Waktu dan Tempat Kesimpulan

14 III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga Oktober 2012, di RD dan bagian Quality Control PT.Indesso Aroma Cileungsi, Bogor.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu unit alat Short Path Distillation SPD KDL1 UIC skala lab tipe falling film evaporator, yang terdiri atas mesin pendingin, mesin pemanas dengan media penghantar panas berupa etilen glikol, pompa vakum, dan mesin rotor Lampiran 1. Skema alat SPD tersebut ditunjukkan pada Gambar 8. Gambar 8. Skema alat SPD tipe falling film evaporator PT.Indesso Aroma Alat tersebut mempunyai kapasitas umpan maksimal 1 kg dan rata-rata jumlah umpan masuk adalah 100 gh hingga 400 gh. Suhu evaporator maksimum adalah 250°C, kemudian luas permukaan evaporatornya adalah 0,03 m 2 UIC-GMBH 2012. Sementara alat-alat yang digunakan untuk analisis fisikokimia yaitu digital density meter DMA 48, digital refraktometer ATAGO, dan injektor. Selain itu, alat-alat lainnya yaitu pipet, stopwatch, botol-botol gelap, erlemeyer, gelas ukur, thermometer, timbangan dan Gas Cromatography GC.

2. Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah fraksi minyak sereh wangi hasil distilasi fraksinasi vakum yang relatif rendah kandungan sitronelalnya, sehingga dapat disebut fraksinat kaya sitronelol dan geraniol Lampiran 1. Fraksinasi yang dilakukan menggunakan kondisi operasi yaitu : tekanan 1 mbar, rasio refluks 20 : 10, suhu heat 127,81ºC, suhu Flask 113,63ºC, suhu Head 64,05ºC, 15 dan laju fraksinasi 6,27 mlmenit. Sementara, minyak sereh wangi tersebut merupakan minyak sereh wangi asal Jawa atau Java citronella oil, yang berasal dari Kampung Cireundeu, Desa Cipancar, Kecamatan Sarang Panjang, Subang, Jawa Barat. Karakteristik fisikokimianya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Sifat fisikokimia fraksinat kaya sironelol dan geraniol Parameter Hasil Bobot Jenis 25ºC 0,8789 Indeks bias 25°C 1,4661 Warna Kuning pucat, jernih, Kelarutan dalam etanol 80 jernih pada 1:2 Sumber : Lestari 2012

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu : penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terbagi menjadi dua yaitu : analisis kadar bahan menggunakan Gas Cromatography GC dan proses distilasi molekuler atau Short Path Distillation SPD menggunakan kenaikan suhu distilasi 4ºC. Sementara, pada penelitian utama, dilakukan proses SPD dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC dan 2ºC. Setelah itu, hasil yang didapatkan dianalisis kadar sitronelol dan geraniol menggunakan GC dan dilanjutkan dengan analisis sifat fisikokimia terhadap residu akhir. Sifat fisikokimia tersebut meliputi : berat jenis, indeks bias, dan warna.

1. Penelitian Pendahuluan a. Analisis Bahan

Analisis bahan berupa analisis kadar komponen utama bahan menggunakan GC. Metode analisis GC dapat dilihat pada Lampiran 2. Analisis tersebut bertujuan mengetahui senyawa penyusun bahan dan kadarnya. Hasil analisis GC yang didapatkan, dicocokkan dengan data GC-MS minyak sereh wangi Standar Library PT Indesso Aroma. Pencocokan ini didasarkan pada pola peak nya. Hal ini dikarenakan CG dan GC-MS menggunakan metode yang sama.

b. Proses Short Path Distillation SPD

Proses SPD dilakukan setelah kadar komponen utama bahan diketahui. Proses SPD yang dilakukan menggunakan teknik kenaikan suhu secara bertahap. Tujuan dari proses SPD ini adalah mendapatkan rentang suhu distilasi yang sesuai untuk menurunkan kadar sitronelal dibawah 10. Kondisi operasi yang digunakan pada proses SPD ini dapat dilihat pada Tabel 7. Kondisi operasi diatas diatur tetap selama proses SPD berlangsung. Sementara, laju alir umpan yang diatur yaitu 1-2 tetes per detik dan umpan awal yang digunakan adalah 100,80 gram. Pada proses SPD ini, umpan yang dimasukan hanya satu kali dan untuk run SPD selanjutya, umpan yang digunakan berasal dari residu yang dihasilkan dari run SPD sebelumnya. Proses SPD yang dilakukan yaitu bahan dimasukkan melalui tabung umpan. Kemudian, tabung umpan ditutup rapat. Sebelum umpan diteteskan ke dalam bodi Column SPD, alat SPD divakum selama 5-10 menit. Hal ini bertujuan meratakan vakum dalam alat tersebut. Bersamaan dengan itu, dihidupkan rotor. Hal ini bertujuan agar sisa-sisa dari proses sebelumnya dapat terevaporasi. Setelah itu, klep tetes umpan dibuka dan laju alir umpan diatur 1-2 tetes per detik. 16 Tabel 7. Kondisi operasi proses Short Path Distillation penelitian pendahuluan Fraksinat kaya sitronelol dan geraniol Suhu kondensor : 10ºC Kecepatan rotor : 200 rpm Tekanan sistem : 10 -3 mbar Kenaikan suhu distilasi : 4ºC Rentang suhu distilasi : 44ºC-64ºC Sementara itu, suhu distilasi yang diatur pada proses SPD run pertama adalah 44ºC. Umpan yang telah didistilasi dan dievaporasi, akan menghasilkan fraksi berat yang disebut residu dan fraksi ringan yang disebut distilat. Senyawa yang tidak terevaporasi akan terjerembab dalam trap cooler. Setelah umpan habis, klep tetes umpan ditutup dan diberikan waktu sekitar 10 menit untuk mematikan vakum, sedangkan rotor baru dimatikan 15 menit-30 menit setelah vakum dimatikan. Hal ini bertujuan agar bahan yang menempel pada dinding evaporator dan bagian bodi SPD lainnya dapat mengalir ke labu distilat atau residu. Residu dan distilat yang didapatkan kemudian ditimbang dan dianalisis dengan GC. Hal ini bertujuan mengetahui kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniolnya. Jika kadar sitronelalnya telah mencapai kurang dari 10, proses distilasi dihentikan dan dilakukan analisis sifat fisikokimia terhadap residu akhir. Akan tetapi, bila kadar sitronelal belum mencapai kurang dari 10, dilakukan proses distilasi lagi dengan bahan berasal dari residu yang didapatkan dan suhu distilasi dinaikan menjadi 48ºC. Proses ditilasi dilakukan hingga suhu distilasi terakhir yaitu 64ºC. Diagram alir proses SPD penelitian pendahuluan ini ditunjukkan pada Gambar 9. Gambar 9. Diagram alir penelitian pendahuluan

2. Penelitian Utama

Hasil penelitian pendahuluan dijadikan dasar untuk penelitian utama. Kondisi operasi yang digunakan pada penelitian utama sama seperti pada penelitian pendahuluan. Akan tetapi, rentang suhu distilasi dan kenaikan suhu distilasi yang digunakan pada penelitian utama berbeda dengan penelitian pendahuluan. Rentang suhu distilasi yang digunakan pada penelitian utama ini adalah 58ºC-62ºC, sedangkan kenaikan suhu distilasi yang digunakan adalah 1ºC dan 2ºC. Kenaikan suhu distilasi 1ºC dijadikan sebagai perlakuan pertama dan kenaikan suhu distilasi 2ºC dijadikan sebagai perlakuan ke dua. Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak 2 kali duplo dan jumlah bahan yang digunakan pada masing-masing perlakuan tersebut berbeda-beda Tabel 8. Umpan Proses distilasi dengan Short Path Distillation Distilat Residu sitronelal 10 Analisis kadar sitronelal, sitronelol dan geraniol dengan GC Ya Tidak Tekanan : 10 -3 mbar Suhu distilasi : 44-64ºC Suhu kondensor : 10ºC Rotor : 200 rpm Laju umpan : 2 tetesdetik Kenaikan suhu distilasi : 4ºC 17 Tabel 8. Jumlah bahan yang digunakan untuk tiap ulangan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC dan 2ºC Ulangan Perlakuan proses Bahan gram 1 Kenaikan suhu distilasi 1ºC 74,95 2 Kenaikan suhu distilasi 1ºC 74,96 1 Kenaikan suhu distilasi 2ºC 74,93 2 Kenaikan suhu distilasi 2ºC 74,73 Setelah proses SPD, didapatkan hasil berupa residu dan distilat. Masing-masing residu dan distilat tersebut dianalisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniolnya menggunakan GC. Setelah itu, residu akhir dari masing-masing perlakuan dianalisis sifat fisikokimia dengan prosedur yang dapat dilihat pada Lampiran 3a. Sementara, residu, distilat dan kehilangan loss yang didapatkan, dihitung rendemennya dengan perhitungan seperti contoh yang terlampir pada Lampiran 3b. Diagram alir proses SPD penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Diagram alir penelitian utama

