Uji aktivitas antioksidan menggunakan radikal 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil (DPPH) dan penetapan kandungan fenolik total fraksi etilasetat ekstrak metanolik daun apel beludru (Diospyros blancoi A.DC.).
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MENGGUNAKAN RADIKAL 1,1-DIFENIL-2-PIKRILHIDRAZIL (DPPH) DAN PENETAPAN
KANDUNGAN FENOLIK TOTAL FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK METANOLIK DAUN APEL BELUDRU
(Diospyros blancoi A. DC.)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Yulio Nur Aji Surya
NIM: 098114082
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(2)
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MENGGUNAKAN RADIKAL 1,1-DIFENIL-2-PIKRILHIDRAZIL (DPPH) DAN PENETAPAN
KANDUNGAN FENOLIK TOTAL FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK METANOLIK DAUN APEL BELUDRU
(Diospyros blancoi A. DC.)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Yulio Nur Aji Surya
NIM: 098114082
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2013
(3)
(4)
(5)
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah
ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 10 Juli 2013
Penulis
Yulio Nur Aji Surya
(6)
LEMBAR PERYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Yulio Nur Aji Surya Nomor Mahasiswa : 098114082
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul:
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MENGGUNAKAN RADIKAL 1,1-DIFENIL-2-PIKRILHIDRAZIL (DPPH) DAN PENETAPAN KANDUNGAN FENOLIK TOTAL FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK METANOLIK DAUN APEL BELUDRU (Diospyros blancoi A. DC.)
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pengkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama saya tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Dengan demikian peryataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 10 Juli 2013 Yang menyatakan
(Yulio Nur Aji Surya)
(7)
HALAMAN PERSEMBAHAN
Hidup itu memilih..
Bebas memilih mau bermalas-malasan atau bersemangat..
Pilihan diambil setiap hari..
Setiap hari memilih pilihan yang sama maka menjadi kebiasaan..
Kebiasaan ada yang baik dan buruk..
Setiap keputusan akan menentukan akibat..
Akibat yang terjadi adalah nasib..
Sederhana, nasib bisa dipilih dengan cara memilih kebiasaan..
(Yulio Nur Aji Surya)
Kupe rse m b a hka n skripsi ini untuk :
Ke dua o ra ng tua ku (Ba pa k Nurha di da n Ib u De wi Surya ni) Ke dua ka ka kku (Le o Sa trio da n Yo ha nna Dya h)
Sa ha b a t, te m a n da n Alm a m a te rku
(8)
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Antioksidan Menggunakan Radikal 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil (DPPH) dan Penetapan Kandungan Fenolik Total Fraksi Etil Asetat Ekstrak Metanolik Daun Apel Beludru (Diospyros blancoi A. DC.)” sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelarSarjana Farnasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan dari semua pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan serta ilmu dalam penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
2. Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. sebagai Dosen Penguji atas pengarahan dan
kesediaannya menguji skripsi ini.
3. Jeffry Julianus, M.Si. sebagai Dosen Penguji atas pengarahan dan
kesediaannya menguji skripsi ini.
4. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
5. Segenap dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
6. Melisa Silvia yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada
penulis.
(9)
7. Tim skripsi (J.B Baptista Yunio R. dan Theressia Nindyati K.) terimakasih
atas kerjasama yang telah dilewati bersama dalam penelitian ini.
8. Teman-teman Farmasi angkatan 2009 yang telah memberikan dukungan
dalam penyelesaian skripsi.
9. Semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini banyak kekurangan dan
jauh dari sempurna, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.
Harapan penulis semoga penelitian dan penyusunan skripsi ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.
Yogyakarta, Juli 2013
Penulis
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
PERYATAAN KEASLIAN PENULIS... iv
LEMBAR PERYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA... v
HALAMAN PERSEMBAHAN... vi
PRAKATA... vii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv
INTISARI... xvi
ABSTRACT... xvii
BAB I PENGANTAR... 1
A. Latar Belakang... 1
1. Permasalahan... 2
2. Keaslian penelitian... 3
3. Manfaat penelitian... 4
4. Tujuan penelitian... 4
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6
A. Apel Beludru... 6
1. Klasifikasi tanaman ... 6
(11)
2. Sinonim... 6
3. Nama lain... 7
4. Deskipsi tanaman apel beludru... 7
5. Kandungan kimia apel beludru... 8
B. Senyawa Fenolik... 9
C. Radikal Bebas... 10
D. Antioksidan... 10
E. Metode DPPH... 12
F. Ekstraksi... 13
G. Spektrofotometri Visibel... 14
H. Landasan Teori... 15
I. Hipotesis... 17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 18
A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 18
B. Variabel... 18
C. Definisi Operasional... 18
D. Bahan dan Alat Penelitian... 19
1. Bahan penelitian... 19
2. Alat penelitian... 20
E. Tatacara Penelitian... 20
1. Determinasi tanaman... 20
2. Pembuatan dan penyiapan bahan... 20
3. Ekstraksi... 22
(12)
4. Pembuatan fraksi etil asetat... 22
5. Pembuatan larutan DPPH, pembanding dan uji... 23
6. Uji pendahuluan... 25
7. Optimasi metode penetapan kandungan fenolik total... 25
8. Penetapan kandungan fenolik total... 26
9. Optimasi metode uji aktivitas antioksidan... 27
10. Uji aktivitas antioksidan... 28
F. Analisis Hasil... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 30
A. Hasil Determinasi Tanaman... 30
B. Hasil Pengumpulan Bahan... 30
C. Hasil Preparasi Sampel... 32
1. Hasil ekstraksi sampel... 33
2. Hasil fraksinasi ekstrak... 35
D. Hasil Uji Pendahuluan... 37
1. Uji pendahuluan senyawaan fenolik... 37
2. Uji pendahuluan aktivitas antioksidan... 39
E. Hasil Optimasi Metode Uji Fenolik Total... 40
1. Penentuan operating time (OT)... 40
2. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum ( λ maks)... 42
F. Estimasi Kandungan Fenolik Total... 43
G. Hasil Optimasi Metode Uji Aktivitas Antioksidan... 46
1. Penentuan panjang gelombang maksimum... 46
(13)
2. Penentuan operating time (OT)... 47
H. Estimasi Aktivitas Antioksidan dengan Radikal DPPH... 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 58
A. Kesimpulan... 58
B. Saran... 58
DAFTAR PUSTAKA... 59
LAMPIRAN... 63
BIOGRAFI PENULIS... 87
(14)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Penggolongan tingkat kekuatan antioksidan... 12
Tabel II. Hasil scanning panjang gelombang maksimum asam
galat yang direaksikan dengan Folin-Ciocalteu... 42
Tabel III. Hasil penentuan jumlah fenolik total fraksi etil asetat
ekstrak metanolik daun apel beludru... 45
Tabel IV. Hasil scanning panjang gelombang serapan maksimum
pada berbagai konsentrasi... 47
Tabel V. Hasil aktivitas antioksidan kuersetin dengan metode
DPPH... 51
Tabel VI. Hasil aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak
metanolik daun apel beludru dengan metode DPPH... 53
Tabel VII. Hasil perhitungan IC50 kuersetin dan fraksi etil asetat... 54
Tabel VIII. Penggolongan tingkat kekuatan antioksidan kuersetin dan
fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun apel beludru... 56
(15)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Reaksi radikal Diphenylpicryl hydrazyl dengan
antioksidan... 13
Gambar 2. Hasil uji pendahuluan fenolik (A = larutan blanko [air:metanol + Folin Ciocalteu + Na2CO3]; B = kontrol positif [asam galat + Folin Ciocalteu + Na2CO3]; C = larutan uji + Folin Ciocalteu + Na2CO3; D = larutan asam galat; E = larutan uji)... 39
Gambar 3. Hasil uji pendahuluan aktivitas antioksidan (A = larutan DPPH; B = larutan kuersetin + DPPH; C = larutan uji + DPPH; D = larutan kuersetin; E = larutan uji)... 40
Gambar 4. Grafik penentuan OT asam galat (Replikasi 3)... 41
Gambar 5. Grafik penentuan OT fraksi etil asetat... 42
Gambar 6. Kurva baku asam galat dalam penetapan fenolik total... 44
Gambar 7. Grafik penentuan OT kuersetin (Replikasi 3)... 48
Gambar 8. Grafik penentuan OT fraksi etil asetat (Replikasi 2)... 48
Gambar 9. Kurva persamaan regresi linier aktivitas antioksidan kuersetin... 52
Gambar 10. Kurva persamaan regresi linier aktivitas antioksidan fraksi etil asetat... 54
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Surat pengesahan determinasi tanaman apel beludru
(Diospyros blancoi A. DC.)... 63
Lampiran 2. Gambar tanaman apel beludru yang diambil di kompleks Kampus III Universitas Sanata Dharma, Paingan, Maguwoharjo... 64
Lampiran 3. Perhitungan rendemen fraksi etil asetat... 65
Lampiran 4. Penimbangan uji kandungan fenolik total... 66
Lampiran 5. Optimasi penentuan kandungan fenolik total... 67
Lampiran 6. Penentuan kandungan fenolik total... 70
Lampiran 7. Data penimbangan uji aktivitas antioksidan... 73
Lampiran 8. Data perhitungan konsentrasi DPPH, larutan pembanding, dan larutan uji... 74
Lampiran 9. Optimasi metode uji aktivitas antioksidan... 77
Lampiran 10. Uji aktivitas antioksidan menggunakan radikal DPPH... 82
Lampiran 11. Perhitungan nilai IC50 kuersetin dan fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun apel beludru... 85
Lampiran 12. Uji statistik... 86
(17)
INTISARI
Penyakit degeneratif salah satunya disebabkan oleh adanya radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel. Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang diketahui memiliki aktivitas sebagai antioksidan alami dari tumbuhan. Tanaman apel beludru (Diospyros blancoi A. DC.) merupakan salah satu tanaman yang diketahui memiliki kandungan fenolik lebih dari 30 mg ekuivalen asam galat per g ekstrak tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kandungan fenolik total dan mengetahui aktivitas antioksidan pada fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun apel beludru.
Penetapan kandungan fenolik total dilakukan dengan metode Folin-Ciocalteu yang dinyatakan dengan massa ekuivalen asam galat per massa fraksi (mg ekuivalen asam galat per g fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun apel beludru). Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Prinsip metode DPPH adalah penurunan intensitas absorbansi larutan DPPH sebanding dengan kenaikan konsentrasi senyawa antioksidan yang dinyatakan dalam IC50.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun apel beludru mempunyai kandungan fenolik total sebesar 933,5±6,62 mg ekuivalen asam galat per g fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun apel beludru dan nilai IC50 sebesar 13,9±0,25 μg/mL. Aktivitas antioksidan fraksi etil asetat
ekstrak metanolik daun apel beludru masuk dalam kategori sangat kuat.
