Deskripsi Obyek Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian

4.1.1. Letak Geografis Kabupaten Gresik

Kota Gresik terletak antara 70 - 80 lintang selatan dan 1120 -1130 bujur timur, dengan luas wilayah 1.191,25 kilometer persegi. Wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 - 25 meter diatas permukaan air laut kecuali Kecamatan Paneeng mempunyai 25 meter permukaan air laut. Hampir sepertiga bagian dari wilayah Kabupaten Gresik merupakan daerah pesisir pantai, yaitu sepanjang Kecamatan Kebomas, sebagian Kecamatan Gresik, Kecamatan Manyar, Kecamatan Bungah dan Kecamatan Ujung pangkah, Sidayu dan Paneeng. Serta Kecamatan Tambak dan Kecamatan Sangkapura yang berada di Pulau Bawean. Sebagaimana daerah-daerah lain, Kabupaten Gresik juga berdekatan dengan kabupaten-kabupaten yang tergabung dalam Gerbangkertosusila, yaitu Gresik, Bangkatan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Gresik adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, dan Kota Surabaya c. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Madura d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lamongan.

4.1.2. Keadaan Tanah Kabupaten Gresik

Berdasarkan penggunaan tanah saat ini, seeara umum struktur wilayah Kabupaten Gresik sebagai berikut : a. Wilayah Kecamatan Gresik dan sekitamya didominasi pemanfaatan ruang yang cenderung berkembang untuk sektor perdagangan, jasa dan industri. b. Wilayah Kecamatan Manyar dan sekitamya didominasi oleh sektor pertanian, perikanan dan industri. c. Wilayah Kecamatan Menganti dan Kedamaean didominasi sektor – sektor pertanian perkebunan, perumahan yang terus meningkat. Sedangkan di Kecamatan Kedamaian dan Menganti berdasarkan Revisi Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Gresik Selatan Tahun 2001 juga direncanakan sebagai kawasan industri tahap 1 dan tahap 2 dengan luas lebih kurang 600 Ha. Beberapa potensi lain yang dimiliki oleh Kabupaten Gresik yang pemanfaatannya belum optimal antara lain : a. Bahan Galian Tambang b. Sumber Daya Alam Kelautan c. Pengembangan Kawasan Pariwisata d. Pengembangan Kawasan Industri e. Pengembangan Kawasan Pemukiman f. Pengembangan Kawasan Pertanian dan Perkebunan.

4.1.3. Letak Geografis Dan Demografis Kabupaten Jombang

Kabupaten Jombang terletak pada koridor bagian tengah wilayah Propinsi Jawa Timur, dengan luas wilayah 1.159,50 km2 atau sekitar 2,4 luas Propinsi Jawa Timur. Jombang terbagi menjadi 21 kecamatan, 306 desa 302 desa dan 4 kelurahan. Luas wilayah kabupaten 115.950 Ha : 1.159,5 Km. Kabupaten Jombang membentang antara 07 o 20 o – 07 o 45 o Lintang Selatan dan 05 o 20 o – 05 o 30 o Bujur Timur dengan batas-batas wilayah kabupatenkota sebagai berikut :  Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Lamongan  Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto  Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk  Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Malang dan Kabupaten Kediri. Jumlah penduduk Kabupaten Jombang berdasar proyeksi BPS provinsi adalah 1.191.154 jiwa, dengan 273.917 rumah tanggaKK atau rata-rata 4 jiwa per rumah tangga. Tingkat kepadatan penduduk mencapai 1.027 km2 dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi di Kecamatan Jombang sebesar 3.474 jiwakm2 sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan Plandaan sebesar 314 jiwakm2.

