19
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk penelitian eskploratif.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas berupa konsentrasi fraksi etil asetat ekstrak etanol daun trengguli.
2. Variabel tergantung berupa aktivitas antioksidan dan kandungan fenolik total
fraksi etil asetat ekstrak etanol daun trengguli, tergantung dari jenis, perawatan dan tempat tumbuh tanaman
3. Variabel pengacau terkendali berupa tempat tumbuh tanaman, waktu pemanenan,
umur tanaman, dan cara panen. 4.
Variabel pengacau tidak terkendali berupa cahaya matahari dan cuaca.
C. Definisi Operasional
1. Ekstrak etanol daun trengguli adalah sari hasil proses maserasi daun trengguli
dengan penyari menggunakan etanol. 2.
Fraksi etil asetat adalah hasil fraksinasi ekstrak etanol daun trengguli dengan menggunakan etil asetat yang telah dicuci dengan washbensin.
3. Persen inhibition concentration IC adalah persen yang menyatakan
kemampuan fraksi etil asetat ekstrak etanol daun trengguli untuk menangkap radikal DPPH.
4. Inhibition concentration 50 IC
50
adalah nilai konsentrasi fraksi etil asetat ekstrak etanol daun trengguli yang menghasilkan penangkapan 50 radikal
DPPH.
D. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan
Daun trengguli diperoleh dari tanaman trengguli koleksi Universitas Sanata Dharma, akuades Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma; bahan kualitas p.a. E. Merck yaitu:metanol, asam galat; bahan kualitas p.a. Sigma Chem. Co., USA, yaitu: DPPH 1,1-difenil-2
pikrilhidrazil, reagen Folin-Ciocalteu dan kuersetin; bahan kualitas teknis Brataco Chemica, yaitu: washbensin dan etil asetat; bahan kualitas teknis CV. General
Labora, yaitu:etanol dan metanol pa. ; dan aluminium foil.
2. Alat
Grinder, neraca analitik Scaltec SBC 22, BP 160P, vacuum rotary evaporator Janke Kunkel, waterbath labo-tech, Heraeus, vortek Janke
Kunkel, spektrofotometer UV-Vis Perkin Elmer Lamda 20, corong Buchner, oven, mikropipet 10-1000 µL; 1-10 mL Acura 825, Socorex, tabung reaksi bertutup,
dan alat-alat gelas yang lazim.
E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman
Determinasi tanaman trengguli dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi USD menurut Van Steenis 1981.
2. Pengumpulan tanaman
Tanaman trengguli Cassia fistula L. diperoleh dari tanaman milik Universitas Sanata Dharma. Pengambilan daun dengan kriteria berwarna hijau tua
segar dengan warna yang tua dan pada saat tanaman menjelang berbunga. Pengambilan pada pagi hari atau sebelum tengah hari.
3. Preparasi sampel
Sebanyak 90 g daun trengguli segar, dibersihkan, lalu dikeringkan dengan dikering anginkan ditempat teduh sampai terbentuk simplisia kering dengan kadar air
kurang dari 10 . Simplisia daun trengguli kemudian dihaluskan dengan grinder. Simplisia yang telah dihaluskan dituang ke dalam bejana maserasi, ditambah etanol
sampai terendam sempurna, dan dicampur homogen. Campuran dimaserasi pada suhu ruangan selama dua hari. Filtrat diperoleh
melalui penyaringan menggunakan kertas saring kasar dengan bantuan corong Buchner dan pompa vakum. Ampas penyaringan diremaserasi dengan etanol
secukupnya selama dua hari. Filtrat kemudian dicampurkan dengan filtrat terdahulu. Keseluruhan filtrat yang diperoleh diuapkan pelarutnya hingga diperoleh ekstrak
etanol daun trengguli.
4. Pembuatan fraksi etil asetat
Ekstrak etanol daun trengguli ditambah 300 mL air hangat dan dilakukan ekstraksi cair-cair menggunakan washbensin dengan perbandingan larutan ekstrak :
washbensin 2:1, vv, kemudian didiamkan sampai terpisah sempurna. Fase air akan berada pada bagian bawah, sedangkan fase washbensin berada pada bagian atas.