Kata kunci : antioksidan, daun apel beludru (Diospyros blancoi A. DC.), fraksi etil asetat, DPPH, kandungan fenolik total
(18)
ABSTRACT
One of the causes of degenerative disease is due to free radicals which causes the cell abnormality. Flavonoids are polyphenolic compound which is known as pure vegetal antioxidant. Velvet apple (Diospyros blancoi A. DC.) is one of the plants which is known to contain phenolic content more than 30 mg gallic acid equivalent per g of plant extracts. This research aims to determine the total phenolic content and antioxidant activity from ethyl acetate fraction of methanolic extract of velvet apple’s leaf.
Determination of total phenolic content performed by Folin-Ciocalteu method that is declared with gallic acid equivalent mass per mass fraction (mg gallic acid equivalent per g of ethyl acetate fraction of methanolic leaf extract of velvet apple). Determination of antioxidant activity by DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl). The principle of the method is the reduction of DPPH, the intensity of the absorbance is proportional to the increase in the concentration of antioxidant compounds expressed in IC50.
The results showed that the ethyl acetate fraction of methanolic extract of velvet apple’s leaf contain a total phenolic content of 933.5±6.62 mg gallic acid equivalent per g of ethyl acetate fraction of methanolic extract of velvet apple’s leaf and IC50 values is 13,9±0.25 mg/mL. The antioxidant activity of ethyl acetate
fraction of methanolic extract of velvet apple’s leaf is in intense category.
Keywords: Antioxidant, velvet apple’s leaf (Diospyros blancoi A. DC.), ethyl
acetate fraction, DPPH, total phenolic content
(19)
BAB I PENGANTAR
A.Latar Belakang
Penyakit degeneratif dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya
adalah karena adanya radikal bebas. Spesies oksigen reaktif adalah jenis radikal
bebas yang merupakan sumber oksidan utama dalam tubuh manusia. Peningkatan
spesies oksigen reaktif akan mengakibatkan kerusakan dari sel. Spesies oksigen
reaktif dapat bersumber dari dalam tubuh akibat dari proses metabolisme sel
normal manusia atau dari luar tubuh seperti asap rokok dan sumber lainnya
(Danusantoso, 2003).
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menangkal radikal bebas.
Dengan kata lain antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi
oksidasi dengan mengikat radikal bebas yang mengakibatkan kerusakan sel (Kim,
Lee, Lee and Lee, 2002).
Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang telah diketahui memiliki
aktivitas sebagai antioksidan alami yang berasal dari tumbuhan (Majewska,
Skrzycki, Podsiad and Czeczot, 2011). Penelitian mengenai kandungan fenolik
total pada tanaman apel beludru pernah dilakukan oleh Lee, Jiang, Juan, Lin and
Hou (2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak tanaman apel beludru
memiliki kandungan fenolik lebih dari 30 mg ekuivalen asam galat per gram
ekstrak tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas
antioksidan dari tanaman apel beludru khususnya pada bagian daun (folium).
(20)
Howlader, Rahman, Khalipha, Ahmed and Rahman (2012) menyebutkan dalam
ekstrak metanolik daun apel beludru terdapat kandungan alkaloid, tanin, gula,
getah dan flavonoid. Flavonoid jenis kuersetin ditemukan pada tanaman yang
masih satu genus dengan apel beludru (Diospyros blancoi A. DC.), yaitu pada
Diospyros virginiana L. (Duke, 2001). Menurut Muharni (2010) profil kandungan
kimia suatu spesies tumbuhan dalam satu genus umumnya akan menunjukkan
kandungan kimia yang mirip, maka dalam tanaman apel beludru dimungkinkan
juga terdapat senyawa flavonoid yang mirip.
Penentuan kandungan fenolik total pada penelitian ini menggunakan
metode Folin-Ciocalteau. Menurut Aqil, Ahmad and Mehmood (2006) metode ini
umum digunakan sebagai standar penentuan kandungan fenolik total setara massa
ekuivalen asam galat pada uji aktivitas antioksidan sumber tumbuhan. Penentuan
aktivitas antioksidan pada penelitian ini dilakukan dengan metode DPPH
menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Antioksidan memiliki kemampuan
untuk mereduksi atau menstabilisasi radikal DPPH yang dapat diukur dari
penurunan absorbansi DPPH pada panjang gelombang 517 nm. Aktivitas
antioksidan diketahui melalui nilai IC50 yang merupakan konsentrasi untuk
menurunkan aktivitas DPPH sebesar 50% yang ditunjukkan dengan pengurangan
intensitas warna larutan (Molyneux, 2004).
B. Permasalahan
1. Berapakah kandungan fenolik total fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun
(21)
2. Berapakah nilai aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun
apel beludru dengan menggunakan radikal bebas DPPH yang dinyatakan
dengan IC50 ?
C. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang uji aktivitas antioksidan tanaman apel beludru pernah
dilakukan oleh Das, Hamid, Bulbul, Sultana and Islam (2010) dengan judul “In
Vitro Antioxidant Activity of Different Parts of the Plant (Diospyros discolor)”.
Penelitian ini menggunakan daun, buah, dan kulit batang apel beludru yang
diperoleh dari Departemen Botani Universitas Dhaka. Kemudian dalam keadaan
kering dimaserasi dengan metanol 97% selama tujuh hari. Uji aktivitas
aktioksidan dilakukan dengan metode DPPH dan ditetapkan kandungan fenolik
totalnya menggunakan spektrofotometer UV-VIS.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Howlader et al. (2012) dengan
judul “Antioxidant and Antidiarrhoeal Potentiality of Diospyros blancoi”.
Penelitian ini menggunakan daun apel beludru yang diperoleh dari distrik Barisal,
Bangladesh. Kemudian dalam keadaan kering diekstrak menggunakan metode
reflux dengan metanol selama tiga jam. Uji aktivitas aktioksidan dilakukan dengan
metode DPPH menggunakan spektrofotometer UV-VIS.
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
penelitian ini menggunakan daun apel beludru dari tanaman apel beludru di
kompleks Kampus III Universitas Sanata Dharma, Paingan, Maguwoharjo,
(22)
sinar matahari, diekstraksi dan difraksinasi untuk mendapatkan fraksi etil asetat
ekstrak metanolik daun apel beludru. Kemudian ditetapkan kandungan fenolik
total dengan pereaksi Folin-Ciocalteu dan aktivitas antioksidan dengan metode
DPPH menggunakan instrumen spektrofotometer UV-VIS.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis : penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
tentang aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun apel
beludru dengan menggunakan radikal bebas DPPH yang dinyatakan dengan
IC50.
2. Manfaat praktis : penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
aktivitas antioksidan daun apel beludru sehingga bisa dimanfaatkan untuk
pemeliharaan kesehatan manusia untuk menangkal radikal bebas.
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum : menetapkan kandungan fenolik total menggunakan metode
Folin-Ciocalteu dan menguji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH
pada fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun apel beludru.
2. Tujuan khusus :
a. Mengetahui nilai kandungan fenolik total fraksi etil asetat ekstrak metanolik
(23)
b. Mengetahui nilai aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak metanolik
daun apel beludru dengan menggunakan radikal bebas DPPH yang
(24)
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Apel Beludru 1. Klasifikasi tanaman
Menurut United States Department of Agriculture (2013) klasifikasi
tanaman apel beludru, yaitu:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Dilleniidae
Order : Ebenales
Family : Ebenaceae
Genus : Diospyros L.
Species : Diospyrosblancoi A. DC.
2. Sinonim
Menurut United States Department of Agriculture (2013) sinonim
Diospyrosblancoi A. DC., yaitu:
a. Diospyros discolor Willd.
b. Diospyros philippensis (Desr.) Gurke
(25)
3. Nama lain
Menurut Morton (1987) nama lain yang dimiliki apel beludru, yaitu:
Indonesia : Buah mentega, bisbul
Inggris : Velvet apple, mabolo
4. Deskripsi tanaman apel beludru
Anggota dari famili Ebenaceae ini lebih dikagumi sebagai tanaman untuk
hiasan daripada untuk dikonsumsi. Mabolo telah muncul dalam literatur selama
bertahun-tahun dengan nama Diospyros discolor Wild. pada 1968. Dr. Richard
Howard, direktur Arnold Arboretum, Universitas Harvard mengusulkan nama
Diospyros blancoi A. DC., dan sekarang dijadikan sebagai nama botani yang
benar untuk spesies ini. Menurut IPNI (2013), A. DC. merupakan singkatan dari
nama author yang memiliki kepanjangan Alphonse Louis Pierre Pyramus de
Candolle. Buah ini kadang disebut velvet apple (apel beludru), di Malaya disebut
buah mentega (butter fruit), atau buah sakhlat. Mabolo adalah nama lokal buah ini
di Filipina (Morton, 1987).
Bentuk tanaman apel beludru bervariasi dari yang pendek dan tidak
beraturan dengan ranting yang mengarah ke bawah, sampai bentuk yang tinggi
tegak 60-100 kaki (18-33 m), dengan batang berwarna hitam, kokoh dan memiliki
ketebalan sampai 50 in (80 cm). Tanaman ini tumbuh dengan lambat, daun yang
berwarna hijau sepanjang tahun, letak daun saling berlawanan dalam satu ranting,
meruncing pada ujung daun, meruncing atau membulat pada pangkal daun,
(26)
tua, halus dan mengkilap pada permukaan daun bagian atas, berambut dan
berwarna keperakan pada permukaan bagian bawah daun. Daun yang masih muda
berwarna hijau pucat atau pink dan berambut halus. Buah seringkali berbuah
secara berkelompok dengan jarak antar buah sangat dekat dalam sisi yang
berlawanan pada ranting. Aroma buah kuat seperti keju bersumber dari kulit buah
apel beludru, ketika kulit buah dikupas, warna daging keputihan, seperti apel yang
terlalu matang. Dapat dimungkinkan terdapat 4-8 biji dalam buah, panjang biji 1,5
in (4 cm) dan lebar 1 in (2,5 cm), namun ada juga buah tanpa biji (Morton, 1987).
Apel beludru berasal dari Filipina yang sekarang banyak dibudidayakan
dan juga untuk ditanam pada sisi jalan raya. Tanaman ini dikenalkan di Jawa dan
Malaya pada 1881, dan juga Kalkuta serta Kebun Botani di Singapura. Di India,
apel beludru berbunga pada Maret dan April dan buah matang pada Juli dan
Agustus, sedangkan di Florida pada bulan Juni sampai September. Namun buah
juga dapat ditemukan pada tanaman sepanjang waktu dalam satu tahun (Morton,
1987).
