Kandungan Organik Substrat Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E.

alami 0,1 mgl. Namun nilai tersebut tidak menggambarkan kondisi pencemaran antropogenik 5 mgl, sedangkan kandungan optimum NO 3 -N yang dibutuhkan Mahida 1993 dalam Ali 1994, menyatakan bahwa kandungan NO 3 -N yang dibutuhkan alga bentik dan fitoplankton berkisar 0,3-17,0 mgl.

i. Kadar Fosfat.

Dari Tabel 4 diperoleh nilai rata-rata kadar fosfat adalah 0,118 – 0,142. Nilai kadar fosfat tertinggi adalah pada stasiun 2 dengan nilai 0,142 hal ini disebabkan karna pada daerah ini merupakan tempat pembuangan limbah dan area perkebunan sehingga keberadaan posfor lebih besar. Posfat sendiri merupakan unsur yang sangat penting dalam suatu ekosistem perairan dan termasuk sebagai limitting factors yang digunakan untuk mendukung pertumbuhan biota air, terutama diatom epilitik Supono, 2008. Dari rata-rata nilai posfat diatas menunjukkan kondisi perairan yang masih alami hal ini sesuai dengan pernyataan Boyd 1988, dimana kisaran perairan alami yaitu kurang dari 1mgl.

j. Kandungan Organik Substrat

Dari Tabel 4 diatas diperoleh nilai rata-rata kandungan organik substrat 0,953- 1,337 kandungan organik tertinngi terdapat pada stsiun 1, hal ini disebabkan akumulasi kandungan organic yang berasal dari hulu sungai. Substart dasar suautu perairan sangat berperan penting bagi kehidupan organisme bentik sebagai tempat melekat dan menyediakan bahan organik yang terdapat pada substrat sebagai salah satu nutrisi bagi kehidupan alga bentik. Sedangkan tipe substarat pada stasiun 1 adalah pasir berbatu, Menurut Ramlis 1998 dalam Darojah 2005, tipe substarat dasar ikut menentukan jumlah dan jenis organisme bentik disuatu perairan. Universitas Sumatera Utara 4.2. Faktor Biotik Lingkungan 4.2.1. Klasifikasi Bentik Alga Hasil klasifikasi Bentik Alga yang diperoleh dari setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Klasifikasi Bentik Alga yang diperoleh pada Setiap Stasiun Kelas Family Genus Stasiun 1 2 3 Bacillariophyceae Achnanthaceae 1. Acnanthes + + + 2. Coconeis + + + 3. Rhoicospenia - - + Coscinodiscaceae 4. Coscinodiscus - + + 5. Cyclotella + + + 6. Melosira + + + Cymbellaceae 7. Cymbella + + + 8. Amphora + - + Ephitemiaceae 9. Ephitemia + + + 10. Denticula + + + 11. Rhopalopodia - + + Eutoniaceae 12. Eutonia - + + Fragillariacea 13. Diatoma + + + 14. Fragillaria + + + 15. Meridion - + + 16. Opephora - + + 17. Synedra - + + 18.Tabellaria + + + Gomphonemaceae 19. Gomphonema + + + Naviculaceae 20. Amphipleura + + + 21. Amphipora - + + 22. Coloneis - + + 23. Frustulia - + + 24.Gyrosigma + + + 25. Navicula + + + 26. Neidium - + + 27. Pinnularia + + + 28. Stauroneis - + + Nitzschiaceae 29. Bacillaria - + + 30. Nitzschia + + + Rhizosoleniaceae 31. Guinardia + + + Surirellaceae 32. Surirella + + + Thalassiosinaceae 33.Skeletonema + + - Chloropyceae Charaliaceae 34. Dimorphococcus - + + Chaetophoraceae 35. Chaetophora - + + Cladophoraceae 36. Cladophora - -- + 37. Rizoclonium + + + Coelastraceae 38. Coelastraum - + + Universitas Sumatera Utara Kelas Family Genus Stasiun 1 2 3 Desmidiaceae 39. Closterium + + + 40. Euastrum - + + 