Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Sepanjang Jalan Negara Batas Kota Bukittinggi

LAPORAN RENCANA Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan RTBL Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung II - 11

2.3 Rencana Struktur Tata Ruang Ibu Kota Kecamatan IV Angkat Candung

2.3.1 Konsep Struktur Tata Ruang

Struktur tata ruang kota direncanakan sesuai dengan fungsi kegiatan yang terdapat di dalam suatu kota. Secara umum fungsi kegiatan kota dapat diartikan menjadi 2 bagian, yaitu fungsi primerpusat utama F1 dan fungsi sekundersub pusat utama F2. Fungsi primerpusat utama F1 mempunyai tingkat pelayanan regional keluar kota sedangkan fungsi sekundersub pusat utama F2 lebih melayani skala nagarailingkungan dan wilayah sekitarnya. Struktur kota dapat diartikan sebagai susunan berbagai komponen yang mewadahi pergerakan orang atau barang dalam melaksanakan peranannya sebagai fungsi kota Rencana struktur ruang merupakan rencana alokasi pusat-pusat kegiatan yang sesuai dengan jenis dan tingkat hirarkinya. Hirarki pusat kegiatan sebagai landasan kegiatan untuk menciptakan kemudahan pelayanan bagi penduduk. Rencana struktur pelayanan adalah sebagai berikut : 1. Pusat Pelayanan Utama fungsi utamaF1 berupa pusat pemerintahan kecamatan, perdagangan, fasilitas sosial, perumahan 2. Sub pusat Pelayanan Kota F2, berupa pelayanan sosial yang melayani kebutuhan sosial bagi wilayah sekitarnya. Masing-masing kegiatan ini akan dilayani dengan jaringan jalan. 3. Struktur hijau atau konservasi, berupa daerah-daerah yang harus dipertahankan sebagai daerah hijau antara lain persawahan dan perkebunan. Daerah-daerah ini harus dipertahankan guna melindungi daerah bawahannya.

2.3.2 Rencana Penggunaan Lahan

Berdasarkan fungsi dan struktur tata ruang kota dan tata guna yang dapat dikembangkan di kawasan Ibu Kota Kecamatan IV Angkat Candung adalah :  Perkantoranpemerintahan  Perdaganganjasa  Perumahan  Fasilitas Umum  Utilitas dan Jaringan Jalan  Pola hijau dan preservasi Untuk lebih jelasnya untuk penggunaan lahan Ibu Kota Kecamatan IV Angkat Candung dapat dilihat pada gambar 2.5.

2.3.3 Rencana Sistem Transportasi

Jaringan jalan sebagai sarana perhubungan dalam menunjang perkembangan fungsi Kota Biaro direncanakan untuk menciptakan keadaan optimal struktur pergerakan, baik orang maupun barang. Kebutuhan pelayanan transportasi ditimbulkan akibat adanya hubungan dan ketergantungan antara pusat-pusat pelayanan yang harus dipenuhi dengan perencanaan jaringan jalan yang menghubungkan pusat-pusat tersebut dengan pusat kota Biaro dengan pusat-pusat lainnya. Pengembangan sistem jaringan jalan, pergerakan di Kota Biaro dilakukan dengan memperhatikan jaringan jalan secara keseluruhan, yaitu sistem pergerakan antar permukiman di Kota Biaro. Sistem pergerakan antar kota yang ada sekarang adalah jalan penghubung yang menghubungkan Kota Biaro dengan kota-kota lainnya. Jalan penghubung tersebut menghubungkan kegiatan regional seperti aliran barang hasil produksi pertanian.