5. Kandungan kimia apel beludru
Penelitian mengenai kandungan fenolik total pada tanaman apel beludru
pernah dilakukan oleh Lee et al. (2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ekstrak tanaman apel beludru memiliki kandungan fenolik lebih dari 30 mg
ekuivalen asam galat per gram ekstrak tanaman.
Dalam penelitian Howlader et al. (2012) disebutkan bahwa dalam ekstrak
(27)
flavonoid. Flavonoid jenis kuersetin ditemukan dalam tanaman yang masih satu
genus dengan apel beludru (Diospyros blancoi A. DC.), yaitu pada Diospyros
virginiana L. (Duke, 2001). Menurut Muharni (2010) profil kandungan kimia
suatu spesies tumbuhan dalam satu genus umumnya akan menunjukkan
kandungan kimia yang mirip, maka dalam tanaman apel beludru dimungkinkan
juga terdapat senyawa flavonoid yang mirip.
B. Senyawa Fenolik
Senyawa fenolik merupakan sumber antioksidan alami yang aman
digunakan dan merupakan golongan mayoritas senyawa yang bertindak sebagai
antioksidan. Aktivitas antioksidan dari fenolik didapatkan dengan cara mereduksi
radikal bebas sehingga radikal menjadi stabil (Marxen, Vanselow, Lippemeier,
Hitze, Ruser and Hansen, 2007).
Reaksi yang terjadi pada fenol dapat melalui gugus hidroksilnya atau
dengan menggantikan atom hidrogen pada cincin aromatiknya. Sifat lainnya yang
menarik ialah fenol mampu mengkompleks protein sehingga beberapa enzim
dapat dihambat. Sifat ini menguntungkan proses ekstraksi, karena dapat
diharapkan selama ekstraksi tidak terjadi reaksi enzimatik. Tetapi, fenol peka
terhadap oksidasi dan ini bisa menyebabkan perubahan fenol selama ekstraksi
(Simpson, 1985).
Salah satu yang paling sering digunakan untuk penentuan total polifenol
adalah metode spektrofotometri menggunakan reagen Folin-Ciocalteu. Prinsipnya
(28)
molibdenum dan tungsten fosfat untuk membentuk kompleks berwarna biru.
Intensitas berwarna biru kompleks tungsten-molibdenum dengan polifenol diukur
secara spektrofotometri pada panjang gelombang 750 nm (Bajcan, Harangozo,
Hrabovska and Boncikova, 2013). Hasil molar warna biru yang terbentuk
sebanding dengan jumlah ion fenolik yang teroksidasi (Singleton and Rossi,
1985).
Metode Folin-Ciocalteu memiliki kelemahan, yaitu adanya faktor
interferensi dari senyawa selain senyawa fenolik yang dapat bereaksi dengan
reagen Folin-Ciocalteu. Gula pereduksi, amin aromatik, sulfur dioksida, asam
askorbat, asam organik, dan Fe2+ dapat bereaksi dengan molibdenum dan tungsten
fosfat membentuk kompleks berwarna biru (Prior, Wu and Schaich, 2005).
C. Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom, ion atau molekul yang memiliki elektron
yang tidak berpasangan dalam orbit terluarnya. Radikal bebas berbahaya karena
untuk mencari pasangan elektronnya, radikal bebas mengambil satu elektron dari
molekul stabil. Molekul stabil tersebut kemudian menjadi radikal bebas dan
menghasilkan reaksi berantai. Apabila reaksi ini berlangsung dalam tubuh maka
dapat merusak jaringan dan mengacaukan fungsi mereka (Sivanamdham, 2011).
D. Antioksidan
Antioksidan dapat didefinisikan sebagai senyawa yang apabila dalam
(29)
menghambat oksidasi senyawa tersebut (Halliwell, 1994). Antioksidan merupakan
suatu senyawa yang berperan dalam menghambat oksidasi yang diperantarai
oksigen. Senyawa antioksidan memegang peranan penting dalam pertahanan
tubuh terhadap penyakit. Hal tersebut disebabkan senyawa antioksidan dapat
mencegah pengaruh buruk yang disebabkan oleh radikal bebas (Percival, 1998).
Sistem antioksidan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
enzimatik dan bukan enzimatik. Antioksidan enzimatik terdiri dari superoxide
dismutase (SOD), catalase dan glutathione peroxidase. Antioksidan bukan enzimatik terdiri dari vitamin E, vitamin A, provitamin A (β-karoten), dan vitamin C. Antioksidan enzimatik secara alamiah dihasilkan oleh tubuh sedangkan
antioksidan bukan enzimatik diperoleh dari luar tubuh (Fouad, 2005).
Pada saat ini penggunaan bahan pengawet dan antioksidan sintetis tidak
direkomendasikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) karena
diduga dapat menimbulkan penyakit kanker (carcinogen agent). Seperti
penggunaan tBHQ pada dosis tinggi menyebabkan kanker otak, hal ini
dikarenakan terbentuknya radikal semikuinon anion dan ROS yang menyerang sel
otak. Begitu pula dengan BHT dan BHA, dalam konsentrasi tinggi dapat
menginduksi tumor pada perut dan liver hewan uji. Menurut Hernani (2005) perlu
dicari alternatif bahan pengawet dan antioksidan alami yang bersumber dari bahan
alam. Bahan pengawet dan antioksidan alami ini hampir terdapat pada semua
tumbuhan dan buah yang tersebar di seluruh tanah air Indonesia.
Menurut Ariyanto cit. Sambada (2011), kekuatan antioksidan senyawa
(30)
Tabel I. Penggolongan tingkat kekuatan antioksidan
Intensitas Nilai IC50
Sangat kuat <50 µg/mL Kuat 50-100 µg/mL Sedang 101-150 µg/mL
Lemah >150 µg/mL
E. Metode DPPH
Radikal bebas yang umumnya digunakan sebagai model dalam penelitian
antioksidan atau peredam radikal bebas adalah 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH)
(Windono et al., 2001).
DPPH merupakan radikal bebas yang stabil (dengan atom N di tengah)
serta dapat bereaksi dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen,
dapat berguna untuk pengujian aktivitas antioksidan komponen tertentu dalam
suatu ekstrak (Dinis, Maderia and Almeida, 1994).
Senyawa yang beraksi sebagai penangkal radikal bebas akan mereduksi
DPPH yang dapat diamati dengan adanya perubahan warna DPPH dari ungu
menjadi kuning. Perubahan warna terjadi ketika elektron ganjil dari radikal DPPH
telah berpasangan dengan hidrogen dari senyawa penangkal radikal bebas yang
akan membentuk DPPH-H tereduksi (Molyneux, 2004). Pengurangan warna
merupakan stokiometri terhadap jumlah dari elektron yang ditangkap (Bondet,
Brand-Williams and Berset, 1997). Menurut Dehpour, Ebrahimzadeh, Fazel and
Mohammad (2009) panjang gelombang yang digunakan untuk pengukuran DPPH
adalah 517 nm.
Salah satu parameter yang telah diketahui sebagai interpretasi hasil dari
(31)
IC50. Nilai ini didefinisikan sebagai konsentrasi substrat yang menyebabkan 50%
hilangnya aktivitas DPPH. Nilai aktivitas antioksidan diketahui melalui nilai IC50
yang dihasilkan, bahwa semakin tinggi aktivitas antioksidan suatu senyawa, maka
semakin tinggi nilai IC50 yang dihasilkan (Molyneux, 2004).
+ AH + A·
Gambar 1. Reaksi radikal Diphenylpicryl hydrazyl dengan antioksidan (Molyneux, 2004)
F. Ekstraksi
Penyarian atau ekstraksi merupakan suatu peristiwa perpindahan massa
zat aktif yang semula berada di dalam sel kemudian ditarik oleh cairan penyari.
Pada umumnya penyarian akan bertambah baik jika permukaan simplisia yang
bersentuhan dengan penyari semakin luas (Harbone, 1987).
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Dirjen POM,
1995). Untuk mendapatkan senyawa yang khas (zat aktif) dalam suatu tumbuhan,
diperlukan metode ekstraksi yang cepat dan teliti. Pemilihan metode ekstraksi
tergantung pada sumber bahan alami dan senyawa yang akan diisolasi tersebut
(Harborne, 1987).
Dalam memilih penyari, seseorang harus mampu mempertimbangkan
(32)
(1) Murah dan mudah diperoleh,
(2) stabil secara fisika dan kimia,
(3) tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar,
(4) selektif,
(5) tidak mempengaruhi zat berkhasiat, dan
(6) diperbolehkan oleh peraturan yang berlaku (Depkes RI, 1986).
Metode penyarian yang digunakan tergantung dari wujud dan kandungan
zat dari bahan yang disari. Cara penyarian dapat dibedakan menjadi: infundasi,
maserasi, perkolasi, dan penyarian yang berkesinambungan (Depkes RI, 1986).
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk daun dalam cairan penyari. Cairan penyari akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan
zat aktif di dalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak
keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan diluar dan di dalam sel. Maserasi dengan mesin pengaduk yang
berputar terus menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6
sampai 24 jam (Depkes RI, 1986).
G. Spekrofotometri Visibel
Spektrofotometri visibel adalah salah satu teknik analisis fisika-kimia yang
mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik
(33)
Molyneux (2004), absorbansi DPPH terjadi dengan baik pada daerah cahaya
tampak (visible), oleh sebab itu digunakan spektrofotometri visibel untuk
pengukuran absorbansinya.
Interaksi antara senyawa yang mempunyai gugus kromofor dengan radiasi
elektromagnetik pada daerah UV-Vis (200-800 nm) akan menghasilkan transisi
elektromagnetik dan spektra absorbansi elektromagnetik. Jumlah radiasi
elektromagnetik yang diserap akan sebanding dengan jumlah molekul
penyerapnya, sehingga spektra absorbansi dapat digunakan untuk analisis
kuantitatif (Fessenden and Fessenden, 1995).
Bila suatu molekul senyawa organik menyerap sinar UV atau tampak
maka di dalam molekul tersebut terjadi perpindahan (transisi elektron) dari
berbagai jenis tingkat energi orbital dari molekul tersebut (Sastromihardjojo,
2001). Absorbsi cahaya oleh suatu molekul merupakan suatu bentuk interaksi
antara gelombang cahaya (foton) dan atom atau molekul. Proses absorbsi cahaya
UV-Vis berkaitan dengan promosi elektron dari satu orbital molekul dengan
tingkat energi elektronik tertentu ke orbital lain dengan tingkat energi elektronik
yang lebih tinggi.