3. Analisis Data a. Penelitian Pendahuluan

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian pendahuluan yaitu : analisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam distilat dan residu. Analisis data tersebut dilakukan secara deskriptif menggunakan tabel dan grafik. Analisis tersebut menggambarkan pengaruh kenaikan suhu distilasi terhadap kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol yang didapatkan dalam masing-masing residu maupun distilat. b. Penelitian Utama Terdapat beberapa parameter yang dianalisis pada penelitian utama ini. Parameter tersebut meliputi analisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam masing-masing residu dan distilat. Kemudian, analisis rendemen dari residu, distilat, dan kehilangan loss, serta analisis sifat fisikokimia residu akhir dari masing-masing perlakuan. Analisis sifat fisikokimia tersebut meliputi bobot jenis, indeks bias, dan warna. Semua analisis tersebut menggambarkan hubungan kenaikan suhu distilasi dengan masing-masing parameter. Secara keseluruhan prosedur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 11. Bahan Proses distilasi dengan Short Path Distillation Rentang suhu distilasi : 58-62°C Tekanan : 10 -3 mbar Kenaikan suhu distilasi : 1°C dan 2°C Putaran Rotor : 200 rpm Laju Umpan : 1-2 tetes detik Analsis sitronelol, sitronelal, dan geraniol dan hitung rendemen Analisis sifat fisikokimia : indeks bias, berat jenis, dan warna 18 Gambar 11. Diagram alir penelitian keseluruhan Mulai Karakterisasi Bahan : Analisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol menggunakan GC. Short Path Distillation penelitian pendahuluan : Suhu distilasi: 44 - 64°C, tekanan vakum : 10 -3 mbar. Kenaikan suhu distilasi : 4°C, putaran rotor : 200 rpm Laju umpan : 1-2 tetesdetik, suhu kondensor : 10°C  Residu dan distilat dianalisi kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dengan GC.  Analisis sifat fisikokimia residu dengan kadar sitronelal kurang dari 10 . Proses Short Path Distillation duplo Suhu distilasi : 58-62°C Tekanan : 10 -3 mbar Kenaikan suhu distilasi : 1°C dan 2°C Kecepatan rotor : 200 rpm Laju Umpan : 1-2 tetes detik  Analisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu dan distilat menggunakan GC  Analisis sifat fisikokimia residu dan distilat akhir selesai 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penelitian Pendahuluan

1. Analisis Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah fraksi minyak sereh wangi hasil distilasi fraksinasi vakum yang relatif rendah kandungan sitronelalnya, sehingga dapat disebut fraksinat kaya sitronelol dan geraniol. Karakteristik sifat fisikokimia fraksinat tersebut yaitu : bobot jenis 0,8789, indeks bias 1,4661, kelarutan dalam alkohol 80 jernih pada 1:2, dan warna Kuning pucat, jernih. Sifat tersebut telah sesuai standar mutu SNI-006-1995 Lestari 2012. Fraksinat kaya sitrronelol dan geraniol mempunyai banyak komponen kimia selain sitronelol dan geraniol, dengan kadar yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil GC Gambar 12 yang dicocokan dengan hasil GC MS minyak sereh wangi Standar PT. Indesso Aroma yang tertera pada Lampiran 4, diketahui bahwa bahan ternyata mempunyai luas area sitronelal yang lebih tinggi dibanding luas area komponen lainnya, sedangkan sitronelol dan geraniolnya memiliki luas area yang hampir sama. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Senyawa penyusun fraksinat kaya sitronelol dan geraniol No Senyawa Penyusun Luas Area 1 Limonene 0,784 2 Sitronelal 33,938 3 Sitronelol 21,064 4 Geraniol 20,373 5 Sitronelol asetat, 3,875 6 Geraniol asetat 1,956 Menurut Kaniawati dkk. 2004, terdapat sebelas komponen dalam minyak sereh wangi yang dapat diidentifikasi dengan kromatografi gas dan spektrometri massa. Komponen-komponen tersebut yaitu : α-pinen, limonen, linalool, sitronelal, sitronelol, geraniol, sitronelil asetat, b-kariofilen, geranil asetat, d-kadinen, dan elemol, dengan komponen utamanya adalah sitronelal. Sementara, berdasarkan perhitungan kadar bahan yang terlampir pada Lampiran 5a, didapatkan bahwa sitronelal, sitronelol, dan geraniol mempunyai kadar yang paling tinggi dibanding lainnya. Kadar tersebut berturut-turut yaitu : 33,94, 21,06, dan 20,37, sedangkan kadar fraksinat kaya sitronelol dan geraniol campuran komponen sitronelol dan geraniol adalah 41,44. Kadar yang diketahui tersebut menunjukkan bahwa walaupun bahan dikatakan sebagai fraksinat kaya sitronelol dan geraniol, kadar sitronelalnya juga cukup tinggi. Hal ini seperti dikatakan oleh Lestari 2012 bahwa fraksinat kaya sitronelol dan geraniol semula diduga mempunyai kemurnian yaitu hanya mengandung sitronelol saja, ternyata juga mengandung senyawa lain. Menurut Guenther 2006, terdapat banyak komponen penyusun dalam minyak sereh wangi, namun yang paling utama dan mempunyai kadar yang paling tinggi yaitu sitronelal 32-45, geraniol 12-15, dan sitronelol 11-15. 20 Keterangan : 1 limonene, 2 sitronelal, 3 sitronelol , 4 geraniol 5 sitronelol asetat, 6 geraniol asetat. Gambar 12. Kromatogram bahan fraksinat kaya sitronelol dan geraniol