Dari hasil ekstraksi cair-cair tersebut diperoleh dua fraksi, yaitu fraksi washbensin dan fraksi air. Selanjutnya fraksi air diekstraksi lagi menggunakan etil
asetat dengan perbandingan larutan fraksi air-etil asetat 1:1, vv sehingga didapatkan fraksi air dan etil asetat. Setelah dipisahkan fraksi etil asetat diuapkan
dengan vacuum rotary evaporator. Fraksi yang telah kering digunakan untuk dianalisis lebih lanjut.
5. Pembuatan Larutan DPPH, baku pembanding, larutan uji
a. Pembuatan larutan DPPH. 15,8 mg DPPH dilarutkan ke dalam metanol.
Diperoleh larutan DPPH dengan konsentrasi 0,4 mM. Larutan tersebut ditutup dengan alumunium foil dan dibuat selalu baru.
b. Pembuatan larutan stok kuersetin. 2,5 mg stok kuersetin ditimbang dan
ditambahkan metanol hingga 10 mL. c.
Pembuatan larutan seri kuersetin. Diambil 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; dan 0,6 larutan stok kuersetin dan diencerkan dengan metanol hingga 10 mL pada labu ukur, dan
akan diperoleh larutan dengan kadar 5; 7, 5; 10; 12,5; 15 gmL.
d. Pembuatan larutan uji dari ekstrak etanol fraksi etil asetat. Sebanyak 25 mg
ekstrak ditimbang dan dilarutkan dengan metanol sampai 25 mL dan didapat konsentrasi 1 mgmL. Larutan tersebut diambil 5 mL lalu diencerkan ke 50 ml. Dari
larutan intermediet diambil sebanyak 3; 4,75; 6; 8,25, dan 10 mL lalu diadd dengan metanol hingga 10 mL, sehingga didapat konsentrasi 30; 47,5; 60; 82,5, dan 100
gmL.
6. Uji pendahuluan
a. Uji fenolik. Sejumlah larutan asam galat dan larutan uji dimasukkan masing-
masing dalam tabung reaksi dan ditambahkan reagen Folin Ciocalteu 110 vv, Larutan tersebut ditambahkan dengan 4,0 mL natrium karbonat 1 M. Setelah 10 menit
warna larutan diamati. b.
Uji aktvitas antioksidan. Sebanyak 2 mL larutan DPPH, dimasukkan dalam masing-masing tiga labu takar berukuran 10 mL. Metanol sebagai kontrol, larutan
kuersetin konsentrasi 15 µgmL, dan larutan uji konsentrasi 100 µgmL dibuat pada labu takar 10 mL. Selanjutnya diencerkan dengan metanol hingga tanda batas.
Larutan tersebut divortek 30 detik. Selama 30 menit diamati perubahan warna yang terjadi.
7. Optimasi uji daya antioksidan
a. Penentuan OT Operating Time. 2 mL larutan DPPH 0,4 mM dimasukkan ke
dalam labu takar sebanyak tiga buah, masing-masing berukuran 10 mL, kemudian masing-masing tabung ditambahkan dengan 2 mL larutan pembanding kuersetin 5;
10; dan 15 µgmL kemudian ditambahkan metanol hingga tanda batas. Larutan tersebut divortek selama 30 detik. Setelah itu dibaca absorbansinya dengan
spektrofotometri visible pada panjang gelombang 517 selama 1 jam. Perlakuan ini juga dilakukan untuk mencari OT dari larutan uji fraksi etil asetat pada konsentrasi
30, 65, dan 100 µgmL. b.
Penentuan panjang gelombang maksimum. Pada tiga labu takar berukuran 10 mL, dimasukkan masing- masing 0,2; 0,6; dan 1,0 mL larutan DPPH 0,4 mM. Tiap
labu takar tersebut ditambahkan metanol hingga tanda batas sehingga konsentrasi DPPH menjadi 0,02; 0,06; dan 0,08 mM Larutan tersebut divortek 3 detik. Larutan
kemudian didiamkan selama OT. Lalu dilakukan pengukuran absorbansinya dengan spektrofotometri visible pada panjang gelombang antara 400-600 nm.