H. Landasan Teori
Radikal bebas adalah atom, ion atau molekul yang memiliki elektron yang
tidak berpasangan dalam orbit terluarnya. Radikal bebas berbahaya karena untuk
mencari pasangan elektronnya, radikal bebas mengambil satu elektron dari
(34)
menghasilkan reaksi berantai. Apabila reaksi berlangsung di tubuh maka dapat
merusak jaringan dan mengacaukan fungsi mereka. Antioksidan sintetis seperti
penggunaan tBHQ, BHT dan BHA, dalam konsentrasi tinggi dapat menginduksi
tumor dan kanker oleh karena itu, tidak direkomendasikan oleh Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM).
Penelitian yang dilakukan oleh Lee et al. (2006) menunjukkan bahwa
ekstrak tanaman apel beludru memiliki kandungan fenolik lebih dari 30 mg
ekuivalen asam galat per gram ekstrak tanaman. Kandungan fenolik diketahui
dapat menjadi antioksidan dengan cara mereduksi radikal bebas sehingga radikal
menjadi stabil.
Metode DPPH adalah suatu metode kolorimetri yang efektif dan cepat
untuk memperkirakan aktivitas antiradikal dalam uji antioksidan. Molekul
1,1-difenil-2-pikrihidrazil (DPPH) merupakan suatu radikal bebas yang stabil dengan
adanya delokalisasi elektron bebas pada molekul tersebut. Delokalisasi ini
menyebabkan peningkatan warna violet, yang ditunjukkan dengan pita absorpsi
pada panjang gelombang 517 nm. Keberadaan senyawa antioksidan dapat
mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning.
Metode Folin-Ciocalteu dapat mengukur senyawa fenolik dalam suatu
sampel. Prinsipnya berdasarkan pada oksidasi senyawa fenolik dalam medium
alkali dengan molibdenum dan tungsten fosfat untuk membentuk kompleks
berwarna biru. Intensitas berwarna biru kompleks tungsten-molibdenum dengan
(35)
molar warna biru yang terbentuk sebanding dengan jumlah ion fenolik yang
teroksidasi.
I. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini, yaitu:
1. Fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun apel beludru mempunyai
kandungan fenolik yang dinyatakan dalam mg ekuivalen asam galat.
2. Fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun apel beludru mempunyai aktivitas
(36)
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental rancangan acak
sederhana karena subjek uji diberi perlakuan.
B.Variabel
1. Variabel bebas berupa konsentrasi fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun apel
beludru.
2. Variabel tergantung berupa aktivitas antioksidan (%IC) fraksi etil asetat
ekstrak metanolik daun apel beludru.
3. Variabel pengacau terkendali berupa tempat tumbuh tanaman, waktu
pemanenan, umur daun yang dipanen, cara panen, dan jumlah (g) serbuk daun
yang digunakan.
4. Variabel pengacau tak terkendali berupa cuaca atau musim, curah hujan, dan
kelembaban.
C. Definisi Operasional
1. Daun apel beludru adalah daun (folium) dari tanaman apel beludru yang
dipanen dari kompleks Kampus III Universitas Sanata Dharma, Paingan,
Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta.
(37)
2. Ekstrak metanolik adalah ekstrak daun apel beludru yang diperoleh dari hasil
maserasi dengan campuran metanol:air (9:1) dan (1:1) kemudian dipekatkan
sampai semua metanol dapat teruapkan.
3. Fraksi etil asetat adalah hasil fraksinasi ekstrak metanolik dengan washbensin
(1:1) kemudian fase air difraksinasi kembali dengan etil asetat (1:1). Fraksi
etil asetat dikeringkan dalam oven selama 24 jam.
4. Persen inhibition concentration (%IC) adalah persen yang menyatakan
kemampuan fraksi etil asetat untuk menangkap radikal DPPH.
5. Persen inhibition concentration 50 (IC50) adalah nilai konsentrasi fraksi etil
asetat yang menghasilkan penangkapan 50% radikal DPPH.
D. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: daun apel beludru
(Diospyros blancoi A. DC.) yang dipanen dari tanaman apel beludru di kompleks
Kampus III Universitas Sanata Dharma, Paingan, Maguwoharjo, Sleman,
Yogyakarta; akuades (Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma). Bahan kimia kualitas pro analitik (E.Merck)
meliputi metanol. Bahan kualitas pro analitik Sigma Chem. Co., USA meliputi
kuersetin, DPPH, reagen Folin-Ciocalteu, asam galat. Bahan kualitas teknis
(38)
2. Alat penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa spektrofotometer
UV-VIS (Shimadzu), vortex (junke & kunkel), corong Buchner, oven, mikropipet
10-1000 µL; 1-10 mL (Acura 825, Socorex), neraca analitik (Scaltec SBC 22, BP
160P), vacuum rotary evaporator (Junke & Kunkel), tabung reaksi bertutup dan
alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis (Pyrex-Germany dan
Iwaki).
E. Tatacara Penelitian 1. Determinasi tanaman
Determinasi tanaman apel beludru dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dengan
acuan dari web USDA (2013) dan Morton (1987).
2. Pembuatan dan penyiapan bahan
a. Pengumpulan bahan
Tanaman apel beludru diperoleh dari kompleks Kampus III Universitas
Sanata Dharma, Paingan, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. Pengumpulan pada
musim penghujan bulan Januari tahun 2013. Pemanenan dilakukan pagi hari
pukul 07.00 saat tanaman sedang berbuah dengan bahan yang dipakai adalah daun
dewasa, yaitu daun yang berwarna hijau tua, berada pada ruas ketiga sampai
(39)
b. Sortasi basah
Bahan baku dipisahkan dari bahan-bahan pengganggu seperti tanah,
kerikil, rumput, bagian tanaman yang tidak dibutuhkan (ranting dan bunga),
bagian dari tanaman lain (tangkai, daun, bunga dan biji inang), bahan yang rusak
dan lain-lain.
c. Pencucian
Daun apel beludru dicuci dengan cara dialiri air sumur sambil
dibersihkan kotoran yang melekat pada daun. Pencucian ini dilakukan sebanyak
tiga kali.
d. Perajangan
Daun apel beludru dirajang dengan ukuran seragam, kurang lebih
panjang daun menjadi 1 cm.
e. Pengeringan
Daun apel beludru yang masih basah dikeringanginkan pada udara
terbuka dan terlindung dari sinar matahari. Cara pengeringan adalah bahan
dihamparkan di atas kertas koran diatur agar tidak terlalu menumpuk. Posisi daun
harus sering dibalik sehingga pengeringan dapat merata. Akhir pengeringan
ditandai dengan mudah dipatahkannya daun apel beludru.
f. Sortasi kering
Daun apel beludru yang sudah kering (ditandai dengan mudah hancur
ketika diremas) dipisahkan dari bahan-bahan pengganggu seperti tanah, kerikil,
(40)
g. Penyerbukan
Daun apel beludru dibuat menjadi serbuk dengan bantuan alat penyerbuk,
kemudian dilakukan pengayakan dengan ayakan nomor mesh 40.
h. Pengepakan dan penyimpanan
Serbuk daun apel beludru kemudian dibungkus dengan menggunakan
wadah kedap udara. Penyimpanan dilakukan di suhu ruangan.
3. Ekstraksi
Daun apel beludru yang telah menjadi serbuk ditimbang sebanyak 50,0 g
dan dimasukkan ke dalam bejana maserasi, ditambah pelarut pertama yaitu
metanol:air (9:1) sampai terendam sempurna, dan dicampur homogen. Campuran
dimaserasi pada suhu ruangan selama satu hari. Filtrat diperoleh melalui
penyaringan dengan corong Buchner dengan bantuan pompa vakum. Ampas
penyaringan dimaserasi dengan pelarut kedua, yaitu metanol:air (1:1) secukupnya
selama satu hari kemudian disaring. Filtrat hasil maserasi pelarut pertama dan
kedua digabungkan, lalu filtrat diuapkan pelarutnya hingga volumenya menjadi
sepertiga dari volume awal. Diperoleh ekstrak metanolik daun apel beludru.
4. Pembuatan fraksi etil asetat
Ekstrak metanolik daun apel beludru di ekstraksi cair-cair menggunakan
washbensin dengan perbandingan larutan ekstrak : washbensin (1:1 v/v),
kemudian didiamkan hingga terpisah sempurna. Fase air akan berada pada paling
(41)
Hasil fraksinasi diperoleh dua fraksi, yaitu fraksi washbensin dan fraksi
air. Selanjutnya, fraksi air diekstraksi cair-cair lagi menggunakan etil asetat
dengan perbandingan larutan fraksi air : etil asetat (1:1 v/v) sehingga didapatkan
fraksi air dan fraksi etil asetat. Setelah dipisahkan, fraksi etil asetat diuapkan
dengan vacum rotary evaporator dan dimasukkan dalam cawan porselin yang
sebelumnya telah ditimbang. Cawan berisi fraksi kental dimasukkan dalam oven
hingga 24 jam. Fraksi kering yang didapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.
5. Pembuatan larutan pembanding, DPPH dan uji
a. Pembuatan larutan baku asam galat
Sebanyak 10,0 mg asam galat ditimbang, lalu ditambahkan 10,0 mL
akuades : metanol p.a (1:1) sehingga diperoleh konsentrasi larutan asam galat
sebesar 1000,0 µg/mL. Diambil sebanyak 0,5; 0,75; 1,0; 1,25 dan 1,5 mL
larutan tersebut, kemudian ditambahkan akuades : metanol p.a (1:1) sampai
10,0 mL, sehingga diperoleh konsentrasi larutan baku asam galat 50; 75; 100;
125; dan 150 µg/mL.
b. Pembuatan larutan DPPH
Sebanyak 0,0158 g DPPH dilarutkan dengan metanol p.a sampai 100 mL
sehingga diperoleh larutan DPPH dengan konsentrasi 0,4 mM. Larutan tersebut
ditutup dengan alumunium foil dan harus selalu dibuat baru.
c. Pembuatan larutan stok dan intermediet kuersetin
Sebanyak 10,0 mg kuersetin dilarutkan dengan metanol p.a sampai 10,0
(42)
1,0 mL larutan stok kuersetin dan ditambahkan metanol p.a sampai 10,0 mL,
sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi sebesar 100,0 μg/mL. d. Pembuatan larutan pembanding
Diambil sebanyak 0,5; 0,75; 1,0; 1,25; 1,5 mL larutan kuersetin
konsentrasi 100,0 μg/mL, kemudian ditambahkan metanol p.a sampai 10,0 mL, sehingga diperoleh konsentrasi larutan standar kuersetin sebesar 5,0; 7,5; 10,0;
12,5; dan 15,0 μg/mL. e. Pembuatan larutan uji
1). Larutan uji untuk penentuan kandungan fenolik total
Sebanyak 10,0 mg fraksi etil asetat ditimbang, lalu ditambahkan 10,0
mL metanol p.a sehingga diperoleh konsentrasi sebesar 1000,0 µg/mL.