2. Proses Short Path Distillation SPD

Percobaan pendahuluan bertujuan mengetahui proses distilasi dengan kenaikan suhu secara bertahap dan menentukan rentang suhu distilasi yang tepat yang dapat menurunkan kadar sitronelal dibawah 10. Seperti diketahui bahwa kadar sitronelal dalam bahan yaitu 33,94. Kadar tersebut masih sangat tinggi. Sitronelal dalam urutan peak dalam kromatogram Gambar 13 termasuk fraksi depan, yaitu fraksi yang mempunyai titik didih di bawah titik didih sitronelol. Menurut Kirk Othmer 1954 diacu dalam Ketaren 1985, sitronelal mempunyai titik didih pada tekanan 1 atm, yaitu 205ºC- 208ºC, sedangkan sitronelol mempunyai titik didih yaitu 119ºC-226ºC. Lestari 2012 menambahkan bahwa urutan peak fraksi-fraksi mengindikasikan titik didih dari suatu senyawa. Semakin belakang urutan peak, semakin tinggi titik didihnya. Dengan demikian, salah satu cara yang dapat dialakukan untuk meningkatkan kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol dengan SPD, yaitu dengan menurunkan kadar fraksi depan terutama kadar komponen sitronelal tersebut. Gambar13. Pengelompokan fraksi Kondisi operasi SPD yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 10. Kondisi operasi tersebut disesuaikan dengan kondisi operasi untuk minyak nilam dan minyak lainnya yang digunakan RD PT. Indesso Aroma. Kecepatan rotor dan tekanan diatur tetap, yaitu 200 rpm dan 10 -3 Fraksi depan Fraksi belakang 21 mbar. Menurut Hui et al. 2012, terdapat banyak faktor yang berpengaruh dalam proses SPD. Faktor- faktor tersebut yaitu : suhu, laju umpan, kecepatan film putaran rotor, tekanan operasi, komposisi dari bahan, dan vakum. Suhu merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap peningkatkan kemurnian dan rendemen dari subtansi yang di SPD. Martinello et al. 2008 menambahkan bahwa tekanan yang digunakan dalam proses SPD yaitu 10 -2 KPa hingga 10 -4 KPa. Dengan kondisi tersebut, volatilitas komponen akan meningkat dan suhu operasi akan menurun, serta memungkinkan untuk memisahkan senyawa pada suhu yang lebih rendah. Tabel 10. Kondisi operasi proses Short Path Distillation Fraksinat Kaya Sitronelol Suhu kondenser : 10ºC Suhu trap cooler : 10ºC Kecepatan rotor : 200 rpm Tekanan sistem : 10 -3 mbar Adapun, kecepatan laju alir yang diatur yaitu 1-2 tetes per detik. Laju alir tersebut tidak diatur 1 atau 2 tetes per detik saja. Hal ini dikarenakan tidak ada panel control pada alat SPD dan saat proses SDP berlangsung, kecepatan tetesan umpan yang jatuh ke dalam bodi column cenderung melambat dengan semakin sedikitnya sisa bahan dalam tabung umpan. Selain itu, dikarenakan hasil SPD yang akan dijadikan produk adalah residu atau fraksi berat yang mempunyai kadar sitronelol dan geraniol yang tinggi. Menurut Tovar et al. 2010, jika volume laju alir umpan tinggi, waktu tinggal molekul pada permukaan evaporator menjadi rendah, sehingga kecepatan evaporasi mungkin tidak cukup tinggi untuk mengosentrasikan fraksi sitral dari minyak sereh dapur lemonggras oil. Lestari 2012 melakukan proses SPD dengan laju alir 4 tetes per detik. Menurutnya jika tetes umpan yang masuk lebih dari 4 tetes per detik, residu yang dihasilkan lebih banyak. Hal tersebut dikarenakan proses distilasi yang terjadi kurang sempurnah, sehingga distilat yang dihasilkan pun kurang tinggi. Sementara rotor berfungsi untuk menggerakkan wiper. Wiper tersebut berfungsi membentuk aliran turbulen pada lapisan tipis film yang turun sepanjang pemanas dengan adanya gaya gravitasi dan lubang di dalam wiper Pope 2008. Proses SPD yang dilakukan pada penelitian ini, menggunakan kenaikan suhu secara bertahap dan proses SPD dilakukan terhadap residu yang dihasilkan dari setiap run. Metode ini merupakan modifikasi dari metode yang digunakan dalam penelitian Lestari 2012. Proses SPD dilakukan pada penelitian Lestari 2012, menggunakan kenaikan suhu secara bertahap yang bertujuan meningkatkan kemurnian fraksi sitronelal. Proses SPD tersebut menggunakan bahan hanya satu. Residu dan distilat yang didapatkan dari tiap tahapan proses SPD, di SPD kembali, sehingga didapatkan kadar sitronelal yang tinggi. Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut yaitu distilat dengan kadar sitronelal yang tinggi dan residu akhir yang mempunyai jumlah yang sangat rendah. Walaupun demikian, tahap proses SPD tersebut sangat panjang dan metode tersebut dirasakan belum efisien, sehingga metode yang digunakan pada penelitian ini adalah modifikasi dari metode yang digunakan pada penelitian Lestari 2012. Modifikasi tersebut berupa pemotongan fraksi hanya dari residu, yakni umpan digunakan hanya satu kali dan setelah didapatkan residu, dilakukan proses SPD hanya terhadap residu tersebut. Selain itu, kenaikan suhu diatur sesuai dengan kerapatan titik didih. Metode ini berbeda dari metode yang dilakukan dalam penelitian Tovar et al. 2011, Rossi et al. 2011, dan Setyawan 2009. Tovar et al. 2010 melakukan proses SPD dengan alat SPD tipe evaporator sentrifugal. Suhu evaporasi suhu distilasi yang digunakan yaitu 60ºC-120ºC. Akan tetapi, Proses SPD tersebut tidak dilakukan dengan kenaikan suhu secara bertahap dan tidak terjadi proses SPD residu maupun distilat. 22 Proses SPD dilakukan pada suhu distilasi 60ºC dan langsung pada suhu distilasi 120ºC. Setiap suhu tersebut menggunakan umpan yang berbeda. Sementara itu, penelitian pendahuluan ini menggunakan suhu distilasi yaitu : 44ºC-64ºC. Penggunaan suhu distilasi awal 44ºC didasarkan pada percobaan Lestari 2012. Pada percobaan tersebut, fraksi kaya sitronelal dimurnikan dengan suhu distilasi 44ºC dan tekanan 10 -3 mbar. Hasil yang didapatkan yaitu terjadi peningkatan kadar sitronelal dari 66,80 menjadi 82,32. Sementara, suhu distilasi akhir yang digunakan pada percobaan ini adalah 64ºC. Hal ini dikarenakan hasil yang dikehendaki adalah menurunkan fraksi sebelum sitronelol, sehingga suhu distilasi diatur tidak melebihi titik didih sitronelol yaitu sebesar 64,4ºC Lestari 2012. Selain itu, kenaikan suhu distilasi dalam proses distilasi ini diatur perbedaannya yaitu 4ºC. Hal ini bertujuan mengetahui ketajaman pemotongan setiap fraksi. Setelah dilakukan proses distilasi, didapatkan hasil yang disajikan pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa jumlah residu dan distilat yang didapatkan cenderung menurun seiring dengan lamanya tahapan proses distilasi. Jumlah residu yang diperoleh yaitu 85,34 gram hingga 32,11 gram, sedangkan jumlah distilat yang didapatkan yaitu 10,03 gram hingga 5,21 gram. Residu tertinggi, didapatkan dari run 1. Jumlah residu tersebut adalah 85,34 gram. Sementara, distilat tertinggi didapatkan dari run ke 3. Jumlah distilat tersebut adalah 12,73 gram. Tingginya distilat tersebut diduga karena laju alir yang diatur adalah 1 tetes per detik hingga umpan habis dari tabung umpan. Hal ini mengakibatkan bahan tersebar merata pada permukaan film evaporator, sehingga waktu tinggal bahan menjadi lama, serta terjadi proses evaporasi fraksi dengan titik didih yang lebih tinggi. Berdasarkan penelitian Tovar et al. 2010 diketahui bahwa jika volum laju alir umpan tinggi, waktu tinggal molekul pada permukaan evaporator menjadi rendah, sehingga kecepatan evaporasi mungkin tidak cukup tinggi untuk mengosentrasikan fraksi sitral dari minyak sereh dapur lemonggras oil. Sementara, Lestari 2012 menggunakan laju alir 4 tetes per detik dalam penelitiannya. Menurutnya jika tetes upan yang masuk lebih dari 4 tetes per detik, residu yang dihasilkan lebih banyak. Hal tersebut dikarenakan proses distilasi yang terjadi kurang sempurna, dan memungkinkan kemurnian distilat yang dihasilkan pun kurang tinggi. Tabel 11. Hasil percobaan proses Short Path Distillation penelitian pendahuluan Run Nama Umpan Input gram Suhu Distilasi °C Hasil gram Residu Distilat Loss 1 Bahan Awal 100,48 44 85,34 10,03 5,11 2 Residu 1 85,34 48 74,37 9,43 1,54 3 Residu 2 73,75 52 58,16 12,73 2,86 4 Residu 3 58,14 56 47,74 9,31 1,09 5 Residu 4 46,48 60 38,74 7,71 0,03 6 Residu 5 38,25 64 32,11 5,21 0,93 Adapun, residu akhir yang didapatkan adalah 32,11 gram, sedangkan distilat akhir yang didapatkan adalah 5,21 gram. Akan tetapi, distilat yang diambil sebagai hasil samping yaitu total distilat. Total distilat tersebut merupakan gabungan dari semua distilat yang didapatkan dari setiap run. Berdasarkan hasil perhitungan, jumlah total distilat yang didapatkan adalah 54,42 gram. Sementara, proses diatas juga masih menyisakan kehilangan loss bahan disetiap run. Loss tersebut didapatkan dengan perhitungan yang dapat dilihat pada Lampiran 5b. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa loss yang paling tinggi adalah loss yang didapatkan dari run 1. Jumlah loss tersebut 23 adalah 5,11 gram, sedangkan jumlah total loss yang didapatkan yaitu 11,56 gram. Loss tersebut sangat siginfikan. Hal ini diduga karena banyak bahan yang tertinggal pada lapisan film evaporator serta pada jalur distilat dan residu, yang diakibatkan oleh terlalu cepat pemberhentian putaran rotor setelah bahan habis dari tabung umpan. Selanjutnya dilakukan analisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu dan distilat dari setiap run menggunakan GC. Setelah dilakukan analisis GC, didapatkan bahwa komponen sitronelal, sitronelol, dan geraniol baik dalam residu maupun distilat, masih saling bercampur dan jumlahnya lebih banyak dibanding komponen lainnya. Hal ini dikarenakan komponen-komponen tersebut mempunyai kadar yang tinggi dan titik didihnya berdekatan. Menurut Hui et al. 2012, komponen dari bahan merupakan faktor yang berpengaruh dalam proses SPD. Menurut Laksmono dkk. 2007, sitronelol dan geraniol mempunyai titik didih yang relatif dekat dan keduanya selalu bercampur ketika dipisahkan dari sitronelal. Berdasarkan hasil GC Lampiran 5c, diketahui bahwa dalam distilat lebih banyak ditemukan fraksi dengan titik didih rendah dan komponen yang paling tinggi adalah sitronelal. Sementara, fraksi kaya sitronelol dan geraniol baik dalam residu maupun distilat, cenderung meningkat. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 14 dan 15. Gambar 14. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu Kadar komponen sitronelal, sitronelol, dan geraniol dihitung secara kuantitatif. Hasil perhitungan Gambar 14 menunjukkan bahwa kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol dalam residu mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan suhu distilasi. Selain itu, juga diketahui bahwa kadar komponen geraniol mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibanding kadar komponen sitronelol. Hal ini diduga karena geraniol mempunyai titik didih yang lebih tinggi dibanding sitronelol, sehingga terjadi pengonsentrasian geraniol seiring peningkatan suhu distilasi. Kadar geraniol tertinggi, didapatkan pada suhu 60ºC, yaitu 31,04. Sementara, peningkatan kadar komponen sitronelol hanya sampai pada suhu distilasi 60ºC. Peningkatan kadar komponen sitronelol tersebut yaitu 22,68-29,77. Kemudian, kadar komponen sitronelol mengalami penurunan menjadi 5 10 15 20 25 30 35 44 48 52 56 60 64 K ad ar Suhu distilasi ºC sitronelal sitronelol geraniol 24 27,85 pada suhu distilasi 64ºC. Penurunan ini diduga karena suhu distilasi 64ºC mendekati titik didih sitronelol Lestari 2012. Adapun, kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol yang didapatkan dalam residu akhir yaitu 57,41. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol dari bahan dengan kadar awal yaitu 41,44. Akan tetapi peningkatan tersebut belum terlalu signifikan. Sebaliknya, kadar sitronelal cenderung menurun seiring dengan peningkatan suhu distilasi. Penurunan tersebut sangat signifikan, hingga didapatkan kadar sitronelal dalam residu akhir pada suhu distilasi 64ºC, yaitu 7,28. Gambar 15. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam distilat Berdasarkan Gambar 15 diketahui bahwa kadar komponen sitronelal banyak terdistilasi pada suhu distilasi 44ºC-60ºC. Jumlah sitronelal yang terdistiasi menjadi distilat pada suhu distilasi 44ºC cukup tinggi, yaitu 66,89. Hal ini dikarenakan suhu tersebut merupakan suhu mulai terdistilasinya fraksi sitronelal. Menurut Lestari 2012, sitronelal mempunyai titik didih dikisaran suhu 44ºC. Kadar sitronelal yang didapatkan pada suhu tersebut yaitu 82,32. Selanjutnya, kadar sitronelal mengalami penurunan yang signifikan pada suhu distilasi 52°C. Hal ini diduga karena laju alir yang digunakan adalah 1 tetes per detik dan tidak terkontrol hingga umpan habis dari tabung umpan, sehingga menyebabkan waktu tinggal bahan menjadi lama pada permukaan evaporator. Akibat waktu tinggal bahan yang lama, proses penguapan komponen volatil dari bahan menjadi lebih tinggi, sehingga memungkinkan banyak fraksi berat yang ikut terdistilasi. Hal ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15 bahwa kadar komponen sitronelol dan geraniol mengalami peningkatan yang lebih tinggi pada suhu distilasi 52ºC, bila dibandingkan pada suhu distilasi 48ºC, 56ºC, dan 60ºC. Sementara itu, kadar sitronelal berdasarkan Gambar 15, juga mengalami penurunan kembali pada suhu distilasi 64°C. Penurunan tersebut diduga karena jumlah kadar sitronelal telah semakin sedikit dalam residu dan banyak terdistilasi pada suhu distilasi 60ºC. Selain itu, suhu distilasi 64ºC juga telah melampaui suhu didih sitronelal, sehingga komponen sitronelal hanya sedikit yang terdistilasi menjadi distilat. Hasil penelitian pendahuluan dijadikan acuan bagi penelitian utama. Berdasarkan penelitian pendahuluan diketahui bahwa kadar sitronelal dalam residu dapat diturunkan hingga mencapai dibawah 10 pada suhu 64ºC. Akan tetapi, kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol pada suhu tersebut juga ikut menurun. Sementara, kadar sitronelal telah mencapai 10 pada suhu 60ºC dan 10 20 30 40 50 60 70 80 44 48 52 56 60 64 K a d a r Suhu distilasi ºC sitronelal sitronelol geraniol 25 fraksi kaya sitronelol dan geraniol yang dihasilkan sangat tinggi. Kemudian, jumlah distilat yang didapatkan pada suhu 56ºC-60ºC tidak terlalu tinggi dan memungkinkan rendemen akhir residu yang akan didapatkan cukup tinggi, sehingga pada penelitian utama suhu distilasi diatur yaitu : 58ºC-62ºC. Selain itu, hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa kenaikan suhu 4ºC menyebabkan rentang suhu yang tinggi dan proses rektifikasi fraksi-fraksi dalam bahan tidak terlalu signifikan, sehingga pada penelitian utama, kenaikan suhu distilasi yang digunakan adalah 1ºC dan 2ºC. Hal ini dikarenakan selain untuk mengetahui ketajaman dan kecepatan pemotongan komponen sitronelal, juga dikarenakan titik didih antara sitronelol dan geraniol relatif berdekatan Laksmono dkk 2007, serta volatilitas relatifnya rendah. Menurut Ojha et al. 1995, pemilihan metode separasi untuk memperoleh minyak atsiri, didasarkan pada kevolatilan dan titik didih dari bahan beraroma, stabilitas senyawa pada suhu tinggi, kepolaran komponen volatil, konsentrasi, dan distribusi senyawa volatil.