2.4 Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Sepanjang Jalan Negara Batas Kota Bukittinggi

– Kota Payakumbuh 2.4.1 Rencana Struktur Tata Ruang Struktur tata ruang yang ditetapkan dalam wilayah perencanaan tidak memiliki pusat utama karena pusat utama untuk Kabupaten Agam adalah Kota Bukittinggi dan untuk Kabupaten 50 Kota adalah Kota Payakumbuh. Sedangkan pusat pelayanan kedua juga tidak terdapat di wilayah perencanaan dan pusat lingkungan diberi nama BWK Bagian Wilayah Kawasan. LAPORAN RENCANA Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan RTBL Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung II - 12 LAPORAN RENCANA Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan RTBL Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung II - 13 Pusat pelayanan di bagi atas 3 pusat pelayanan dengan nama dari Barat ke Timur BWK I, BWK II dan BWK III yang merupakan lokasi pusat pelayanan yang dilengkapi dengan berbagai jenis fasilitas pelayanan skala kecil lingkungan. Pusat pelayanan ini ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mengakomodasikan mewadahi pertumbuhan yang melompat-lompat. Pusat pelayanan untuk Kecamatan IV Angkat Candung adalah Nagari Biaro Pasar Biaro yang berorientasi ke Kota Bukittinggi maka dengan demikian Nagari Biaro Pasar Biaro disebut sebagai pusat lingkungan I BWK I dan dalam pengembangannya diharapkan pusat lingkungan ini dapat berfungsi sebagai koleksi atau merupakan orientasi kegiatan bagi daerah hinterlandnya yang berfungsi sebagai pusat perdagangan lingkungan dan juga perkantoran swasta dan pemerintah. Komponen utama pembentukan lingkungan adalah pasar dan pertokoan yang dilengkapi dengan terminal pembantu, fasilitas pelayanan, kantor Pos Pembantu dan fasilitas telepon. Pusat pelayanan untuk Kecamatan Baso adalah di Nagari Baso Pasar Baso yang berorientasi ke Kota Payakumbuh, maka dengan demikian Nagari Baso Pasar Baso disebut sebagai Pusat Lingkungan II Bagian Wilayah Kawasan II dan dalam pengembangannya diharapkan pusat ingkungan ini dapat berfungsi sebagai pusat perdagangan, perkantoran, pelayanan fasilitas umum yang dilengkapi dengan terminal pembantu serta fasilitas telepon. Pusat pelayanan untuk kecamatan Perwakilan Payakumbuh adalah di Nagari Piladang Pasar Piladang yang berorientasi ke Kota Payakumbuh maka dengan demikian Nagari Piladang Pasar Piladang disebut sebagai Pusat Lingkungan III Bagian Wilayah Kawasan III dan dalam pengembangannya diharapkan pusat lingkungan ini dapat berfungsi sebagai perdagangan bagi daerah hinterlandnya serta pusat fasilitas pelayanan umum. Bagian wilayah Pengembangan II akan merupakan pusat lingkungan dari delapan wilayah nagari di BWK II yaitu Nagari Baso, Nagari Sei Sarik, Nagari Sei Cubadak, Nagari Padang Tarok, Nagari Tangah dan Nagari Titih. Bagian Wilayah Pengembangan III akan merupakan pusat lingkungan dari tiga wilayah nagari di BWK III yaitu Nagari Koto Tangah, Nagari Piladang dan Nagari Batu Hampar.

2.4.2 Rencana Peruntukan Lahan

Rencana peruntukan lahan mempertimbangkan kecenderungan perkembangan fisikruang yang terjadi saat ini dan merupakan penjabaran lebih lanjut dari struktur ruang yang dituju. Konsepsi peruntukan lahan yang dipakai dalam hal ini adalah “fleksibel zoning” artinya peruntukan yang dimaksud tidak bersifat mutlak. Dalam kondisi tertentu penempatan aktifitas lain di dalam wilayah perencanaan sepanjang tidak menimbulkan gangguan terhadap aktifitas dan fungsi jalan yang berada disekitarnya masih diperbolehkan. Adapun tujuannya adalah untuk mewujudkan penggunaan lahan intensif dengan tingkat efisiensi yang cuku tinggi dari berbagai aktifitas yang saling berhubunganmenunjang dalam suatu matra spasial yang lebih serasi.

