS
100 x
b a
2c IS
+ =
dimana:
IS = Indeks Similaritas a = Jumlah spesies pada lokasi A
b = Jumlah spesies pada lokasi B c = Jumlah spesies yang sama pada lokasi A dan B
Universitas Sumatera Utara
Bila IS: 75-100 sangat mirip 50-75 mirip
25-50 tidak mirip ≤ 50 sangat tidak mirip
g. Analisis Korelasi
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui keterkaitan hubungan antara keanekaragaman bentik alga yang terdapat di sungai Batang Toru,
Kabupaten Tapanuli Selatan dengan faktor fisik kimia perairan. Analisis korelasi dihitung menggunakan Analisa Korelasi Pearson dengan metode komputerisasi
SPSS Ver.16.00.
Tabel 3. Indeks Korelasi Internal Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,00 Sangat kuat
Sugiyono 2005
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Faktor Abiotik Lingkungan 4.1.1. Faktor Fisik Kimia Air
Hasil pengukuran faktor fisik dan kimia lingkungan yang diperoleh pada stasiun penelitian di Sungai Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan, dapat dilihat pada
Tabel 4 berikut:
Tabel 4. Nilai Faktor Fisik Kimia Perairan Pada Masing-Masing Stasiun Penelitian
No Parameter Satuan
Stasiun 1 Stasiun 2
Stasiun 3
1 Suhu
C 26,5
28 28,5
2 Penetrasi Cahaya
Cm 30
29,5 30,5
3 Intensitas Cahaya
Candella 569,5
624 583
4 pH air
6,95 7,3
7,4 5
DO mgl
7,5 7,25
6,65 6
Kecepatan arus ms
0,65 0,85
1,15 7
BOD
5
mgl 0,45
0,9 1,15
8 Kejenuhan Oksigen
94,7 93,5
86,4 9
kadar nitrat NO3-N mgl
1,024 1,361
1,382 10
Kadar phosfat PO4 mgl
0,118 0,142
0,139 11
Kandungan Organik Substrat
1,337 0,953
1,248
Keterangan : Stasiun 1
: Daerah bebas aktifitas Stasiun 2
: Daerah perkebunan Stasiun 3
: Daerah pertanian dan pemukiman penduduk
Dari Tabel 4. di atas dapat dilihat bahwa setiap nilai faktor fisik kimia perairan yang ada pada setiap stasiun mempengaruhi kehidupan organisme perairan
khususnya bentik alga. Dari data di atas terlihat bahwa nilai setiap faktor fisik kimia perairan memiliki perbedaan pada setiap stasiun. Oleh karena itu perbedaan
setiap faktor fisik kimia mempengaruhi kehidupan organismenya.
Universitas Sumatera Utara