Kemudian larutan tersebut diambil 1,0 mL dan ditambahkan 10,0 mL metanol
p.a sehingga diperoleh konsentrasi larutan uji sebesar 100,0 µg/mL.
2). Larutan uji untuk aktivitas antioksidan
Sejumlah 10,0 mg fraksi etil asetat ditimbang dan ditambahkan metanol
p.a sampai 10,0 mL sebagai larutan stok. Kemudian dibuat larutan intermediet
dengan mengambil 1,0 mL stok larutan uji dan ditambahkan metanol p.a sampai
10,0 mL, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi sebesar 100,0 μg/mL. Diambil sebanyak 0,75; 1,0; 1,25; 1,5; 1,75 mL larutan tersebut, kemudian
ditambahkan metanol p.a sampai 10,0 mL, sehingga diperoleh konsentrasi larutan
(43)
6. Uji pendahuluan
a. Uji keberadaan senyawa fenolik
Larutan uji dengan konsentrasi 200,0 μg/mL dan larutan pembanding asam galat 150,0 μg/mL diambil sebanyak 0,5 mL kemudian ditambahkan 2,5 mL pereaksi fenol Folin-Ciocalteu yang telah diencerkan dengan akuades (1:10 v/v)
ke dalam tabung reaksi lalu didiamkan selama 10 menit. Larutan natrium karbonat
1 M ditambahkan sebanyak 2,0 mL, kemudian amati warna larutan tersebut.
Bandingkan dengan warna larutan yang berisi air:metanol (1:1) + pereaksi, fraksi
etil asetat dan asam galat tanpa diberi pereaksi.
b. Uji pendahuluan aktivitas antioksidan
Larutan DPPH diambil sebanyak 1,0 mL dimasukan ke dalam
masing-masing tiga tabung reaksi. Larutan DPPH ditambahkan masing-masing-masing-masing dengan
1,0 mL metanol p.a, larutan pembanding kuersetin 37,5 μg/mL, dan larutan uji 200,0 μg/mL. Selanjutnya, larutan tersebut ditambahkan dengan 3,0 mL metanol p.a. Larutan tersebut kemudian digojok dengan vortex selama 30 detik. Setelah 30
menit, diamati warna pada larutan tersebut. Bandingkan juga dengan warna
larutan fraksi etil asetat dan kuersetin tanpa ditambahkan DPPH.
7. Optimasi metode penetapan kandungan fenolik total
a. Penentuan operating time (OT)
Sebanyak 0,5 mL larutan asam galat 50; 100; dan 150 μg/mL ditambahkan dengan 5 mL reagen Folin-Ciocalteu yang telah diencerkan dengan
(44)
karbonat 1 M. Setelah itu dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer visibel
pada panjang gelombang 750 nm selama 30 menit. Dilakukan demikian juga
untuk larutan uji 100 μg/mL dengan waktu pengamatan selama 60 menit. b. Penentuan panjang gelombang maksimum
Sebanyak 0,5 mL larutan asam galat 50; 100; dan 150 μg/mL ditambahkan dengan 5,0 mL reagen Folin-Ciocalteu yang telah diencerkan dengan
air (1:10 v/v). Larutan selanjutnya ditambahkan dengan 4,0 mL natrium karbonat
1 M. Diamkan selama operating time, dibaca panjang gelombang pada absorbansi
maksimum dengan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 600-800
nm.
8. Penetapan kandungan fenolik total
a. Pembuatan kurva baku asam galat
Sebanyak 0,5 mL larutan asam galat 50; 75; 100; 125; dan 150 μg/mL ditambah dengan 5,0 mL reagen Folin-Ciocalteu yang telah diencerkan dengan
akuades (1:10 v/v). Larutan selanjutnya ditambah dengan 4,0 mL natrium
karbonat 1 M. Setelah operating time, absorbansinya dibaca pada panjang
gelombang maksimum terhadap blanko yang terdiri atas akuades : metanol p.a
(1:1), reagen Folin-Ciocalteu dan larutan natrium karbonat 1M. Pengerjaan
dilakukan tiga kali.
b. Estimasi kandungan fenolik total larutan uji
Diambil 0,5 mL larutan uji 100 μg/mL, lalu dilanjutkan sebagaimana perlakuan pada pembuatan kurva baku asam galat. Kandungan fenolik total
(45)
dinyatakan sebagai mg ekuivalen asam galat per g fraksi etil asetat. Dilakukan tiga
kali replikasi.
9. Optimasi metode uji aktivitas antioksidan
a. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum
Pada tiga labu ukur 10 mL, dimasukkan masing-masing 0,5; 1,0; 1,5
mL larutan DPPH. Larutan tersebut ditambahkan dengan metanol p.a hingga
tanda batas sehingga konsentrasi DPPH menjadi 0,020; 0,040; dan 0,060.
Larutan tersebut kemudian digojok dengan vortex selama 30 detik. Diamkan
selama operating time, lalu dilakukan scanning panjang gelombang serapan
maksimum dengan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 400-600
nm.
b. Penentuan operating time (OT)
Sebanyak 2,0 mL larutan DPPH dimasukan kedalam masing-masing
tiga labu ukur 10 mL, ditambahkan masing-masing dengan 2,0 mL larutan
pembanding kuersetin 5,0; 10,0 dan 15,0 μg/mL. Selanjutnya larutan tersebut ditambahkan dengan metanol p.a hingga tanda batas. Larutan tersebut
kemudian digojok dengan vortex selama 30 detik. Setelah itu dibaca
absorbansinya dengan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 516
nm selama 1 jam. Dilakukan demikian juga untuk larutan uji 7,5; 12,5; 17,5
(46)
10. Uji aktivitas antioksidan
a. Pengukuran absorbansi larutan DPPH (kontrol)
Pada labu ukur 10 mL, dimasukkan sebanyak 2,0 mL larutan DPPH.
Ditambahkan metanol p.a hingga tanda batas. Kemudian larutan tersebut dibaca
absorbansinya pada saat OT dan panjang gelombang maksimum. Pengerjaan
dilakukan sebanyak tiga kali. Larutan ini digunakan sebagai kontrol untuk
menguji larutan pembanding dan uji.
b. Pengukuran absorbansi larutan pembanding dan uji
Larutan DPPH sebanyak 2,0 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL
kemudian ditambah dengan 2,0 mL larutan pembanding dan uji pada berbagai seri
konsentrasi yang telah dibuat. Selanjutnya larutan tersebut ditambah dengan
metanol p.a hingga tanda batas. Larutan tersebut kemudian digojok dengan vortex
selama 30 detik dan didiamkan selama OT. Larutan dibaca absorbansinya dengan
spektrofotometer visibel pada panjang gelombang maksimum hasil optimasi.
Pengujian dilakukan dengan tiga kali replikasi.
c. Estimasi aktivitas antioksidan
Hasil dari prosedur 10a dan 10b, dihitung nilai %IC dan IC50 untuk
kuersetin dan fraksi etil asetat.
F. Analisis Hasil
Aktivitas penangkapan radikal DPPH (%) dihitung dengan rumus :
Absorbansi larutan kontrol – Absorbansi larutan pembanding atau larutan uji
(47)
Data aktivitas tersebut dianalisis dan dihitung nilai IC50 menggunakan
persamaan regresi linier dengan sumbu x adalah konsentrasi larutan uji maupun
pembanding, sedangkan sumbu y adalah %IC. Lalu dianalisis secara statistik
untuk menentukan ada atau tidak adanya perbedaan antara rerata IC50 larutan
pembanding dan larutan uji. Uji secara statistik dilakukan menggunakan program
R versi 2.14.1.
Uji kandungan fenolik total menghasilkan nilai mg ekuivalen asam galat
dalam per gram fraksi etil asetat. Nilai tersebut didapatkan dari analisis regresi
(48)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan
memastikan kebenaran identitas tanaman yang digunakan dalam penelitian.
Kebenaran identitas tanaman tersebut digunakan untuk menghindari adanya
kemungkinan kesalahan dalam pengambilan sampel pada analisis fitokimia.
Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dengan acuan dari web USDA
(2013)dan Morton (1987).
Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan adalah
Diospyros blancoi A. DC. atau dikenal dengan nama apel beludru. Hal ini
dibuktikan dengan surat determinasi (lampiran 1) yang dikeluarkan oleh
Laboratorium Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Sanata Dharma
Yogyakarta.
B. Hasil Pengumpulan Bahan
Daun apel beludru diperoleh dari pohon apel beludru yang berada di
kompleks Kampus III Universitas Sanata Dharma, Paingan, Maguwoharjo,
Sleman, Yogyakarta. Pengambilan bahan berasal dari satu tempat, hal ini
bertujuan untuk menghindari variasi kandungan senyawa tanaman yang
disebabkan oleh perbedaan faktor edafik.
(49)
Daun apel beludru dipanen dengan kriteria-kriteria berikut ini, yaitu
dipetik pada bulan Januari saat musim penghujan, diambil pada pagi hari pukul
07.00 saat tanaman sedang berbuah dan daun yang dipetik adalah daun dewasa.
Daun yang dipetik merupakan daun dewasa yang tidak terlalu muda dan tidak
terlalu tua, yaitu daun dipetik pada ruas ketiga sampai ketujuh pada tiap cabang
ranting pohon. Hal ini dikarenakan daun yang terlalu muda memiliki kandungan
metabolit sekunder yang belum sempurna, sedangkan pada daun yang terlalu tua
atau yang sudah berwarna kekuningan kandungan kimianya banyak yang sudah
berkurang, sehingga pada daun dewasa diharapkan memiliki kandungan metabolit
sekunder yang maksimal. Pemanenan dilakukan pada pagi hari untuk memperoleh
kandungan metabolit sekunder yang maksimal. Menurut Samanta, Das, and Das
(2011) senyawa flavonoid yang terkandung dalam tanaman merupakan sistem
pertahanan pada tanaman untuk menyerap radiasi UV sehingga kandungan
flavonoid pada tanaman dapat mengalami pengurangan jika diambil pada siang
hari.