2.4.3 Perumahan

Peruntukan lahan untuk perumahan tidak dapat diproyeksikan berdasarkan kebutuhan yang nyata saja. Dalam hal ini perlu juga di pertimbangkan jumlah penduduk yang akan dialokasikan dan kecenderungan luasbesar kapling yang terdapat di wilayah perencanaan. Di sisi lain peruntukan lahan ini tidak hanya ditetapkan berdasarkan kebutuhan proyeksi penduduk juga diperhitungkan terhadap penyediaan fasilitas lingkungan. Pengalokasian perumahan penduduk dalam wilayah perencanaan sesuai dengan kecenderungan pemanfaatan kapling perumahan saat ini berkisar antara kapling sedang 300 – 400 M 2 dan kapling besar antara 500 – 700 M 2 , maka kriteria pengalokasian perumahan penduduk dapat dibagi dalam tiga tingkatan yaitu:  Kepadatan rendah antara 0 – 10 unit rumahHa.  Kepadatan sedang antara 11 – 15 unit rumahHa  Kepadatan tinggi antara 15 – 25 unit rumah Ha. LAPORAN RENCANA Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan RTBL Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung II - 14

2.4.4 Rencana Penyediaan Kebutuhan Fasilitas Umum

Rencana penyediaan kebutuhan fasilitas Umum ini lebih ditekankan pada : 1. Jasa Perdagangan Yang termasuk dalam jasa perdagangan ini adalah pasar, los-los, pertokoan, restoran, penjualan souvenir. Secara lebih terperinci kegiatan yang akan dilakukan pada kawasan perdagangan di tiga BWK pada wilayah perencanaan di antaranya adalah : a. Kegiatan perbelanjaan di pusat lingkungan BWK I, BWK II dn BWK III meliputi pasar sebagai wadah jual beli baik hasil pertanian wilayah hinterland, hasil industri ringan dan hasil kegiatan lainnya, tokopertokoan dan lain sebagainya. Ketiga BWK tersebut diarahkandititikberatkan pada kegiatan pertokoan. b. Kegiatan perkantoran seperti perbankan, pos, asuransi, KUD dll. c. Di ketiga BWK tersebut perlu dilengkapi dengan sarana transportasi yang berupa bongkar muat barang maupun orang yang berhubungan langsung dengan kegiatan pasar. Untuk perdagangan seperti warung dan toko ditempatkan menyebar di seluruh blok-blok permukiman terutama di pusat lingkungan permukiman. 2. Fasilitas Pendidikan Secara umum penyebaran fasilitas pendidikan telah merata di masing-masing BWK, dimana sarana pendidikan yang telah tersedia mulai dari TK sampai SMA. Penataan dan pengaturan fasilitas pendidikan khususnya di BWK I dan BWK II. Pengalokasian fasilitas pendidikan SMA di BWK I diarahkan pada lokasi sebelah timur Pasar Biaro. 3. Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan yang akan direncanakan adalah khususnya puskesmaspuskesmas pembantu di BWK III. Dengan penekanan ini diharapkan penyebaran fasilitas kesehatan di pusat-pusat lingkungan pada setiap BWK tercipta suatu keseimbangan orientasi antar wilayah perencanaan. 4. Peribadatan Perencanaan sarana peribadatan secara struktural lebih ditekankan pada inisiatif masyarakat setempat. Namun untuk menunjang fungsi pusat lingkungan di setiap BWK, Pemerintah Daerah perlu memikirkan setiap pusat lingkungan harus tersedia sarana-sarana peribadatan mesjid yang mempunyai nilai monumental. 5. Lapangan Olah Raga dan Rekreasi Sarana ini selain fungsinya sebagai taman, tempat bermain anak-anak dan lapangan olah raga juga akan memberikan kesegaran bagi lingkungan kawasan. Komponen ini di setiap BWK harus disediakan sesuai dengan kebutuhan, terutama untuk menambah kenyamanan, keindahan dan faktor pengikat lingkungan permukiman. Walaupun di wilayah perencanaan secara umum masih didapatkan cukup banyak ruang terbuka alamiah. Maka dari itu perlu dipikirkan beberapa lingkungan binaan, sehingga contoh untuk meningkatkan kualitas kenyamanan di sepanjang wilayah perencanaan serta dapat dianjurkan di setiap rumah untuk melengkapi halaman mereka dengan pagar tanaman dan apabila perlu di setiap rumah dilengkapi pula dengan tanaman yang berfungsi sebagai apotik hidup atau buah-buahan, hanya saja perlu diarahkan penekanan dari segi artistiknya. 6. Perkantoran Aktifitas perkantoran di BWK I, II dan III dapat dipertahankan di lokasi yang sudah ada saat ini dan untuk pengembangannya di masa yang akan datang dapat di arahkan pada lahan yang telah dicadangkan.