41. Docidium - + + 42. Penium - - + 43. Pleurotaenium - - + Dichotomosiphonaceae 44. Cosmarium + + + 45. Closteriopsis - - + 46. Dactylococcus - - + 47. Desmidium - + + 48. Hyalotheca - - + Mesotaeniaceae 49. Gonatozygon + + + 50. Mesotaenium - + + 51. Netrium - + + Microporaceae 52. Microspora - + + Oedogoniaceae 53. Oedogonium - - + Phytodiniaceae 54. Phytodinium - - + Scenedesmaceae 55. Scenedesmus - - + Shizogoniaceae 56. Shizogonium - + - Sphaeroplaceae 57. Spaeroplea + - + Ulothrichaceae 58. Geminella + - + 59. Hormidium + + + 60. Ulothrix - + + Zygnemataceae 61. Zygnema - - + 62. Mougeotia - - + Cyanophyceae Choroococcaceae 63. Chroococcus - + + Oscilatoriaceae 64. Lyngbya - + + 65. Oscillaotria + + + 66. Spirulina + - + Stigonemateceae 67. Anabaena - + + 68. Aphanizomeron - + + Xantophyceae Chrysocapsaceae 69. Phaeplacea + - + Keterangan: += Ditemukan, -= tidak ditemukan Dari Tabel 5 menunjukkan bahwa bentik alga yang didapat pada seluruh stasiun penelitian adalah 4 kelas alga yang terdiri dari 31 famili dan 69 genus. Keberadaan bentik alga pada setiap stasiun relatif tinggi, hal ini disebabkan intensitas cahaya yang cukup tinggi Tabel 4, keadaan ini mendukung penyebaran bentik alga, Djuhanda 1980, menyatakan bahwa alga merupakan kunci yang membuka kehadiran semua kehidupan dalam air khususnya produktifitas perairan, melalui fotosintesis mikro alga dalam air mengubah cahaya matahari menjadi energi. Setiap proses fotosintesis membutuhkan cahaya Universitas Sumatera Utara matahari, dan tentunya sejalan dengan jumlah cahaya yang tersedia di dalam perairan. Dari tabel 5 diatas dapat dilihat juga bahwa bentik alga yang paling banyak didapatkan dari kelas Bacillariophyceae 12 family dan 33 genus kemudian diikuti oleh Chlorophyceae 15 family dan 29 genus, Cyanophyceae 3 Famili dan 6 genus dan Xantophiceae 1 famili dan 1 genus. Gambar 4. Diagram bentik alga yang diperoleh berdasarkan kelas pada setiap stasiun penelitian Dari Gambar 4 diatas, persentase kepadatan bentik alga berdasarkan kelasnya yang paling banyak ditemukan yaitu pada kelas Bacillariophyceae 48, Chlorophyceae 42 , Cyanophyceae 9, dan Xantophyceae 1. Persentase tertinggi terdapat pada kelas Bacillariophyceae dan merupakan kelas dengan genus yang paling banyak ditemukan. Hal ini disebabkan kelas Bacillariophyceae merupakan jenis ganggang yang paling penting dalam memberikan kontribusi dalam produktifitas suatu perairan, khususnya perairan sungai dan danau. Yudilasmono 1996 dalam Nainggolan 2011, menyatakan bahwa Bacillariophyceae lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan perairan sementara itu Welch 1980, menambahkan Bacillariophyceae merupakan kelas yang paling sering mendominasi di sungai dan kelimpahannya sangat tinggi, kecuali di sungai berlumpur . Selain itu perkembangan Bacillariophyceae lebih cepat, hal ini didukung oleh pernyataan Basmi 1999, menyatakan bahwa Bacillariophyceae Bacillariophyceae 48 Chlorophyceae 42 Cyanophyceae 9 Xantophyceae 1 Universitas Sumatera Utara bereproduksi secara seksual dan aseksual, sehingga lebih cepat dalam memperbanyak diri dan mengakibatkan jumlahnya sangat berlimpah diperairan.