8. Penentuan aktivitas antioksidan
a. Pengukuran absorbansi larutan kontrol. Pada labu takar 10,0 mL,
dimasukkan sebanyak 2,0 mL larutan DPPH 0,4 mM kemudian ditambahkan metanol p.a hingga tanda batas. Larutan tersebut dibaca absorbansinya pada saat OT dan
panjang gelombang serapan maksimum. Pengerjaan dilakukan sebanyak tiga kali. Larutan ini digunakan sebagai larutan kontrol untuk menguji larutan pembanding dan
larutan uji. b.
Pengukuran absorbansi larutan pembanding dan uji. Sebanyak 2,0 mL larutan DPPH 0,4 mM dimasukkan ke dalam masing masing labu takar 10,0 mL
kemudian ditambah dengan 2,0 mL larutan pembanding dan uji pada berbagai seri
konsentrasi larutan yang telah dibuat. Selanjutnya ditambahkan metanol p.a. hingga tanda batas. Larutan tersebut kemudian divortek selama 30 detik dan diamkan selama
OT. Larutan dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang maksimum. Pengerjaan dilakukan sebanyak tiga kali.
c. Validasi metode uji aktivitas antioksidan. Hasil dari prosedur 7a dan b
divalidasi berdasarkan presisi CV, linearitas nilai r serta spesifisitas spektra kontrol.
9. Optimasi penentuan fenolik total
a. Penentuan OT Operating Time. Dibuat larutan baku asam galat konsentrasi
50; 100; dan 150 µgmL dalam metanol. Masing-masing larutan diambil 0,5 mL dan ditambahkan dengan reagen Folin Ciocalteu serta 4 mL larutan natrium karbonat 1
M. Absorbansinya diukur pada panjang gelombang 750 nm selama 30-60 menit. Operating time ditentukan ketika absorbansi larutan telah stabil.
b. Penentuan panjang gelombang maksimum. Dibuat larutan baku asamgalat
dengan konsentrasi 50; 100; dan 150 µgmL dalam metanol. Masing-masing diambil sebanyak 5 mL dan ditambahkan dengan reagen Folin Ciocalteu yang telah
diencerkan dengan air serta 4 mL larutan natrium karbonat 1 M. Sampel didiamkan selama OT kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 600-800 nm.
10. Penetapan kadar fenolik total
a. Pembuatan kurva baku asam galat. Sebanyak 0,5 mL larutan asam galat 50;
75; 100; 125; dan 150 µgmL ditambahkan dengan 5 mL reagen Folin-Ciocalteu yang
telah diencerkan dengan air 1:10; vv. Larutan selanjutnya ditambah dengan 4,0 mL natirum karbonat 1 M. Setelah 10 menit, absorbansinya dibaca pada panjang
gelombang 750 nm terhadap blanko yang terdiri atas akuades : metanol p.a. 1:1; vv, reagen Folin-Ciocalteu, dan larutan natrium karbonat 1 M.
b. Validasi metode penetapan kandungan fenolik total. Hasil dari prosedur 9a
divalidasi berdasarkan, presisi CV, linearitas nilai r serta spesifisitas spektra kontrol.
c. Estimasi kandungan fenolik total larutan uji. Diambil 0,5 mL larutan uji 400
µgmL, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dan dilanjutkan sebagaimana perlakuan pada pembuatan kurva baku asam galat. Kandungan fenolik total
dinyatakan sebagai g ekuivalen asam galat g ekuivalen asam galat per g fraksi etil asetat.
11. Analisis hasil
Aktivitas penangkapan radikal DPPH dihitung dengan rumus : Aktivitas penangkapan radikal=
Keterangan: A = absorbansi
Data aktivitas dianalisis dan dihitung nilai IC
50
melalui analisis probit. IC
50
merupakan konsentrasi yang mampu menghambat 50 aktivitas DPPH. Kandungan fenolik total dalam fraksi etil asetat ekstrak etanol daun trengguli
dihitung sebagai massa ekuivalen asam galat. Nilai absorbansi larutan uji dimasukkan
ke dalam persamaan kurva baku asam galat sehingga diperoleh nilai g ekuivalensi larutan uji terhadap asam galat. Nilai tersebut kemudian dihitung:
F=Kandungan fenolik total=
Data dianalisis secara statistik dengan software R.
