13122014170840RTBL JALAN NEGARA

(1)

K

K

A

A

T

T

A

A

P

P

E

E

N

N

G

G

A

A

N

N

T

T

A

A

R

R

Dalam rangka Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawaasan Jalan Negara IV Angkat Candung Kabupaten Agam, maka disusun Laporan Rencana yang merupakan laporan Tahap Final dalam rangkaian kegiatan penyusunan RTBL Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung Kabupaten Agam .

Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung Kabupaten Agam ini merupakan kerjasama antara BAPPEDA Kabupaten Agam dengan CV.ANIRINDO MITRA KONSULTAN selaku Konsultan Perencana.

Dengan selesainya penyusunan Buku Laporan Rencana ini, CV.ANIRINDO MITRA KONSULTAN mengucapkan terima kasih kepada semua instansi yang terkait dalam proses penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung Kabupaten Agam. Semoga buku laporan ini menjadi dasar dalam langkah penyusunan laporan berikutnya.

Padang, Februari 2003


(2)

D

D

A

A

F

F

T

T

A

A

R

R

I

I

S

S

I

I

Halaman

KATA PENGANTAR ……….. i

DAFTAR ISI ………... ii

DAFTAR GAMBAR ……… iv

BAB I : PENDAHULUAN ……… I - 1

1.1 Latar Belakang ……… I - 1

1.2 Maksud dan Tujuan ……… I - 1

1.3 Manfaat ………...……… I - 1

1.4 Sistematika Penyajian……… I - 2

BAB II : KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN DI

KABUPATEN AGAM ……… II - 1

2.1 Kebijaksanaan Pengembangan Rencana Tata Ruang

Wilayah Propinsi Sumatera Barat ………. II - 1

2.2 Kebijaksanaan Kabupaten Agam ………. II - 2

2.2.1 Visi dan Misi Kabupaten Agam ……… II - 2 2.2.1.1 Visi ………. II - 2 2.2.1.2 Misi ………. II - 4 2.2.2 Rencana Struktur Tata Ruang ………... II - 4 2.2.2.1 Tata Jenjang Pusat Pelayanan …….. II - 5 2.2.2.2 Rencana Sistem Permukiman

Perkotaan dan Pedesaan……… II - 8

2.3 Rencana Struktur Tata Ruang Ibukota Kecamatan IV

Angkat Candung ………... II - 11

2.3.1 Konsep Struktur Tata Ruang ………. II - 11 2.3.2 Rencana Penggunaan Lahan………. II - 11 2.3.3 Rencana Sistem Transportasi ……… II - 11 2.4 Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Sepanjang Jalan

Negara Batas Kodya Bukittinggi –Kodya Payakumbu ….. II - 11 2.4.1 Rencana Struktur Tata Ruang ……….. II - 11 2.4.2 Rencana Peruntukan Lahan ……….. II - 13 2.4.3 Perumahan ……… II - 13 2.4.4 Rencana Penyediaan Kebutuhan Fasilitas

Umum ………. II - 14

2.4.5 Rencana Struktur Jaringan Pergerakan ………... II - 14 2.4.6

2.4.7

Rencana Struktur Jaringan Utilitas ……… Rencana Intensitas Penggunaan Ruang ……….

II - 15 II - 15 2.5 Rencana Pengembangan ………... II - 18

2.5.1 Rencana Alokasi Ruang Kawasan Kecamatan

IV Angkat Candung ……….. II - 18

2.5.1.1 Rencana Alokasi Ruang Tanaman

Sayuran ……….. II - 19

2.5.1.2

2.5.1.3 2.5.1.4

Rencana Alokasi Ruang

Permukiman ………. Rencana Alokasi Hutan Wisata ……. Rencana Alokasi Perkebunan ………

II - 19 II - 19 II - 19 2.5.2 Rencana Struktur Ruang ……… II - 19 2.5.2.1 Rencana Struktur Pusat ……….. II - 19 2.5.2.2 Rencana Struktur Transportasi …….. II - 20 2.5.3 Rencana Tahapan Pengembangan ……….. II - 20 2.5.3.1 Rencana Tahapan I/Tahun 2002 …... II - 20 2.5.3.2 Rencana Tahapan II/Tahun 2003 ….. II - 20 2.5.3.3 Rencana Tahapan III/Tahun 2004 …. II - 21 2.5.3.4 Rencana Tahapan IV/Tahun 2005 … II - 21 2.5.3.5 Rencana Tahapan V/Tahun 2006 II - 21


(3)

BAB III : SKENARIO PENGEMBANGAN ……….…….……… III - 1

3.1 Fungsi Kawasan ……….. III - 1

3.2 Konsep Dasar Struktur Ruang Kawasan ..……..………… III - 2

3.3 Skenario Pengembangan ………. III - 5

BAB IV : RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN …………. IV - 1

4.1 Peruntukan Lahan ……….……….. IV - 1

4.2 Intensitas Pemanfaatan Lahan ……….…………. IV - 5

4.2.1 Koefisien Dasar Bangunan (KDB) ……… IV - 5 4.2.2 Koefisien Lantai Bangunan (KLB) ……… IV - 5 4.2.3 Intensitas Pembangunan ……… IV - 6

4.3 Sistem Sirkulasi ……… IV - 7

4.3.1 Sirkulasi Kendaraan ……… IV - 7 4.3.2

4.3.3

Sirkulasi Pejalan Kaki ………

Sistem Parkir ………..

IV - 7 IV - 7

4.4 Ruang Terbuka dan Tata Hijau ………. IV - 7

4.4.1 4.4.2

4.4.3 4.4.4

Ruang Terbuka Umum ……… Ruang Terbuka Private yang Terbuka Bagi Umum ……… Ruang Terbuka Private ………... Tata Hijau ………..

IV - 7

IV - 8 IV - 8 IV - 8 4.5

4.6 4.7 4.8

Tata Bangunan ………. Tata Informasi (signage) dan Streetscape ………... Prasarana dan Utilitas ………. Sarana Lingkungan dan Fasilitas Umum ……….

IV - 8 IV - 8 IV - 9 IV - 10

BAB IV : RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN ………… V - 1

5.1 Tahapan Program Pembangunan ……….…………... V - 1


(4)

D

D

A

A

F

F

T

T

A

A

R

R

G

G

A

A

M

M

B

B

A

A

R

R

Gambar Halaman

2.1 Peta Pusat-pusat Pertumbuhan Propinsi Sumatera Barat …………... II - 3 2.2 Peta Rencana Struktur Hirarki Kecamatan Tahun 1996 –2005 ……. II - 6 2.3 Peta Rencana Struktur Pelayanan Kawasan Perkotaan Sampai

Tahun 2005 ………... II - 7

2.4 Peta Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan dan Pedesaan Tahun 1996 - 2005………...

II - 8

2.5 Rencana Penggunaan Lahan ……… II - 18

2.6 2.7

3.1 Konsep Pengembangan ……… III - 3

3.2 Peta Rencana Struktur Ruang ………. III - 4

4.1 III - 7

4.2 III - 8


(5)

B

B

A

A

B

B

I

I

P

P

E

E

N

N

D

D

A

A

H

H

U

U

L

L

U

U

A

A

N

N

1.1 Latar Belakang

Dalam upaya pemanfaatan ruang kota yang terkendali, rencana tata ruang kota harus diikuti dengan rencana tata bangunan. Perencanaan tata bangunan dan lingkungan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan didalam manajemen pembangunan perkotaan.

Dalam operasionalnya, pembangunan perkotaan diperlukan suatu panduan wujud bangunan dan lingkungan serta pengendalian pembangunan setelah perencanaan tata ruang kota dan sebelum kegiatan pembangunan di perkotaan mencapai tahap perancangan serta pelaksanaan konstruksi fisik.

Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung terletak di kawasan yang strategis yakni di Batas Kota Bukittinggi serta dilalui oleh Jalan Negara. Perkembangan kawasan jalan Negara IV Angkat Candung cukup pesat dicirikan oleh perkembangan kawasan terbangun serta aktivitas ekonomi seperti industri kecil makanan dan kerajinan, jasa, perdagangan dan perkantoran. Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung diperuntukan sebagai pusat pengembangan agropolitan yang perlu didukung oleh infrastruktur yang memadai. Sebagai Pusat Pengembangan Agropolitan Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung memiliki potensi berkembang menjadi ‘etalase agropolitan’, sekaligus sebagai etalase ekonomi Kabupaten Agam.

Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung dilalui oleh Jalan Kereta Api yang dimasa yang akan datang akan difungsikan kembali, sehingga perlu diantisipasi sedini mungkin.

Untuk mengembangkan potensi dan fungsi tersebut perlu didukung oleh tata bangunan yang sesuai dan memadai.

1.2 Maksud dan Tujuan

Rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL) dimaksudkan untuk memberikan arahan bagi bangunan dan lingkungan pada suatu kawasan. Arahan tersebut hendaknya memenuhi kepentingan atau aspirasi masyarakat, pemanfaatan sumber daya setempat dan daya dukung lahan kelompok bangunan/lingkungan, panduan perlindungan bangunan dan lingkungan, panduan perizinan serta panduan program investasi tanpa menghilangkan jati diri kawasan tersebut.

Penyusunan RTBL, bertujuan untuk mewujudkan lingkungan kota atau kawasan yang kaya dengan variasi, jati diri, berwawasan lingkungan, tidak monoton dan membosankan serta aman dan tertib. Dengan perwujudan tersebut diharapkan dapat menarik masyarakat dan investor untuk tinggal dan membangun kawasan tersebut.

Tata Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung juga ditujukan untuk mendukung fungsi kawasan sebagai pusat agropolitan serta mengantisipasi difungsikannya kembali jalan Kereta Api.

I.3 Manfaat

 Mengembangkan pemanfaatan lahan yang jelas berdasarkan jaringan infrastruktur dan kondisi lingkungan yang tertata dengan baik

 Memperkuat identitas kawasan

 Menciptakan keterpaduan antara bentuk, waktu, dan ruang pada seluruh kawasan  Menciptakan integrasi sosial dari berbagai bentuk kegiatan dan fasilitas yang

mencakup seluruh lapisan masyarakat

 Menciptakan arsitektur yang mampu mengikuti perkembangan jaman

 Mengutamakan penghijauan yang sesuai dengan iklim daerah tropis serta ruang terbuka yang berperan positif bagi pembangunan kawasan secara terpadu

 Meningkatkan kualitas hidup penduduk sekitar kawasan

 Menyediakan ruang terbuka umum yang dapat dinikmati oleh seluruh warga

 Memungkinkan penyesuaian (modifikasi) dan penambahan (ekspansi) sewaktu-waktu bila terjadi perubahan kondisi.