4.2.2. Kepadatan Bentik Alga di Sungai Batang Toru.

Hasil perhitungan Kepadatan Bentik Alga pada masing-masing stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini: Tabel 6. Nilai Kepadatan Indm 2 , Kepadatan Relatif dan Frekwensi Kehadiran pada Masing-Masing Stasiun Penelitian. No Genus stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 K KR FK K KR FK K KR FK 1 Acnanthes 27.16 0.96 33.33 80.25 3.19 88.88 234.57 6.52 66.66 2 Coconeis 54.32 1.92 33.33 29.63 1.18 44.44 62.96 1.75 66.66 3 Rhoicospenia - - - - - - 9.88 0.27 22.22 4 Coscinodiscus - - - 4.94 0.20 11.11 9.88 0.27 22.22 5 Cyclotella 88.89 3.15 88.88 82.72 3.29 66.66 141.98 3.95 66.66 6 Melosira 108.64 3.85 88.88 93.83 3.73 88.88 119.75 3.33 77.77 7 Cymbella 225.93 8.01 100 262.96 10.46 100 392.59 10.92 66.66 8 Amphora 6.17 0.22 11.11 - - - 22.22 0.62 66.66 9 Ephitemia 45.68 1.62 44.44 54.32 2.16 66.66 23.46 0.65 44.44 10 Denticula 32.10 1.14 33.33 64.20 2.55 100 9.88 0.27 33.33 11 Rhopalopodia - - - 46.91 1.87 33.33 1.23 0.03 11.11 12 Eutonia - - - 2.47 0.10 11.11 4.94 0.14 33.33 13 Diatoma 58.02 2.06 88.88 30.86 1.23 77.77 22.22 0.62 55.55 14 Fragillaria 214.81 7.61 100 322.22 12.82 66.66 346.91 9.65 77.77 15 Meridion - - - 3.70 0.15 22.22 4.94 0.14 11.11 16 Opephora - - - 24.69 0.98 44.44 1.23 0.03 11.11 17 Synedra - - - 1.23 0.05 11.11 27.16 0.76 55.55 18 Tabellaria 114.81 4.07 100 146.91 5.84 55.55 28.40 0.79 44.44 19 Gomphonema 498.77 17.67 100 260.49 10.36 100 308.64 8.59 77.77 20 Amphipleura 9.88 0.35 11.11 9.88 0.39 22.22 9.88 0.27 33.33 21 Amphipora - - - 22.22 0.88 55.55 3.70 0.10 11.11 22 Coloneis - - - 1.23 0.05 11.11 123.46 3.43 44.44 23 Frustulia - - - 3.70 0.15 11.11 9.88 0.27 22.22 24 Gyrosigma 53.09 1.88 55.55 55.56 2.21 88.88 7.41 0.21 33.33 25 Navicula 320.99 11.37 66.66 240.74 9.58 100 186.42 5.19 100 26 Neidium - - - 9.88 0.39 33.33 30.86 0.86 44.44 27 Pinnularia 108.64 3.85 88.88 65.43 2.60 66.66 54.32 1.51 66.66 28 Stauroneis - - - 14.81 0.59 33.33 13.58 0.38 55.55 29 Bacillaria - - - 2.47 0.10 22.22 16.05 0.45 22.22 Universitas Sumatera Utara No Genus Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 K KR FK K KR FK K KR FK 30 Nitzschia 14.81 0.52 33.33 13.58 0.54 33.33 211.11 5.87 77.77 31 Guinardia 12.35 0.44 22.22 82.72 3.29 33.33 8.64 0.24 11.11 32 Surirella 276.54 9.80 100 113.58 4.52 77.77 451.85 12.57 77.77 33 Skeletonema 8.64 0.31 33.33 16.05 0.64 55.55 - - - 34 Dimorphococus - - - 1.23 0.05 11.11 6.17 0.17 11.11 35 Chaetophora - - - 2.47 0.10 22.22 7.41 0.21 22.22 36 Cladophora - - - - - - 13.58 0.38 33.33 37 Rizoclonium 19.75 0.70 22.22 2.47 0.10 11.11 64.20 1.79 44.44 38 Coelastraum - - - 1.23 0.05 11.11 4.94 0.14 22.22 39 Closterium 38.27 1.36 55.55 28.40 1.13 33.33 17.28 0.48 44.44 40 Euastrum - - - 12.35 0.49 11.11 2.47 0.07 11.11 41 Docidium - - - 3.70 0.15 22.22 4.94 0.14 22.22 42 Penium - - - - - - 13.58 0.38 33.33 43 Pleurotaenium - - - - - - 8.64 0.24 33.33 44 Cosmarium 61.73 2.19 66.66 25.93 1.03 66.66 18.52 0.52 44.44 45 Closteriopsis - - - - - - 7.41 0.21 22.22 46 Dactylococcus - - - - - - 12.35 0.34 33.33 47 Desmidium - - - 3.70 0.15 11.11 2.47 0.07 11.11 48 Hyalotheca - - - - - - 2.47 0.07 22.22 49 Gonatozygon 137.04 4.86 66.66 127.16 5.06 100 53.09 1.48 66.66 50 Mesotaenium - - - 2.47 0.10 11.11 1.23 0.03 11.11 51 Netrium - - - 1.23 0.05 11.11 2.47 0.07 11.11 52 Microspora - - - 7.41 0.29 22.22 9.88 0.27 22.22 53 Oedogonium - - - - - - 18.52 0.52 66.66 54 Phytodinium - - - - - - 8.64 0.24 22.22 55 Scenedesmus - - - - - - 18.52 0.52 55.55 56 Shizogonium - - - 6.17 0.25 33.33 - - - 57 Spaeroplea 7.41 0.26 11.11 - - - 27.16 0.76 33.33 58 Geminella 90.12 3.19 44.44 - - - 2.47 0.07 11.11 59 Hormidium 