28
BAB IV
PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Trengguli
Determinasi tanaman diperlukan untuk memastikan bahan yang digunakan telah sesuai dengan jenis tanaman yang akan digunakan sebagai bahan penelitian.
Tanaman yang digunakan harus diidentifikasi spesies tanamannya sehingga penelitian yang dilakukan sesuai tujuan yang telah ditetapkan. Determinasi tanaman dilakukan
di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, pada tanggal 29 Januari 2013. Proses determinasi dilakukan
dengan acuan menurut van Stenis 1981. Hasil determinasi telah menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan adalah Cassia fistula L Lampiran 1.
B. Pengumpulan Bahan
Bahan daun tanaman trengguli diperoleh pada tanggal 21 September 2012 dari tanaman inventaris milik Universitas Sanata Dharma, Kampus III, Paingan,
Yogyakarta. Tanaman yang digunakan merupakan tumbuhan yang sengaja ditanam di lingkungan Kampus III, Universitas Sanata Dharma, Paingan, Yogyakarta. Pemilihan
sumber tanaman dengan alasan tumbuhan trengguli ditanam di dalam lingkungan
kampus Universitas Sanata Dharma karena minim cemaran yang berasal dari kendaraan dan juga cemaran penyakit dan jamur karena dirawat secara khusus
sebagai tanaman taman. Selain itu, spesies tanaman lebih mudah dipastikan karena telah terdaftar pada bagian rumah tangga.
Pemanenan daun trengguli dipilih sesuai kriteria berikut, yaitu pada musim kemarau, tanaman belum berbunga, pemanenan dilakukan pada pagi hari. Pemanenan
dilakukan pada musim kemarau supaya kelembaban udara kecil sehingga meminimalisir jamur dan mempermudah proses pengeringan. Tanaman yang belum
berbunga dipilih dengan harapan metabolit sekunder yang diduga mengandung aktivitas antioksidan berada dalam jumlah yang maksimal. Waktu pagi hari
digunakan untuk memanen agar tanaman tidak terlalu banyak menerima sinar UV. Sinar UV akan mendegradasi senyawa metabolit. Hal ini tidak diinginkan karena
dalam senyawa metabolit sekunder diduga mengandung aktivitas antioksidan. Daun yang digunakan dipilih mulai dari daun urutan ketiga dari pucuk
batang, karena daun setelah urutan ketiga dari pucuk merupkan daun yang telah tua sehingga diharapkan kadar metabolit sekunder dan kandungan kimia lainnya
memiliki jumlah yang besar dan seragam dengan daun daun lainnya. Daun dipucuk termasuk daun yang baru saja tumbuh dan kemungkinan besar kandungan metabolit
dan kandungan kimia lainnya belum sebesar daun yang tua. Daun yang dipilih untuk ekstraksi adalah daun yang berwarna hijau tua bukan yang berwarna hijau muda
karena umur daun masih dianggap terlalu muda dan bukan daun kuning karena kandungan kimia di dalamnya telah hilang atau rusak.
Kriteria lain dari daun yang diperhatikan antara lain, tidak berjamur dan tidak berulat dan tidak busuk. Kriteria tersebut menjadi pertimbangan agar daun yang
digunakan dalam ekstraksi tidak mengalami perubahan kandungan kimiaatau biotransformasi karena adanya cemaran-cemaran tersebut. Daun-daun yang sesuai
dengan kriteria tersebut dikumpulkan lalu dicuci untuk membersihkan debu atau kotoran yang menempel pada permukaan daun.
Daun kemudian dikering-anginkan sehingga kandungan airnya berkurang. Tujuan dari pengeringan adalah untuk mengawetkan daun sehingga dapat disimpan
selama beberapa waktu. Setelah daun dikeringkan, simplisia kering dapat disimpan untuk jangka panjang Raaman, 2006. Pelaksanaan pengeringan harus dalam kondisi
terkontrol agar tidak terjadi kerusakan kandungan kimia Raaman, 2006. Pengeringan tidak dilakukan dengan suhu tinggi melainkan dengan suhu ruang.
Pengeringan dalam suhu ruang dipilih untuk mengurangi kemungkinan kerusakan zat kimia akibat suhu tinggi. Hasil pengeringan dijadikan serbuk supaya dapat
dimaserasi.
C. Hasil Ekstraksi