B. Penelitian Utama

1. Proses Short Path Distillation Secara Bertahap dengan Kenaikan Suhu

Distilasi 1ºC Bahan yang digunakan pada penelitian utama sama dengan bahan yang digunakan pada penelitian pendahuluan, begitu juga dengan kondisi operasinya. Akan tetapi, suhu dan kenaikan suhu yang digunakan berbeda pada penelitian utama ini dan masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Proses SPD pertama menggunakan kenaikan suhu distilasi 1ºC. Umpan yang digunakan pada SPD ulangan 1 adalah 74,95 gram, sedangkan pada ulangan kedua yaitu 74,96 gram. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil Short Path Distillation dengan kenaikan suhu distilasi 1ºC Run Umpan Jumlah umpan gram ±Sd Suhu distilasi °C Jumlah gram Loss bahan gram Residu ± Sd Distilat ± Sd 1 Awal 74,955±0,007 58 42,91 ± 1,86 29,2±1,8 2,88±0,02 2 R1 42,3±2,1 59 31,9±1,56 10,12±0,49 0,255±0,03 3 R2 31,5±1,5 60 25,37±0,25 4,2±1,5 1,94±0,27 4 R3 24,88 ±0,59 61 18,61±1,67 5,95±1,34 0,32±0,26 5 R4 18,5±1,5 62 10,9±3,9 6,79±2,35 0,82±0,04 Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa jumlah residu yang didapatkan yaitu 42,91 gram hingga 10,9 gram, sedangkan distilat yang didapatkan yaitu 29,17 gram hingga 6,79 gram. Berdasarkan Tabel 12, juga diketahui bahwa distilat yang didapatkan pada suhu distilasi 58ºC sangat tinggi, dengan jumlah rata-rata yaitu 29,17 gram. Hal ini diduga karena fraksi dengan titik didih rendah terutama sitronelal, banyak yang terdistilasi pada suhu tersebut. Selain itu, juga terjadi peningkatan jumlah distilat pada suhu distilasi 61ºC dan 62 o C. Akan tetapi, peningkatan tersebut tidak terlalu siginifikan. Sementara itu, rata-rata residu akhir yang dapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC adalah 10,9 gram. Akan tetapi, secara kesuluruhan jumlah total residu yang didapatkan adalah 12,53 gram. Total residu tersebut didapatkan dari penambahan jumlah residu yang terpakai untuk analis GC dan yang tidak digunakan sebagai umpan pada run berikutnya. Perhitungan residu tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6a. Kemudian, total distilat yang didapatkan dari proses SPD ini adalah 56,225 gram. 26 Adapun, proses SPD dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC masih menyisakan kehilangan loss bahan disetiap run. Loss tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6b. Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan pada Tabel 12, diketahui bahwa kehilangan bahan loss yang didapatkan pada run 1 cukup tinggi. Jumlah loss tersebut adalah 2,88 gram. Kemudian, total lossnya adalah 6,19 gram. Tingginya loss bahan yang didapatkan tersebut, diduga karena banyak bahan yang tertinggal pada permukaan lapisan film tipis evaporator, dengan ilustrasi seperti pada Gambar 16. Tertinggalnya bahan pada permukaan lapisan film tipis tersebut diakibatkan oleh penyelesaian proses SPD tahap sebelumnya untuk ke tahap berikutnya terlalu cepat. Seharusnya setelah menyelesaikan satu tahap SPD, wiper dibiarkan bergerak selama 30 menit hingga 1 jam. Hal ini bertujuan agar proses agitasi bahan tetap berlangsung, sehingga bahan yang masih tertinggal pada permukaan film tersebut dapat terdistilasi. Selain itu, bahan yang masih terdapat pada tabung jalur distilat dan residu dapat mengalir ke labu residu dan distilat. Menurut UIC-GMBH 2012, agitasi kontinyu dari film produk yang terletak pada permukaan evaporator, secara signifikan dapat meningkatkan kinerja proses SPD seperti : meratakan distribusi bahan pada permukaan evaporator, memperbesar permukaan film bahan, mencampur bahan, dan menghindari terjadinya fouling. Gambar 16. Dasar-dasar evaporasi dan kondensasi pada distilasi molekuler Setyawan 2009 Setelah didapatkan residu dan distilat dari masing-masing perlakuan, dilakukan analisis kadar komponen sitronelal, sitronelol, dan geraniol menggunakan GC. Hasil analisis GC tersebut dapat dilihat pada Lampiran 7. Seperti diketahui bahwa pada penelitian pendahuluan, komponen sitronelol tidak dapat dipisahkan dari komponen geraniol dan peningkatan sitronelol selalu diikuti dengan peningkatan geraniol. Presentase kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dapat dilihat pada Gambar 17 dan 18. Berdasarkan Gambar 17 diketahui bahwa kadar sitronelol dan geraniol dalam residu yang didapatkan pada suhu distilasi 58°C cukup tinggi. Selain itu, seiring dengan peningkatan suhu distilasi, kadar sitronelol dan geraniol juga terus mengalami peningkatan. Akan tetapi, peningkatannya tidak signifikan. Kemudian, kadar geraniol mengalami peningkatan yang paling tinggi dibanding sitronelol. Peningkatan tersebut diduga karena terjadi pengonsentrasian fraksi geraniol selama tahap fraksinasi berlangsung. Hal ini disebabkan oleh proses fraksinasi hanya menggunakan residu sebagai umpan. Pengonsentrasian geraniol seiring dengan peningkatan suhu distilasi juga diduga dipengaruhi oleh kadar geraniol yang cukup tinggi dalam bahan. Sebagai fraksi belakang, titik didih komponen geraniol lebih tinggi dibanding sitronelol. Hal ini disampaikan oleh Kirk Othmer 1954 diacu dalam Ketaren 1985 yaitu titik didih geraniol pada tekanan 1 atm yaitu 230ºC, sedangkan titik didih sitronelol pada tekanan tersebut yaitu 226ºC. Akibat pengonsentrasian geraniol dalam residu tersebut, 27 kadar geraniol semakin meningkat. Menurut Rossi et al. 2011, pada suhu yang tinggi, residu yang didapatkan diperkaya dengan komponen geranial dan mempunyai sedikit kadar d-limonene. Akan tetapi, rendemen geraniolnya rendah 35-50. Gambar 17. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu Kenaikan suhu distilasi 1ºC Selain itu, Gambar 17 juga menunjukkan bahwa kadar sitronelol mengalami penurunan pada suhu distilasi 62ºC. Penurunan ini diduga karena suhu distilasi 62ºC telah mendekati titik didih sitronelol, sehingga sebagian sitronelol terdistilasi menjadi distilat. Hal ini terlihat pada Gambar 18 yaitu kadar sitronelol mulai meningkat tinggi dalam distilat pada suhu distilasi 62ºC. Sementara, jumlah kadar sitronelol dan geraniol dalam residu yang didapatkan pada suhu distilasi 62ºC berturut- turut yaitu : 28,14 dan 32,32. Dengan demikian, didapatkan fraksi kaya sitronelol dan geraniol campuran sitronelol dan geraniol adalah 60,46. Sebaliknya, kadar sitronelal mengalami penurunan seiring dengan peningkatan suhu distilasi. Penurunan ini dikarenakan banyak sitronelal yang telah terdistilasi menjadi distilat pada suhu distilasi 58ºC, sehingga konsentrasinya dalam residu semakin berkurang. Menurut Bachtiar 1991, semakin lama fraksinasi kadar sitronelal yang dihasilkan semakin rendah. Adapun, hasil GC distilat Lampiran 9 yang dijelaskan pada Gambar 18, menunjukkan bahwa sitronelol dan geraniol mula-mula terdistilasi pada suhu distilasi 58ºC. Akan tetapi, jumlahnya masih rendah, yaitu dibawah 20. Setelah itu, kadar ke dua komponen tersebut terus meningkat seiring dengan peningkatan suhu distilasi. Peningkatan kadar ke dua komponen tersebut, terjadi terutama pada suhu distilasi 61ºC dan 62ºC. Hal ini diduga karena suhu-suhu distilasi tersebut mendekati titik didih sitronelol, sehingga komponen sitronelol mulai terdistilasi. Selain itu, geraniol mempunyai titik didih yang relatif dekat dengan sitronelol, sehingga geraniol ikut terdistilasi bersamaan dengan terdistilasinya komponen sitronelol. Kadar sitronelol dan geraniol yang meningkat tersebut berturut-turut yaitu : 30,7 dan 30,04. Dengan demikian, fraksi kaya sitronelol dan geraniol yang didapatkan yaitu 60,74. Fraksi kaya sitronelol dan geraniol dalam distilat ternyata lebih tinggi dibanding dengan yang didapatkan dalam residu. Hal ini diduga karena dengan kenaikan suhu distilasi 1ºC, tahapan proses SPD panjang, sehingga terjadi pengonsentrasian fraksi sitronelol dan geraniol yang siginifikan dalam distilat. Selain itu, diduga karena kenaikan suhu distilasi 1ºC membuat perbedaan suhu distilasi yang 5 10 15 20 25 30 35 58 59 60 61 62 K ad ar Suhu distilasi °C sitronelal sitronelol geraniol 28 rendah, sehingga proses pemotongan fraksi rektifikasi pada suhu yang mendekati titik didih sitronelol cukup signifikan. Hal ini mengakibatkan sitronelol dan geraniol banyak yang terdistilasi pada suhu 60ºC-62ºC. Gambar18. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam distilat Kenaikan suhu distilasi 1ºC Sementara itu, kadar komponen sitronelal dalam distilat lebih dominan dan tinggi, terutama dalam distilat 1. Kadar sitronelal tersebut berjumlah diatas 50. Hasil ini sama dengan yang didapatkan oleh Lestari 2012. Menurut Lestari 2012 pada suhu sekitar 44ºC, kadar sitronelal dalam distilat yang didapatkan yaitu 69,20. Kemudian, seiring dengan peningkatan kadar fraksi sitronelol dan geraniol, kadar komponen sitronelal mengalami penurunan. Penurunan ini diduga karena peningkatan suhu distilasi telah melampaui titik didih sitronelal, serta dikarenakan sitronelal dan fraksi lain banyak terdistilasi pada suhu distilasi 58 o C.