64.20 2.27 66.66 38.27 1.52 33.33 2.47 0.07 11.11 60 Ulothrix - - - 4.94 0.20 22.22 7.41 0.21 11.11 61 Zygnema - - - - - - 11.11 0.31 22.22 62 Mougeotia - - - - - - 16.05 0.45 22.22 63 Chroococcus - - - 1.23 0.05 11.11 4.94 0.14 11.11 64 Lyngbya - - - 4.94 0.20 22.22 6.17 0.17 22.22 65 Oscillaotria 55.56 1.97 33.33 62.96 2.50 33.33 149.38 4.16 44.44 66 Spirulina 60.49 2.14 33.33 - - - 6.17 0.17 11.11 67 Anabaena - - - 7.41 0.29 33.33 6.17 0.17 33.33 68 Aphanizomeron - - - 3.70 0.15 22.22 7.41 0.21 33.33 69 Phaeplacea 7.41 0.26 22.22 - - - 144.44 4.02 55.55 Total 2822.22 100.00 - 2513.58 100.00 - 3595.06 100.00 - Jumlah 30 - - 52 - - 67 - - Universitas Sumatera Utara Keterangan : Stasiun 1 : Daerah bebas aktifitas Stasiun 2 : Daerah perkebunan Stasiun 3 : Daerah pertanian dan pemukiman penduduk. Dari Tabel 6 diatas terlihat bahwa nilai total kepadatan bentik alga tertinggi pada stasiun 3 yaitu sebanyak 3595,06 Indm 2 , sedangkan untuk yang terendah terdapat di stasiun 2, yaitu sebanyak 2513,58 Indm 2 . Setiap kelimpahan pada masing- masing stasiun dipengaruhi oleh berbagai faktor pada perairan. Pengaruh faktor tersebut baik secara langsung akan terlihat dari kelimpahan, keanekaragaman dan keragaman jenis. Dari data diatas tingginya kelimpahan bentik alga pada stasiun 3 terjadi karena cukupnya ketersediaan nutrisi dan suhu yang cukup tinggi, stasiun ini merupakan daerah pertanian dan pemukiman penduduk yang memiliki suhu 28,5 C, kadar fosfat 0,139 mgL. Suhu berperan sebagai pengatur proses metabolisme dan fungsi fisiologis, suhu juga sangat berpengaruh terhadap percepatan atau perlambatan pertumbuhan dan reproduksi bentik alga. Dari nilai suhu pada stasiun 3 menunjukkan suhu yang sangat baik bagi pertumbuhan bentik alga, hal ini sesuai dengan pernyataan Haslam dalam effendi 2003, menyatkan bahwa suhu yang baik bagi pertumbuhan jenis diatom, Clorophyta dan Cyanophyta adalah 20 – 40 C. Fosfat, nitrat merupakan sumber nutrisi atau makanan yang berguna bagi perkembangan bentik alga pada suatu perairan, dapat dilihat pada stasiun 3 kadar fosfat lebih tinggi sehingga ketersediaan nutrisi lebih besar. Menurut Odum 1971, menyatakan bahwa kegiatan pertanian secara langsung ataupun tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kualitas perairan. Penggunaan pupuk buatan yang mengandung unsur N dan P dapat menyuburkan perairan dan mendorong pertumbuhan ganggang serta tumbuhan lain. Pada stasiun 1 kepadatan tertinggi terdapat pada genus Ghomponema, yaitu sebanyak 498,77 Indm 2 K, 17,67 KR, dan 100 FK. hal ini disebabkan tingginya intensitas cahaya dan kandungan organik substrat pada stasiun 1 tabel 4, dimana genus ini sangat tergantung cahaya matahari sebagai proses fotosintesis dan mampu hidup pada konsisi air yang kaya organik. Menurut Gurbuz and Kivrak 2004, Genus Ghomponema merupakan salah satu organisme bentik yang berlimpah pada saat musim panas dengan suhu berkisar 25 – 35 C pada habitat epilithic. Prygiel Horne 1999, menambahkan bahwa Gomphonema sangat toleran dan mampu hidup pada kondisi perairan dengan Universitas Sumatera Utara unsur hara tinngi bahkan pada perairan tercemar sedang. Pada Stasiun 1 didapat nilai kepadatan, kepadatan relatif dan frekwensi kehadiran bentik alga terendah pada genus Amphora, yaitu sebanyak 6,17 Indm 2 K, 022 KR, dan 11,11 FK. Hal ini disebabkan kadar pH yang cukup normal pada stasiun 1 Tabel 4 sehingga pertumbuhan dan penyebaran Amphora pada stasiun satu kurang, dimana genus ini memiliki sifat toleransi yang luas terhadap sifat perairan yang lebih asam. Round 1990, menyatakan, dimana genus ini umumnya ditemukan pada air berkapur dengan pH asam yang mendominasi pada sedimen berbatu pada