2.4.5 Rencana Struktur Jaringan Pergerakan

Rencana struktur jaringan jalan ada kawasan perencanaan tidak terlepas dari penyesuaian terhadap pergerakan yang terjadi akibat perkembangan kegiatan pada BWK I, II dan III. Pola pergerakan eksternal dari wilayah perencanaan ke luar wilayah perencanaan pada umumnya menuju kawasan pusat kota Kota Bukittinggi dan Kota Payakumbuh tetap akan terjadi. Karena kelengkapan fasilitas kegiatan di kawasan pusat di kedua kota tersebut masih akan tetap dominan. Akan tetapi dengan penyebaran fasilitas pelayanan umum yang memadai di wilayah perencanaan yang di lengkapi pula dengan jalan penghubung ke wilayah-wilayah permukiman diharapkan pergerakan eksternal menuju ke Kota Bukittinggi dan ke Kota Payakumbuh dapat dikurangi. LAPORAN RENCANA Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan RTBL Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung II - 15

2.4.6 Rencana Struktur Jaringan Utilitas

Adapun rencana struktur jaringan utilitas ini adalah : 1. Air Bersih Rencana pengembangan air bersih ditujukan untuk penyediaan air bersih penduduk dan kegiatan-kegiatan non domestik. Sumber pengelolaan air bersih di wilayah perencanaan berasal dari air mata air dan sumur dangkal. 2. Rencana Jaringan Listrik Prioritas penyediaan listrik untuk kawasan perencanaan adalah untuk memenuhi kebutuhan perumahan, perdagangan, perkantoran, kebutuhan sosial dan penerangan jalan. Sesuai dengan struktur rencana tata ruang yang dituju beberapa jaringan tambahan perlu diupayakan terutama untuk melayani lingkungan perumahan baru serta sarana sosial penunjang lainnya. 3. Rencana Jaringan Telepon Rencana jaringan telepon ini lebih diprioritaskan untuk kawasan perdagangan dan perkantoran yang selanjutnya sarana telepon ini juga diprioritaskan agar dapat melayani kebutuhan rumah tangga. 4. Rencana Pembuangan Sampah Untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan permukiman maka syarat lokasi pembuangan sampah adalah :  Jauh dari lokasi permukiman penduduk  Muka air tanah sebaiknya dalam untuk menghindari tercemarnya air baku bagi penduduk  Tingkat aksesibilitas cukup baik ke lokasi pembuangan sampah sehingga tidak menimbulkan pencemaran di sekitar ruas jalan yang dilalui oleh kendaraan sampah tersebut. Di TPA Tempa t Pembuangan Akhir proses yang di pakai adalah “Sanitary Landfill” yaitu pemadatan hasil buangan dengan cara penimbunan. Lokasinya berada di luar wilayah perencanaan dengan luas minimal  100 m 2 . 5. Rencana Sistem Drainase dan Limbah Dalam merencanakan saluran drainase perlu diperhatikan faktor-faktor topografi, jaringan jalan, kepadatan bangunan serta faktor lain yang dapat mempersulit proses pembuangan dan pemeliharaan saluran. 6. Rencana Pemanfaatan Ruang Ada dua faktor yang perlu diperhatikan pada perencanaan pemanfaatan ruang. Pertama adalah kemampuan serta daya tampung lahan, sedangkan yang kedua adalah karakteristik kegiatan, kecenderungan serta persyaratan lokasi kegiatan. Berdasarkan strategi pengembangan kawasan, maka perencanaan pemanfaatan ruang di wilayah perencanaan terdiri dari :  Kegiatan perumahan sebagai fungsi sekunder  Kegiatan perdagangan dan jasa erkantoran sebagai fungsi primer  Kegiatan pelayanan umum sebagai fungsi sekunder  Kegiatan industri kerajinan sebagai fungsi primer  Ruang terbukarekreasi gunung sebagai fungsi primer  Hutan konservasi sebagai fungsi sekunder  Pertanian sebagai fungsi sekunder