Pemanenan daun untuk mendapatkan kandungan metabolit sekunder
yang maksimal sebaiknya dilakukan pada musim kemarau saat tanaman mulai
berbunga dan belum berbuah, dikarenakan setelah berbuah metabolit sekunder
akan terkumpul pada buah. Pemanenan sebaiknya juga dilakukan saat pagi hari
dua jam setelah matahari mulai terbit agar diperoleh metabolit sekunder yang
maksimal, dikarenakan pada saat siang hari metabolit sekunder tumbuhan dapat
(50)
C. Hasil Preparasi Sampel
Preparasi sampel dilakukan untuk mendapatkan fraksi etil asetat ekstrak
metanolik daun apel beludru yang diduga dalam fraksi tersebut mengandung
senyawa fenolik. Pada tahap pasca pemanenan, daun apel beludru yang diperoleh
disortasi basah dengan cara memisahkan kotoran atau bahan asing lainnya yang
terikut saat pengumpulan, misalnya kerikil dan bagian tanaman yang tidak
diinginkan. Kemudian daun apel beludru dicuci dengan air mengalir untuk
membersihkan dari pengotor-pengotor seperti debu yang tidak dapat dipisahkan
dengan sortasi basah. Setelah bersih daun dirajang dengan ukuran seragam, yaitu
1 cm untuk mempercepat proses pengeringan. Daun kemudian dikering-anginkan
pada udara terbuka yang terlindung dari cahaya matahari agar komponen senyawa
kimia yang terdapat dalam daun tidak mengalami kerusakan akibat terpapar sinar
matahari secara langsung. Pengeringan dihentikan ketika daun sudah kering
dengan tanda rapuh dan mudah dipatahkan yang membutuhkan waktu selama satu
minggu. Kemudian dilakukan sortasi kering untuk memisahkan daun dari
pengotor yang tercampur pada saat proses pengeringan. Daun yang telah kering
diserbuk menggunakan mesin penyerbuk untuk memperbesar luas permukaan
serbuk daun yang akan kontak dengan cairan penyari sehingga serbuk dapat
terbasahi secara merata dan dapat menyari senyawa kimia dari serbuk secara
optimal. Serbuk lalu diayak menggunakan ayakan nomor mesh 40 untuk
(51)
1. Hasil ekstraksi sampel
Ekstraksi sampel dilakukan dengan tujuan untuk menyari
senyawa-senyawa dari daun apel beludru yang kemungkinan berperan sebagai antioksidan
dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Daun apel beludru yang diekstraksi
yaitu daun yang telah dikeringkan dan diserbukkan. Menurut Andersen and
Markham (2006) jika daun yang digunakan merupakan daun segar maka senyawa
flavonoid yang terkandung di sampel dapat terdegradasi oleh adanya aktivitas
enzim dalam tanaman tersebut.
Terdapat beberapa metode ekstraksi seperti infundasi, perkolasi, maserasi
dan penyarian yang berkesinambungan. Ektraksi dilakukan dengan metode
maserasi karena proses ekstraksi yang tidak melibatkan pemanasan sehingga
perubahan-perubahan senyawa kimia dapat dihindari. Selain itu, proses maserasi
sangat menguntungkan untuk isolasi senyawa bahan alam karena dengan
perendaman bahan tumbuhan dapat menyebabkan pemecahan dinding sel dan
membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga
metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dengan pelarut
organik dan ekstraksi senyawa akan maksimal.
Dalam memilih cairan penyari atau pelarut tentu mempertimbangkan
beberapa hal, yang paling utama yaitu kemampuan pelarut dalam menyari
senyawa yang diinginkan. Cairan penyari yang digunakan adalah campuran
metanol dan air. Penelitian yang dilakukan oleh Sultana, Anwar and Ashraf
(2009) menunjukkan campuran kedua pelarut ini dapat menyari senyawa-senyawa
(52)
lebih maksimal jika dibandingkan hanya menggunakan salah satu jenis pelarut
saja. Metanol merupakan pelarut universal sehingga dapat melarutkan senyawa
yang cenderung polar atau non polar. Metanol memiliki viskositas yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan etanol, sehingga dapat lebih mudah menembus
dinding sel tanaman dan menyari senyawa dalam sel tanaman.
Maserasi dilakukan selama satu hari menggunakan cairan penyari
pertama, yaitu metanol:air (9:1) kemudian dimaserasi kembali dengan cairan
penyari kedua yaitu metanol:air (1:1) selama satu hari (Mursyidi, 1990). Hal ini
bertujuan agar senyawa metabolit sekunder dalam tanaman dapat tersari secara
maksimal karena senyawa dalam tanaman bermacam-macam dan memiliki
kepolaran yang bervariasi. Cairan penyari pertama bersifat kurang polar dibanding
cairan penyari kedua, maka maserasi dengan cairan penyari pertama bertujuan
menyari senyawa yang cenderung kurang polar dan maserasi dengan cairan
penyari kedua bertujuan menyari senyawa yang cenderung lebih polar. Cairan
penyari yaitu metanol:air akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga
sel yang mengandung senyawa kimia, senyawa kimia itu akan larut dalam cairan
penyari dan cairan penyari yang sudah pekat dengan senyawa kimia akan
berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi
keseimbangan antara konsentrasi senyawa di dalam dan diluar sel.
Maserasi dilakukan dengan bantuan shaker untuk membantu proses
maserasi. Dengan bantuan energi mekanik, yaitu penggojogan dapat
mengoptimalkan kontak pelarut dengan serbuk sehingga semua bagian serbuk
(53)
Adanya pengendapan akan mengurangi daya untuk menyari senyawa pada serbuk,
hal ini karena kontak partikel dengan pelarut semakin kecil. Penggojogan juga
berfungsi untuk membantu proses difusi senyawa tanaman.
Setelah proses maserasi selesai, hasil maserasi disaring menggunakan
kertas saring dengan bantuan corong Buchner dan pompa vakum. Hal ini
bertujuan untuk mempercepat proses penyaringan dan filtrat dapat diperoleh
dengan volume maksimal. Setelah itu, semua filtrat hasil penyaringan
dicampurkan dan komponen cairan penyari yaitu metanol diuapkan menggunakan
alat vaccum rotary evaporator. Alat ini berperan menguapkan pelarut dan
mengkondensikannya kembali sehingga pelarut yang telah menguap dapat
diperoleh kembali dalam keadaan terpisah dari larutan sebelumnya. Dengan
adanya pompa vakum akan membuat tekanan dalam labu alas bulat menjadi turun,
kemudian ketika dipanaskan dalam heating bath pelarut dapat menguap di bawah
titik didihnya. Alat ini mampu menguapkan pelarut dibawah titik didih sehingga
zat yang terkandung di dalam pelarut tidak rusak oleh suhu tinggi. Proses
penguapan dilakukan sampai volume filtrat menjadi sepertiga bagian dari volume
awal. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan metanol dalam filtrat. Ekstrak ini
yang akan digunakan untuk proses fraksinasi. Hasil ekstrak yang didapat yaitu
sebanyak 250 mL.
2. Hasil fraksinasi ekstrak
Setelah didapat ekstrak metanolik, maka dilakukan ekstraksi cair-cair
(54)
diinginkan seperti klorofil dan lipid. Sejumlah ekstrak volume tertentu dicampur
dengan washbensin dengan perbandingan volume yang sama. Prinsip pemisahan
dengan ekstraksi cair-cair adalah pemisahan senyawa berdasarkan kepolaran suatu senyawa dengan dua pelarut yang berbeda kepolarannya. Senyawa non polar seperti
klorofil dan lipid akan terlarut dalam washbensin yang juga bersifat non polar
karena prinsip “like dissolve like”, sedangkan senyawa yang lebih polar akan
tetap terlarut dalam air. Cairan washbensin berada pada lapisan atas dan air berada
dibagian bawah, disebabkan bobot jenis washbensin yang lebih ringan daripada
air. Ekstraksi dilakukan dengan cara kedua pelarut dicampurkan dalam corong
pisah, digojog dan dipisahkan. Langkah ini dilakukan sebanyak lima kali, sampai
pada fase atas, yaitu washbensin sudah bening atau tidak ada lagi senyawa non
polar seperti klorofil yang terlarut di dalamnya.
Fraksi air yang didapat kemudian diekstraksi cair-cair lagi menggunakan
etil asetat, dengan cara yang sama seperti ekstraksi cair-cair dengan washbensin.
Senyawa flavonoid yang merupakan senyawa fenolik dapat berbentuk glikosida
maupun aglikonnya. Dalam bentuk glikosida atau berikatan dengan gugus gula
senyawa flavonoid akan lebih bersifat polar sedangkan dalam bentuk aglikon
maka akan bersifat kurang polar. Senyawa flavonoid yang ada pada ekstrak
metanolik pun demikian, sehingga ketika diekstraksi menggunakan etil asetat
maka senyawa flavonoid dalam bentuk aglikon akan terlarut dalam etil asetat dan
senyawa flavonoid dalam bentuk glikosida akan terlarut dalam air. Ketika kedua
pelarut dicampurkan maka fase etil asetat akan berada pada lapisan atas karena
(55)
Kuersetin yang ditemukan pada tanaman yang masih satu genus dengan
Diospyros blancoi A. DC., yaitu Diospyros virginiana L. adalah salah satu
flavonoid golongan flavonol yang merupakan senyawa aglikon yang bersifat lebih
non polar. Dalam penelitian ini digunakan fraksi etil asetat dikarenakan senyawa
yang diduga terdapat pada daun apel beludru berupa aglikon flavonoid yang
berperan sebagai antioksidan. Menurut Andersen and Markham (2006) jika
menggunakan etil asetat sebagai pelarut, maka dapat lebih menspesifikan
penyarian pada senyawa flavonoid yang kurang polar dengan golonganisoflavon,
flavanon, flavon termetilasi dan flavonol.
Ekstraksi cair-cair menggunakan etil asetat dilakukan sebanyak lima kali.
Fraksi etil asetat yang didapat kemudian diuapkan pelarutnya dengan bantuan alat
vacuum rotary evaporator dan dimasukkan dalam cawan porselen yang
sebelumnya telah ditimbang. Fraksi etil asetat dikeringkan dalam oven sampai 24
jam, lalu setelah kering dibungkus dengan plastik dan ditutup dengan alumunium
foil supaya tidak terpapar udara dan sinar UV yang dapat mendegradasi senyawa
yang terkandung. Fraksi etil asetat yang sudah dibungkus dimasukkan dalam
desikator agar tidak terpapar lembab. Bobot fraksi etil asetat yang didapat sebesar
1,9608 g dan rendemen fraksi etil asetat yang didapat adalah 3,92 %.