sungai. Mitbavkar 2002, menambahkan bahwa genus Amphora termasuk sering ditemui dengan distribusi sempit di perairan estuari, tawar, laut, dan memiliki sifat motile di substrat maupun semua ekosistem bentik. Pada stasiun 2 Nilai kepadatan, kepadatan relatif, frekwensi kehadiran tertinggi bentik alga pada genus Cymbella, yaitu sebanyak 262,96 Indm 2 K, 10,46 KR, dan 100 FK. Hal ini disebabkan pada stasiun 2 memilki kecepatan arus yang cukup tinggi, dimana kemampuan dari Genus Cymbella dapat beradaptasi terhadap keberadaan arus yang besar sehingga mampu melekat pada arus yang sangat deras . Menurut Gell et al., 1999 dalam Hariyati 2010, menyatakan Bahwa Cymbella tergolong pada diatom Pennales dapat menempel erat pada substrat karena memiliki raphe, yaitu struktur melintang sepanjang valve yang mensekresi mucilage atau bantalan lendir, sehingga hanya organisme tetrsebut yang mampu bertahan yang dapat ditemukan pada kondisi tersebut. Selain itu Cymbella dapat berkembang dengan baik karena pada stasiun ini memilki kandungan nitrat dan phosfat yang cukup tinggi sehingga nutrisi yang dibutuhkan untuk berkembang tercukupi. Menurut Garcia 1985 in Atici and Obali 2004, diatom akan tumbuh lebih cepat apabila berada dalam perairan yang perbandingan unsur hara N lebih besar daripada P. Pada stasiun 2 nilai kepadatan, kepadatan relatif, frekwensi kehadiran bentik alga terendah pada genus Synedra, Dimorphococcus, Coelastraum, Netrium, Chrococcus, yaitu sebanyak 1,23 Indm 2 K, 0,05 KR, dan 11,11 FK. Hal ini disebakan pH air pada stasiun 2 memiliki nilai 7,3 dimana pH tersebut kurang cocok untuk pertumbuhan genus tersebut, Synedra dan Netrium dapat berkembang dengan baik pada kondisi air dengan sedikit basa Gurbuz and Kivrak 2004. Selain pH penetrasi cahaya sangat Universitas Sumatera Utara berpengaruh hal ini berhubungan langsung dengan proses fotosintesis. Stasiun 2 mempunyai nilai penetrasi cahaya lebih rendah di banding dua stasiun lain Tabel 4, hal ini kemungkinan terjadi karena air yang sedikit keruh sehingga menghambat masuknya cahaya matahari. Rochoun 1999 in Chremer et al., 2007, menambahkan bahwa alga bentik dari kelas Bacilariophyceae dan Clorophyceae hidupnya sangat tergantung pada cahaya matahari dan jumlah cahaya yang masuk kedalam air. Pada stasiun 3 nilai Kepadatan, kepadatan relatif, dan frekwensi kehadiran bentik alga tertinggi pada genus Surirella, yaitu sebanyak 451,85 Indm 2 K, 12,57 KR dan 77,77 FK. Hal ini kemungkinan disebabkan rata-rata kadar organik yang cukup tinggi pada stasiun 3 dibanding dengan dua stasiun lain. Kepadatan genus ini dapat diduga karena genus ini memiliki tingkat toleransi lebih luas pada kondisi air yang tercemar bahan organik. Stasiun ini merupakan daerah pertanian dan pemukiman penduduk, dengan keberadaan genus tersebut maka dapat dijadikan sebagai bioindikator pencemaran, terutama pencemaran organik karena genus ini memiliki tingkat toleransi yang tinggi Lobo et al., 2004 dalam Asprianti et al., 2013. Pada stasiun 3 nilai kelimpahan, kepadatan relatif, dan frekwensi kehadiran bentik alga terendan pada genus Rhopalopodia, dan Opephora dengan nilai 1,23 Indm 2 K, 0,03 KR, dan 11,11 FK. Hal ini kemungkinan disebabkan kandungan organik substrat yang cukup rendah pada stasiun 3 Tabel 4 dimana genus Rhopalopodia mampu hidup pada air dengan kandungan organik yang tinggi. Singh et al., 2011, menambahkan bahwa genus Eutonia, Denticula, Rhopalopodia, Opephora mengindikasikan ciri khas perairan yang kaya akan kandungan organik, dan dimana kebiasaan hidupnya adalah soliter dan membentuk beberapa koloni substrat. Universitas Sumatera Utara

4.3. Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E.