2.4.7 Rencana Intensitas Penggunaan Ruang

Melihat kepada wilayah perencanaan yang masih belum banyak bangunan fisiknya kecuali bangunan yang sudah lama tua, sangatlah beralasan jika pengembangan pembangunan fisik di wilayah perencanaan secara lebih awal di pikirkan dan direncanakan penataannya. Di harapkan bangunan-bangunan ini nantinya akan tumbuh dan berkembangn secara teratur dan terkendali. Salah satu unsur pengendalian dalam pembangunan fisik kota adalah pengaturan dan penentuan intensitas pembangunan yang antara lain dituangkan melalui kepadatan bangunan, Koefisien Lantai Bangunan KLB, ketinggian Bangunan dan Garis Sempadan Bangunan GSB. LAPORAN RENCANA Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan RTBL Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung II - 16

A. Kepadatan Bangunan

Rencana kepadatan bangunan di wilayah perencanaan dapat digambarkan ketentuan arahan jumlah bangunanHa dan jarak antar bangunan. Dengan pertimbangan kecenderungan kepadatan bangunan saat ini dan tetap menitikberatkan pada upaya penataan ruang yang dominan, perlunya rongga-rongga ruangan terbuka disepanjang kawasan tersebut, maka rencana kepadatan bangunan dengan klasifikasi adalah : a. Kepadatan tinggi, meliputi BWK I dan BWK II dengan kepadatan rata-rata antara 20 - 25 unit rumahHa. b. Kepadatan sedang pada BWK III dengan kepadatan 0 – 10 unit rumahHa Dengan catatan rencana kepadatan bangunanHa ini diarahkan pada lahan yang telah diperuntukan sebagai areal permukimanperumahan.

B. Koefisien Dasar Bangunan

Rencana arahan Koefisien Dasar Bangunan KDB yaitu nilai perbandingan antara luas lantai dasar bangunan maksimal yang boleh dibangun terhadap luas efektif kaplingperpetakan dan dinyatakan dalam prosentase . Arahan Koefisien Dasar Bangunan KDB di setiap lingkungan pada wilayah perencanaan akan memberikan pertimbangan terhadap arahan Koefisien Dasar Bangunan KDB untuk setiap penggunaan lahan di setiap lingkungan. Arahan ini dimaksudkan untuk memberikan arahan bagi areal yang boleh tertutup bangunan, perkerasan lainnya yang tidak memungkinkan bagi meresapnya air, sehingga arahan tersebut tidak boleh dilampaui. Arahan Koefisien Dasar Bangunan KDB secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Dilingkungan perumahan dengan kepadatan rendah, KDB 40, dilingkungan dengan kepadatan sedang, KDB 50 dan dilingkungan perumahan dengan kepadatan tinggi KDB 60. b. Fasilitas Umum, KDB 60 c. Perdagangan KDB 70 d. Perkantoran KDB 60 e. Jalan KDB 100 f. Taman KDB 10 g. Perbengkelan KDB 70 h. Industri KDB 70 i. Terminal KDB 70