(6)

1.4 Sistematika Pembahasan

Pembahasan laporan RTBL Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung ini akan mengikuti Sistematika Pembahasan Sebagai Berikut:

BAB I meliputi Pembahasan Latar Belakang, Maksud dan Tujuan, Manfaat Rencana BAB II berisi Tinjauan terhadap kebijaksanaan yang berkaitan dengan Kawasan Perencanaan

BAB III Penetapan Fungsi Kawasan, Konsep Pengembangan dan Skenario Pengembangan

BAB IV Berisi materi Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan BAB V Tahapan Pelaksanaan dan Pengelolaan Pembangunan


(7)

B

B

A

A

B

B

I

I

I

I

K

K

E

E

B

B

I

I

J

J

A

A

K

K

S

S

A

A

N

N

A

A

A

A

N

N

D

D

A

A

N

N

P

P

R

R

O

O

G

G

R

R

A

A

M

M

P

P

E

E

M

M

B

B

A

A

N

N

G

G

U

U

N

N

A

A

N

N

D

D

I

I

K

K

A

A

B

B

U

U

P

P

A

A

T

T

E

E

N

N

A

A

G

G

A

A

M

M

Pembangunan Daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.

Oleh karena itu keberhasilan pembangunan nasional akan sangat ditentukan oleh

masing-masing daerah dalam menata segala aspek pembangunan di wilayahnya.

Namun, pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini lebih berorientasi pada

pertumbuhan

ekonomi,

konsekuensinya

maka

sektor-sektor ekonomi yang

dikembangkan adalah sektor-sektor ekonomi potensi yang dimiliki oleh sebahagian

kecil masyarakat dan berada pada daerah-daerah tertentu.

Implikasinya dari model pembangunan yang berorientasi pertumbuhan, hasilnya

cenderung dinikmati oleh sebagian rakyat dan daerah tertentu, hal tersebut pada

gilirannya menciptakan ketidakmerataan baik secara fungsional maupun regional.

Rapuhnya fundamental ekonomi mengakibatkan runtuhnya perekonomian Indonesia

akibat goncangan baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Klimaks dari hal

tersebut telah ditunjukkkan oleh krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun

1997 yang sampai sekarang dampaknya masih dirasakan.

Kabupaten Agam sebagai salah satu kabupaten di dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia tidak terlepas dari nuansa pembangunan nasional selama ini. Pola

pembangunan nasional yang bersifat atas bawah (Top Down Mechanism)

mengakibatkan intervensi pemerintah pusat terhadap daerah nyaris tidak dapat

dihindari, akibatnya daerah tidak lebih sebagai miniatur dari pemerintah pusat.

Keseragaman antar daerah hampir tidak dapat dihindari, padahal setiap daerah

memiliki potensi alamiah, sumber daya manusia dan sosial budaya yang berbeda

antara satu daerah dengan daerah lainnya. Namun, dengan akan dilaksanakan

otonomi daerah yang dituangkan di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

intervensi tersebut hendaklah dikurangi karena sudah beralihnya sentralisasi

pemerintahan kepada desentralisasi pemerintahan dengan artian bahwa

Buttom-Up

Planning

haruslah benar-benar dapat dilaksanakan agar daerah menjadi lebih mandiri

dalam menata pembangunan dan pemerintahan daerahnya masing-masing. Sebagai

wujud nyata dari otonomi daerah, maka setiap daerah haruslah mampu

merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan setiap aspek pembangunan yang

ada di wilayahnya.

2.1 Kebijaksanaan Pengembangan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi

Sumatera Barat

Dalam rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Barat, Kabupaten Agam

adalah :

1. Sebagai pusat-pusat pertumbuhan yang diarahkan di Lubuk Basung dan

Bukittinggi, dengan potensi ekonomi wilayah belakang adalah pertanian dan

pariwisata.

2. Sebagai pengembangan wilayah prioritas yang dimaksud pada kawasan pariwisata,

kawasan pertanian tanaman pangan dan penanganan lahan kritis.

Berdasarkan sistem permukiman/sistem kota

kota dalan RTRW Propinsi

Sumatera Barat memiliki 11 kota yang fungsinya dapat diarahkan sama dan berbeda

satu sama lainnya dalam lingkup peran kegiatan ekonominya.

No Kota PPN PPAD PPD PPL

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Batusangkar Padang Panjang Pariaman Padang Bukittinggi Payakumbuh Lubuk Sikaping Solok Muara Sijunjung Sawahlunto Painan * * * * * * * * * * *


(8)

Keterangan :

PPN

= Pusat Pengembangan Nasional

PPAD

= Pusat Pengembangan Antar Daerah

PPD

= Pusat Pengembangan Daerah

PPL

= Pusat Pengembangan Lokal

Dalam kaitannya dengan fungsi kota-kota di Sumatera Barat maka Kota Lubuk

Basung merupakan hinterland dari Wilayah Pengembangan Bukittinggi yang

mempunyai efek langsung baik ekonomi maupun fisik terhadap Kabupaten Agam.

Struktur jaringan jalan Kabupaten Agam dilalui oleh pengembangan jaringan

propinsi Sumatera Barat dengan fungsi jalan arteri yaitu :

1. Padang

Pariaman

Manggopoh

Pasaman - Propinsi Sumatera Utara

2. Padang

Bukittinggi

Baso

Payakumbuh

Riau

3. Bukittinggi

Palupuh

Pasaman

Sumatera Utara

Struktur pengembangan Propinsi Sumatera Barat untuk Kabupaten Agam

terdapat 2 pusat pertumbuhan yaitu Agam bagian Barat dengan pusat pertumbuhan di

Kota Bukittinggi, sedangkan Agam bagian Timur dengan pusat pertumbuhan di Lubuk

Basung. Adapun fungsi Lubuk Basung, sebagai pusat pertumbuhan lokal sedangkan

Bukittinggi berfungsi sebagai pusat pengembangan regional. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada

gambar 2.1

2.2 Kebijaksanaan Kabupaten Agam

2.2.1 Visi dan Misi Kabupaten Agam

2.2.1.1 Visi

Sesuai kondisi objektif Kabupaten Agam yang ada pada saat ini sehingga dapat

dirumuskan Visi Kabupaten Agam yaitu

Agam Mandiri dan Berprestasi yang

Madani”

.

Agam mandiri mengandung arti kemandirian yang mengakar dari nilai agama, sosial

budaya dan potensi daerah di segala bidang dengan tetap menjunjung tinggi

kebersamaan dan kemitraan dengan semangat persatuan dan kesatuan

“Barek

Sapikua Ringan Sajinjiang yang Didukung oleh Tali Tigo Sapilin”.

Berprestasi mengandung arti adanya suatu dorongan, bagi pemerintah dan

masyarakat Kabupaten Agam dalam melaksanakan tugas, fungsi, tanggung jawab dan

usaha sehingga dapat memberikan hasil yang optimal dan terbaik. Untuk terwujudnya

hal tersebut dituntut kreatifitas, inovasi dan proaktif dari setiap lapisan masyarakat

dalam memanfaatkan setiap peluang yang ada serta menghadapi tantangan sehingga

mampu berkompetisi ditingkat lokal, regional maupun internasional.

Dengan demikian, Agam mandiri dan berprestasi mengandung makna sejalan

dengan prinsip kehidupan, hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok

harus lebih baik dari hari ini.

“Tiada hari tanpa prestasi, Tiada Prestasi Tanpa

Kemandirian”.

Madani diambil dari nilai-nilai yang telah dikembangkan oleh Nabi Muhammad

SAW dalam menjalankan pemerintahan dan menata masyarakat di Kota Madinah. Di

antara nilai-nilai yang dikembangkan tersebut mengandung nilai-nilai dasar kehidupan

bermasyarakat yang di dasarkan kepada prinsip kesetaraan, musyawarah dan

mufakat, nilai ukhuwah, memupuk rasa cinta tanah air dan pengakuan terhadap hak

azazi setiap manusia.

Prinsip kesetaraan mengandung arti pengakuan terhadap persamaan hak dan

kewajiban setiap warga masyarakat didepan hukum, tidak menilai berdasarkan tingkat

sosial, ekonomi, etnis dan agama yang dianut.

Musyawarah dan mufakat dapat diartikan pengambilan keputusan yang

menyangkut hajat hidup orang banyak dilakukan melalui prinsip demokrasi yang

mengakomodasi berbagai aspirasi dalam masyarakat dan memusyawarahkan secara

bersamaan untuk mengambil keputusan.

“Bulek Aie ka Pambuluah, Bulek Kato jo

Mufakat”.

Di samping itu madani juga mengandung nilai yang mengakui adanya hak-hak

yang melekat pada setiap orang (hak azazi manusia), penegakan supremasi hukum,

nilai-nilai sosial yang tinggi dan tidak mementingkan diri sendiri, kelompok atau

golongan.


(9)

(10)

2.2.1.2 Misi

Untuk mewujudkan visi tersebut perlu misi yang jelas dengan rumusan sebagai

berikut :

1. meningkatkan pemahaman, penghayatan dan pengalaman kehidupan beragama

dan norma adat sesuai prinsip Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah,

Syarak Mangato, Adat Mamakai.

2. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia baik aparatur pemerintah daerah

maupun masyarakat yang berakhlak mulia dan memiliki semangat kepeloporan

serta profesional dibidangnya.

3. Meningkatkan sarana dan prasarana yang menunjang kualitas hasil pendidikan

yang handal dan siap pakai.

4. Meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan menuju manusia sehat.

5. Mewujudkan pelayanan prima kepada masyarakat yang bebas dari praktek korupsi,

kolusi dan nepotisme.

6. Meningkatkan peran serta

Tali Tigo Sapilin, Tungku Tigo Sajarangan

, lembaga

sosial, organisasi sosial pilitik dan kemasyarakatan yang merupakan pembangunan

dan pembinaan kemasyarakatan.

7. Meningkatkan peranserta perantau Kabupaten Agam yang tersebar diberbagai kota

dan pelosok di tanah air yang merupakan kekuatan andalan dalam membangun

kampung halaman yang sudah merupakan kecintaan dan kepedulian tanah

kelahirannya.

8. Meningkatkan peran nagari sebagai pemerintahan terendah dan pusat

pertumbuhan pembangunan sosial ekonomi daerah.

9. Mengembangkan usaha ekonomi kerakyatan di sektor pertanian, dan perkebunan

yang berwawasan agribisnis dan agroindustri serta industri kecil (home industry)

dengan basis komoditi unggulan yang ramah lingkungan dan berorientasi pasar.

10. Mengembangkan potensi pariwisata yang bersih sesuai dengan norma agama dan

adat istiadat.

11. Meningkatkan peran pengusaha kecil, menengah dan koperasi selaku pelaku

ekonomi kerakyatan.