2. Proses Short Path Distillation Secara Bertahap dengan Kenaikan Suhu

Distilasi 2ºC Proses SPD dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC dilakukan sama seperti proses SPD dengan perlakuan kenaikan distilasi 1ºC. Hasil yang didapatkan ditunjukkan pada Tabel 13. Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa tahapan proses SPD dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC lebih pendek dibandingkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC. Selain itu, jumlah distilat yang didapatkan pada suhu distilasi 58ºC sangat tinggi, yaitu 22,9 gram. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya kadar komponen sitronelal dalam bahan. Tabel 13. Hasil Short Path Distillation dengan kenaikan suhu distilasi 2ºC Run Umpan Jumlah Umpan gram ± Sd Suhu distilasi °C Jumlah gram Loss bahan gram ±Sd Residu ±Sd Distilat ±Sd 1 Bahan 74,83±0,14 58 47,10 ±3,01 22,9± 0,93 4,82± 3,81 2 R1 45,85±3,22 60 33,11±4,49 12,85±0,06 0,88 ±0,09 3 R2 31,62±3,54 62 24,52 ±4,11 5,385±0,03 1,7±0,5 10 20 30 40 50 60 58 59 60 61 62 K ad ar Suhu distilasi ºC sitronelal sitronelol geraniol 29 Sementara itu, total distilat yang didapatkan adalah 41,135 gram. Kemudian, jumlah residu akhir yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC cukup tinggi, yaitu 24,52 gram. Tingginya residu akhir tersebut, disebabkan oleh tahapan proses SPD yang tidak terlalu panjang. Secara keseluruhan residu yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC adalah 26,27 gram. Rekapitulasi residu secara keseluruhan tersebut tertera pada Lampiran 8a. Proses SPD ini juga menghasilkan kehilangan bahan loss yang signifikan Lampiran 8b. Loss yang paling tinggi didapatkan dari run 1. Jumlah loss tersebut adalah 4,82 gram. Kemudian, total lossnya adalah 7,425 gram. Residu dan distilat dari setiap run dianalisis kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniolnya menggunakan GC. Kadar komponen sitronelal, sitronelal, dan geraniol dalam residu dan distilat yang didapatkan Lampiran 9 ditunjukkan pada Gambar 19 dan 20. Gambar 19. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam residu Kenaikan suhu distilasi 2ºC Gambar 20. Histogram hubungan suhu distilasi dengan kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam distilat Kenaikan suhu distilasi 2ºC Berdasarkan Gambar 19 diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol dalam residu. Kadar sitronelol dan geraniol yang didapatkan pada suhu distilasi 62ºC, yaitu 29,3 dan 30,7 dan jumlah campuran komponen sitronelol dan geraniol fraksi kaya sitronelol dan 5 10 15 20 25 30 35 58 60 62 K ad ar Suhu distilasi °C sitronelal sitronelol geraniol 10 20 30 40 50 60 58 60 62 K ad ar Suhu distilasi °C sitronelal sitronelol geraniol 30 geraniol tersebut adalah 60. Sementara, kadar sitronelal mengalami penurunan yang signifikan pada suhu distilasi 62°C. Kadar sitronelal yang didapatkan pada suhu tersebut adalah 7,66. Berdasarkan Gambar 20, diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar sitronelol dan geraniol dalam distilat pada suhu distilasi 62°C. Kadar tersebut berturut-turut yaitu : 25,78 dan 23,93. Kemudian, jumlah fraksi kaya sitronelol dan geraniol yang didapatkan adalah 49,71. Sebaliknya, kadar sitronelal mengalami penurunan pada suhu distilasi 62ºC. Kadar sitronelal tersebut adalah 23,2.

3. Peningkatan Kadar Fraksi Kaya Sitronelol dan Geraniol dalam Residu

Akhir Setelah Proses Short Path Distillation Residu akhir merupakan produk dari penelitian ini. Hasil GC yang didapatkan menunjukkan bahwa luas area sitronelal semakin berkurang seiring dengan peningkatan suhu distilasi. Kemudian, kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol dalam residu akhir yang didapatkan berbeda-beda. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 21. Berdasarkan Gambar 21 tersebut diketahui bahwa terjadi penurunan kadar sitronelal hingga mencapai dibawah 10 pada suhu distilasi 62ºC. Rata-rata kadar sitronelal yang diapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1°C, yaitu 5,00, sedangkan kadar sitronelal dari perlakuan kenaikan distilasi 2ºC, yaitu 7,66. Bila dibandingkan dengan kadar sitronelal awal, yaitu 33,94, hasil yang didapatkan tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar sitronelal yang siginifikan. Penurunan kadar sitronelal tersebut berpengaruh terhadap kemurnian fraksi kaya sitronelol dan geraniol. Hal ini dikarenakan sitronelal dalam bahan merupakan komponen dengan kadar tertinggi dibanding komponen-komponen lainnya. Gambar 21. Histogram peningkatan kadar sitronelol dan geraniol dalam residu akhir Sementara itu, kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol campuran sitronelol dan geraniol yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC meningkat dari 41,44-60,46, sedangkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC, kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol meningkat dari 41,44-60. Kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol tersebut lebih tinggi dibanding yang didapatkan dari proses fraksinasi vakum oleh Tim Peniliti 2009. Hasil yang didapatkan Tim Peniliti 2009 adalah campuran sitronelol dan geraniol, yang disebut sebagai Rhodinol. Rhodinol tersebut mempunyai kadar yaitu 28,87. Campuran tersebut terdiri atas 22,60 geraniol dan 6,27 sitronelol. Kondisi fraksinasi yang dilakukan adalah suhu 150ºC dan tekanan 95 mbar. Suhu dan tekanan tersebut lebih tinggi dibanding yang digunakan pada penelitian ini. Menurut Hui et al. 2012, 33.94 5.005 7.67 21.06 28.14 29.3 20.37 32.32 30.7 5 10 15 20 25 30 35 40 Bahan Awal Kenaiakan suhu distilasi 1ºC Kenaiakan suhu distilasi 2ºC Ka d a r sitonelal sitronelol geraniol 31 faktor yang paling berpengaruh secara langsung terhadap rendemen dan kemurnian yaitu : suhu, laju umpan, dan kecepatan wiped film. Semakin rendah tekanan yang digunakan, volatilitas bahan akan semakin meningkat dan degradasi bahan dapat dihindari. Martinello et al. 2008 mengatakan bahwa tekanan yang digunakan dalam proses SPD berkisar dari 10 -2 Kpa-10 -4 KPa. Dengan kondisi tersebut, volatilitas komponen akan meningkat dan suhu operasi akan menurun, sehingga memungkinkan untuk pemisahan senyawa pada suhu yang lebih rendah. Menurut Batistella et al. 1996, bila dibandingkan dengan proses konvensional seperti distilasi vakum, distilasi molekuler memiliki kelebihan yaitu umpan dapat dipisahkan pada suhu operasi yang jauh lebih rendah dan waktu tinggal pemanasan yang lebih pendek. Hal tersebut yang secara efektif dapat menghindari dekomposisi berbagai komponen pada suhu tinggi.