C. Koefisien Lantai Bangunan

Koefisien Lantai Bangunan KLB adalah perbandingan luas lahan keseluruhan lantai bangunan terhadap luas efektif perpetakan. Berdasarkan tujuan dan sasaran yang akan dicapai, maka besaran KLB yang ditetapkan untuk masing-masing peruntukan di wilayah perencanaan sebagai berikut : 1. Perumahan, besaran KLB maksimal dengan kepadatan tinggi 1,0, kepadatan sedang 1,0 dan kepadatan rendah 0,8. 2. Perdagangan besaran KLB maksimal 1,4 3. Perkantoran besaran KLB maksimal 1,0 4. Fasilitas umum besaran KLB maksimal 0,8 5. Perbengkelan besaran KLB maksimal 1,0 6. Industri besaran KLB maksimal 1,0 Untuk menghitung luas lantai suatu bangunan dapat direkomendasikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam menghitung lantai, dijumlahkan luas lantai sampai batas dinding terluar. 2. Luas ruangan beratap yang berdinding lebih dari 1,20 m di atas lantai ruangan tersebut dihitung penuh. 3. Luas ruangan yang beratap yang bersifat terbuka atau berdinding tidak lebih tinggi dari 1,20 m di atas lantai ruangan tersebut dihitung setengah 50 selama tidak melebihi 10 dari luas daerah dasar yang diperkenankan sesuai dengan KDB yang ditetapkan. 4. Luas overstek yang tidak lebih dari 1,20 m tidak dimasukan pada point 3 di atas. LAPORAN RENCANA Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan RTBL Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung II - 17 5. Luas ruangan yang berdinding lebih dari 1,20 m di atas ruangan lantai tersebut tetapi tidak beratap diperhitungkan setengah 50 selama tidak melebihi 10 dari luas denah yang di perkenankan sesuai dengan KDB yang ditetapkan. Ruangan selebihnya dari yang 10 tersebut di atas dihitung penuh 100 6. Teras-teras tidak beratap yang berdinding tidak lebih tinggi dari 1,20 m di atas lantai teras tersebut tidak di perkenankan. 7. Dalam perhitungan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam hitungan KLB, asal tidak melebihi 50 dari KLB yang ditetapkan. 8. Luas bangunan yang dipergunakan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam hitungan KLB asal tidak melebihi 50 dari KLB yang ditetapkan. 9. Untuk bangunan khusus parkir diperkenankan mencapai 150 KLB yang di tetapkan. 10. Lantai bangunan yang terletak dibawah permukaan tanah tidak dimasukan dalam perhitungan KDB. 11. Tangga terbuka dihitung setengahnya 50 selama tidak melebihi 10 dari luas daerah dasar yang diperkenankan.

D. Ketinggian Bangunan

Yang dimaksud dengan bangunan meliputi kegiatan-kegiatan perumahan hunian, industri, perdagangan, jasa perdagangan, perkantoran, fasilitas kesehatan, pendidikan, gedung olahraga dan terminal pengangkutan. 1. Dasar-Dasar Pertimbangan Arahan ketinggian bangunan di wilayah perencanaan ditentukan berdasarkan kepada kepadatan penduduk, daya dukung lahan, kesesuaian lahan, nilai ekonomi lahan dan estetika kenyamanan pandang. a. Dikaitkan dengan kecenderungan perkembangan Kota Bukittinggi dan Kota Payakumbuh pada umumnya dan wilayah perencanaan pada khususnya, kepadatan penduduk serta fasilitas kegiatannya akan meningkat dengan pesat. Demikian juga dengan bangunan yang ada untuk penampungan penduduk beserta kegiatannya. b. Alokasi ketinggian bangunan pada wilayah perencanaan dalam hal konstruksi bangunannya berkaitan dengan daya dukung lahannya. Peninjauan jenis tanah serta batuannya akan menentukan berapa lantai bangunan yang dapat di bangun dalam kawasan tersebut dihubungkan dengan kemampuan untuk tumpuan bangunan atau pondasi. c. Kesesuaian lahan akan menentukan jenis penggunaan lahan dan mempengaruhi juga ketinggian bangunan yang dituju. d. Adanya nilai ekonomi lahan yang berbeda di dalam wilayah perencanaan akan berpengaruh di dalam penentuan alokasi bangunan yang berlantai banyak bertingkat. e. Estetika atau kenyamanan pandang dikaitkan dengan topografi yang ada dan “sky line” kawasan yang diinginkan tanpa melupakan segi-segi keamanan dan kesopanan lingkungan yang ada. 2. Klasifikasi Ketinggian Bangunan Berpedoman kepada dasar-dasar pertimbangan yang ada dan dengan bersumber pada buku pedoman perencanaan Tata Bangunan, maka klasifikasi ketinggian bangunan yang dituju adalah sebagai berikut : a. Bangunan rendah adalah bangunan yang tidak bertingkat atau berlantai satu dengan puncak atap maksimum 8 m dari lantai dasar. b. Bangunan sedang adalah bangunan bertingkat satu atau berlantai dua dengan tinggi atap maksimum 12 m dari lantai dasar. c. Bangunan tinggi adalah bangunan bertingkat dua dan tiga atau berlantai tiga dan empat dengan tinggi puncak atap maksimum 20 m dari lantai dasar. 3. Strategi Penentuan Ketinggian Bangunan Dengan adanya dasar-dasar pertimbangan dan klasifikasi ketinggian bangunan di atas, serta potensi alam yang perlu dilestarikan panorama yang indah melatar- belakangi wilayah perencanaan jenis tanah, aspek perekonomian dan sosial kultur penduduk dapat dirumuskan strategi penentuan ketinggian bangunan bagi wilayah perencanaan sebagai berikut : LAPORAN RENCANA Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan RTBL Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung II - 18 a. Kawasan bangunan rendah maksimum 8 m di arahkan pada lahan yang mempunyai daya dukung lahan, kemampuan lahan dan kesesuaian lahan kota yang kurang baik, kepadatan penduduk yang rendah serta nilai ekonomi lahan yang relatif rendah. Jenis bangunan yang cocok meliputi kegiatan perumahan tinggal, balai pengobatan, peribadatan, Taman Kanak-kanak dan bangunan taman yang lokasinya di lingkungan BWK I dan BWK II. b. Kawasan bangunan sedang maksimum 12 m di arahkan pada lahan yang mempunyai daya dukung lahan, kemampuan lahan dan kesesuaian lahan kota yang cukup baik, kepadatan penduduk yang sedang serta nilai ekonomi lahan yang tidak begitu tinggi. Jenis bangunan yang cocok meliputi kegiatan campuran perumahan dan industri kecil dan rekreasi, perkantoran jasa, perdagangan, Pendidikan Menegah Pertama dan Atas dan lain-lain yang lokasinya di lingkungan BWK III dan BWK IV. Di samping itu strategi penentuan bangunan dapat pula dikaitkan dengan struktur jaringan jalan yang dituju. Dalam hal ini ketinggian bangunan tidak boleh melebihi setengah lebar daerah pengawasan jalan Dawasja atau membentuk sudut 45  diukur dari as jalan. Ketinggian bangunan di sepanjang jalan dengan ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : - Di sepanjang jalan arteri primer diperbolehkan maksimum 2 lantai dengan ketinggian 12 m. - Di sepanjang jalan-jalan kolektor sekunder diperbolehkan maksimum 2 lantai atau 1 tingkat dengan ketinggian 12 m - Di sepanjang jalan lokal dan lingkungan diperbolehkan maksimum 1 lantai dengan tinggi 8 m