12. Menciptakan suasana yang kondusif bagi investor untuk menanamkan modalnya.

13. Menciptakan iklim politik yang kondusif dan demokratis serta menghargai hak asasi

manusia.

14. Menegakkan supremasi hukum yang berlandaskan keadilan dan kebenaran.

15. Optimasi pengelolaan potensi daerah untuk peningkatan pendapatan asli daerah

(PAD).

16. Mewujudkan

perencanaan

yang

aspiratif,

konsisten,

proporsional

dan

berkelanjutan.

17. Menciptakan kerjasama yang harmonis antara Pemerintah Daerah dengan DPRD

sebagai mitra kerja.

18. Melakukan restrukturisasi dan meningkatkan kinerja dinas yang ada sebagai ujung

tombak pemerintah daerah Kabupaten Agam.

2.2.2 Rencana Struktur Tata Ruang

Rencana struktur tata ruang Kabupaten Agam diarahkan melalui jenjang

pusat-pusat pelayanan dan sistem transportasi. Fokus utama Rencana Struktur Tata Ruang

ini dititikberatkan pada usaha untuk mengelompokkan unit-unit wilayah yang terdapat

pada wilayah perencanaan berdasarkan pada perbedaan atau karakteristik khas dari

setiap unit wilayah Kabupaten Agam.

a. Unit wilayah yang memiliki sarana dan fasilitas yang cukup dan hanya

membutuhkan investasi untuk mempertahankan dan mempertinggi keunggulan

komperatif yang dimiliki.

b. Unit wilayah yang memiliki potensi untuk menjadi pusat pelayanan bagi daerah

sekelilingnya, tetapi memiliki sarana dan fasilitas pelayanan yang dibutuhkan

daerah bawahannya atau dengan daerah memiliki jenjang yang lebih tinggi.

c. Unit wilayah yang mempunyai fasilitas yang cukup dan mempunyai potensi

berkembang.

d. Unit wilayah yang memiliki potensi ekonomi untuk berkembang.

e. Unit wilayah yang dikembangkan sebagai pusat pelayanan.

f. Unit wilayah yang mempunyai potensi dikembangkan untuk melayani wilayah yang

mempunyai ketergantungan pada daerah yang dikembangkan.


(11)

2.2.2.1 Tata Jenjang Pusat Pelayanan

Penentuan rencana hirarki pusat pertumbuhan dalam struktur tata ruang

Kabupaten Agam pada penilaian/identifikasi tata kota penetapan pusat-pusat

pelayanan pengembangan di dalam struktur tata ruang Kabupaten Agam.

Aspek-aspek lain dalam pertimbangan jenjang pusat pelayanan adalah :

a. Unsur kebijaksanaan spasial yang telah ditetapkan dalam pola dasar Kabupaten

Agam. Bahwa Kabupaten Agam di bagi menjadi 2 wilayah pengembangan partial

yaitu :

WPP I Lubuk Basung yang meliputi wilayah pengembangan Kecamatan

Tanjung Mutiara, Tanjung Raya, Matur dan Palembayan.

WPP II yaitu Kecamatan IV Koto, Banuhampu Sungai Puar, IV Angkat Candung,

Tilatang Kamang, Baso, dan Palupuh dengan pusat pengembangan Kota

Bukittinggi.

b. Tinjauan kebijaksanaan Propinsi Sumatera Barat

Beradasarkan arahan Pusat Pengembangan Propinsi Sumatera Barat bahwa Kota

Bukittinggi merupakan Pusat Pengembangan Regional atau pusat SWP I. Dalam

SWP I bahwa Lubuk Basung merupakan pusat pengembangan lokal sebagai pusat

WPP I.3 untuk Agam Barat (WPP I) dan untuk Agam Timur termasuk pada WPP I.4

dengan pusat pengembangan Bukittinggi.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketergantungan perwilayahan pengembangan

adalah :

Kedudukan dan peran wilayah yang dicerminkan oleh keterkaitan antar wilayah.

Struktur jaringan transportasi yang berkaitan dengan tingkat aksesibilitas suatu

pertumbuhan yang lebih kecil.

Arus pergerakan internal dan eksternal.

Bentang alam yang membatasi orientasi geografi pusat pertumbuhan yang lebih

besar.

Daya tarik fungsi pelayanan suatu pusat pertumbuhan terhadap pusat

pertumbuhan lainnya.

Homogenitas potensi sumber daya yang dapat digunakan untuk dikembangkan

di dalam suatu wilayah.

Berdasarkan penilaian-penilainan tersebut di atas maka untuk Kebupaten Agam

dapat diarahkan menjadi dua alternatif wilayah pengembangan yaitu :

Alternatif I tetap sesuai dengan yang telah ada yaitu Kota Lubuk Basung sebagai

pusat SSWP ke I dan Kecamatan lainnya sebagai pusat kawasan pengembangan

(SKP) dan Bukittinggi sebagai pusat SSWP ke 2 dan kecamatan yang ada di

wilayah hinterlandnya sebagai pusat-pusat SKP (hinterlandnya).

Alternatif II bahwa Kabupaten Agam dibagi menjadi 3 SSWP, yaitu :

1. SSWP I yaitu satuan kawasan pengembangan (SKP) Lubuk Basung SKP IV

Nagari, SKP Tanjung Mutiara, SKP Tanjung Raya, dengan pusat pertumbuhan

di Kecamatan Lubuk Basung.

2. SSWP II yaitu SKP Matur, SKP Palembayan, dan SKP IV Koto dengan pusat

pengembangan/pertumbuhan di Kecamatan Matur.

3. SSWP III yaitu SKP Banuhampu, SKP Sungai Puar, SKP IV Angkat Candung,

SKP Tilatang Kamang, SKP Baso, dan SKP Palupuh dengan pusat

pengembangan di Kodya Bukittinggi.

Dalam penentuan hirarki kecamatan dengan hirarki pusat pelayanan, dibedakan

menurut kriterianya. Untuk Kabupaten Agam kriteria penentuan hirarki kecamatan yaitu

diukur sesuai dengan potensi pengembangan secara keseluruhan (secara

komprehensif) yang ada di kecamatan yang bersangkutan, sedangkan delam penilaian

hirarki pusat pelayanan perkotaan yaitu lebih menekankan pada cakupan pusat

pelayanan pemukiman untuk melayani kebutuhan desa-desa di sekitarnya

(hinterlandnya), dalam hal ini :

Pelayanan transportasi untuk interaksi internal maupun eksternal

Pelayanan perekonomian sebagai pusat koleksi barang dan jasa yang melayani

daerah hinterlandnya maupun wilayah yang lebih luas

Sebagai pusat pelayanan sosial seperti pendidikan dan pemerintahan

Dari susunan hirarki maupun pusat-pusat pelayanan pertumbuhan untuk

masing-masing kecamatan di Kabupaten Agam daapat dirumuskan seperti terlihat

pada

gambar 2.2 dan 2.3

.


(12)

Untuk Lubuk Basung dikembangkan sebagai pusat kegiatan lokal dan

mempunyai kriteria-kriteria sebagai berikut :

1. Pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/Bank yang melayani beberapa kecamatan

2. Pusat pengolahan/pengumpulan barang yang melayani beberapa kecamatan

3. Simpul transportasi untuk beberapa kecamatan

4. Pusat jasa pemerintahan untuk beberapa kecamatan

5. Bersifat khusus karena mendorong perkembangan sektor strategis

Berdasarkan hirarki masing-masing pusat pelayanan mempunyai fungsi

terhadap wilayah hinterlandnya dan terhadap wilayah pengembangan secara

keseluruhan fungsi pelayanan ini berkaitan dengan aspek-aspek sosial ekonomi;

potensi wilayah, kebijaksanaan daerah dan sektoral.

Fungsi pusat pelayanan merupakan hasil analisis lebih lanjut dari struktur tata

ruang yang direncanakan dikaitkan dengan hasil kecenderungan fungsi pusat

pelayanan dimasa yang akan datang.

2.2.2.2

Rencana Sistem Permukiman Perkotaan dan Pedesaan

Rencana pengembangan sistem perkotaan diarahkan pada fungsi perkotaan

(Ibu Kota Kecamatan) dalam kaitannya dengan Kabupaten Agam, dan wilayah

hinterlandnya untuk mengacu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi wilayah

Kabupaten Agam. Dalam kaitannya dengan pengembangan suatu wilayah diperlukan

keterpaduan suatu wilayah yang tercermin dalam transportasi antara kawasan

permukiman dengan kegiatan usahanya, serta di dukung oleh struktur dan infrastruktur

sehingga pengembangan sistem permukiman bisa diwujudkan dalam kaitannya

dengan pengembangan wilayah perkotaan dan pedesaan tidak terlepas dari berbagai

transformasi. Adapun pengembangan kawasan perkotaan dan perdesan untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada

gambar 2.4

.

Menurut

Rondinelli

dan

Rudle

dalam

bukunya

pembaharuan

dan

pemberdayaan, ikatan alumni ITB 1996, mengatakan bahwa dalam perkembangan

spesial suatu wilayah adalah suatu transportasi dari hubungan-hubungan fisik,

ekonomi, pergerakan penduduk, teknologi, interaksi, pengadaan pelayanan, serta

hubungan politik, administratif dan organisasi. Dalam kaitannya dengan Kabupaten

Agam peningkatan-peningkatan hubungan tersebut dalam suatu perencanaan

pengembangan wilayah menjadikan suatu acuan dasar. Sehubungan hal tersebut

salah satunya diterjemahkan melalui pengembangan perkotaan yang meliputi :

1. Peningkatan hubungan keterkaitan antara pemukiman pedesaan sebagai pusat

kegiatan pengumpul dan pemasok bahan baku dengan pemukiman perkotaan

sebagai pusat kegiatan produksi dan pemasaran yang didukung oleh pola jaringan

transportasi dan jaringan prasarana wilayah lainnya.

2. Pengembangan sistem permukiman perkotaan dan pedesaan yang dilakukan

secara serasi dan saling menguntungkan

3. Peningkatan fasilitas pelayanan sesuai dengan fungsi kota dan hirarki kota.

4. pergerakan dan pengembangan permukiman untuk mendukung sektor-sektor

produksi

5. Pengarahan dan pengembangan permukiman untuk menunjang perkembangan

desa dan penyebarannya.

A. Rencana Pengembangan Sistem permukiman Perkotaan (Sistem Kota)

Pengembangan sistem perkotaan diarahkan pada sistem pusat-pusat

permukiman, yang berkaitan dengan fungsi pusat-pusat pelayanan dalam

pengembangan wilayah serta tujuan dan sasaran pengembangan sistem

perkotaan.