D. Hasil Uji Pendahuluan 1. Uji pendahuluan senyawa fenolik
Uji pendahaluan senyawa fenolik dilakukan untuk mengetahui secara
(56)
dilakukan dengan mencampurkan senyawa uji dengan reagen Folin-Ciocalteu
yang diamati perubahan warnanya. Prinsip uji ini adalah reaksi oksidasi reduksi
dari ion fenolat senyawa uji dengan pereaksi fenol Folin-Ciocalteu. Dimana
oksidasi dari senyawa fenol oleh reagen molibdotungstat menghasilkan suatu
produk yang berwarna biru disekitar panjang gelombang 745-750 nm (Molyneux,
2004). Pengujian fraksi etil asetat ekstrak daun apel beludru menunjukkan warna
biru setelah direaksikan dengan Folin-Ciocalteu dan natrium karbonat yang
menunjukkan bahwa fraksi etil asetat daun apel beludru memiliki kandungan
senyawa fenolik. Hasil perubahan warna yang terjadi dibandingkan dengan
larutan blanko (air:metanol + Folin-Ciocalteu + natrium karbonat), kontrol positif
(asam galat + Folin-Ciocalteu + natrium karbonat), larutan asam galat dan fraksi
etil asetat tanpa direaksikan dengan Folin-Ciocalteu dan natrium karbonat.
Larutan kuersetin dan fraksi etil asetat tanpa Folin-Ciocalteu dan natrium karbonat
tidak menunjukkan warna biru, maka perubahan warna yang terjadi ketika
senyawa yang mengandung gugus fenol bereaksi dengan Folin-Ciocalteu dan
natrium karbonat merupakan warna yang terbentuk hanya dari hasil reaksi yang
(57)
Gambar 2. Hasil uji pendahuluan fenolik (A = larutan blanko [air:metanol + Folin Ciocalteu + Na2CO3]; B = kontrol positif [asam galat + Folin Ciocalteu + Na2CO3]; C = larutan uji + Folin Ciocalteu + Na2CO3; D = larutan asam galat; E = larutan uji)
2. Uji pendahuluan aktivitas antioksidan
Uji pendahaluan aktivitas antioksidan dilakukan untuk mengetahui secara
kualitatif aktivitas antioksidan dari fraksi etil asetat daun apel beludru. Uji
dilakukan dengan mencampurkan senyawa uji dengan DPPH yang diamati
perubahan warnanya. Menurut Molyneux (2004) senyawa yang beraksi sebagai
penangkal radikal bebas akan mereduksi DPPH yang dapat diamati dengan
adanya perubahan warna DPPH dari ungu menjadi kuning ketika elektron ganjil
dari radikal DPPH telah berpasangan dengan hidrogen dari senyawa penangkal
radikal bebas yang akan membentuk DPPH-H tereduksi. Pengujian fraksi etil
asetat ekstrak daun apel beludru menunjukkan warna kuning setelah direaksikan
dengan DPPH yang menunjukkan bahwa fraksi etil asetat daun apel beludru
memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Hasil perubahan warna yang terjadi
dibandingkan dengan larutan kuersetin yang dicampurkan DPPH, larutan DPPH
tanpa senyawa antioksidan, larutan kuersetin dan fraksi etil asetat tanpa
C
(58)
direaksikan dengan DPPH. Larutan kuersetin dan fraksi etil asetat tanpa DPPH
tidak menunjukkan warna ungu, maka perubahan warna yang terjadi ketika
senyawa antioksidan direaksikan dengan DPPH merupakan warna dari DPPH
saja.
Gambar 3. Hasil uji pendahuluan aktivitas antioksidan (A = larutan DPPH; B = larutan kuersetin + DPPH; C = larutan uji + DPPH; D = larutan kuersetin;
E = larutan uji)
E. Hasil Optimasi Metode Uji Fenolik Total
Dalam beberapa penelitian didapatkan korelasi yang positif antara
kandungan fenolik dengan aktivitas antioksidan, yaitu semakin tinggi kandungan
fenolik maka makin kuat aktivitas antioksidan (Das et al., 2010; Stankovic, 2010).
Oleh karena itu, perlu ditetapkan kandungan fenolik total fraksi etil asetat ekstrak
metanolik daun apel beludru agar dapat diketahui apakah besarnya aktivitas
antioksidan sebanding dengan semakin banyaknya kandungan fenolik total.
1. Penentuan operating time (OT)
Penentuan OT pada penetapan fenolik total bertujuan untuk mendapatkan
waktu ketika reaksi antara larutan pembanding (asam galat) atau larutan uji (fraksi
C
B D
(59)
etil asetat) dengan pereaksi Folin-Ciocalteu telah berlangsung sempurna.
Penentuan operating time didasarkan dari waktu dimana absorbansi dari larutan
pembanding dan larutan uji terhadap reagen mulai stabil atau selisih absorbansi
mulai kecil antar selang waktu yang diujikan. Pengukuran OT pada asam galat
dilakukan selama tiga puluh menit dengan waktu pengamatan setiap lima menit,
sedangkan pada senyawa uji dilakukan selama satu jam.
Operating time dilakukan dengan menggunakan panjang gelombang
teoritis, yaitu 750 nm (Bajcan et al., 2013) dan waktu mulai dihitung setelah
reagen dicampurkan.
Gambar 4. Grafik penentuan OT asam galat (Replikasi 3)
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8
0 10 20 30 40
A
b
so
rb
a
n
si
Waktu (menit)
Penentuan
operating time
asam galat
50,5 µg/mL 101 µg/mL 151,5 µg/mL
(60)
Gambar 5. Grafik penentuan OT fraksi etil asetat
Dari hasil yang ditunjukan dengan grafik (gambar 4) OT yang didapatkan
dari asam galat adalah 20 menit. Penentuan OT asam galat cukup diwakilkan oleh
data dari replikasi tiga karena pada kedua replikasi lain juga menunjukkan
absorbansi mulai stabil pada menit yang sama, yaitu menit ke-20. Operating time
yang didapat dari fraksi etil asetat adalah 40 menit (gambar 5).
2. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum ( λ maks)
Penentuan panjang gelombang serapan maksimum dilakukan untuk
mendapatkan daerah serapan maksimum dari hasil reaksi yang terjadi antara
senyawa fenol dengan reagen Folin-Ciocalteu pada suasana basa. Pengujian ini
perlu dilakukan untuk menentukan panjang gelombang yang akan dipakai dalam
pengukuran absorbansi uji fenolik total senyawa uji. Pengukuran absorbansi
dilakukan pada panjang gelombang maksimum karena pada panjang gelombang
maksimum sedikit perubahan konsentrasi akan memberikan perubahan absorbansi
0,37 0,38 0,39 0,4 0,41 0,42 0,43 0,44 0,45 0,46 0,47
0 20 40 60 80
A b so rb a n si Waktu (menit)
Penentuan
operating time
fraksi etil asetat
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
(61)
yang besar sehingga akan didapatkan kepekaan analisis yang maksimum. Dalam
penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan pada tiga konsentrasi, yaitu
pada konsentrasi tinggi, tengah dan rendah, yaitu 50; 100; dan 150 µg/mL. Hal ini
bertujuan agar dapat merepresentasikan panjang gelombang maksimum dari
konsentrasi yang berbeda. Panjang gelombang yang didapatkan dari ketiga
konsentrasi tersebut adalah 751 nm (Tabel II) oleh karena itu, dalam pengukuran
kandungan fenolik total digunakan panjang gelombang tersebut.
Tabel II. Hasil scanning panjang gelombang maksimum asam galat yang direaksikan dengan Folin-Ciocalteu
Konsentrasi larutan asam galat
λ maksimum hasil scanning
λ maksimum yang digunakan untuk
pengukuran
λ maksimum teoritis
150 µg/mL 751
751 750 100 µg/mL 751
50 µg/mL 751
F. Estimasi Kandungan Fenolik Total
Menurut Bajcan et al. (2013) salah satu yang paling sering digunakan
untuk penentuan total polifenol adalah metode spektrofotometri menggunakan
reagen Folin-Ciocalteu. Prinsipnya berdasarkan pada oksidasi senyawa fenolik
dalam medium alkali dengan molibdenum dan tungsten fosfat untuk membentuk
kompleks berwarna biru. Intensitas berwarna biru kompleks tungsten-molibdenum
dengan polifenol diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang 750 nm.
Hasil molar warna biru yang terbentuk sebanding dengan jumlah ion fenolik yang
teroksidasi (Singleton and Rossi, 1985).
Kandungan fenolik total dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat.
(62)
dipilih karena tersedianya asam galat dalam kemurnian yang tinggi dan stabil serta
harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan senyawa standar yang
lain. Menurut Prior et al. (2005), asam galat merupakan senyawa yang disarankan
oleh Singleton and Rossi sebagai standar untuk penetapan fenolik total agar
pembacaan hasil pengukuran fenolik total dari penelitian yang berbeda dapat
dibandingkan secara rasional.
Gambar 6. Kurva baku asam galat dalam penetapan fenolik total (Replikasi 3)
Dari ketiga replikasi yang dilakukan didapatkan masing-masing
persamaan dan kemudian digunakan persamaan yang paling linier yang
ditunjukkan oleh nilai r nya. Persamaan regresi linier yang paling baik diperoleh
dari replikasi tiga (Gambar 6) dengan y = 0,0054x – 0,0564 dan r sebesar 0,9997.
Penentuan kandungan fenolik total sampel menggunakan persamaan pada
replikasi tiga dikarenakan nilai r yang paling baik, artinya bertambahnya
absorbansi yang dihasilkan proporsional dengan penambahan konsentrasi asam
galat yang ditambahkan.
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8
0 50 100 150 200
A b so rb a n si Konsentrasi (µg/mL)
Kurva Baku Asam Galat
y = 0,0054x – 0,0564 r = 0,9997
(63)
Tabel III. Hasil penentuan jumlah fenolik total fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun apel beludru
Replikasi fenolik total (mg ekuivalen)
rata-rata (mg)
SD
(mg) I 926,6 II 934,1 933,5 6,62 III 939,8
Berdasarkan perhitungan intrapolasi persamaan regresi linier y = 0,0054x
– 0,0564; maka didapatkan rerata kandungan fenolik total fraksi etil asetat ekstrak
metanolik daun apel beludru sebesar 933,5 ± 6,62 mg ekuivalen asam galat per g
fraksi etil asetat (Tabel III).
Berdasarkan hasil uji penetapan fenolik total, fraksi etil asetat daun apel
beludru memiliki kandungan fenolik total sebesar 933,5 ± 6,62 mg ekuivalen
asam galat. Kandungan fenolik senyawa uji besar dikarenakan dalam 1000 mg
fraksi etil asetat terdapat 933,5 ± 6,62 mg senyawa fenolik atau lebih dari 90%
senyawa yang terkandung dalam fraksi etil asetat apel beludru merupakan
senyawa fenolik.