E. Garis Sempadan Bangunan

Garis Sempadan Bangunan GSB sesungguhnya dimaksudkan untuk memperoleh suatu keteraturan tata letak bangunan relatif terhadap jalan. Manfaat lain yang diharapkan adalah untuk mendapatkan tingkat kenyamanan dan keamanan yang tinggi bagi pemakai jalan maupun penghuni rumah dalam melakukan aktivitasnya serta memberikan peluang terjadinya pelebaran jalan bila memang diinginkan oleh Pemerintah Daerah. Beberapa ketentuan yang mendasari penataan ruang di wilayah perencanaan, terutama di dalam penentuan Garis Sempadan Bangunan, akan diterapkan secara maksimal berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada mengenai jalan undang-undang No. 13th. 1980 dan Peraturan Pemerintah No. 26th. 1985. Sistem jaringan jalan yang terdapat di wilayah perencanaan merupakan sistem pelayanan fungsi primer dan sekunder, yang terdiri dari jalan arteri, kolektor dan lokal. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas ketentuan mengenai perhitungan Garis Sempadan Bangunan dari Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Sumatera Barat dan beberapa pertimbangan terhadap kondisi wilayah perencanaan dapat ditentukan rencana besaran Garis Sempadan Bangunan GSB seperti yang terlihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Rencana Jalan dan Garis Sempadan Bangunan Di Wilayah Perencanaan No Fungsi Jalan DMJ m GSB m GSB MIN 1. 2. 3. 4. 5. Artri Primer Kolejktor Primer Kolektor Sekunder Lokal Sekunder Lingkungan 40 25 25 15 15 27,0 17,5 17,5 10,0 6,0 20 15 15 6 3 Sumber : SK Gubernur KDH Sumatera Barat No.26GSBG1985 Undang-Undang Jalan

2.5 Rencana Pengembangan