4. Kadar Sitronelal, Sitronelol, dan Geraniol dalam Total Distilat

Distilat sebagai hasil samping yang didapatkan dari proses SPD ini adalah akumulasi distilat dari tiap run masing-masing perlakuan. Akumulasi tersebut dihitung berdasarkan neraca massa sitronelal, sitronelol, dan geraniol seperti yang terlampir pada Lampiran 10a dan 10b. Rata-rata presentase kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol yang didapatkan dalam total distilat ditunjukkan pada Gambar 22. Berdasarkan Gambar 22 diketahui bawah rata-rata kadar sitronelal dalam total distilat yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC adalah 29,78, sedangkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC adalah 25,87. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata- rata kadar sitronelal yang terpisah dalam total distilat dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC, lebih tinggi dibanding kadar sitronelal yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC. Hal ini dikarenakan tahapan proses SPD dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC lebih panjang, sehingga akumulasi kadar sitronelalnya tinggi. Gambar 22. Presentase kadar sitronelal, sitronelol, dan geraniol dalam total distilat dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC dan 2ºC Selain itu, Gambar 22 juga menunjukkan bahwa rata-rata kadar fraksi kaya sitronelol dan geraniol yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC cukup tinggi, yaitu 27,18. Sementara, kadar fraksi sitronelol dan geraniol yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC yaitu 16,51. Kadar fraksi sitronelol dan geraniol yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC tersebut, berpotensi diredistilasi, sehingga dapat meningkatkan kemurnian fraksi tersebut. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Lestari 2012, yaitu peningkatan kemurnian kadar 29.78 25.87 14.35 8.9 12.83 7.61 5 10 15 20 25 30 35 kenaikan suhu distilasi 1ºC kenaikan suhu distilasi 2ºC K ad ar sitronelal sitronelol geraniol 32 sitronelal menggunakan kenaikan suhu secara bertahap dan pemotongan fraksi rektifikasi tidak hanya dilakukan melalui jalur residu, namun juga melalui redistilasi distilat. Hasil yang diapatkan dari penelitian tersebut yaitu terjadi peningkatan kadar sitronelal dari 84,51-97,05.

5. Rendemen

Rendemen merupakan perbandingan antara jumlah output dan input yang didapatkan. Rendemen yang didapatkan dari proses SPD ini yaitu : rendemen residu, distilat, dan loss. Residu yang dihitung rendemennya adalah residu akhir yang digabung dengan residu yang terpakai untuk analisis GC, sedangkan distilat dan loss yang dihitung rendemenya adalah jumlah distilat dan loss dari semua run. Hasil perhitungan rendemen Gambar 23 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rendemen residu dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC dan 2 o C. Rendemen residu yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1°C adalah 16,72 , sedangkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2°C adalah 35,11. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rendemen residu yang paling tinggi adalah rendemen residu dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC. Tingginya rendemen tersebut diduga karena tahapan SPD dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC tersebut tidak terlalu panjang. Gambar 23. Rendemen residu, distilat, dan loss Sementara itu, rendemen total distilat yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC adalah 75,01, sedangkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC adalah 54,97. Hasil yang didapatkan tersebut menunjukkan bahwa dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC, rendemen total distilat yang didapatkan lebih tinggi dibanding yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC. Hal ini dikarenakan banyaknya komponen fraksi depan dari perlakuan kenaikan suhu 1ºC yang terdistilasi menjadi distilat. Seperti diketahui bahwa jumlah distilat mengalami peningkatan pada suhu distilasi 58ºC -59ºC. Kemudian, jumlah distilat tersebut mulai berkurang pada suhu distilasi 60ºC. Hal ini diduga karena fraksi sitronelal dan fraksi depan lainnya telah berkurang dalam residu, sehingga hanya sedikit fraksi tersebut yang terdistilasi. Menurut Agustian et al. 2005 sitronelal memiliki titik didih yang paling rendah dibanding sitronelol dan geraniol. Dengan demikian, saat dilakukan proses fraksinasi, sitronelal akan lebih banyak berada pada fraksi distilat, sedangkan sitronelol dan geraniol berada pada fraksi distilat maupun residu. Selain itu, jumlah distilat mengalami peningkatan pada suhu distilasi 61ºC - 62ºC. Hal ini diduga karena fraksi 20 40 60 80 100 Kenaikan suhu distilasi 1ºC Kenaikan suhu distilasi 2ºC 16,72 35,11 75,01 54,97 8,27 9,92 Losses Distilat Residu 33 sitronelol dan geraniol mulai terdistilasi pada suhu tersebut, sehingga dalam distilat jumlahnya meningkat. Peningkatan jumlah distilat pada suhu-suhu tersebut berpengaruh terhadap rendemen residu dan distilat. Menurut Bachtiar 1991, rendemen isolat akan meningkat bila fraksi yang bertitik didih rendah dan tinggi dapat tersuling lebih sempurna dan terkondensasi dengan baik. Adapun, masih didapatkan kehilangan loss yang signifikan pada penelitian ini. Loss yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1°C adalah 8,27, sedangkan loss yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC adalah 9,92. Tingginya loss yang didapatkan tersebut, dikarenakan banyak bahan yang masih menempel pada permukaan film evaporator serta pada dinding jalur distilat dan residu, akibat agitasi rotor dihentikan. Selain itu, juga dikarenakan banyak bahan yang menempel pada dinding gelas tabung umpan. Dengan demikian, untuk meningkatkan kemurnian sitronelol dan geraniol dengan alat distilasi molekuler atau SPD skala laboratorium, dibutuhkan ketelitian dan kesabaran yang tinggi, sehingga loss dapat diminimalisir.

6. Pengaruh Kenaikan Suhu Distilasi 1ºC dan 2ºC Terhadap Mutu Residu Akhir

Setelah mendapatkan residu akhir dari proses SPD ini, dilakukan analisis sifat fisikokimia yang bertujuan menentukan mutu masing-masing residu akhir tersebut. Hasil analisis sifat fisikokimia disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Sifat fisikokimia residu akhir Sifat Fisiko kimia Residu Akhir SNI-06-3953-1995 Kenaikan suhu distilasi 1ºC Kenaikan suhu distilasi 2ºC Berat Jenis 25ºC 0,902 0,890 0,880-0,992 Indeks Bias 20ºC 1,471 1,469 1,466 – 1,475 Warna kuning tua- kecoklatan Kuning tua Kuning pucat hingga kuning kecoklatan

a. Bobot Jenis

Salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri menurut Guenther 2006 adalah bobot jenis. Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa rata-rata bobot jenis residu yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1°C adalah 0,902. Bobot jenis tersebut lebih tinggi dibanding yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2°C, yaitu sebesar 0,890. Hal ini diduga karena banyak fraksi berat yang telah terkosentrasi dalam residu akhir dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC, akibat proses SPD yang panjang. Semakin panjang tahapan distilasi molekuler, suhu yang digunakan semakin tinggi, sehingga semakin banyak fraksi belakang yang tekonsentrasi. Seperti diketahui bahwa proses SPD secara bertahap mengakibatkan rektifikasi fraksi-fraksi berdasarkan titik didih. Fraksi yang direktifikasi menjadi distilat menyisakan fraksi yang sama dalam residu sebagai fraksi berat yang terkonsentrasi. Menurut Sukmawati 2011, bobot jenis dipengaruhi oleh komponen-komponen kimia yang terkandung didalamnya. Jika nilai bobot jenis terlalu tinggi atau rendah, berarti ada senyawa lain yang terkandung dalam minyak tersebut. Selain itu, bobot jenis berbanding lurus dengan titik didih komponen yang terdapat dalam minyak tersebut. Menurut Lestari 20120, senyawa-senyawa dalam urutan peak mempunyai titik didih yang tinggi dengan semakin belakang urutan keluar peak, sehingga dengan semakin banyak fraksi bertitik didih 34 tinggi, bobot jenisnya juga semakin tinggi. Walaupun demikian, bobot jenis yang didapatkan dari kedua perlakuan diatas masih memenuhi rentang SNI-06-3953-1995 yaitu : 0,880-0,992.