Metode Folin-Ciocalteu secara luas digunakan untuk menentukan
kandungan fenolik total, tetapi sebenarnya senyawa yang dapat bereaksi dengan
reagen Folin-Ciocalteu bukan hanya senyawa fenolik saja. Senyawa lain seperti
gula pereduksi, asam askorbat dan protein dapat mereduksi molibdenum dan
tungsten fosfat membentuk kompleks berwarna biru. Oleh karena itu, metode
penetapan fenolik total menggunakan reagen Folin-Ciocalteu tidak spesifik
(64)
G. Hasil Optimasi Metode Uji Aktivitas Antioksidan 1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum ( λ maks)
Penentuan panjang gelombang serapan maksimum dilakukan untuk
mendapatkan daerah serapan maksimum dari DPPH. Pengujian ini perlu
dilakukan untuk menentukan panjang gelombang yang akan dipakai dalam
pengukuran aktivitas antioksidan. Pengukuran absorbansi DPPH dilakukan pada
panjang gelombang maksimum karena pada panjang gelombang maksimum
sedikit perubahan konsentrasi akan memberikan perubahan absorbansi yang besar
sehingga akan didapatkan kepekaan analisis yang maksimum. DPPH dapat
memberikan absorbansi karena memiliki gugus kromofor dan auksokrom pada
struktur kimianya. Adanya delokalikasi elektron pada DPPH akan menghasilkan
warna violet.
Secara teoritis penelitian menunjukkan panjang gelombang maksimum
pengukuran DPPH, yaitu 517 nm (Dehpour et al., 2009). Namun pemakaian
panjang gelombang yang digunakan dalam pengukuran tergantung pada panjang
gelombang saat dihasilkannya absorbansi maksimum pada instrumen yang sedang
digunakan. Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan pada tiga
konsentrasi DPPH yang berbeda, yaitu konsentrasi 0,020; 0,040 dan 0,060 mM.
Tujuannya agar dapat merepresentasikan panjang gelombang DPPH pada
konsentrasi yang berbeda sehingga menunjukkan kepekaan yang sama pada
berbagai tingkat konsentrasi. Dari hasil pengukuran (Tabel IV) ditentukan panjang
gelombang maksimum yang digunakan untuk pengukuran aktivitas antioksidan.
(65)
kemudian dibulatkan sehingga ditentukan panjang gelombang yang dipakai untuk
pengukuran aktivitas antioksidan, yaitu 516 nm.
Tabel IV. Hasil scanning panjang gelombang serapan maksimum pada berbagai konsentrasi
Konsentrasi larutan DPPH
λ maksimum hasil scanning (nm)
λ maksimum yang digunakan untuk pengukuran (nm)
λ maksimum teoritis (nm)
0,02 mM 516
516 517 0,04 mM 515,5
0,06 mM 516
2. Penentuan operating time
Penentuan operating time perlu dilakukan untuk memperoleh rentang
waktu dimana antara larutan pembanding (kuersetin) dan larutan uji (fraksi etil
asetat) sudah mereduksi radikal bebas (DPPH) dengan sempurna, sehingga
diperoleh absorbansi yang stabil. Dengan diperoleh nilai absorbansi yang stabil
maka kesalahan analisis dapat diminimalkan.
Penentuan operating time didasarkan dari waktu dimana absorbansi dari
larutan pembanding dan larutan uji terhadap DPPH mulai stabil atau selisih
absorbansi mulai kecil antar selang waktu yang diujikan. Waktu dihitung setelah
DPPH dicampurkan dengan larutan uji atau pembanding, kemudian tiap lima
menit dicatat absorbansi DPPH selama satu jam pengukuran. Pengukuran
(66)
Gambar 7. Grafik penentuan OT kuersetin (Replikasi 3)
Gambar 8. Grafik penentuan OT fraksi etil asetat (Replikasi 2)
Berdasarkan grafik (Gambar 7) hasil pengukuran replikasi tiga
menunjukkan bahwa absorbansi yang diperoleh kuersetin mulai stabil atau
menunjukkan selisih absorbansi yang kecil pada rentang 30-40 menit, maka
pengukuran larutan pembanding akan memberikan hasil yang reprodusibel bila
diukur antara 30-40 menit. Kemudian ditentukan bahwa OT kuersetin adalah 30
menit, untuk efisiensi waktu pengukuran. Penentuan OT menggunakan replikasi
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6
0 20 40 60 80
A b so rb a n si Waktu (menit)
Penentuan
operating time
kuersetin
4,95 µg/mL 9,9 µg/mL 14,85 µg/mL 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
0 20 40 60 80
A b so rb a n si Waktu (menit)
Penentuan
operating time
fraksi etil asetat
7,5 µg/mL 12,5 µg/mL 17,5 µg/mL
(1)
Konsentrasi 17,68 µg/mL
%IC =0,873−0.325
0,873 � 100 % = 62,77%
Replikasi
Konsentrasi (µg/mL)
Absorbansi kontrol
Absorbansi
larutan uji % IC
Persamaan regresi linier
7,5 0,646 25,58
10 0,566 34,79
II 12,5 0,868 0,456 47,47 y = 3,9124x – 3,489
15 0,393 54,72 r = 9972
17,5 0,308 64,52
Replikasi
Konsentrasi (µg/mL)
Absorbansi kontrol
Absorbansi
larutan uji % IC
Persamaan regresi linier
7,43 0,675 23,38
9,9 0,589 33,14
III 12,38 0,881 0,481 45,40 y = 4,2910x – 9,1399
14,85 0,407 53,80 r = 9988
(2)
Lampiran 11. Perhitungan nilai IC50 kuersetin dan fraksi etil asetat ekstrak
metanolik daun apel beludru a. Kuersetin
Replikasi I
Persamaan regresi linier: y = 5,2365x – 7,786
( y = aktivitas antioksidan, x = kadar kuersetin dalam µg/mL) IC50 adalah nilai x saat y = 50
50 = 5,2365x – 7,786 x = 50−7,786
5,2365 = ��,��µ�/��
Replikasi Persamaan IC50 (µg/mL)
II y = 5,3620x – 8,5773 10,92 III y = 5,5988x – 8,5157 10,45
b. Fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun apel beludru
Replikasi I
Persamaan regresi linier: y = 3,7742x – 3,3781
( y = aktivitas antioksidan, x = kadar fraksi dalam µg/mL) IC50 adalah nilai x saat y = 50
50 = 3,7742x – 3,3781 x = 50+3,3781
3,7742 = ��,��µ�/��
Replikasi Persamaan IC50 (µg/mL)
II y = 3,9124x – 3,489 13,67
(3)
Lampiran 12. Uji Statistik
Uji statistik dalam mengolah data menggunakan program R 2.14.1
a. Uji Normalitas (Shapiro-Wilk test)
b. Uji Variansi (Uji F-Dua Variansi)
(4)
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Antioksidan Menggunakan Radikal 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil (DPPH) dan Penetapan Kandungan Fenolik Total Fraksi Etil Asetat Ekstrak Metanolik Daun Apel Beludru (Diospyros blancoi A. DC.)” memiliki nama lengkap Yulio Nur Aji Surya. Dilahirkan di kota Yogyakarta, 22 Juli 1991 dari pasangan Nurhadi dan Dewi Suryani. Penulis telah menyelesaikan pendidikan di TK Tarakanita Yogyakarta pada tahun 1995 hingga 1997 lalu melanjutkan pendidikan dasar di SD Tarakanita Yogyakarta pada tahun 1997 hingga 2003. Penulis melanjutkan pendidikan menengah di SMPN 1 Depok, Yogyakarta pada tahun 2003 hingga 2006 dan SMA Kolese De Brito Yogyakarta pada tahun 2006 hingga 2009. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2009 hingga 2013. Selama menjadi mahasiswa di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, penulis cukup aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, kepanitiaan dan kegiatan lain yang terdapat di dalam maupun di luar Universitas Sanata Dharma antara lain: dalam kegiatan UKF Basket (2009-2013); panitia Pelepasan Wisuda (2009); panitia Pharmacy Performance and Event Cup (2010); panitia Titrasi (2010 dan 2011) dan pengurus ISMAFARSI (2011).
(5)
INTISARI
Penyakit degeneratif salah satunya disebabkan oleh adanya radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel. Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang diketahui memiliki aktivitas sebagai antioksidan alami dari tumbuhan. Tanaman apel beludru (Diospyros blancoi A. DC.) merupakan salah satu tanaman yang diketahui memiliki kandungan fenolik lebih dari 30 mg ekuivalen asam galat per g ekstrak tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kandungan fenolik total dan mengetahui aktivitas antioksidan pada fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun apel beludru.
Penetapan kandungan fenolik total dilakukan dengan metode Folin-Ciocalteu yang dinyatakan dengan massa ekuivalen asam galat per massa fraksi (mg ekuivalen asam galat per g fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun apel beludru). Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Prinsip metode DPPH adalah penurunan intensitas absorbansi larutan DPPH sebanding dengan kenaikan konsentrasi senyawa antioksidan yang dinyatakan dalam IC50.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun apel beludru mempunyai kandungan fenolik total sebesar 933,5±6,62 mg ekuivalen asam galat per g fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun apel beludru dan nilai IC50 sebesar 13,9±0,25 μg/mL. Aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak metanolik daun apel beludru masuk dalam kategori sangat kuat.
Kata kunci : antioksidan, daun apel beludru (Diospyros blancoi A. DC.), fraksi etil asetat, DPPH, kandungan fenolik total
(6)
ABSTRACT
One of the causes of degenerative disease is due to free radicals which causes the cell abnormality. Flavonoids are polyphenolic compound which is known as pure vegetal antioxidant. Velvet apple (Diospyros blancoi A. DC.) is one of the plants which is known to contain phenolic content more than 30 mg gallic acid equivalent per g of plant extracts. This research aims to determine the total phenolic content and antioxidant activity from ethyl acetate fraction of methanolic extract of velvet apple’s leaf.
Determination of total phenolic content performed by Folin-Ciocalteu method that is declared with gallic acid equivalent mass per mass fraction (mg gallic acid equivalent per g of ethyl acetate fraction of methanolic leaf extract of velvet apple). Determination of antioxidant activity by DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl). The principle of the method is the reduction of DPPH, the intensity of the absorbance is proportional to the increase in the concentration of antioxidant compounds expressed in IC50.
The results showed that the ethyl acetate fraction of methanolic extract of velvet apple’s leaf contain a total phenolic content of 933.5±6.62 mg gallic acid equivalent per g of ethyl acetate fraction of methanolic extract of velvet apple’s leaf and IC50 values is 13,9±0.25 mg/mL. The antioxidant activity of ethyl acetate fraction of methanolic extract of velvet apple’s leaf is in intense category.
Keywords: Antioxidant, velvet apple’s leaf (Diospyros blancoi A. DC.), ethyl
acetate fraction, DPPH, total phenolic content