Indeks keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E yang diperoleh pada masing-masing stasiun seperti pada Tabel 7 berikut: Tabel 7. Nilai H’ Indeks Diversitas Shannon-Winner dan E Indeks Eqiutabilitas yang diperoleh pada masing-masing Stasiun Penelitian. stasiun1 Stasiun 2 Stasiun 3 H 2,86 3,1 3,17 E 0,84 0,78 0,75 Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa kisaran indeks keanekaragaman bentik alga pada semua stasiun penelitian adalah 3,17-2,86. Menurut Krebs 1985 dimana 0’H’2,302 keanekaragaman rendah, 2,302H’6,907 keanekaragaman sedang, H’6,907 keanekaragaman tinggi, berdasarkan indeks keanekaragaman diatas, bentik alga yang diperoleh pada setiap stasiun masuk dalam kategori sedang. Barus 2004, menambahkan bahwa nilai indeks keanekaragaman sangat dipengaruhi oleh faktor jumlah spesies, jumlah individu dan penyebaran individu pada masing-masing spesies. Dari Tabel diatas dapat dilihat juga bahwa nilai keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 3 dengan nilai 3,17 , hal ini disebabkan pada stasiun 3 memiliki nilai fisik kimia pada kadar nitrat yang lebih tinggi tabel 4 dari 2 stasiun yang ada. Nitrat sendiri merupakan salah satu unsur penting bagi pertumbuhan alga bentik pada suatu perairan. Alaert Santika 1984 dalam Asprianti et al., 2013, menyatakan bahwa nitrat adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan senyawa stabil. Nitrat juga merupakan salah satu senyawa penting untuk sintesis protein tumbuhan dan hewan, akan tetapi nitrat pada konsentrasi yang tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan alga yang tak terbatas. Berdasarkan Tabel 7 diperoleh indeks nilai Keseragaman E’ pada setiap lokasi penelitian adalah 0,75-0,84. Stasiun yang memiliki nilai indeks Keseragaman tertinggi pada stsiun 1 sebesar 0,84 dan terendah pada stasiun 3 yaitu 0,75. Pada stasiun 1 menunjukkan bahwa keseregaman populasi bentik alga besar artinya penyebaran individu tiap jenis merata, sedangkan pada stasiun 3 menunjukkan keseragaman tiap jenis tidak merata atau penyebaran individunya Universitas Sumatera Utara sama. Hal ini sesuai dalam pernyataan Fachrul 2007, bahwa nilai indeks keseragaman berkisar antara 0 – 1, apabila nilai keseragaman E mendekati 0, maka tingkat keseragamannya dikatakan tidak merata dan adanya jenis yang mendominasi. Apabila keseragaman E mendekati 1 maka sebaran individu tiap jenis merata. Menurut Odum 1994, menyatakan bahwa apabila suatu komunitas terdiri dari jenis-jenis dengan jumlah banyak tetapi penyebaran individunya tidak merata maka keragaman jenis dinilai rendah. Hal ini menunjukkan bahwa Indeks Keragaman Shannon Winer merupakan salah satu indeks keragaman biota pada suatu daerah, bila nilainya semakin tinggi, maka semakin tinggi tingkat keragamannya dan begitu pula sebaliknya. Nilai indeks keragaman rendah maka keragamannya juga rendah.

4.4. Indeks Similaritas