b. Indesk Bias

Hasil analisis yang disajikan pada Tabel 14 menunjukan bahwa rata- rata indeks bias residu yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1°C adalah 1,471, sedangkan indeks bias residu dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2°C adalah 1,469. Hasil ini menunjukkan bahwa indeks bias residu dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1°C, lebih tinggi dibanding indeks bias residu dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2°C. Hal ini diduga karena terdapat lebih banyak komponen fraksi berat yang terkonsentrasi dalam residu yang diakibatkan oleh tahapan fraksinasi dengan kenaikan suhu distilasi 1°C yang panjang. Fraksi-fraksi berat tersebut seperti geraniol dan geraniol asetat yang mempunyai titik didih yang tinggi. Selain itu, komponen berat dalam residu akhir banyak mengandung molekul yang berantai panjang. Menurut Forma 1979, indeks bias makin tinggi dengan semakin panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap. Hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah ikatan rangkap, kerapatan minyak semakin meningkat, sehingga sinar yang datang akan bias mendekati garis normal. Indeks bias residu akhir dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC dan 2°C memenuhi rentang SNI-06-3953-1995, yaitu : 1,466 – 1,475.

c. Warna

Warna marupakan salah satu parameter mutu dari minyak sereh wangi. Penentuan warna berguna untuk mengetahui perbedaan residu dan distilat secara visual. Pengamatan ini hanya dilakukan pada residu dan distilat akhir dari masing-masing perlakuan. Gambar 24 dan 25 menunjukkan hasil pengamatan warna tersebut. Berdasarkan Gambar 24 dan 25, diketahui bahwa warna residu yang teramati adalah kuning tua hingga kecoklatan, sedangkan distilat yang teramati adalah tidak berwarna. Warna residu dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 1°C terlihat berbeda dengan warna residu dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2°C. Warna residu akhir dari perlakuan suhu tersebut lebih kuning tua dan keruh. Sementara, warna residu akhir dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC adalah kuning tua dan jernih. Hal ini diduga karena banyak fraksi berat yang terkonsentrasi dalam residu akhir yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC, sehingga kerapatan minyak meningkat dan menyebabkan warna residu lebih berwarna kecoklatan. Walaupun demikian, ke dua warna residu tersebut masih sesuai dengan standar mutu minyak sereh wangi berdasarkan SNI 06-3953-1995. Standar SNI tersebut yaitu warna kuning pucat hingga kuning kecoklatan. Berdasarkan hasil penelitian diatas diketahui bahwa dari ke dua perlakuan kenaikan suhu tersebut, perlakuan yang paling baik adalah perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC. Hal ini dikarenakan dengan perlakuan tersebut, tahapan proses SPD yang dilakukan tidak terlalu panjang, rendemen residu yang didapatkan tinggi,serta karakteristik sifat fisikokimianya lebih baik. Sementara, proses SPD yang digunakan pada penelitian ini mempunyai beberapa kelebihan yaitu : tekanan yang digunakan sangat rendah 10 -3 mbar. Penggunaan tekanan yang rendah tersebut menyebabkan suhu didih senyawa dapat diturunkan dan membuat proses kondensasi senyawa tersebut lebih cepat, sehingga produk yang dihasilkan tidak mengalami kerusakan. Selain itu, kemurnian fraksi sitronelol dan geraniol bisa lebih tinggi dalam residu. Hal ini dikarenakan proses SPD yang dilakukan menggunakan kenaikan suhu secara bertahap, sehingga terjadi proses pengonsentrasian fraksi-fraksi yang bertitik didih lebih tinggi. Kemudian, distilat yang didapatkan dengan proses SPD mempunyai tampilan yang baik, sehingga proses SPD ini berpotensi sebagai proses dekolorisasi warna dari minyak atsiri. 35 Gambar 25. Residu dan distilat akhir Kenaikan suhu distilasi 1ºC Gambar 24. Residu dan distilat akhir Kenaikan suhu distilasi 2ºC 36 V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Fraksi minyak sereh wangi hasil distilasi fraksinasi vakum yang relatif rendah kandungan sitronelalnya, sehingga dapat disebut fraksinat kaya sitronelol dan geraniol dapat ditingkatkan kemurniannya menggunakan proses Short Path Distillation SPD, dengan kenaikan suhu distilasi secara bertahap. Peningkatan kemurnian fraksi tersebut dicapai dengan cara memisahkan kandungan sitronelalnya. Kenaikan suhu distilasi yang digunakan yaitu 1ºC dan 2ºC. Kondisi operasi lainnya adalah rentang suhu distilasi dari 48ºC-62ºC, tekanan 10 -3 mbar, laju alir 1-2 tetes per detik, dan putaran rotor 200 rpm. Proses SPD dapat dilakukan dengan cara pemisahan fraksi melalui jalur residu. Proses SPD dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC mempunyai tahapan proses yang panjang dibanding dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC. Semakin panjang tahapan proses SPD, rendemen residu akhir yang didapatkan semakin rendah. Peningkatan suhu distilasi yang lebih baik adalah 2ºC. Hal ini dikarenakan tahapan proses SPD dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC lebih pendek, rendemen produk residu yang didapatkan lebih tinggi, dan karakteristik mutu produk yang diperoleh lebih baik. Kadungan sitronelol dan geraniol dalam residu produk yang diperoleh dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC adalah 60, sedangkan kadar sitronelalnya adalah 7,67. Pada kenaikan suhu distilasi 1ºC, rendemen residu produk yang didapatkan semakin rendah. Rendemen residu produk tertinggi didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC, yaitu 35.11. Sifat fisikokimia produk yang didapatkan dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC dan 2ºC telah sesuai dengan SNI 06-3953-1995, namun sifat fisikokimia yang didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC lebih baik dibanding dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC. Sifat fisikokimia tersebut yaitu bobot jenis 0,890, indeks bias 1,469, dan warna kuning tua jernih. Adapun, distilat hasil samping yang didapatkan dari proses SPD dengan perlakuan kenaikan suhu distilasi 1ºC, mempunyai kadar sitronelal dalam total distilat yang lebih tinggi, begitu juga dengan rendemennya. Kadar sitronelal tersebut adalah 40,39, sedangkan rendemennya adalah 75,01. Sementara, kadar sitronelal dalam distilat dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC adalah 30,08, dengan rendemen adalah 54,97. Proses SPD ini masih menghasilkan kehilangan loss yang signifikan. Kehilangan Loss tertinggi didapatkan dari perlakuan kenaikan suhu distilasi 2ºC, yaitu 9,92. Proses SPD yang digunakan pada penelitian ini mempunyai beberapa kelebihan yaitu : tekanan yang digunakan sangat rendah 10 -3 mbar, kemurnian fraksi sitronelol dan geraniol bisa lebih tinggi dalam residu, serta residu dan distilat yang didapatkan mempunyai tampilan yang baik.

B. Saran