Dalam kaitannya dengan pengembangan pusat-pusat pelayanan maka

rencana pengembangan perkotaan Kecamatan IV Angkat Candung diarahkan

sesuai dengan batas kota yang telah ditetapkan sesuai dengan Rencana Umum

Tata Ruang Ibukota Kecamatan yang telah ada, dengan perkiraan jumlah penduduk

termasuk wilayah hinterlandnya sekitar 45.062 jiwa. Fungsi perkotaan merupakan

fungsi kegiatan SKP atau skala khusus dengan urutan sebagai orde ke IV.


(13)

(14)

(15)

(16)

Adapun fungsi perkotaan adalah sebagai berikut :

1. Sebagai pusat pelayanan jasa skala kecamatan

2. Sebagai pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan

3. Sebagai pusat pelayanan sosial skala kecamatan

4. Sebagai simpul pusat pelayanan transportasi yang dapat melayani interaksi

nagari berhubungan pada tingkat hirarki yang lebih tinggi

5. Sebagai pusat pengembangan pusat-pusat produksi kawasan nagari

6. Sebagai pusat koleksi distribusi hasil produksi barang skala wilayah

Arahan pengembangan perkotaan dalam kaitannya dengan yang lebih luas

adalah :

1. Sebagai pusat pengembangan kegiatan khusus (SKP) sebagai orde ke IV

2. Sebagai pendorong pengembangan kawasan strategis lainnya

Prioritas pengembangan di arahkan pada :

1. Meningkatkan struktur ruang kawasan perkotaan yang terintegrasi dengan Kota

Bukittinggi

2. Meningkatkan sarana dan prasarana transportasi untuk mengembangkan

kawasan nagari

3. Meningkatkan kawasan permukiman yang mendukung sektor lainnya

B. Rencana Pengembangan Sistem Permukiman Pedesaan

Tujuan pengembangan sistem permukiman kawasan pedesaan bertujuan

untuk meningkatkan pemerataan dan pertumbuhan perekonomian masyarakat

dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada sebagai pusat-pusat produksi di

wilayah pedesaan. Sedangkan sarananya adalah meningkatkan perekonomian

masyarakat dan meningkatkan pelayanan sosial masyarakat melalui pembangunan

struktur dan infrastruktur wilayah perkotaan.

Dalam kaitannya dengan fungsi kawasan tertentu, maka pengembangan

pusat-pusat pertumbuhan kawasan permukiman mengenai nagari diarahkan pada

nagari pusat pertumbuhan dengan kriteria sebagai berikut :

1. Nagari yang mempunyai potensi untuk dikembangan dengan industri kecil

2. Dapat berfungsi sebagai penyedia pelayanan pada nagari-nagari sekitarnya

3. Dapat berfungsi sebagai perantara antar kota dengan nagari

Dengan kriteria tersebut untuk Kabupaten Agam sampai akhir 2005 diarahkan

sebagai nagari yang menjadi pusat pertumbuhan adalah Nagari Bawan dan Nagari

Malalak. Untuk Nagari Bawan mempunyai posisi yang strategis sedangkan Nagari

Malalak mempunyai lokasi sebagai jembatan antara Nagari dengan kota dan terletak

dekat kawasan perbatasan sehingga dapat menarik desa lainnya untuk tidak

berorientasi pada wilayah di Kawasan Agam.

Sistem permukiman pedesaan, pengembangannya diarahkan sesuai dengan :

1. Arah kecenderungan perkembangan permukiman yang akan berkembang

2. Ketersediaan sumber daya air

3. Tidak mengganggu budidaya lahan basah dua kali panen

4. Tidak mengganggu terhadap kelestarian lingkungan

- tidak menekan kawasan yang dilindungi

- yang sangat sesuai diarahkan pada kelerengan < 15%

- tidak terletak pada kawasan rawan longsor

- kawasan permukiman yang berada di luar kriteria yang digariskan diatur sesuai

dengan perundangan yang berlaku atau sesuai dengan kebijaksanaan

pemerintah setempat, sesuai dengan studi kelayakan.

5. Sistem permukiman di Kabupaten Agam dapat dibentuk sesuai dengan

geomorfologi wilayahnya. Maka diarahkan untuk :

a. Memusat dan konsentrik terjadi karena adanya daya tarik kegiatan fungsional

yang tinggal di pusat nagari

b. Memanjang karena adanya orientasi ke jalan utama dan adanya pusat-pusat

kegiatan fungsional yang tersebar sepanjang jalan utama

c. Terpencar (dispersed). Perkembangan nagari bermotivasi orientasi ke tempat

kerja di lapangan pertanian (sawah, ladang, nelayan), dengan maksud agar

perjalanan ke tempat kerja tidak terlalu jauh


(17)

2.3

Rencana Struktur Tata Ruang Ibu Kota Kecamatan IV Angkat Candung

2.3.1 Konsep Struktur Tata Ruang

Struktur tata ruang kota direncanakan sesuai dengan fungsi kegiatan yang

terdapat di dalam suatu kota. Secara umum fungsi kegiatan kota dapat diartikan

menjadi 2 bagian, yaitu fungsi primer/pusat utama (F1) dan fungsi sekunder/sub pusat

utama (F2). Fungsi primer/pusat utama (F1) mempunyai tingkat pelayanan regional

(keluar kota) sedangkan fungsi sekunder/sub pusat utama (F2) lebih melayani skala

nagarai/lingkungan dan wilayah sekitarnya.

Struktur kota dapat diartikan sebagai susunan berbagai komponen yang mewadahi

pergerakan orang atau barang dalam melaksanakan peranannya sebagai fungsi kota

Rencana struktur ruang merupakan rencana alokasi pusat-pusat kegiatan yang

sesuai dengan jenis dan tingkat hirarkinya. Hirarki pusat kegiatan sebagai landasan

kegiatan untuk menciptakan kemudahan pelayanan bagi penduduk. Rencana struktur

pelayanan adalah sebagai berikut :

1. Pusat Pelayanan Utama (fungsi utama/F1) berupa pusat pemerintahan kecamatan,

perdagangan, fasilitas sosial, perumahan

2. Sub pusat Pelayanan Kota (F2), berupa pelayanan sosial yang melayani kebutuhan

sosial bagi wilayah sekitarnya. Masing-masing kegiatan ini akan dilayani dengan

jaringan jalan.

3. Struktur hijau atau konservasi, berupa daerah-daerah yang harus dipertahankan

sebagai daerah hijau antara lain persawahan dan perkebunan. Daerah-daerah ini

harus dipertahankan guna melindungi daerah bawahannya.

2.3.2 Rencana Penggunaan Lahan

Berdasarkan fungsi dan struktur tata ruang kota dan tata guna yang dapat

dikembangkan di kawasan Ibu Kota Kecamatan IV Angkat Candung adalah :

Perkantoran/pemerintahan

Perdagangan/jasa

Perumahan

Fasilitas Umum

Utilitas dan Jaringan Jalan

Pola hijau dan preservasi

Untuk lebih jelasnya untuk penggunaan lahan Ibu Kota Kecamatan IV Angkat

Candung dapat dilihat pada

gambar 2.5

.

2.3.3 Rencana Sistem Transportasi

Jaringan jalan sebagai sarana perhubungan dalam menunjang perkembangan

fungsi Kota Biaro direncanakan untuk menciptakan keadaan optimal struktur

pergerakan, baik orang maupun barang. Kebutuhan pelayanan transportasi ditimbulkan

akibat adanya hubungan dan ketergantungan antara pusat-pusat pelayanan yang

harus dipenuhi dengan perencanaan jaringan jalan yang menghubungkan pusat-pusat

tersebut dengan pusat kota Biaro dengan pusat-pusat lainnya.

Pengembangan sistem jaringan jalan, pergerakan di Kota Biaro dilakukan

dengan memperhatikan jaringan jalan secara keseluruhan, yaitu sistem pergerakan

antar permukiman di Kota Biaro. Sistem pergerakan antar kota yang ada sekarang

adalah jalan penghubung yang menghubungkan Kota Biaro dengan kota-kota lainnya.

Jalan penghubung tersebut menghubungkan kegiatan regional seperti aliran barang

hasil produksi pertanian.

2.4 Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Sepanjang Jalan Negara Batas Kota

Bukittinggi

Kota Payakumbuh

2.4.1 Rencana Struktur Tata Ruang

Struktur tata ruang yang ditetapkan dalam wilayah perencanaan tidak memiliki

pusat utama karena pusat utama untuk Kabupaten Agam adalah Kota Bukittinggi dan

untuk Kabupaten 50 Kota adalah Kota Payakumbuh. Sedangkan pusat pelayanan

kedua juga tidak terdapat di wilayah perencanaan dan pusat lingkungan diberi nama

BWK (Bagian Wilayah Kawasan).


(18)

(19)

Pusat pelayanan di bagi atas 3 pusat pelayanan dengan nama dari Barat ke

Timur (BWK I, BWK II dan BWK III) yang merupakan lokasi pusat pelayanan yang

dilengkapi dengan berbagai jenis fasilitas pelayanan skala kecil (lingkungan). Pusat

pelayanan ini ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mengakomodasikan (mewadahi)

pertumbuhan yang melompat-lompat.

Pusat pelayanan untuk Kecamatan IV Angkat Candung adalah Nagari Biaro

(Pasar Biaro) yang berorientasi ke Kota Bukittinggi maka dengan demikian Nagari

Biaro (Pasar Biaro) disebut sebagai pusat lingkungan I (BWK I) dan dalam

pengembangannya diharapkan pusat lingkungan ini dapat berfungsi sebagai koleksi

atau merupakan orientasi kegiatan bagi daerah hinterlandnya yang berfungsi sebagai

pusat perdagangan lingkungan dan juga perkantoran (swasta dan pemerintah).

Komponen utama pembentukan lingkungan adalah pasar dan pertokoan yang

dilengkapi dengan terminal pembantu, fasilitas pelayanan, kantor Pos Pembantu dan

fasilitas telepon.

Pusat pelayanan untuk Kecamatan Baso adalah di Nagari Baso (Pasar Baso)

yang berorientasi ke Kota Payakumbuh, maka dengan demikian Nagari Baso (Pasar

Baso) disebut sebagai Pusat Lingkungan II (Bagian Wilayah Kawasan II) dan dalam

pengembangannya diharapkan pusat ingkungan ini dapat berfungsi sebagai pusat

perdagangan, perkantoran, pelayanan fasilitas umum yang dilengkapi dengan terminal

pembantu serta fasilitas telepon.

Pusat pelayanan untuk kecamatan Perwakilan Payakumbuh adalah di Nagari

Piladang (Pasar Piladang) yang berorientasi ke Kota Payakumbuh maka dengan

demikian Nagari Piladang (Pasar Piladang) disebut sebagai Pusat Lingkungan III

(Bagian Wilayah Kawasan III) dan dalam pengembangannya diharapkan pusat

lingkungan ini dapat berfungsi sebagai perdagangan bagi daerah hinterlandnya serta

pusat fasilitas pelayanan umum.

Bagian wilayah Pengembangan II akan merupakan pusat lingkungan dari delapan

wilayah nagari di BWK II yaitu Nagari Baso, Nagari Sei Sarik, Nagari Sei Cubadak,

Nagari Padang Tarok, Nagari Tangah dan Nagari Titih.

Bagian Wilayah Pengembangan III akan merupakan pusat lingkungan dari tiga wilayah

nagari di BWK III yaitu Nagari Koto Tangah, Nagari Piladang dan Nagari Batu Hampar.

2.4.2 Rencana Peruntukan Lahan

Rencana

peruntukan

lahan

mempertimbangkan

kecenderungan

perkembangan fisik/ruang yang terjadi saat ini dan merupakan penjabaran lebih lanjut

dari struktur ruang yang dituju. Konsepsi peruntukan lahan yang dipakai dalam hal ini

adalah “fleksibel zoning” artinya peruntukan yang dimaksud tidak bersifat mutlak.

Dalam kondisi tertentu penempatan aktifitas lain di dalam wilayah perencanaan

sepanjang tidak menimbulkan gangguan terhadap aktifitas dan fungsi jalan yang

berada disekitarnya masih diperbolehkan. Adapun tujuannya adalah untuk

mewujudkan penggunaan lahan intensif dengan tingkat efisiensi yang cuku tinggi dari

berbagai aktifitas yang saling berhubungan/menunjang dalam suatu matra spasial yang

lebih serasi.

2.4.3 Perumahan

Peruntukan lahan untuk perumahan tidak dapat diproyeksikan berdasarkan

kebutuhan yang nyata saja

.

Dalam hal ini perlu juga di pertimbangkan jumlah

penduduk yang akan dialokasikan dan kecenderungan luas/besar kapling yang

terdapat di wilayah perencanaan. Di sisi lain peruntukan lahan ini tidak hanya

ditetapkan berdasarkan kebutuhan proyeksi penduduk juga diperhitungkan terhadap

penyediaan fasilitas lingkungan.

Pengalokasian perumahan penduduk dalam wilayah perencanaan sesuai

dengan kecenderungan pemanfaatan kapling perumahan saat ini berkisar antara

kapling sedang 300

400 M

2

dan kapling besar antara 500

700 M

2

, maka kriteria

pengalokasian perumahan penduduk dapat dibagi dalam tiga tingkatan yaitu:

Kepadatan rendah antara 0

10 unit rumah/Ha.

Kepadatan sedang antara 11

15 unit rumah/Ha


(20)

2.4.4 Rencana Penyediaan Kebutuhan Fasilitas Umum

Rencana penyediaan kebutuhan fasilitas Umum ini lebih ditekankan pada :

1. Jasa Perdagangan

Yang termasuk dalam jasa perdagangan ini adalah pasar, los-los, pertokoan,

restoran, penjualan souvenir. Secara lebih terperinci kegiatan yang akan dilakukan

pada kawasan perdagangan di tiga BWK pada wilayah perencanaan di antaranya

adalah :

a. Kegiatan perbelanjaan di pusat lingkungan BWK I, BWK II dn BWK III meliputi

pasar sebagai wadah jual beli (baik hasil pertanian wilayah hinterland, hasil

industri ringan dan hasil kegiatan lainnya), toko/pertokoan dan lain sebagainya.

Ketiga BWK tersebut diarahkan/dititikberatkan pada kegiatan pertokoan.

b. Kegiatan perkantoran seperti perbankan, pos, asuransi, KUD dll.

c. Di ketiga BWK tersebut perlu dilengkapi dengan sarana transportasi yang

berupa bongkar muat barang maupun orang yang berhubungan langsung

dengan kegiatan pasar. Untuk perdagangan seperti warung dan toko

ditempatkan menyebar di seluruh blok-blok permukiman terutama di pusat

lingkungan permukiman.

2. Fasilitas Pendidikan

Secara umum penyebaran fasilitas pendidikan telah merata di masing-masing

BWK, dimana sarana pendidikan yang telah tersedia mulai dari TK sampai SMA.

Penataan dan pengaturan fasilitas pendidikan khususnya di BWK I dan BWK II.

Pengalokasian fasilitas pendidikan SMA di BWK I diarahkan pada lokasi sebelah

timur Pasar Biaro.

3. Fasilitas Kesehatan

Fasilitas

kesehatan

yang

akan

direncanakan

adalah

khususnya

puskesmas/puskesmas pembantu di BWK III. Dengan penekanan ini diharapkan

penyebaran fasilitas kesehatan di pusat-pusat lingkungan pada setiap BWK tercipta

suatu keseimbangan orientasi antar wilayah perencanaan.

4. Peribadatan

Perencanaan sarana peribadatan secara struktural lebih ditekankan pada inisiatif

masyarakat setempat. Namun untuk menunjang fungsi pusat lingkungan di setiap

BWK, Pemerintah Daerah perlu memikirkan setiap pusat lingkungan harus tersedia

sarana-sarana peribadatan mesjid yang mempunyai nilai monumental.

5. Lapangan Olah Raga dan Rekreasi

Sarana ini selain fungsinya sebagai taman, tempat bermain anak-anak dan

lapangan olah raga juga akan memberikan kesegaran bagi lingkungan kawasan.

Komponen ini di setiap BWK harus disediakan sesuai dengan kebutuhan, terutama

untuk menambah kenyamanan, keindahan dan faktor pengikat lingkungan

(permukiman). Walaupun di wilayah perencanaan secara umum masih didapatkan

cukup banyak ruang terbuka alamiah. Maka dari itu perlu dipikirkan beberapa

lingkungan binaan, sehingga contoh untuk meningkatkan kualitas kenyamanan di

sepanjang wilayah perencanaan serta dapat dianjurkan di setiap rumah untuk

melengkapi halaman mereka dengan pagar tanaman dan apabila perlu di setiap

rumah dilengkapi pula dengan tanaman yang berfungsi sebagai apotik hidup atau

buah-buahan, hanya saja perlu diarahkan penekanan dari segi artistiknya.

6. Perkantoran

Aktifitas perkantoran di BWK I, II dan III dapat dipertahankan di lokasi yang sudah

ada saat ini dan untuk pengembangannya di masa yang akan datang dapat di

arahkan pada lahan yang telah dicadangkan.

2.4.5 Rencana Struktur Jaringan Pergerakan

Rencana struktur jaringan jalan ada kawasan perencanaan tidak terlepas dari

penyesuaian terhadap pergerakan yang terjadi akibat perkembangan kegiatan pada

BWK I, II dan III. Pola pergerakan eksternal (dari wilayah perencanaan ke luar wilayah

perencanaan) pada umumnya menuju kawasan pusat kota (Kota Bukittinggi dan Kota

Payakumbuh) tetap akan terjadi. Karena kelengkapan fasilitas kegiatan di kawasan

pusat di kedua kota tersebut masih akan tetap dominan. Akan tetapi dengan

penyebaran fasilitas pelayanan umum yang memadai di wilayah perencanaan yang di

lengkapi pula dengan jalan penghubung ke wilayah-wilayah permukiman diharapkan

pergerakan eksternal menuju ke Kota Bukittinggi dan ke Kota Payakumbuh dapat

dikurangi.


(21)

2.4.6 Rencana Struktur Jaringan Utilitas

Adapun rencana struktur jaringan utilitas ini adalah :

1. Air Bersih

Rencana pengembangan air bersih ditujukan untuk penyediaan air bersih penduduk

dan kegiatan-kegiatan non domestik. Sumber pengelolaan air bersih di wilayah

perencanaan berasal dari air mata air dan sumur dangkal.

2. Rencana Jaringan Listrik

Prioritas penyediaan listrik untuk kawasan perencanaan adalah untuk memenuhi

kebutuhan perumahan, perdagangan, perkantoran, kebutuhan sosial dan

penerangan jalan. Sesuai dengan struktur rencana tata ruang yang dituju beberapa

jaringan tambahan perlu diupayakan terutama untuk melayani lingkungan

perumahan baru serta sarana sosial penunjang lainnya.

3. Rencana Jaringan Telepon

Rencana jaringan telepon ini lebih diprioritaskan untuk kawasan perdagangan dan

perkantoran yang selanjutnya sarana telepon ini juga diprioritaskan agar dapat

melayani kebutuhan rumah tangga.

4. Rencana Pembuangan Sampah

Untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan permukiman maka syarat

lokasi pembuangan sampah adalah :

Jauh dari lokasi permukiman penduduk

Muka air tanah sebaiknya dalam (untuk menghindari tercemarnya air baku bagi

penduduk)

Tingkat aksesibilitas cukup baik ke lokasi pembuangan sampah sehingga tidak

menimbulkan pencemaran di sekitar ruas jalan yang dilalui oleh kendaraan

sampah tersebut.

Di TPA (Tempa

t Pembuangan Akhir) proses yang di pakai adalah “Sanitary Landfill”

yaitu pemadatan hasil buangan dengan cara penimbunan. Lokasinya berada di luar

wilayah perencanaan dengan luas minimal

100 m

2

.

5. Rencana Sistem Drainase dan Limbah

Dalam merencanakan saluran drainase perlu diperhatikan faktor-faktor topografi,

jaringan jalan, kepadatan bangunan serta faktor lain yang dapat mempersulit

proses pembuangan dan pemeliharaan saluran.

6. Rencana Pemanfaatan Ruang

Ada dua faktor yang perlu diperhatikan pada perencanaan pemanfaatan ruang.

Pertama adalah kemampuan serta daya tampung lahan, sedangkan yang kedua

adalah karakteristik kegiatan, kecenderungan serta persyaratan lokasi kegiatan.

Berdasarkan strategi pengembangan kawasan, maka perencanaan pemanfaatan

ruang di wilayah perencanaan terdiri dari :

Kegiatan perumahan (sebagai fungsi sekunder)

Kegiatan perdagangan dan jasa erkantoran (sebagai fungsi primer)

Kegiatan pelayanan umum (sebagai fungsi sekunder)

Kegiatan industri kerajinan (sebagai fungsi primer)

Ruang terbuka/rekreasi gunung (sebagai fungsi primer)

Hutan konservasi (sebagai fungsi sekunder)

Pertanian (sebagai fungsi sekunder)

2.4.7 Rencana Intensitas Penggunaan Ruang

Melihat kepada wilayah perencanaan yang masih belum banyak bangunan

fisiknya kecuali bangunan yang sudah lama (tua), sangatlah beralasan jika

pengembangan pembangunan fisik di wilayah perencanaan secara lebih awal di

pikirkan dan direncanakan penataannya. Di harapkan bangunan-bangunan ini nantinya

akan tumbuh dan berkembangn secara teratur dan terkendali. Salah satu unsur

pengendalian dalam pembangunan fisik kota adalah pengaturan dan penentuan

intensitas pembangunan yang antara lain dituangkan melalui kepadatan bangunan,

Koefisien Lantai Bangunan (KLB), ketinggian Bangunan dan Garis Sempadan

Bangunan (GSB).


(22)

A. Kepadatan Bangunan

Rencana kepadatan bangunan di wilayah perencanaan dapat digambarkan

ketentuan arahan jumlah bangunan/Ha dan jarak antar bangunan. Dengan

pertimbangan kecenderungan kepadatan bangunan saat ini dan tetap menitikberatkan

pada upaya penataan ruang yang dominan, perlunya rongga-rongga ruangan terbuka

disepanjang kawasan tersebut, maka rencana kepadatan bangunan dengan klasifikasi

adalah :

a. Kepadatan tinggi, meliputi BWK I dan BWK II dengan kepadatan rata-rata antara

20 - 25 unit rumah/Ha.

b. Kepadatan sedang pada BWK III dengan kepadatan 0

10 unit rumah/Ha

Dengan catatan rencana kepadatan bangunan/Ha ini diarahkan pada lahan

yang telah diperuntukan sebagai areal permukiman/perumahan.

B. Koefisien Dasar Bangunan

Rencana arahan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yaitu nilai perbandingan

antara luas lantai dasar bangunan maksimal yang boleh dibangun terhadap luas efektif

kapling/perpetakan dan dinyatakan dalam prosentase (%).

Arahan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) di setiap lingkungan pada wilayah

perencanaan akan memberikan pertimbangan terhadap arahan Koefisien Dasar

Bangunan (KDB) untuk setiap penggunaan lahan di setiap lingkungan. Arahan ini

dimaksudkan untuk memberikan arahan bagi areal yang boleh tertutup bangunan,

perkerasan lainnya yang tidak memungkinkan bagi meresapnya air, sehingga arahan

tersebut tidak boleh dilampaui. Arahan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) secara garis

besar dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Dilingkungan perumahan dengan kepadatan rendah, KDB 40%, dilingkungan

dengan kepadatan sedang, KDB 50% dan dilingkungan perumahan dengan

kepadatan tinggi KDB 60%.

b. Fasilitas Umum, KDB 60%

c. Perdagangan KDB 70%

d. Perkantoran KDB 60%

e. Jalan KDB 100%

f. Taman KDB 10%

g. Perbengkelan KDB 70%

h. Industri KDB 70%

i. Terminal KDB 70%

C. Koefisien Lantai Bangunan

Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah perbandingan luas lahan keseluruhan

lantai bangunan terhadap luas efektif perpetakan.

Berdasarkan tujuan dan sasaran yang akan dicapai, maka besaran KLB yang

ditetapkan untuk masing-masing peruntukan di wilayah perencanaan sebagai berikut :

1. Perumahan, besaran KLB maksimal dengan kepadatan tinggi 1,0, kepadatan

sedang 1,0 dan kepadatan rendah 0,8.

2. Perdagangan besaran KLB maksimal 1,4

3. Perkantoran besaran KLB maksimal 1,0

4. Fasilitas umum besaran KLB maksimal 0,8

5. Perbengkelan besaran KLB maksimal 1,0

6. Industri besaran KLB maksimal 1,0

Untuk menghitung luas lantai suatu bangunan dapat direkomendasikan hal-hal sebagai

berikut :

1. Dalam menghitung lantai, dijumlahkan luas lantai sampai batas dinding

terluar.

2. Luas ruangan beratap yang berdinding lebih dari 1,20 m di atas lantai

ruangan tersebut dihitung penuh.

3. Luas ruangan yang beratap yang bersifat terbuka atau berdinding tidak lebih

tinggi dari 1,20 m di atas lantai ruangan tersebut dihitung setengah (50%)

selama tidak melebihi 10% dari luas daerah dasar yang diperkenankan

sesuai dengan KDB yang ditetapkan.

4. Luas overstek yang tidak lebih dari 1,20 m tidak dimasukan pada point 3 di

atas.


(23)

5. Luas ruangan yang berdinding lebih dari 1,20 m di atas ruangan lantai

tersebut tetapi tidak beratap diperhitungkan setengah (50%) selama tidak

melebihi 10% dari luas denah yang di perkenankan sesuai dengan KDB

yang ditetapkan. Ruangan selebihnya dari yang 10% tersebut di atas

dihitung penuh 100%

6. Teras-teras tidak beratap yang berdinding tidak lebih tinggi dari 1,20 m di

atas lantai teras tersebut tidak di perkenankan.

7. Dalam perhitungan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam hitungan KLB,

asal tidak melebihi 50% dari KLB yang ditetapkan.

8. Luas bangunan yang dipergunakan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam

hitungan KLB asal tidak melebihi 50% dari KLB yang ditetapkan.

9. Untuk bangunan khusus parkir diperkenankan mencapai 150% KLB yang di

tetapkan.

10. Lantai bangunan yang terletak dibawah permukaan tanah tidak dimasukan

dalam perhitungan KDB.

11. Tangga terbuka dihitung setengahnya (50%) selama tidak melebihi 10% dari

luas daerah dasar yang diperkenankan.

D. Ketinggian Bangunan

Yang dimaksud dengan bangunan meliputi kegiatan-kegiatan perumahan

(hunian), industri, perdagangan, jasa perdagangan, perkantoran, fasilitas kesehatan,

pendidikan, gedung olahraga dan terminal pengangkutan.

1. Dasar-Dasar Pertimbangan

Arahan ketinggian bangunan di wilayah perencanaan ditentukan berdasarkan

kepada kepadatan penduduk, daya dukung lahan, kesesuaian lahan, nilai ekonomi

lahan dan estetika (kenyamanan pandang).

a. Dikaitkan dengan kecenderungan perkembangan Kota Bukittinggi dan Kota

Payakumbuh pada umumnya dan wilayah perencanaan pada khususnya,

kepadatan penduduk serta fasilitas kegiatannya akan meningkat dengan pesat.

Demikian juga dengan bangunan yang ada untuk penampungan penduduk

beserta kegiatannya.

b. Alokasi ketinggian bangunan pada wilayah perencanaan dalam hal konstruksi

bangunannya berkaitan dengan daya dukung lahannya. Peninjauan jenis tanah

serta batuannya akan menentukan berapa lantai bangunan yang dapat di

bangun dalam kawasan tersebut dihubungkan dengan kemampuan untuk

tumpuan bangunan atau pondasi.

c. Kesesuaian

lahan akan

menentukan jenis penggunaan lahan

dan

mempengaruhi juga ketinggian bangunan yang dituju.

d. Adanya nilai ekonomi lahan yang berbeda di dalam wilayah perencanaan akan

berpengaruh di dalam penentuan alokasi bangunan yang berlantai banyak

(bertingkat).

e. Estetika atau kenyamanan pandang dikaitkan dengan topografi yang ada dan

“sky line” kawasan y

ang diinginkan tanpa melupakan segi-segi keamanan dan

kesopanan lingkungan yang ada.

2. Klasifikasi Ketinggian Bangunan

Berpedoman kepada dasar-dasar pertimbangan yang ada dan dengan bersumber

pada buku pedoman perencanaan Tata Bangunan, maka klasifikasi ketinggian

bangunan yang dituju adalah sebagai berikut :

a. Bangunan rendah adalah bangunan yang tidak bertingkat atau berlantai satu

dengan puncak atap maksimum 8 m dari lantai dasar.

b. Bangunan sedang adalah bangunan bertingkat satu atau berlantai dua dengan

tinggi atap maksimum 12 m dari lantai dasar.

c. Bangunan tinggi adalah bangunan bertingkat dua dan tiga atau berlantai tiga

dan empat dengan tinggi puncak atap maksimum 20 m dari lantai dasar.

3. Strategi Penentuan Ketinggian Bangunan

Dengan adanya dasar-dasar pertimbangan dan klasifikasi ketinggian bangunan di

atas, serta potensi alam yang perlu dilestarikan (panorama yang indah

melatar-belakangi wilayah perencanaan) jenis tanah, aspek perekonomian dan sosial kultur

penduduk dapat dirumuskan strategi penentuan ketinggian bangunan bagi wilayah

perencanaan sebagai berikut :


(24)

a. Kawasan bangunan rendah (maksimum 8 m ) di arahkan pada lahan yang

mempunyai daya dukung lahan, kemampuan lahan dan kesesuaian lahan kota

yang kurang baik, kepadatan penduduk yang rendah serta nilai ekonomi lahan

yang relatif rendah. Jenis bangunan yang cocok meliputi kegiatan perumahan

tinggal, balai pengobatan, peribadatan, Taman Kanak-kanak dan bangunan

taman yang lokasinya di lingkungan BWK I dan BWK II.

b. Kawasan bangunan sedang (maksimum 12 m) di arahkan pada lahan yang

mempunyai daya dukung lahan, kemampuan lahan dan kesesuaian lahan kota

yang cukup baik, kepadatan penduduk yang sedang serta nilai ekonomi lahan

yang tidak begitu tinggi. Jenis bangunan yang cocok meliputi kegiatan

campuran (perumahan dan industri kecil) dan rekreasi, perkantoran jasa,

perdagangan, Pendidikan Menegah Pertama dan Atas dan lain-lain yang

lokasinya di lingkungan BWK III dan BWK IV.

Di samping itu strategi penentuan bangunan dapat pula dikaitkan dengan struktur

jaringan jalan yang dituju. Dalam hal ini ketinggian bangunan tidak boleh melebihi

setengah lebar daerah pengawasan jalan (Dawasja) atau membentuk sudut 45

diukur dari as jalan.

Ketinggian bangunan di sepanjang jalan dengan ketentuan tersebut di atas dapat

disimpulkan sebagai berikut :

- Di sepanjang jalan arteri primer diperbolehkan maksimum 2 lantai dengan

ketinggian 12 m.

- Di sepanjang jalan-jalan kolektor sekunder diperbolehkan maksimum 2 lantai

atau 1 tingkat dengan ketinggian 12 m

- Di sepanjang jalan lokal dan lingkungan diperbolehkan maksimum 1 lantai

dengan tinggi 8 m

E. Garis Sempadan Bangunan

Garis Sempadan Bangunan (GSB) sesungguhnya dimaksudkan untuk

memperoleh suatu keteraturan tata letak bangunan relatif terhadap jalan. Manfaat lain

yang diharapkan adalah untuk mendapatkan tingkat kenyamanan dan keamanan yang

tinggi bagi pemakai jalan maupun penghuni rumah dalam melakukan aktivitasnya serta

memberikan peluang terjadinya pelebaran jalan bila memang diinginkan oleh

Pemerintah Daerah. Beberapa ketentuan yang mendasari penataan ruang di wilayah

perencanaan, terutama di dalam penentuan Garis Sempadan Bangunan, akan

diterapkan secara maksimal berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada mengenai

jalan (undang-undang No. 13/th. 1980 dan Peraturan Pemerintah No. 26/th. 1985).

Sistem jaringan jalan yang terdapat di wilayah perencanaan merupakan sistem

pelayanan fungsi primer dan sekunder, yang terdiri dari jalan arteri, kolektor dan lokal.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas ketentuan mengenai

perhitungan Garis Sempadan Bangunan dari Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi

Sumatera Barat dan beberapa pertimbangan terhadap kondisi wilayah perencanaan

dapat ditentukan rencana besaran Garis Sempadan Bangunan (GSB) seperti yang

terlihat pada

tabel 2.1

Tabel 2.1

Rencana Jalan dan Garis Sempadan Bangunan Di Wilayah Perencanaan

No Fungsi Jalan DMJ (m) GSB (m) GSB MIN 1. 2. 3. 4. 5. Artri Primer Kolejktor Primer Kolektor Sekunder Lokal Sekunder Lingkungan 40 25 25 15 15 27,0 17,5 17,5 10,0 6,0 20 15 15 6 3

Sumber : SK Gubernur KDH Sumatera Barat No.26/GSBG/1985 Undang-Undang Jalan

2.5

Rencana Pengembangan

Kawasan Agropolitan

Perencanaa teknis kawasan didasarkan pada :

Rencana Alokasi Ruang

Rencana Struktur Ruang

Struktur Pusat Pertumbuhan

Struktur Jaringan Transportasi


(1)

terletak pada satu daerah perencanaan yang sama dan terpadu, serta yang bersangkutan telah memanfaatkan KLB-nya minimal 60 % dari KLB yang ditetapkan di daerah perencanaan dimaksud. Sebagaimana halnya dengan Sistem Insentif Bonus, TDR tidak dibatasi pada satu peruntukan khusus dalam blok yang baru. Bila suatu developer memilih untuk tidak menggunakan hak TDR bagi bloknya, maka hak atas kelebihan luas lantai bangunan akan tetap berada di tangan developer tersebut.

4.3 Sistem Sirkulasi

Sasaran : meningkatkan kemampuan lahan (land capability) melalui perbaikan tingkat pencapaian ke dalam dan di dalam Kawasan.

Tujuan :

- menjamin keterkaitan (linkage) diantara sistem sirkulasi Kawasan Pembangunan Terpadu

dengan sistem sirkulasi pada kawasan sekitarnya

- meningkatkan hubungan fungsional diantara berbagai jenis peruntukan di dalam Kawasan - mengupayakan keterkaitan (linkage) serta pemisahan yang jelas diantara berbagai moda

sirkulasi (pejalan kaki, angkutan umum, kendaraan pribadi dan servis)

- mengupayakan keterpaduan sistem dan sarana parkir

4.3.1 Sirkulasi Kendaraan

Sistem sirkulasi kendaraan pada Kawasan merujuk kepada keterkaitan (linkage) antara sirkulasi eksternal dan internal, serta merupakan unsur penting dalam konsep perancangan Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung, sistem sirkulasi eksternal terdiri atas Jalan Arteri Primer.

Sirkulasi internal pada Kawasan Pembangunan Terpadu Jalan Negara IV Angkat Candung juga harus memungkinkan pencapaian kendaraan pemadam kebakaran, pemeliharaan dan pelayanan lainnya. Perubahan moda (jenis) transportasi dari kendaraan bermotor ke pejalan kaki terjadi dimana sirkulasi eksternal dan internal saling bersilangan. Halte Bis/angkutan kota ditempatkan pada persilangan dengan jalur pejalan kaki.

4.3.2 Sirkulasi Pejalan Kaki

Sirkulasi pejalan kaki dapat melalui trotoar di tepi jalan, melalui daerah hijau, bahkan dapat menembus bangunan komersial bila dirasakan perlu. Peruntukan lantai dasar yang menghadap jalur ini harus mampu merangsang tumbuhnya kegiatan bagi pejalan kaki serta memberikan pengalaman ruang dan pemandangan yang menarik. Elemen-elemen perancangan yang dianjurkan harus berorientasi pada pejalan kaki, seperti etalase toko (showcase windows), daerah masuk ke bangunan, café, kanopi-kanopi pelindung. Sistem sirkulasi ini juga perlu menyediakan jalur bagi pemakai kursi roda (wheel chair).

4.3.3 Sistem Parkir

Parkir mempengaruhi kualitas lingkungan kota dalam kaitannya dengan kegiatan sosial ekonomi serta dampak visualnya pada bentuk fisik Kawasan. Sebagian besar parkir pada Kawasan Pembangunan Terpadu Jalan Negara IV Angkat Candung terletak di areal kapling bangunan perkantoran dan bangunan publik lainnya, ditepi jalan dengan pola sejajar jalan/0 (karena lebar jalan yang sempit), sedangkan untuk fasilitas komersial dianjurkan untuk parkir di Basement. Kaitan langsung dari tempat parkir ini ke jalur pejalan kaki diharuskan.

4.4 Ruang Terbuka dan Tata Hijau

Sasaran : meningkatkan kualitas kehidupan pada Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung dengan menyediakan lingkungan yang aman, sehat dan menarik serta berwawasan ekologis, melalui penciptaan berbagai jenis ruang terbuka dan pola tata hijau.

Jenis-jenis ruang terbuka dan pertimbangan perancangannya :

- ruang terbuka yang bersifat umum (public)

- ruang terbuka yang bersifat tidak umum (privetely-owned) namun terbuka untuk umum - ruang terbuka yang bersifat tertutup untuk umum (private)

- aspek keterpaduan antara ketiga jenis ruang terbuka ini, secara fungsional, sosial, iklim,

dan ekologi lingkungan

- pola tata hijau

Citra Kawasan Pembangunan Terpadu Jalan Negara IV Angkat Candung sangat tergantung dari konsep ruang terbukanya. Upaya perbaikan lingkungan pejalan-kaki membantu tercapainya sasaran Kawasan. Ruang terbuka juga merupakan sarana dalam mengakomodasi pertumbuhan serta menghindari dampak negatif dari pembangunan baru.


(2)

LAPORAN RENCANA Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung

4.4.1 Ruang Terbuka Umum

Pada Kawasan Pembangunan Terpadu Jalan Negara IV Angkat Candung, ruang terbuka umum utama (major public open space) terdapat pada daerah pusat kota dan lapangan Olah Raga. Jalur-jalur pejalan kaki menuju ruang terbuka umum harus dapat dipergunakan baik pada siang dan malam.

4.4.2 Ruang Terbuka Private yang Terbuka bagi Umum

Pada Kawasan Pembangunan Terpadu Jalan Negara IV Angkat Candung, ruang terbuka yang bersifat tidak umum (privately-owned) namun terbuka bagi umum (publicly accessible) terdapat di blok-blok Komersial dan tempat-tempat rekreasi. Ruang terbuka yang bersifat menerus tersebut harus menampung fungsi kios, jalur pejalan kaki serta tempat duduk.

4.4.3 Ruang Terbuka Private

Ruang terbuka yang bersifat tertutup bagi umum (private) merupakan ruang terbuka yang memiliki pencapaian terbatas. Pada Kawasan Pembangunan Terpadu Jalan Negara IV Angkat Candung, ruang terbuka jenis ini terdapat pada Blok-Blok Hunian. Ruang terbuka tersebut harus menyediakan tempat duduk serta penerangan yang layak, sehingga penghuni dapat berinteraksi sosial dengan baik.

Aspek yang sangat penting dalam konsep ruang terbuka adalah keterpaduan dari ketiga jenis ruang terbuka tersebut dalam hal fungsi, sosial, ekologis dan iklim, serta keterkaitan antara ruang terbuka umum (public) dan tidak umum (private). Pertimbangan perancangan khusus perlu diberikan bagi daerah masuk utama, sub-blok sudut dan jalur pejalan kaki.

4.4.4 Tata Hijau

Pola tata hijau dan iklim mikro merupakan unsur penting pada perancangan ruang terbuka di lingkungan tropis. Konsep tata hijau pada Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung menganjurkan penanaman pohon tropis yang memiliki cabang dan daun rimbun. Tata hijau harus mampu memberikan kesatuan antar sub-blok. Unsur air dan sirkulasi udara alami

merupakan aspek perancangan ruang luar yang baik. Pola tata hijau yang diutamakan pada blok Komersial adalah yang berkarakter formal.

4.5 Tata Bangunan

Sasaran : menetapkan bentuk, besaran dan massa bangunan yang dapat menciptakan serta mendefinisikan ruang (luar) yang akomodatif terhadap berbagai bentuk kegiatan yang mengambil tempat dalam Kawasan.

Tujuan :

- menentukan garis sempadan, “setback” bangunan dan jarak bebas antar bangunan - menentukan kepadatan bangunan

- menentukan besar sosok serta proporsi massa bangunan - menentukan ketinggian bangunan

- mengupayakan keterpaduan konsep arsitektural yang selaras antara kinerja dan fungsi.

Tata bangunan mencakup bentuk dan pengelompokan massa bangunan yang membantu terciptanya suatu lingkungan kota yang terpadu. Faktor utama dalam menentukan bentuk dan massa bangunan adalah kaidah-kaidah di balik wujud fisik kota tersebut. Bentuk dan massa bangunan menciptakan batas ruang yang membantu terwujudnya sistem ruang terbuka. Secara umum, tata bangunan dibentuk oleh suatu batas khayal ambang volume (building envelope) yang tercipta dari penggabungan ketinggian maksimum bangunan serta batasan luas bangunan. Pendekatan ini dilakukan untuk menjamin terpeliharanya kelenturan (fleksibilitas) yang tinggi dalam perancangan bangunan dengan tetap mengupayakan terpenuhinya peruntukan lahan, serta mengenali batasan dari intensitas pembangunan yang dapat ditampung dalam suatu kawasan.

Sasaran dari perancangan arsitektur kota adalah untuk menciptakan citra dan identitas arsitektural pada Kawasan sehingga terwujud suatu “sense of place”. Hal tersebut dicapai dengan mengupayakan keterpaduan konsep arsitektur dan konsep ruang luar dalam lingkungan kota, serta menyelaraskan kinerja arsitektural berdasarkan fungsi. Diharapkan suatu tingkat kinerja perancangan arsitektur tertentu dapat terwujud pada Kawasan Pembangunan Terpadu Jalan Negara IV Angkat Candung. Hal ini mencakup citra bangunan, bahan, warna, tekstur, pola tampak dan detail.

Bangunan baru, baik untuk fungsi komersial maupun hunian, seharusnya tidak sekadar meniru bentuk atau detail arsitektur tradisional. Penjiplakan mentah-mentah akan justru


(3)

meremehkan arti serta nilai arsitektur tradisional dengan segala aspek sosial budayanya. Namun demikian, beberapa pelajaran dapat dipetik dari arsitektur tradisional, diantaranya menyangkut penyelesaian perancangan terhadap aspek iklim, cuaca, sinar matahari, suhu udara, ventilasi, hubungan antara ruang luar dan ruang dalam, bahan bangunan, tata hijau, kinerja struktur serta ekspresi atap.

4.6 Tata informasi (signage) dan “streetscape”

Sasaran : menciptakan lingkungan yang informatif sehingga memudahkan pemakai berorientasi dan bersirkulasi.

Jenis-jenis “signage” dan “streetscape” :

- Sistem Informasi yang Terpadu (Built-In Signage System) : tengaran (landmark), tata

bangunan, bahan-bahan

- Sistem Informasi yang Mengarahkan (Directional System) : baik dalam bentuk tulisan

maupun grafis

- Papan Nama - “Street Furniture”

Sistem Informasi yang Terpadu merujuk kepada citra, karakter dan bentuk dari bangunan dalam Kawasan Pembangunan Terpadu Jalan Negara IV Angkat Candung. Termasuk di dalamnya adalah bangunan-bangunan yang berfungsi sebagai tengaran, focal point dan serta bahan eksterior bangunan. Sistem Informasi yang mengarahkan menerangkan identitas dan lokasi bisnis, serta fasilitas dan jasa yang terdapat pada Kawasan. Termasuk di dalamnya rambu-rambu lalulintas serta rambu-rambu untuk pejalan kaki yang masing-masing harus konsisten pada proyek. Rambu-rambu dalam bentuk tulisan dan simbol garis diperkenankan.

Ukuran dan kualitas rancangan dari rambu-rambu usaha, harus diatur agar dapat tercipta keserasian serta mengurangi dampak negatif dalam proyek. Papan reklame harus membantu terciptanya suatu “sense of place” yang positif dan tidak boleh mengganggu Blok Hunian. Papan-papan nama tidak boleh melebihi tinggi 2 m serta panjang 3 m. Daerah potensial untuk papan nama adalah dipersimpangan jalan, sedangkan di tepi jalan jarak minimal antara papan reklame adalah 50 meter.

Sistem Informasi yang dirancang dengan baik akan menambah karakter bangunan dan membuat hidup “streetscape”. Termasuk dalam unsur-unsur streetscape pada Kawasan

Pembangunan Terpadu Jalan Negara IV Angkat Candung adalah “street furniture”, Street furniture adalah semua unsur skala kecil yang dipakai oleh umum, misalnya tempat duduk, tempat sampah, kios-kios, “shelter”. Penggunaan bahan harus konsisten pada tiap Blok.

Salah satu aspek yang turut membantu terciptanya “streetscape” yang menarik di lingkungan kawasan adalah adanya kegiatan-kegiatan pendukung (support activities), yaitu semua fungsi informal yang membantu memperkuat kualitas ruang kawasan bagi kepentingan umum. Termasuk didalamnya para penjual makanan, penjaja barang dan kegiatan kaki-lima lainnya yang terorganisir dengan baik.

Sektor informal perlu disadari sebagai suatu kenyataan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan kota di Indonesia. Kegiatan pendukung ini memiliki potensi dalam melayani berbagai lapisan masyarakat yang melaksanakan kegiatan sehari-hari mereka di pusat-pusat bisnis. Dengan mengintegrasikan aspek ini dalam konsep perancangan Kawasan akan memilki citra sebagai lingkungan kawasan yang khas, hidup dan menarik, serta terorganisir secara visual dengan baik.

Sasaran utama dari penataan kaki lima dan sektor informal adalah untuk mengupayakan integrasi dan interaksi sosial, serta penciptaan kualitas lingkungan yang lebih baik dan sehat. Pertimbangan-pertimbangan perancangan yang terkait didalamnya antara lain konseptualisasi kelompok (organisasi) sosial, penyebaran lokasi, sanitasi, dan kinerja visual.

Sanitasi lingkungan merupakan aspek penting yang berperan bagi keberhasilan penyelenggaraan kegiatan penunjang dalam Kawasan. Tercakup di dalamnya standar kebersihan yang tinggi. Kinerja visual dari sektor informal dapat ditata dengan baik melalui panduan perancangan bagi kios-kios, tenda pelindung dan tempat-tempat penjualan.

4.7 Prasarana dan Utilitas

Sasaran : menyediakan sistem utilitas yang terpadu dalam sistem prasarana (infrastruktur) Kawasan.

Penyediaan air bersih dan pengolahan limbah untuk jangka panjang merupakan aspek yang terkait dengan pembangunan kawasan namun sangat erat hubungannya dengan kemampuan Kawasan Pembangunan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di masa mendatang. Sistem Air Bersih sebaiknya dikelola oleh PDAM dengan menggunakan jaringan Perpipaan, Sumber air bersih dapat diperoleh dari mata air atau melalui pengeboran tanah dalam. Pengelolaan limbah untuk jangka menengah masih dapat dilakukan secara individu


(4)

LAPORAN RENCANA Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung

rumah tangga dengan menggunakan tangki septik dan sumur resapan. Pengolahan persampahan sebaiknya dikelola oleh instansi pengelolaan persampahan atau dinas kebersihan, sampah sebaiknya dikumpulakan di Tempat pembuangan sementara berupa bak sampah atau kontainer, selanjutnya diangkut oleh dumt truck atau arm roll truk ke TPA, lokasi TPS sebaiknya menyebar di permukiman-permukiman dan bangunan publik. Perencanaan yang baik disertai pengambilan keputusan yang dini memungkinkan optimalisasi dalam penentuan sistem terbaik bagi proyek Kawasan.

Penyediaan listrik, telepon dan utilitas lainnya harus dipertimbangkan baik untuk jangka panjang maupun untuk jangka pendek (interim), khususnya menyangkut penempatan (alokasi) utilitas selama masa konstruksi dan pembangunan.

4.8 Sarana Lingkungan dan Fasilitas Umum

Sasaran : memberikan sumbangan fasilitas masyarakat bagi kawasan dengan melayani seluruh fungsi di dalam dan di sekitar Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung adalah ruang terbuka umum seperti taman-taman dan lapangan olah raga, serta jalur-jalur pejalan kaki pada kedua sisi jalan-jalan utama pada Kawasan. Jalur tersebut dilengkapi dengan “street furniture” yang mampu mewadahi kegiatan masyarakat di Kawasan.


(5)

B

B

A

A

B

B

V

V

T

T

A

A

H

H

A

A

P

P

A

A

N

N

P

P

E

E

L

L

A

A

K

K

S

S

A

A

N

N

A

A

A

A

N

N

D

D

A

A

N

N

P

P

E

E

N

N

G

G

E

E

L

L

O

O

L

L

A

A

A

A

N

N

P

P

E

E

M

M

B

B

A

A

N

N

G

G

U

U

N

N

A

A

N

N

5.1 Tahapan Program Pembangunan

Sebagai lanjutan dari penetapan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang dikembangkan, terdapat prioritas-prioritas pembangunan yang perlu diatur menurut tahapan-tahapan pembangunan setiap 5 tahun, yaitu :

 Tahap I : 2003 – 2007;

 Tahap II : 2008 – 2012.

Prinsip utama yang dipakai untuk menentukan perkembangan fisik menurut urutan tahapan adalah perkembangan ekspansif yang dilandasi beberapa pertimbangan, yaitu :

1. Pemenuhan Kebutuhan

Alokasi sarana dan prasarana pada setiap tahapan didasarkan pada peningkatan jumlah penduduknya.

2. Keterpaduan

Seluruh program pembangunan yang dilaksanakan pada setiap tahapan harus terintegrasi baik secara sektoral maupun tata ruang sehingga memberikan manfaat yang optimal.

3. Efek Ganda

Setiap sektor/sub sektor pembangunan yang dikembangkan pada suatu lokasi pada tahap yang lebih awal, harus mampu merangsang perkembangan sektor/sub sektor pembangunan pada setiap tahap berikutnya atau pada lokasi-lokasi lainnya.

4. Pemecahan Masalah

Program pembangunan yang dilaksanakan pada setiap tahapan harus dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapi pada waktu itu.

5. Strategis

Program pembangunan yang dalam jangka pendek tidak akan memberikan manfaat secara langsung dan besar tetapi dalam jangka panjang akan memberikan implikasi perubahan yang mendasar dan struktural, yang akan termanifestasi dalam pola tata ruang yang dituju.

6. Kesesuaian Dengan Rencana Yang Sudah Ada

Apabila suatu program pembangunan telah ditetapkan untuk dilaksanakan berdasarkan rencana yang telah disetujui, maka rencana tersebut dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah, sehingga program-programnya perlu diprioritaskan.

5.2 Indikasi Program

Sesuai dengan tahapan pengembangan yang dikemukakan di atas, maka indikasi program yang terkait dengan pembangunan fisik dalam rangka pengisian rencana tata bangunan dan lingkungan ini dapat ditentukan.

Adapun program-program pembangunan yang tercakup dalam setiap tahapan seperti yang disebutkan di atas secara garis besar dapat digolongkan ke dalam empat program, yaitu :

1. Pengembangan

Merupakan upaya pengamanan, pengawasan dan pembebasan tanah pada kawasan yang telah siap untuk dikembangkan/dibangun sesuai dengan peruntukkan tanahnya, serta persiapan/penyusunan rencana selanjutnya.

2. Pembangunan

Merupakan upaya memberikan/membuat bangunan pada areal yang telah ditetapkan sesuai dengan peruntukan dan pengembangan jaringan jalan baru guna merangsang pertumbuhan kawasan.

3. Rehabilitasi

Merupakan tindakan peremajaan/perbaikan peningkatan kualitas lingkungan dari penyesuaian kondisi lingkungan sesuai dengan peruntukkannya. Pada tindakan ini


(6)

LAPORAN RENCANA Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung

merupakan perbaikan lingkungan, perumahan dan non perumahan serta rehabilitasi prasarana perkotaan seperti jalan, jaringan drainase dan sebagainya.

4. Konservasi

Merupakan upaya pemeliharaan, peningkatan kualitas dan pelestarian lingkungan, baik dari segi fisik, walaupun dalam kaitan urban desain guna terwujudnya Kawasan Jalan Negara IV Angkat Candung yang aman, nyaman, serasi dan lestari sesuai dengan fungsi dan peranan yang diembannya.