4.1.4. Sejarah Kabupaten Jombang

Perjalan sejarah kebudayaan Kabupaten Jombang diawali dengan penemuan fosil Homo Mojokertensis di lembah sungai Brantas menunjukkan bahwa seputaran wilayah yang kini adalah Kabupaten Jombang diduga telah dihuni sejak ratusan ribu tahun yang lalu. Tahun 929, Raja Mpu Sindok memindahkan pusat Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, diduga karena letusan Gunung Merapi atau serangan Sriwijaya. Beberapa literatur menyebutkan pusat kerajaan yang baru ini terletak di Watugaluh, tepi Kali Brantas yang kini adalah Kecamatan Megaluh Kabupaten Jombang. Suksesor Mpu Sindok adalah Sri Isyana Tunggawijaya 947-985 dan Dharmawangsa 985- 1006. Tahun 1006, Sriwijaya menghancurkan ibukota kerajaan Mataram dan menewaskan Raja Dharmawangsa. Airlangga, putera mahkota yang ketika itu masih muda, berhasil meloloskan diri dari serbuan Sriwijaya, dan ia menghimpun kekuatan untuk mendirikan kembali kerajaan yang telah runtuh. Bukti petilasan sejarah Airlangga sewaktu menghimpun kekuatan kini dapat dijumpai di Sendang Made, Kecamatan Kudu Kabupaten Jombang. Tahun 1019, Airlangga mendirikan Kerajaan Kahuripan, yang kelak wilayahnya meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali serta mengadakan perdamaian dengan Sriwijaya. Pada masa Kerajaan Majapahit, wilayah yang kini Kabupaten Jombang merupakan gerbang Majapahit. Gapura barat adalah Desa Tunggorono Kecamatan Jombang, sedang gapura selatan adalah Desa Ngrimbi Kecamatan Bareng. Hingga ini banyak dijumpai nama-nama desakecamatan yang diawali dengan prefiks mojo, diantaranya Mojoagung, Mojowarno, Mojoanyar, Mojoroto, Mojodukuh, Mojoduwur, Mojokrapak, Mojojejer, Mojotengah, Mojongapit, dan sebagainya. Salah satu peninggalan Majapahit di Jombang adalah Candi Arimbi di Kecamatan Bareng. Menyusul runtuhnya Majapahit, agama Islam mulai berkembang di kawasan, yang penyebarannya dari pesisir pantai utara Jawa Timur. Jombang kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Mataram Islam. Seiring dengan melemahnya pengaruh Mataram, Kolonialisasi Belanda menjadikan Jombang sebagai bagian dari wilayah VOC pada akhir abad ke-17, yang kemudian sebagai bagian dari Hindia Belanda. Etnis Cina juga berkembang, Kelenteng Hong San Kiong di Gudo, yang konon didirikan pada tahun 1700 masih berfungsi hingga kini. Hingga kini pun masih ditemukan sejumlah kawasan yang mayoritasnya adalah etnis Tionghoa dan Arab. Tahun 1811, didirikan Kabupaten Mojokerto, di mana meliputi pula wilayah yang kini adalah Kabupaten Jombang. Jombang merupakan salah satu residen di dalam Kabupaten Mojokerto. Bahkan Trowulan dimana merupakan pusat Kerajaan Majapahit, adalah masuk dalam Kawedanan onderdistrict afdeeling Jombang. Alfred Russel Wallace 1823-1913, naturalis asal Inggris yang memformulasikan Teori Evolusi dan terkenal akan Garis Wallace, pernah mengunjungi dan bermalam di Jombang ketika mengeksplorasi keanekaragaman hayati Indonesia. Tahun 1910, Jombang memperoleh status Kabupaten, yang memisahkan diri dari Kabupaten Mojokerto, dengan Raden Adipati Arya Diningrat sebagai Bupati Jombang pertama. Masa pergerakan nasional, wilayah Kabupaten Jombang memiliki peran penting dalam menentang kolonialisme. Beberapa putera Jombang merupakan tokoh perintis kemerdekaan Indonesia, seperti KH. Hasyim Asyaari salah satu pendiri NU dan pernah menjabat ketua Masyumi dan KH. Wachid Hasyim salah satu anggota BPUPKI termuda, serta Menteri Agama RI pertama. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur mengukuhkan Jombang sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Suatu catatan yang pernah diungkapkan dalam majalah Intisari bulan Mei 1975 halaman 72, dituliskan laporan Bupati Mojokerto Raden Adipati Ario Kromodjojo kepada residen Jombang tanggal 25 Januari 1898 tentang keadaan Trowulan salah satu onderdistrict afdeeling Jombang pada tahun 1880. Sehingga kegiatan pemerintahan di Jombang sebenarnya bukan dimulai sejak berdirinya tersendiri Kabupaten jombang kira-kira 1910, melainkan sebelum tahun 1880 dimana Trowulan pada saat itu sudah menjadi onderdistrict afdeeling Jombang, walaupun saat itu masih terjalin menjadi satu Kabupaten dengan Mojokerto. Fakta yang lebih menguatkan bahwa sistem pemerintahan Kabupaten Jombang telah terkelola dengan baik adalah saat itu telah ditempatkan seorang Asisten Resident dari Pemerintahan Belanda yang kemungkinan wilayah Kabupaten Mojokerto dan Jombang lebih-lebih bila ditinjau dari berdirinya Gereja Kristen Mojowarno sekitar tahun 1893 yang bersamaan dengan berdirinya Masjid Agung di Kota Jombang, juga tempat peribadatan Tridharma bagi pemeluk Agama Konghu Chu di kecamatan Gudo sekitar tahun 1700. Konon disebutkan dalam cerita rakyat tentang hubungan Bupati Jombang dengan Bupati Sedayu dalam soal ilmu yang berkaitang dengan pembuatan Masjid Agung di Kota Jombang dan berbagai hal lain, semuanya merupakan petunjuk yang mendasari eksistensi awal-awal suatu tata pemerintahan di Kabupaten Jombang. Sementara itu, kata Jombang yang tersusun dari kata Ijo dan Abang ada banyak pemaknaan yang bisa dan biasa dibuat manusia atas sebuah warna maupun beberapa kombinasinya. Bahkan, selain dimaknai, elemen warna sering pula dijadikan semacam instrumen untuk memaknai sesuatu. Sederhananya, selain dimaknai, warna juga bisa memaknai suatu fenomena. Proses pemaknaan serupa juga terjadi pada Kabupaten Jombang yang dalam simbol kedaerahannya diwakili secara dominan oleh warna-warna hijau dan merah. Dari kedua warna itu pulalah muncul akronim kata Jombang, yang terdiri dari ijo hijau dan abang merah. Hingga saat ini, kedua warna tadi dipercaya sebagai muasal kata Jombang, singkatan dari ijo dan abang. Dalam sebuah literatur resmi keluaran pemerintah daerah pemda setempat, Monografi Kabupaten Jombang, ijo bermakna kesuburan serta sikap bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, sementara abang dimaknai sebagai sifat berani, dinamis, atau sikap kritis. Akan tetapi, berbeda dengan pengertian resminya tadi, masyarakat Jombang memiliki cara tersendiri untuk memaknai keberadaan serta latar belakang budaya mereka. Ijo mewakili kultur santri, kaum agamawan, atau lebih spesifik lagi Islam, yang berasal dari masyarakat pesisir. Sementara abang dipercaya mewakili kultur masyarakat abangan berpaham nasionalis, yang berasal dari masyarakat daerah pedalaman dan berlatar sejarah Mataraman kejawen.

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian