Separasi Fraksi Kaya Vitamin E dari Biodiesel Crude Palm Oil (CPO) Menggunakan Destilasi Molekuler

(1)

Hendrix Yulis Setyawan (F351050091)

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

Sekolah Pasca Sarjana

Institut Pertanian Bogor

2009


(2)

Nama : Hendrix Yulis Setyawan, S.TP

Nomor Pokok : F. 351050091

Program Studi : Teknologi Industri Pertanian

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Erliza Hambali Ketua

Dr. Ir. Ani Suryani DEA Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor


(3)

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Perumusan Masalah ... 2

3. Tujuan Penelitian ... 3

4. Ruang Lingkup ... 3

TINJAUAN PUSTAKA 1. Minyak Sawit Kasar / Crude Palm Oil (CPO) ... 4

2. Biodiesel ... 4

3. Vitamin E ... 6

4. Distilasi Molekuler ... 9

5. Optimasi Dengan Metode Permukaan Respon ... 15

a. Metode Respon Permukaan ... 15

b. Desain Komposit Terpusat ... 16

6. Teknologi Pemisahan Tokoferol Terdahulu ... 16

METODE PENELITIAN 1. Bahan dan Alat ... 18

2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

3. Metode Penelitian ... 18

a. Pembuatan Biodiesel ... 19

b. Separasi vitamin E ... 20

4. Rancangan Percobaan ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pembuatan Biodiesel ... 24

2. Kondisi Proses dan Operasi Destilasi Molekuler ... 25

3. Data Hasil Penelitian ... 27

a. Kandungan Tokoferol Biodiesel ... 27

b. DestilatYang Berhasil Diseparasi ... 27

c. Tokoferol yang Berhasil Diseparasi ... 29

d. Recoveri Tokoferol ... 30

4. Hasil Analisi RSM ... 31

a. Analisis Model Prediksi ... 32

b. Analisis Anova ... 32

c. Transformasi Data ... 33


(4)

5. Karakteristik Metil Ester dan Vitamin E yang dihasilkan ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46


(5)

Tabel Keterangan Hal

Tabel 1. Komponen Minor Dalam Minyak Sawit Mentah (CPO) ... 4

Tabel 2. Perbandingan Beberapa Metoda Ekstraksi Vitamin E ... 9

Tabel 3. Rancangan penelitian Terkodekan dan Actual ... 23

Tabel 4. Keterangan Kondisi Suhu Proses pada Run 1 ... 26

Tabel 5. Rancangan dan Hasil Pengaruh Laju Alir Bahan, Suhu Destilasi, dan Kecepatan Putaran Wiper Terhadap Konsentrasi Tokoferol dalam Destilat ... 28

Tabel 6. Konsentrasi Tokoferol Pada Destilat Dan Jumlah Tokoferol Yang Berhasil Dipisahkan ... 29

Tabel 7. Rekoveri Tokoferol ... 31

Tabel 8. Transformasi Data Dengan Invers Akar Kuadrat (Lambda= -0,5) ... 33

Tabel 9. Batasan Optimalisasi Rekoveri Tokoferol Menggunakan Program Design-Expert DX 7.1.1 ... 40

Tabel 10. Solusi Hasil Komputasi Nilai Optimal Rekoveri Tokoferol Dengan Menggunakan Program Design Expert 7.1.1 ... 40


(6)

Gambar Keterangan Hal

Gambar 1. Struktur Molekul Gliserida ... 5

Gambar 2 Struktur Molekul Alfa-Tokoferol ... 7

Gambar 3. Penguapan Molekul dari Larutan ... 10

Gambar 4. Dasar-Dasar Evaporasi dan Kondensasi pada Destilasi Molekuler .... 10

Gambar 5. Wiper Blade ... 11

Gambar 6. Skema Proses Pemisahan dengan Destilasi Molekuler ... 12

Gambar 7. Bagian Alat Destilasi Molekuler ... 14

Gambar 8. Panel-panel Suhu untuk Mengontrol Proses ... 25

Gambar 9. Kesetimbangan Massa Separasi Tokoferol. ... 30

Gambar 10. Profil Sebaran Data Rekoveri Tokoferol Pada Peningkatan Laju Alir Bahan ... 34

Gambar 11. Profil Sebaran Data Rekoveri Tokoferol Pada Peningkatan Suhu Destilasi ... 36

Gambar 12. Profil Sebaran Data Rekoveri Tokoferol Pada Peningkatan Kecepatan Putaran Wiper ... 37

Gambar 13. Interaksi Antara Suhu Destilasi dan Laju Alir Bahan Pada Rekoveri Tokoferol ... 38

Gambar 14. Interaksi Antara Kecepatan Putar Wiper dan Laju Alir Bahan Pada Rekoveri Tokoferol ... 38

Gambar 15. Interaksi Antara Suhu Destilasi dan Kecepatan Putar Wiper Pada Rekoveri Tokoferol ... 38

Gambar 16. Permukaan Respon dan Plot Kontour Tingkat Rekoveri Tokoferol Optimal Yang Dihasilkan Pada Kecepatan Putaran Wiper 400rpm ... 41


(7)

Lampiran Keterangan Hal

Lampiran 1. Prosedur Analisa Biodiesel ... 49

Lampiran 2. Kondisi Suhu Proses Tiap Pelakuan ... 53

Lampiran 3. Peak Pengujian Alfa Tokoferol ... 57

Lampiran 4. Perhitungan Konsentrasi Alfa Tokoferol ... 78

Lampiran 5. Evaluasi Model Prediksi ... 79

Lampiran 6. Anova ... 80

Lampiran 7. Analisis Model Transformasi ... 81

Lampiran 8. Hasil Analisis Anova Data Transformasi ... 82


(8)

1. Latar Belakang

Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) mempunyai komposisi utama

trigliserida. Komponan penyusun CPO lainnya adalah asam lemak bebas, digliserida, dan komponen minor seperti monoalkilgliserol, sterol, glikolipid, fosfolipid, squalen, karoten, hidrokarbon dan triterpen alkohol (Ketaren, 2005).

Menurut May (2007), Crude Palm Oil (CPO) mengandung 1% komponen minor

yang terdiri atas karoten, vitamin E (tokoferol dan tokotrienol), sterol, fosfolipid, glikolipid, terpen dan hidrokarbon. Khusus tokoferol dan tokotrienol memiliki konsentrasi sekitar 600 – 1000 ppm.

Separasi vitamin E dari CPO dilakukan dengan merubah CPO menjadi biodiesel terlebih dahulu. Perubahan CPO menjadi biodiesel dapat dilakukan dengan reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Penggunaan reaksi esterifikasi dan transesterfikasi dapat memudahkan destilasi molekuler karena molekul-molekul yang berat seperti gliserol telah terpisahkan terlebih dahulu. Batistella (1998), menggunakan reaksi esterifikasi dan transesterifikasi sebagai perlakuan awal untuk memisahkan karoten dari minyak sawit dengan destilasi molekuler.

Isolat tokoferol dan tokotrienol dapat digunakan sebagai bahan aditif untuk meningkatkan kandungan vitamin E pada makanan. Kegunaan vitamin E adalah sebagai antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat oksidasi di dalam tubuh. Tokoferol dan tokotrienol akan menyerap radikal bebas dan bereaksi membentuk senyawa yang tidak berbahaya yang dapat diserap oleh antioksidan yang lain. Kegunaan lain dari vitamin E adalah sebagai pembentuk sel-sel tubuh (baru) seperti nukleus (inti sel), dinding sel, RNA dan DNA. Vitamin E bersama vitamin C bertindak untuk menjaga kesehatan sel-sel tubuh, berfungsi juga untuk memperlancar peredaran darah, mencegah pengerasan arteri, dan mencegah pembentukan darah beku. Vitamin E juga merupakan antioksidan yang berguna untuk mencegah proses penuaan sel dan memperbaiki pembekalan oksigen. Vitamin E berfungsi memperbaiki suplai oksigen dan membantu pembentukan sel-sel baru sehingga bisa memperbaiki struktur kulit.


(9)

Kegunaan vitamin E yang potensial tersebut mendorong banyak dilakukannya isolasi vitamin E. Teknologi isolasi Vitamin E ada beberapa macam seperti pemisahan menggunakan teknologi membran, adsorbsi, desorbsi, dan ekstraksi dengan menggunakan pelarut dan destilasi molekuler. Beberapa penelitian isolasi tokoferol menggunakan destilasi molekuler telah dilakukan dengan bahan baku palm fatty acid distillates (PFAD) (Posada et al. 2007) dan rapeseed oil deodorizer distillate (RODD) (Shao et al. 2007).

Destilasi molekuler adalah proses separasi fraksi-fraksi molekul yang berbeda bobotnya pada suhu serendah mungkin untuk menghindari kerusakan. Keuntungan menggunakan teknik destilasi molekuler adalah proses pemisahannya dengan vakum bertekanan tinggi sehingga suhu pemisahan dapat diupayakan

serendah mungkin untuk menghindari kerusakan bahan (Shao et al. 2007).

Penggunaan destilasi molekuler untuk memisahkan vitamin E dari biodiesel CPO diharapkan tidak merusak metil ester dan isolat vitamin E yang dihasilkan, diperoleh rendemen yang tinggi, dan tahapan proses relatif cepat.

Proses separasi dalam penelitian ini akan digunakan sebagai proses samping dalam produksi biodiesel CPO. Biodiesel CPO dilewatkan dalam alat destilasi molekuler untuk diambil kandungan vitamin E agar nilai tambah konversi CPO menjadi biodiesel meningkat.

Separasi dengan menggunakan alat destilasi molekuler dapat dilakukan secara kontinyu sehingga tidak mengganggu proses produksi biodiesel secara keseluruhan. Mengingat kapasitas produksi biodiesel yang umumnya berskala besar, skala destilasi molekuler dapat disesuaikan karena pabrikan alat destilasi molekuler seperti Myers, TMC Industries, Atrisan dan Pope Science telah banyak memproduksi alat destilasi molekuler untuk memisahkan molekul spesifik, sehingga secara teknologi pemisahan dengan destilasi molekuler telah berkembang pesat dan dapat diaplikasikan dalam skala industri.

2. Perumusan Masalah

Komponen minor CPO banyak yang bermanfaat dan bernilai ekonomis tinggi contohnya vitamin E. Konversi langsung CPO menjadi biodiesel sebagai minyak bakar mengabaikan potensi yang bisa diperoleh dari komponen minor CPO. Oleh karena itu separasi vitamin E menjadi penting untuk meningkatkan


(10)

nilai tambah konversi CPO menjadi biodiesel sebelum digunakan sebagai minyak bakar. Salah satu teknik separasi yang dapat memisahkan vitamin E adalah menggunakan destilasi molekuler. Permasalahannya yang perlu diteliti adalah kondisi operasi destilasi molekuler yang sesuai agar dapat memisahkan vitamin E dari biodiesel CPO tanpa menimbulkan kerusakan pada vitamin E dan biodiesel.

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

a. Memisahkan fraksi kaya vitamin E dari biodiesel CPO dengan destilasi

molekuler.

b. Memperoleh kondisi operasi destilasi molekuler yang optimal untuk

memisahkan fraksi kaya vitamin E dari biodiesel CPO.

c. Menghasilkan fraksi kaya vitamin E dari biodiesel CPO.

d. Mendapatkan hasil uji bilangan iod, angka asam dan asam lemak bebas

untuk mengetahui perubahan kualitas biodiesel CPO sebelum dan sesudah destilasi molekuler.

4. Ruang Lingkup

Lingkup penelitian ini dibatasi pada:

a. Pembuatan biodiesel berasal dari CPO.

b. Separasi fraksi kaya vitamin E dari biodiesel CPO dengan destilasi

molekuler.

c. Penentuan kondisi proses dan teknik operasi separasi fraksi kaya vitamin E dari biodisel CPO dengan destilasi molekuler.

d. Analisis hasil separasi dan rekoveri vitamin E.

e. Pengujian bilangan iod, angka asam dan asam lemak bebas untuk

mengetahui perubahan biodiesel CPO sebelum dan sesudah destilasi molekuler.


(11)

TINJAUAN PUSTAKA 1. Minyak Sawit Kasar

Kandungan utama minyak kelapa sawit adalah trialkilgliserol (trigliserida). Komponan lainnya adalah 1 - 5% asam lemak bebas, 4 - 7,5% digliserida, dan komponen minor seperti monoalkilgliserol, sterol, glikolipid, fosfolipid, squalen, karoten, hidrokarbon dan triterpen alkohol (Ketaren 2005). Menurut O’Brien (2000), sebagaian besar minyak yang telah dimurnikan mengandung 98% trigliserida; kurang dari 0,5% digliserida; 0,1 % FFA; 0,3 % sterol; 0,1 % tokoferol, beberapa ppm fosfolipid dan berbagai pigmen. Menurut May (2007) CPO mengandung 1% komponen minor yang terdiri atas karoten, vitamin E (tokoferol dan tokotrienol), sterol, fosfolipid, glikolipid, terpen dan hidrokarbon.

Tabel 1. Komponen minor dalam minyak sawit mentah (CPO)

Komponen Konsentrasi (ppm) Tokoferol dan Tokotrienol 600-1000

Karotenoid 500-700 Sterol 326-527 Fosfolipid 5-130estimasi

Triterpen alkohol 40-80estimasi Metil Sterol 40-80

Sequalen 200-500 Alkohol Alifatik 100-200

Hidrokarbon Alifatik 50 Sumber : May (1994)

Minyak kelapa sawit berpotensi sebagai sumber vitamin E terbaik. Kandungan Vitamin E di CPO cenderung unik dengan komposisi tokotrienol lebih banyak dari tokoferol, dari kandungan normal 600 - 1000 mg/L, yang terdiri dari 43% tokotrienol, 24% α tokotrienol, 11% tokotrienol, and 21% α tokoferol (Posada et al. 2007).

2. Biodiesel

Biodiesel adalah bahan bakar mesin/motor diesel yang terdiri atas alkil ester dari asam-asam lemak (Hambali 2006). Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati. Komposisi yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliserida-trigliserida asam lemak (mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati, mencapai


(12)

sekitar 95%), asam lemak bebas (free fatty acid atau biasa disingkat dengan FFA), mono dan digliserida, serta beberapa komponen-komponen lain seperti fosfogliserida, vitamin, mineral, dan sulfur.

Bahan-bahan mentah untuk pembuatan biodiesel adalah trigliserida, dan asam-asam lemak (Mittelbach 2004). Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu asam-asam karboksilat beratom karbon 6 s/d 30. Trigliserida banyak dikandung dalam minyak dan lemak, merupakan komponen terbesar penyusun minyak nabati. Selain trigliserida, terdapat juga monogliserida dan digliserida. Struktur molekul dari ketiga macam gliserida tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur molekul gliserida.

Pembuatan biodiesel dilakukan dengan dua tahap, esterifikasi dan transesterifikasi. Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan minyak dan lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat, seperti asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial (Soerawidjaja 2006). Reaksi esterifikasi adalah sebagai berikut:

... (1)

Pada proses pembuatan biodiesel, esterifikasi dilakukan untuk membuat

biodiesel dari minyak berkadar asam lemak bebas tinggi (berangka-asam ≥ 5

mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam lemak bebas akan dirubah menjadi metil ester.

Tahap esterifikasi dilanjutkan dengan tahap transesterfikasi. Akan tetapi sebelum RCOOCH3 + H2O....


(13)

produk esterifikasi diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus dihilangkan terlebih dahulu. Kandungan air harus dihilangkan karena berdasarkan Persamaan 1, reaksi esterifikasi bersifat reversible, sehingga pembentukan FFA dapat terjadi dengan adanya air (Knothe, 2005).

Transesterifikasi adalah tahap konversi dari trigliserida menjadi alkil ester melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping gliserol. Diantara alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis). Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester disajikan pada Persamaan 2 berikut:

…….(2)

Triglieserida Metanol Metyl ester (biodiesel) Gliserol

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Fatty_acid_methyl_ester

Pada suhu 32˚C, 90% reaksi transesterifikasi selesai dalam 4 jam dengan menggunakan katalis basa. Pada suhu >60˚C, reaksi selesai dalam waktu 1 jam. Meskipun minyak dapat ditransesterifikasi, rendemen akan berkurang karena adanya gum dan bahan pengotor lainnya dalam minyak (Knothe et al. 2005).

3. Vitamin E

Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil/CPO) mengandung 600 – 1000 ppm

tokoferol dan tokotrienol. Tokoferol dan tokotrienol merupakan senyawa yang bernilai tinggi untuk minyak pangan. Terdapat 12 anggota keluarga Vitamin E

yang diketahui, secara bersama-sama mereka disebut tocols. Senyawa-senyawa

tersebut adalah : alpha, beta, gamma dan delta tokoferol; alpha, beta, gamma dan delta tokotrienol; desmetiltokotrienol; didesmetiltokotrienol dan dua isomer dari


(14)

dengan cincin kroman, sedangkan tokotrienol memiliki tiga ikatan rangkap di sisi rantai farnesyl. Tokomonoenol punya satu ikatan rangkap pada hidrokarbon di sisi rantai. Selain sisi rantai, tokoferol, tokomonoenol dan tokotrienol mempunyai struktur kimia yang hampir sama yaitu cincin croman (Tou 2006).

Alfa-tokol menunjukkan tokol dengan posisi 5,7,8 dari cincin kroman digantikan golongan metil, sedangkan beta-tokol menunjukkan tokol dengan posisi 5 dan 8 dari cincin kroman diganti dengan golongan metil, gamma tokol menunjukkan tokol dengan posisi 7 dan 8 dari cinicn kroman digantikan oleh golongan metil, sedangkan delta-tokol menunjukkan tokol dengan posisi 8 dari cincin kroman digantikan oleh golongan metil (Tou 2006).

Alfa tokoferol adalah suatu zat menyerupai minyak yang berwarna kuning dan tidak dapat dikristalkan dengan berat molekul 430,7061 [g/mol]. Sediaoetama (1976) menyatakan bahwa vitamin E sangat stabil dan tidak rusak oleh suhu tinggi

sampai 220oC, tidak rusak oleh udara atau cahaya, dapat tahan terhadap

penyabunan dan hidrogenisasi minyak di mana zat ini larut di dalamnya. Rumus struktur tokoferol menurut Gast (2000) adalah sebagai beikut:

Gambar 2 Struktur molekul tokoferol.

Menurut Merck Index dalam Wikipedia (2008) nama tokoferol menurut

IUPAC adalah (2R)-2,5,7,8-Tetramethyl-2-[(4R,8R)-4,8,12 atau trimethyltridecyl]

-3,4-dihydro-2H-chromen-6-ol. Rumus molekul tokoferol adalah C29H50O2,

sedangkan molaritas tokoferol adalah 430,69 g/mol, berat jenis tokoferol adalah 0,950 g/cm³, titik leleh tokoferol adalah 2,5 - 3,5 °C, sedangkan titik uap tokoferol antara 200 - 220 °C pada 0,1 mmHg.


(15)

Andarwulan dan Koswara (1992) menambahkan bahwa tokoferol dan tokotrienol stabil terhadap asam, panas, dan alkali tetapi dapat rusak oleh oksigen dan proses oksidasi dapat dipercepat jika terkena cahaya, panas, alkali, dan adanya logam seperti Cu2+ dan Fe2+. Tanpa adanya oksigen, vitamin E stabil terhadap panas pada suhu di atas 200oC, serta tidak terpengaruh oleh asam sulfat dan asam klorida pada suhu di atas 100oC. Alkali (tanpa panas dan oksigen) tidak banyak merusak vitamin E, sehingga proses saponifikasi dapat dilakukan untuk mengisolasi vitamin tersebut.

Vitamin E murni tidak berbau dan tidak berwarna, sedangkan vitamin E sintetik yang dijual secara komersial biasanya berwarna kuning muda hingga kecokelatan. Vitamin E larut dalam lemak dan dalam sebagian besar pelarut organik, tetapi tidak larut dalam air. Bentuk sintetik vitamin E mempunyai aktivitas biologik 50% dibandingkan alfa-tokoferol alam (Almatsier 2002).

Vitamin E tahan panas dan asam tetapi tidak tahan alkali, sinar ultraviolet, dan oksigen. Vitamin E bisa rusak bila bersentuhan dengan minyak tengik, timah, dan besi. Karena tidak larut air, vitamin E tidak hilang karena pemasakan dengan air. Ester tokoferol seperti tokoferol asetat yang paling banyak ditemukan di alam, tidak banyak rusak karena pengolahan. Absorpsi vitamin E berkisar antara 20-80%. Vitamin E disimpan sebagian besar di jaringan lemak dan selebihnya di hati (Almatsier 2002).

Tokoferol mempunyai sifat absorbsi sinar ultraviolet dengan panjang gelombang maksimum pada 295 nm. Dilain pihak, ester-esternya misalnya asetat mempunyai panjang gelombang maksimum pada 285 nm (Andarwulan dan Koswara 1992). Separasi tokoferol sebagai vitamin E dari bahan nabati telah

banyak dilakukan. Metoda separasi tokoferol yang telah dilakukan antara lain

esterifikasi, saponifikasi, destilasi molekuler, kromatografi, ekstraksi cairan-cairan, kristalisasi, enzimatis dan ekstraksi superkritikal larutan (Quek et al. 2007). Perbandingan beberapa metoda ekstraksi vitamin E disajikan pada Tabel 2.


(16)

Tabel 2. Perbandingan beberapa metoda ekstraksi vitamin E

Metoda Keuntungan Kerugian Referensi Esterifikasi Efektif untuk

menghilangkan komponen lemak

• Kehilangan tokoferol karena esterifikasi tokoferol

• Katalis alkalin (untuk transesterifikasi) menurunkan tokoferol dan meningkatkan titik didih selama destilasi

Quek et al.

(2007)

Saponifikasi Efektif untuk menghilangkan komponen lemak

Kehilangan tokoferol karena penggunaan alkali

Delgado – Zamarreno et al.

(2001) Kromatografi Kemurnian produk

tinggi

• Sterol dapat membuat blok pada kolom

• Umur absorben pendek

Quek et al.

(2007) Kristalisasi Sesuai untuk

memisahkan sterol dari tokoferol

Recovery rendah Quek et al.

(2007) Enzimatis Lipase dapat digunakan

berulang kali

Lipase cukup mahal Quek et al.

(2007) Superkritikal

larutan

Tingkat kemurnian tinggi

Biaya operasional tinggi Mendez et al.

(2005) Sumber : Quek et al. (2007)

Fungsi utama vitamin E adalah sebagai antioksidan yang larut dalam lemak dan mudah memberikan hidrogen dari gugus hidroksil (OH) pada struktur cincin ke radikal bebas. Vitamin E mungkin mempunyai fungsi penting lain yang tidak berkaitan dengan fungsi sebagai antioksidan, yaitu fungsi struktural dalam memelihara integritas membran sel, sintesis DNA, merangsang reaksi kekebalan, mencegah penyakit jantung koroner, mencegah keguguran dan sterilisasi, serta mencegah gangguan menstruasi. Namun, fungsi-fungsi ini masih memerlukan pembuktian lebih lanjut (Almatsier 2002).

4. Destilasi Molekuler

Destilasi molekuler adalah proses separasi fraksi-fraksi molekul yang berbeda bobotnya pada suhu serendah mungkin untuk menghindari kerusakan (Lutisan et al. 2002). Destilasi molekuler dicirikan dengan alokasi waktu destilasi yang singkat, koefisien transfer panas tinggi, penghilangan hotspot, aliran operasi kontinyu, tekanan rendah sampai 0,001 mbar dan jarak yang sempit antara kondensor dan evaporator (Shimada 2000; Ibanez 2002).

Teknologi wiped-film menggunakan hukum bahwa setiap molekul kimia

memiliki karakteristik penguapan yang berbeda-beda. Perbedaan titik uap dapat mendegradasi komponen kompleks menjadi lebih sederhana. Molekul merupakan


(17)

materi yang selalu bergerak konstan dengan derajat tertentu tergantung komposisi dan perlakuan pada suhu dan tekanan yang diberikan padanya. Molekul yang berada di permukaan mempunyai kecenderungan untuk meloncat ke udara yang mengelilingnya. Ketika suhu dinaikkan dan tekanan diturunkan, loncatan molekul bertambah sehingga disebut menguap (Pope 2008).

Gambar 3. Penguapan molekul dari larutan.

Proses destilasi molekuler bekerja berdasarkan sifat penguapan molekul diatas. Destilasi molekuler terdiri dari pemanas yang dialiri bahan baku (tergantung dari suhunya pemanasannya). Cairan bahan baku kemudian disebar dalam lapisan film tipis dengan memutar wiper pada kecepatan yang telah ditentukan. Lapisan tipis yang terbentuk, dibentuk menjadi aliran turbulen oleh wiper kemudian turun sepanjang pemanas dengan adanya gaya gravitasi dan lubang di dalam wiper (Pope 2008).

Gambar 4. Dasar-dasar evaporasi dan kondensasi pada destilasi molekuler. Selama bahan mengalir pada pemanas, terjadi evaporasi yang tergantung pada karakteristik bahan baku dan suhu pemanas. Bahan yang tidak terevaporasi


(18)

mengalir ke bagian bawah, sedangkan bahan yang terevaporasi dikondensasikan dan dipisahkan (Pope 2008).

Menurut Pope (2008), destilasi molekuler menggunakan lapisan tipis dilakukan karena beberapa alasan, diantaranya adalah:

1. Turbulensi dihasilkan dari pergerakan wiper yang berperan besar pada

transmisi panas keseluruh permukaan evaporator, oleh karena itu dapat menghasilkan suhu yang lebih rendah di dalam evaporator.

2. Dihasilkan luas area permukaan pemanasan per unit volume yang

maksimum dengan adanya aliran evaporasi.

3. Waktu kontak cairan dengan pemanas dapat dikontrol dalam hitungan

detik atau kurang. Hal ini meminimasi kerusakan produk karena panas dengan mengontrol kecepatan wiper.

4. Bahan baku dengan viskositas tinggi dapat diproses atau dengan

penambahan pelarut.

5. Untuk menunjang lapisan tipis, pope science mendesain blade yang dapat

meminimasi waktu tinggal dan memastikan bahan yang masuk kedalam proses seragam. Bentuk blade seperti pada gambar dibawah ini:

Gambar 5. Wiper blade.

Bermacam-macam kecepatan wiper dengan kemampuan untuk berputar balik, menghasilkan variasi retention time yang sangat beragam pada proses untuk


(19)

mengalirkan fluida ke evaporator. Blade dapat terbuat dari karbon maupun teflon, stainless steel, hastelloy, titanium, C-20, alumunium alloys dan kaca (Pope 2008).

Proses separasi dengan menggunakan destilasi molekuler pada dasarnya adalah bahan cair yang masuk dalam kondisi vakum disemprotkan ke lapisan tipis dan ditekan ke dalam permukaan evaporator. Dinding fraksinasi yang dipanaskan (orange) dan vakum tekanan tinggi (kuning) membawa komponen yang volatil mendekati kondensor internal, sedangkan komponen yang kurang volatil (residu) masuk ke dalam silinder. Hasil fraksinasi keluar melalui outlet. Sesuai dengan penggunaannya, produk yang diinginkan bisa dihasilkan dari fase destilasi ataupun residunya (Pope 2008).

Gambar 6. Skema proses pemisahan dengan destilasi molekuler. Waktu kontak yang sangat singkat antara cairan dan tabung evaporasi, beberapa detik sampai satu menit, menjamin pendistribusian cairan yang seragam

dalam pemanas. Penurunan tekanan non-condensable gas pada evaporator


(20)

digunakan dalam purifikasi, separasi dan pemekatan larutan untuk molekul yang kompleks dan sensitif terhadap panas (Lutisan et al. 2002).

Evaporasi fasa cair pada silinder evaporasi merupakan tahapan utama proses destilasi molekuler. Cairan yang didestilasi dialirkan melewati silinder sebagai lapisan film tipis dengan ketebalan 0,05-2mm, tergantung kondisi cairan dan viskositasnya, ketika sedang didistribusikan di sekeliling perimeternya dan diputar oleh wiper. Sebagai hasil evaporasi intensif dari lapisan permukaan tanpa adanya pemanasan, gradien konsentrasi dan suhu terbentuk dalam lapisan tipis. Selanjutnya, komponen yang lebih volatil akan bisa dikurangi dan permukaan lapisan lebih dingin dibandingkan rata-rata suhu lapisan permukaan.

Fungsi wiper adalah untuk menyeimbangkan kondisi tersebut. Wiper dengan intensif akan mencampur film dan mengalirkan panas di layer yang lebih rendah yang lebih banyak mengandung komponen volatil dari permukaan silender evaporasi ke permukaan lapisan tipis. Kondisi riilnya adalah lapisan film terbentuk diantara dua kondisi kritis, a) turbulen film dengan pencampuran ideal dengan arah tegak lurus ke aliran tanpa perbedaan suhu dan konsentrasi, dan b) lapisan film laminar dengan kecepatan distribusi semi parabolik dan dengan perbedaan suhu dan konsentrasi (Lutisan et al. 2002).


(21)

Keterangan: 1. Pompa bahan baku, 2. pipa pemanas, 3 & 13. pipa bahan baku, 4 & 14. wiper, 5 & 15. tabung destilasi, 6. pendingin stage 1, 7 & 20. Cool Trap, 8 & 16. tabung residu, 9. pompa transfer, 10 & 18. tabung destilat, 11&19. pompa destilat, 12. pipa transfer, 17. pompa residu, 21&22 pompa vakum, 23. panel kontrol.

Gambar 7. Bagian alat destilasi molekuler.

Gambar alat destilasi molekuler disajikan pada Gambar 7. Proses destilasi molekuler diawali dengan memompa (1) bahan masuk kedalam tabung destilasi. Sebelum bahan masuk ke tabung destilasi, bahan baku dipanaskan terlebih dahulu (2) dalam pipa pemanas. Alat destilasi tipe ini memiliki dua stage destilasi. Fungsi pada masing-masing stage sama, tetapi kondisi operasinya bisa dibedakan. Residu pada stage 1 dipompa dengan pompa transfer ke stage 2 (9). Bahan yang masuk ke stage 2 kemudian didestilasi. Hasilnya, bahan akan terpisah menjadi dua larutan, residu (bahan tidak menguap pada proses destilasi) dan destilat (bahan yang teruapkan). Residu dialirkan ke sisi kanan (16), sedangkan destilat dialirkan ke sisi kiri (18), masing-masing ditampung dalam tabung penampung berskala dan dapat dikeluarkan dengan pompa destilat (19) dan pompa residu (17).

Proses destilasi seluruhnya dikendalikan melalui panel kontrol. Panel kontrol mengatur suhu destilasi, kecepatan laju alir bahan, putaran wiper dan tekanan yang digunakan. Separasi tokoferol dengan menggunakan destilasi


(22)

molekuler sangat dipengaruh oleh faktor-faktor seperti suhu, tekanan vakum, kecepatan putar wiper, dan kecepatan aliran umpan (feed flow rate). Dikarenakan suhu dan tekanan vakum saling mempengaruhi pada destilasi molekuler, maka pada pemurnian tokoferol dari RODD digunakan tekanan vakum konstan (Jiang et al. 2006).

5. Optimasi dengan Metode Permukaan Respon a. Metode Permukaan Respon

Metode Permukaan Respon (Response Surface Methode) adalah suatu

kumpulan dari teknik-teknik statistika dan matematika yang berguna untuk menganalisis permasalahan tentang beberapa variabel bebas yang mempengaruhi variabel tak bebas atau respon, serta bertujuan untuk mengoptimumkan respon itu. Metode permukaan respon dapat dipergunakan oleh peneliti untuk: (1) mencari suatu fungsi pendekatan yang cocok untuk meramalkan respon yang akan datang, serta (2) menentukan nilai-nilai dari variabel bebas yang mengoptimumkan respon yang dipelajari (Gaspersz 1992).

Menurut Gaspersz (1992), langkah pertama dari metode permukaan respon adalah mencari atau menentukan suatu pendekatan yang cocok untuk menggambarkan hubungan fungsional yang tepat diantara respon Y dan sekumpulan variabel bebas yang dispesifikasikan. Pada tahap awal, dirumuskan model regresi polinomial dengan ordo pertama seperti Persamaan 3.

Y = o + 1X1 + 2X2 + ……. + kXk + ……….(3)

Jika terdapat lengkungan (curvature) dalam sistem, maka digunakan model

polinomial dengan derajat yang lebih tinggi. Model yang lebih tinggi dari orde pertama dapat dirumuskan oleh model polinomial ordo kedua, seperti berikut :

Y = o +

= k i1

iXi +

= k

i 1

iiXi2 +

j i

ijXi Xj+ kXk + …………(4)

Model diatas dapat ditingkatkan ordenya menjadi model orde tiga (kubik). Pemilihan orde pertama (linear), orde kedua (kuadratik) atau orde ketiga (kubik)


(23)

tergantung dari sebaran data pada respon, sehingga didapat model prediksi yang paling mendekati kenyataan.

b. Rancangan Komposit Terpusat (Central Composite Design)

Suatu rancangan percobaan untuk membangun model polinomial ordo kedua harus memiliki paling sedikit tiga taraf dari setiap faktor yang dicobakan agar parameter model dapat diduga. Rancangan percobaan itu dipilih berdasarkan pertimbangan: (1) ketelitian relatif dalam menduga koefisien parameter model dan (2) banyaknya pengamatan yang dibutuhkan. Rancangan percobaan yang dapat

dipergunakan untuk membangun model ordo kedua adalah rancangan faktorial 3k.

Salah satu bentuk rancangan permukaan respon ordo kedua yang diterapkan secara luas adalah rancangan komposit terpusat (central composite design ). Pada dasarnya rancangan komposit terpusat adalah rancangan faktorial ordo pertama

(2k) yang diperluas melalui penambahan titik-titik pengamatan pada pusat agar

memungkinkan pendugaan koefisien parameter permukaan respon ordo kedua. Rancangan komposit terpusat didefinisikan sebagai suatu rancangan percobaan faktorial 2k atau faktorial sebagian (biasanya diberi kode +1 dan –1) ditambah dengan titik-titk sumbu (+ 1, 0, 0,....0), (0, + 1, 0,....0), (0, 0, + 1,....0), (0,0,....+ 1) (Gaspersz 1992).

Pembahasan dalam Metode Permukaan Respon, variabel bebas akan didefinisikan sebagai X, dimana variabel bebas itu diasumsikan merupakan variabel kontinyu dan dapat dikendalikan oleh peneliti tanpa kesalahan,

diasumsikan merupakan variabel acak (random variable). Variabel bebas bisa

terdiri dari X1, X2, ... Xk dengan Y sebagai variabel tak bebas atau variabel respon yang diduga sebagian atau seluruhnya merupakan respon dari X1, X2, ... Xk. Secara

umum persamaan Metode Permukaan Respon dapat dituliskan sebagai Y = f (X1,

X2, ... Xk). (Pada dasarnya metode dakian tercuram merupakan suatu prosedur

untuk mencari daerah respon maksimum) (Gaspersz 1992).

6. Teknologi Pemisahan Tokoferol Terdahulu

Menurut United States Patent nomor 5646311, ada bermacam-macam proses yang diketahui dapat menghasilkan konsentrat tokoferol, seperti esterifikasi, saponifikasi dan fraksinasi. Menurut United States Patent nomor DE 31 26 110


(24)

A1, konsentrat tokoferol dihasilkan dari produk samping proses deodorisasi pada pengolahan minyak dan lemak. Separasi tokoferol yang terdapat dalam United States Patent nomor EP 171 009 A2, bahan yang mengandung tokoferol dikontakkan dengan pelarut organik yang polar yang mampu melarutkan tokoferol, kemudian tokoferol dipisahkan. Proses lainnya adalah pemisahan

tokferol dengan penyerapan adsorben dengan anion exchangers (Ulmanns

Enzyklopadie der Technischen Chemie, 1984). United State patent dengan nomor 336434 memfokuskan pada pemisahan dan penghilangan trialkilgliserol dan dialkilgliserol, separasi parsial dan penghilangan asam lemak bebas, sterol monogliserol dan komponen lainnya dari tokotrienol dengan ekstraksi cair-cair, penambahan urea dan fraksinasi, dilanjutkan dengan vakum destilasi untuk memisahkan asam lemak dan monoalkilgliserol untuk menghasilkan konsentrat tokotrienol.

Tokoferol juga bisa dihasilkan dengan memisahkan tokoferol dari strerol melalui kristalisasi sebagian sterol setelah dilakukan pemekatan. Pada United States Patent nomor DE 31 26 110 A1, tokoferol dihasilkan dari minyak dan lemak setelah proses esterifikasi untuk memisahkan asam lemak, kemudian dilanjutkan dengan destilasi molekuler.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari metode pemisahan tokoferol dan tokotrienol dari CPO yang efektif dan efisien. Berbagai patent diatas telah mengkaji pemisahan tokoferol dan tokotrienol dengan bebagai cara. Perbedaan teknik separasi tokoferol dan tokotrienol dibandingkan dengan berbagai patent diatas adalah tokoferol dan tokotrienol akan dipisahkan dari biodiesel dengan destilasi molekuler. Pada patent 336434, tokoferol dan tokotrienol dipisahkan dari CPO tanpa pengubahan CPO ke bentuk lain, sehingga memerlukan proses lebih panjang untuk menghilangkan mono, di, dan trigliseridanya. Pada penelitian ini, tokoferol dan tokotrienol akan dipisahkan dari biodiesel yang relatif lebih bersih dari gangguan pengotor, sehingga meringankan proses destilasi.


(25)

METODE PENELITIAN 1. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah CPO yang berasal dari PT Perkebunan Nusantara VIII Malimping Serang Banten, standard alfa-tokoferol (Sigma-Aldrich T3251-56, Synthetic, 95% HPLC), hexan HPLC grade, isopropanol HPLC grade, metanol, NaOH, asam sulfat, KOH, PP dan bahan kimia lainnya.

Peralatan yang dibutuhkan adalah destilasi molekuler produksi Pope Science berjenis Turnkey, 6”, Two-Stage Molecular Still Pilot Plant, dengan spesifikasi luas body 0,22m2 stainless steel, feed rate antara 2 sampai 50 liter/jam, tekanan

vakum mulai 300 torr sampai 5x10-3 torr, dengan suhu destilasi dapat

dioperasikan mulai dari 0-400oC, reaktor esterifikasi dan transesterifikasi, High Performance Liquid Chromatrography (HPLC) kolom Zorbax SIL (0,46 x 25 cm) dengan fase bergerak isopropanol : hexane (0,5 : 99,5 v/v) untuk absorbansi

α tokoferol (Tay et al. 2002), timer, timbangan, hot plate, termometer, stiring bor, sudip, magnetic stirer-hot plate, labu pemisah, erlenmeyer, serta peralatan analisis seperti buret, peralatan gelas dan pendukung lainnya.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Surfactant and Bioenergy

Research Centre (SBRC) Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri Pertanian – Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Atsiri - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di PUSPIPTEK Serpong, mulai bulan Pebruari sampai dengan bulan Oktober 2008.

3. Metode

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, tahap pertama adalah pembuatan biodiesel dari CPO, tahap kedua adalah separasi Vitamin E dari biodiesel CPO dan menguji bilangan iod, angka asam, FFA sebelum dan sesudah proses destilasi.


(26)

a. Pembuatan Biodiesel CPO

CPO yang digunakan berasal dari PTPN VIII Bandung. CPO selanjutnya dianalisis kadar asam lemak bebasnya (% FFA). Kadar asam lemak bebas akan menentukan besarnya metanol dan asam sulfat untuk reaksi esterifikasi.

Gambar 8. Diagram alir pembuatan biodiesel CPO.

Pada proses pembuatan biodiesel, CPO sebanyak 1000 ml dipanaskan

sampai suhu 55oC, ditambah metanol 225% dari jumlah FFA dan katalis asam

sulfat 5% FFA. Selanjutnya dilakukan pengadukan 350 rpm untuk menyeragamkan suhu dan suspensi sampai terbentuk ester. Suhu campuran

CPO FFA (%)

Pemanasan 55oC Metanol

225% FFA

Asam sulfat 5% FFA

Reaksi esterifikasi 1 jam

Pemisahan sisa metanol dan FAME + CPO

Metanol Sisa

FAME+ trigliserida

Pemanasan 55oC

Reaksi transesterifikasi 1 jam

Pemisahan gliserol dan FAME

Metanol 15% CPO

Katalis 1% CPO

Gliserol

Pencucian dengan air 70oC, 3 kali

Pengeringan 115oC, 30 i


(27)

dipertahankan pada 55oC. selama 1 jam. Setelah reaksi berlangsung sempurna dilakukan tahap transesterifikasi, dengan menambahkan metanol 15% dan NaOH sebanyak 1% dari jumlah minyak. Pengadukan dilanjutkan kembali selama 1 jam sampai terbentuk warna kecoklatan yang menandai telah terbentuknya gliserol sebagai produk samping.

Metil ester dan gliserol dipisahkan menggunakan labu pemisah. Lapisan bawah adalah gliserol dan metil ester berada di bagian atas. Metil ester dipisahkan

dan dicuci dengan akuades suhu 50oC untuk menghilangkan sisa katalis, metanol

dan sabun, sampai tiga kali pencucian. Pengeringan metil ester atau biodiesel

dilakukan menggunakan pemanasan suhu 115oC sampai seluruh air menguap.

Pengujian tahap awal adalah uji kadar lemak bebas pada biodiesel yang telah dihasilkan. Pengujian asam lemak bebas ini penting untuk memastikan bahan baku tidak memiliki asam lemak bebas yang cukup tinggi (>1%) yang dapat menghambat kinerja pompa vakum pada destilasi molekuler. Asam lemak bebas tinggi dapat menguap secara cepat dan terserap dalam pompa vakum tanpa

terjerat trap yang mengakibatkan macetnya pompa vakum.

b. Separasi Vitamin E

Pada tahap ini, biodiesel yang dihasilkan dihitung kandungan tokoferol kemudian dianalisis sifat fisik dan kimianya. Informasi karakteristik tokoferol dan metil ester secara spesifik akan sangat dibutuhkan pada tahapan penelitian separasi dengan destilasi molekuler.

Gambar 9. Diagram alir tahapan separasi Vitamin E.

Metill ester CPO

Destilasi Molekuler

Larutan Vitamin E

Analisis tokoferol, Bilangan iod, bilangan asam, angka asam

Residu

Analisis tokoferol, Bilangan iod, bilangan asam, angka asam


(28)

Parameter penting untuk menunjang proses separasi dengan destilasi molekuler adalah berat molekul dan titik didih. Hasil proses pemisahan dengan destilasi molekuler kemudian di analisis menggunakan HPLC untuk mengetahui konsentrasi larutan vitamin E yang dihasilkan.

4. Rancangan Percobaan

Tahap pengumpulan data dan analisis hasil penelitian digunakan Metode Permukaan Respon (RSM). Faktor yang berpengaruh pada destilasi molekuler adalah Kecepatan wiper, kecepatan laju alir bahan, dan suhu evaporasi. Percobaan

ini menggunakan rancangan komposit terpusat (Central Composite Design)

dengan menggunakan 3 faktor, masing-masing perlakuan dibagi menjadi dua level. Sesuai dengan rancangan komposit terpusat 3 faktor maka pengulangan dilakukan pada titik tengah sebanyak 6 (enam) kali. Faktor berserta level dibawahnya adalah sebagai berikut:

a. Faktor Kecepatan Laju Alir Bahan (A)

1. Kecepatan Laju Alir Bahan = 1,3 liter/jam (a1 = - 1) 2. Kecepatan Laju Alir Bahan = 2,7 liter/jam (a2 = +1) b. Faktor Suhu Destilasi (B)

1. Suhu Destilasi = 175˚C (b1 = - 1)

2. Suhu Destilasi = 220˚C (b2 = +1)

c. Faktor Kecepatan Putaran Wiper (C)

1. Kecepatan Putaran Wiper = 200 rpm (c1 = - 1)

2. Kecepatan Putaran Wiper = 400 rpm (c2 = +1)

Nilai α dipilih k = 3 adalah 2 k/4 = 2 ¾ = 20,75 = 1,68. Setelah menetapkan

level-level faktor yang bersesuaian dengan rancangan faktorial 2k, maka

ditetapkan level-level faktor yang bersesuaian dengan titik pusat a = 0, b= 0 dan c = 0, dengan jalan mengambil titik tengah diantara kedua level faktor yang telah dispesifikasikan dalam langkah pertama. Dari faktor dan level diatas, maka diketahui titik –titik pusat adalah:

a. Faktor laju alir bahan dengan titik pusat :

(kode a = 0) liter/jam

2 2

liter/jam 7

, 2 liter/jam 3

,


(29)

b. Faktor suhu destilasi dengan titik pusat:

(kode b = 0)

c. Faktor kecepatan putar wiper dengan titik pusat:

(kode c = 0)

Diketahui bahwa level-level laju alir bahan (A) berturut-turut: 1,3 liter/jam (kode a = -1), 2,7 liter/jam (kode a = 1) dan 2 liter/jam (kode a = 0), maka titik tengah dari faktor A adalah 2 liter/jam serta jarak diantara level faktor adalah 0,7 liter/jam, dengan demikian hubungan antara variabel kode a dan variabel asli A dapat dinyatakan sebagai berikut:

7 , 0 2 − = A

a , A=0,7a+2 ... (5)

dengan cara yang sama, maka dapat ditentukan bentuk hubungan antara b dan B serta c dan C, sebagai berikut:

25 200

− = B

b , B=25b+200 ... (6)

100 300

= C

c , C=100c+300 ... (7)

Penentuan level-level faktor yang bersesuaian dengan nilai -α = -1,68 dan α = 1,68 dengan jalan memanfaatkan hubungan yang ada antara variabel kode dan variabel asli dalam persamaan (5), (6), dan (7).

Menggunakan persamaan 5, maka diketahui bahwa: untuk a = -1,68, maka A = 0,7 (-1,68) + 2 = 0,82 untuk a = 1,68, maka A = 0,7 (1,68) + 2 = 3,18 Menggunakan persamaan 6, maka diketahui bahwa :

untuk b = -1,68, maka B = 25 (-1,68) + 200 = 159,9 untuk b = 1,68, maka B = 25 (1,68) + 200 = 235,3 Menggunakan persamaan 7, maka diketahui bahwa :

untuk c = -1,68, maka C = 100 (-1,68) + 300 = 131,8 untuk c = 1,68, maka C = 100 (1,68) + 300 = 468,2

C 00 2 2 C 20 2 C

175° + ° = °

rpm 300 2 rpm 00 4 rpm 200 = +


(30)

Pengkodean dan level asli proses atau variabel bebas ditunjukkan oleh Tabel 3. Tabel 3. Rancangan penelitian terkodekan dan aktual

Perlakuan Pengacakan

Nilai Faktor Terkodekan Nilai Faktor Aktual Laju Alir Bahan (A) Suhu Destilasi (B) Kecepatan Putar Wiper (C) Laju Alir Bahan Suhu Destilasi Kecepatan Putar Wiper (Liter/Jam) (Celcius) (rpm) (Liter/Jam) (Celcius) (rpm) 1 19 -1 -1 -1 1,30 175,0 200 2 15 1 -1 -1 2,70 175,0 200 3 14 -1 1 -1 1,30 220,0 200 4 1 1 1 -1 2,70 220,0 200 5 8 -1 -1 1 1,30 175,0 400 6 5 1 -1 1 2,70 175,0 400 7 10 -1 1 1 1,30 220,0 400 8 4 1 1 1 2,70 220,0 400 9 17 -1,68 0 0 0,82 197,5 300

10 6 1,68 0 0 3,18 197,5 300 11 9 0 -1,68 0 2,00 159,9 300 12 18 0 1,68 0 2,00 235,3 300 13 13 0 0 -1,68 2,00 197,5 131,8 14 11 0 0 1,68 2,00 197,5 468,2 15 7 0 0 0 2,00 197,5 300 16 20 0 0 0 2,00 197,5 300 17 2 0 0 0 2,00 197,5 300 18 16 0 0 0 2,00 197,5 300 19 3 0 0 0 2,00 197,5 300 20 12 0 0 0 2,00 197,5 300

Data pendukung yang diuji selain konsentrasi tokoferol adalah bilangan iod, angka asam, asam lemak bebas. Pengujian bilangan iod menggunakan standar pengujian A04-03), pengujian angka asam dan FFA menggunakan (FBI-A01-03). Kandungan alfa-tokoferol diukur dengan menggunakan HPLC (AOAC 1997). Detektor yang digunakan pada sistem HPLC ini adalah Ultraviolet (UV) dengan panjang gelombang 292 nm. Kolom yang digunakan untuk analisa alfa tokoferol adalah Zorbax Sil dengan ukuran 250 x 4,6 mm dengan saringan membran 0,5 µm. Fasa bergerak yang digunakan adalah isoproanol dalam hexan dengan perbandingan 0,5 : 99,5 v/v. Larutan vitamin E minyak sawit sebanyak 0,4 gr ditimbang dalam labu ukur 5 ml, kemudian ditera menggunakan hexan. Contoh diinjeksikan sebanyak 20 µm kedalam injektor. Laju alir yang digunakan pada kolom HPLC adalah 1 ml/menit selama 15 menit. Prosedur pengujian terdapat pada Lampiran 1.


(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pembuatan Biodiesel CPO

Menurut May (2007), metode ekstraksi dan isolasi komponen minor (tokoferol termasuk didalamnya) dari minyak nabati dilakukan dengan a) esterifikasi dan transesterifikasi, b) mengambil fase ester yang mengandung komponen minor dengan memisahkan dari gliserol, c) ekstraksi untuk memisahkan komponen minor. Hal ini menunjukkan bahwa proses perubahan CPO menjadi metil ester merupakan salah satu bagian dari proses pemisahan yang tidak merusak komponen minor yang terdapat dalam CPO. Batistella (1998), juga menggunakan metode esterifikasi dan transesterifikasi untuk memisahkan karoten dari biodiesel dengan metode destilasi molekuler. Penggunaan esterifikasi dan transesterifikasi dapat memudahkan destilasi molekuler karena molekul-molekul yang berat seperti gliserol telah terpisahkan terlebih dahulu.

Berdasarkan hasil uji, CPO yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar asam lemak bebas 5,25%, kadar air 0,19% dan kadar kotoran 0.020% (PTPN VIII, 2007). Kadar asam lemak bebas lebih dari 2 % mensyaratkan proses dua tahap, esterifikasi dan transesterikfikasi pada konversi CPO menjadi metil ester. Proses konversi metil ester dilakukan bertahap sesuai dengan kapasitas

peralatan yang tersedia di Laboratorium Surfactant and Bioenergy Research

Centre (SBRC).

Hasil pengujian metil ester yang terbentuk menunjukkan kadar asam lemak bebas sebanyak 0,4%, dan kadar bilangan asam sebesar 1,83%. Hasil analisis HPLC pada metil ester menunjukkan konsentrasi tokoferol pada metil ester sebesar 651 ppm. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan kandungan tokoferol dari

CPO sebesar 600-1000 ppm (Tan dan Oh 1981; Gapor et al. 1981). Hasil uji

bilangan iod menunjukkan nilai 59,7 jauh lebih rendah dari yang disyaratkan dalam standar mutu biodiesel Indonesia sebesar 115 (Haryadi dkk. 2005). Artinya, bilangan iod kecil menunjukkan metil ester yang terbentuk cenderung jenuh dan tidak memiliki banyak ikatan rangkap. Bilangan iod kecil juga menunjukkan bahwa metil ester yang dihasilkan stabil pada suhu tinggi karena ketiadaan ikatan rangkap.


(32)

2. Kondisi Proses dan Operasi Destilasi Molekuler

Alat destilasi molekuler yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

produksi Pope Science berjenis Turnkey, 6”, Two-Stage Molecular Still Pilot

Plant, dengan spesifikasi luas body 0,22m2 stainless steel, feed rate antara 2

sampai 50 liter/jam, tekanan vakum mulai 300 torr sampai 5x10-3 torr, dengan

suhu destilasi dapat dioperasikan mulai dari 0-400oC.

Proses destilasi tiap perlakuan dilakukan minimal selama 2 jam agar seluruh feed terdistilasi. Kecepatan laju alir bahan paling kecil adalah 1,3 liter per jam. Dengan proses operasi 2 jam diasumsikan seluruh bahan baku telah terdestilasi. Kondisi suhu proses destilasi tiap perlakuan diamati setiap 15 menit. Bahan baku biodiesel CPO yang digunakan konstan sebanyak 2 liter/run. Tekanan pada proses destilasi konstan pada 0,06 milibar atau sama dengan 0,04 torr.

Gambar alat serta panel-panel yang digunakan untuk mengontrol proses destilasi disajikan pada Gambar 8.

Keterangan: Panel 1 = Suhu Feed (bahan baku) Stage 1, Panel 2 = Suhu Distilat Stage 1, Panel 3 = Exchanger Stage 1 Ke Stage 2, Panel 7 = Suhu Feed Stage 2, Panel 8 = Suhu Input Cold Trap Stage 2, Panel 9 = Suhu Residu Stage 2, Panel 10= Suhu Distilat Stage 2


(33)

Alat destilasi molekuler tipe ini memiliki 2 destilator (stage 1 dan stage 2) dengan fungsi sama namun kondisi operasinya bisa dirancang berbeda. Pada

penelitian ini, stage 1 dikondisikan sama tiap perlakuannya, yaitu pada suhu

110˚C untuk menjaga input yang masuk ke stage 2 tetap. Suhu 110˚C

dimaksudkan untuk menghilangkan kandungan air dan terdestilasinya sebagian

FAME. Menurut Jiang (2006), destilasi molekuler pada suhu 100-110˚C

menghasilkan FAME dengan konsentrasi mencapai 90%. Stage 1 digunakan

sebagai bahan baku destilasi molekuler di Stage 2.

Kondisi operasi alat destilasi molekuler pada percobaan pertama (run1) pada stage 2 adalah dengan menggunakan laju alir bahan 2,7 liter, suhu destilasi 220˚C

dan kecepatan wiper 200 rpm. run 1 merupakan perlakuan 4. Urutan proses

destilasi disesuaikan dengan pengacakan pada desain perlakuan. Kondisi suhu yang terbaca pada panel suhu alat disajikan dalam Tabel 4:

Tabel 4. Keterangan Kondisi Suhu Proses pada Run 1

Suhu Panel (˚C)

Waktu 1 2 3 7 8 9 10

7:20 45 27 26 43 23 66 22 7:35 46 29 26 43 25 95 22 7:50 46 31 27 44 27 125 22 8:05 45 32 27 45 28 124 22 8:20 46 33 28 45 29 131 23 8:35 46 34 28 46 29 135 23 8:50 47 35 29 46 30 138 23 9:05 47 36 29 47 29 137 24 9:20 46 37 29 46 30 138 24

Besaran suhu pada bagian destilasi molekuler menunjukkan kondisi operasinya. Berdasarkan Tabel 4, diatas, suhu input bahan baku selama proses berkisar antara 45-47˚C. Pada saat proses stage 1, bahan baku dipanaskan 45˚C sebagai perlakuan pemanasan awal sebelum masuk ke proses selanjutnya. Pemanasan awal ini berfungsi untuk memudahkan pemompaan bahan ke destilator dan mengurangi perbedaan suhu yang terlalu jauh yang dapat menurunkan suhu destilasi. Residu stage 1 menjadi umpan pada stage 2 dengan kondisi suhu yang tidak jauh berbeda yang ditunjukkan oleh panel No 7.


(34)

Data suhu yang terukur pada stage 2 ada di panel No 7,8,9,10. Panel No 7

merupakan suhu input untuk stage 2. Bahan masuk dengan kecepatan yang diatur

oleh pompa transfer (transfer pump). Selanjutnya bahan didestilasi dengan

kecepatan wiper dan suhu yang telah ditentukan. Output dari destilasi molekuler, bahan terpisah menjadi destilat (hasil destilasi) dan residunya. Suhu destilat ditunjukkan dengan panel 10, sedangkan suhu residu panel 9. Panel no 8

merupakan panel suhu dari penjerat bahan (vacuum trap) sebelum masuk ke

pompa vakum. Data penelitian dihasilkan oleh destilat dan residu dari stage 2. Hal ini disebabkan pemisahan terjadi pada stage 2, sedangkan stage 1 tidak ada yang terpisah. Kondisi suhu proses pada perlakuan-perlakuan selengkapnya terdapat pada Lampiran 2.

3. Data Hasil Penelitian

a. Kandungan tokoferol biodiesel CPO

Kandungan tokoferol dalam biodiesel CPO dianalisis. Setiap perlakuan menggunakan bahan baku biodiesel CPO sebanyak 2 liter (2000 ml). Hasil

analisis konsentrasi tokoferol pada biodiesel CPO adalah 651 (μg/ml). Oleh

karena itu jumlah tokoferol pada biodiesel CPO adalah 1302000 μg, atau 1302 mg atau 1,3 gr per 2 liter biodiesel CPO yang digunakan pada setiap perlakuan.

b. Destilat yang Berhasil di Separasi

Berdasarkan perhitungan berat molekul, berat molekul palmitic metyl ester

menurut Jiang et.al (2006) adalah 270,2559 [g/mol]sedangkan berat molekul

tokoferol adalah 430,7061 [g/mol] (Pumchem 2008). Proses destilasi dimulai dengan menguapkan molekul dengan berat molekul lebih ringan sampai yang berat. Data penelitian diperoleh dengan menganalisis konsentrasi tokoferol yang terdapat pada destilat. Menurut Posada (2007), tokotrienol bersama tokoferol akan terpisahkan dan masuk ke destilat pada suhu tinggi. Tokoferol tetap berada pada residu jika bahan didestilasi dibawah 115°C, sedangkan hasil terbaik untuk destilasi komponen minor CPO dicapai pada suhu diatas 160°C. Pada suhu diatas 160°C tokoferol akan menguap dan masuk kedalam destilat (Posada 2007). Pada penelitian ini, suhu destilasi dimulai pada suhu 175°C, sehingga tokoferol sebagian besar terdestilasi dan terakumulasi di destilat. Suhu perlakuan pada


(35)

penelitian ini dimulai pada 175°C karena berdasarkan penelitian pendahuluan, destilasi mulai menghasilkan fase destilat pada suhu 170°C.

Data hasil penelitian menunjukkan jumlah destilat tiap perlakuan bervariasi dengan rentang 11 ml - 350 ml. Jumlah destilat terkecil dihasilkan pada perlakuan 1 (laju alir bahan 1,3 L/h, suhu destilasi 175°C, dan kecepatan putaran wiper 200rpm), perlakuan 2 (laju alir bahan 2,7 Liter/jam, suhu destilasi 175°C, dan kecepatan putaran wiper 200), dan perlakuan 11 (laju alir bahan 2 Liter/jam, suhu destilasi 159,9°C, dan kecepatan putaran wiper 300 rpm).

Tabel 5. Rancangan dan hasil pengaruh laju alir bahan, suhu destilasi, dan kecepatan putaran wiper terhadap hasil destilasi

Perlakuan

Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Hasil DM Laju Alir Bahan Suhu Destilasi Kecepatan Putar Wiper Volume Fraksi kaya Vitamin E (Liter/Jam) (°C) (rpm) (ml) 1 1,30 175,0 200 11 2 2,70 175,0 200 11 3 1,30 220,0 200 170 4 2,70 220,0 200 115 5 1,30 175,0 400 28 6 2,70 175,0 400 16 7 1,30 220,0 400 200 8 2,70 220,0 400 210 9 0,82 197,5 300 100 10 3,18 197,5 300 37 11 2,00 159,9 300 11 12 2,00 235,3 300 350 13 2,00 197,5 131,82 39 14 2,00 197,5 468,18 75 15 2,00 197,5 300 80 16 2,00 197,5 300 68 17 2,00 197,5 300 29 18 2,00 197,5 300 54 19 2,00 197,5 300 55 20 2,00 197,5 300 41

Jumlah destilat terbesar pada Perlakuan 12 (laju alir bahan 2 Liter/jam, suhu destilasi 235,5°C dan kecepatan putaran wiper 300 rpm).


(36)

c. Tokoferol yang Berhasil di Separasi

Hasil analisis konsentrasi tokoferol pada destilat dan jumlah tokoferol yang berhasil dipisahkan dari biodiesel CPO disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah tokoferol yang dipisahkan, dapat dilihat bahwa jumlah tokoferol terendah yang dapat dipisahkan dengan menggunakan destilasi molekuler sebanyak 22,9 mg yang terdapat pada perlakuan 11 (laju alir bahan 2 liter/jam, suhu destilasi 159,9°C dan kecepatan putaran wiper 300 rpm). Jumlah tokoferol tertinggi yang berhasil dipisahkan sebanyak 605 mg yang terdapat pada Perlakuan 3 (laju alir bahan 1,3 L/hr, suhu destilasi 220°C dan kecepatan putaran wiper 200 rpm).

Tabel 6. Konsentrasi tokoferol pada destilat dan jumlah tokoferol yang berhasil dipisahkan

Perla kuan

Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3

Distilat Konsentrasi tokoferol destilat Jumlah tokoferol yang dipisahkan A: Laju Alir B: Suhu

Destilasi

C: Kecepatan putar wiper

(Liter/Jam) (°C) (rpm) (ml) (ppm) (mg) 1 1,30 175,0 200 11 2938 32,3 2 2,70 175,0 200 11 2573 28,3 3 1,30 220,0 200 170 3559 605,0 4 2,70 220,0 200 115 4017 462,0 5 1,30 175,0 400 28 3389 94,9 6 2,70 175,0 400 16 1713 27,4 7 1,30 220,0 400 200 1946 389,3 8 2,70 220,0 400 210 809 169,9 9 0,82 197,5 300 100 2735 273,5 10 3,18 197,5 300 37 1486 55,0 11 2,00 159,9 300 11 2085 22,9 12 2,00 235,3 300 350 3621 154,0 13 2,00 197,5 131,82 39 3341 130,3 14 2,00 197,5 468,18 75 2577 193,3 15 2,00 197,5 300 80 13049 107,7 16 2,00 197,5 300 68 2896 196,9 17 2,00 197,5 300 29 2162 62,7 18 2,00 197,5 300 54 1193 64,4 19 2,00 197,5 300 55 1659 91,2 20 2,00 197,5 300 41 1838 75,4


(37)

Berdasarkan data hasil analisis tokoferol, konsentrasi tokoferol pada seluruh perlakuan mempunyai rentang 809 ppm – 4017 ppm. Konsentrasi tokoferol terendah dihasilkan oleh perlakuan 7 (laju alir bahan 1,3 Liter/jam, suhu destilasi 220°C dan kecepatan putaran wiper 400 rpm). Konsentrasi tokoferol tertinggi dalam destilat diperoleh pada perlakuan 4 (laju alir bahan 2,7 Liter/jam, suhu destilasi 220°C dan kecepatan putaran wiper 200 rpm). Gambar peak pengujian alfa-tokoferol selengkapnya terdapat pada Lampiran 3a. Lampiran 3b menunjukkan peak standar alfa tokoferol. Lampiran 3c merupakan gambar peak metil ester. Perhitungan konsentrasi alfa tokoferol dalam destilat selengkapnya terdapat pada Lampiran 4.

d. Rekovery Tokoferol

Berdasarkan data pada Tabel 6, pada perlakuan 1 didapatkan hasil destilasi 11

ml dengan konsentrasi 2938 (μg/ml). Jika dihitung maka jumlah tokoferol pada

perlakuan 1 adalah 32,3 mg. Hasilnya, rekoveri untuk perlakuan 1, merupakan perbandingan jumlah tokoferol yang berhasil didestilasi dan jumlah tokoferol awal, adalah sebesar 2,48%. Kesetimbangan massa untuk menerangkan hasil separasi pada Perlakuan 1 disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Kesetimbangan massa separasi tokoferol.

Dengan cara yang sama, Perlakuan 2-20 dapat dihitung besaran rekoverinya. Besaran rekoveri inilah yang kemudian digunakan dalam analisis data.

Destilasi molekuler

Biodiesel CPO

Volume = 2000 ml

Konst Tokoferol = 651 ppm Jumlah tokoferol = 1302 mg

Fraksi kaya tokoferol

Volume = 11 ml

Konst Tokoferol = 2938 ppm Jumlah tokoferol = 32,3 mg Rekoveri = 2,48%

Volume = 1989 ml

Jumlah Tokoferol sisa = 1269,7 mg - loss Persentase sisa tokoferol = 97,52% - loss Biodiesel CPO


(38)

Perbandingan antara jumlah tokoferol dalam biodiesel CPO, jumlah tokoferol hasil separasi dan rekoverinya disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Rekoveri tokoferol

Perla kuan

Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Jumlah tokoferol dlm Biodiesel CPO Jumlah tokoferol yang berhasil dipisahkan Rekoveri tokoferol A: Laju Alir B: Suhu

Destilasi

C: Kecepatan putar wiper

(Liter/Jam) (°C) (rpm) (mg) (mg) (%) 1 1,30 175,0 200 1302 32,3 2,48 2 2,70 175,0 200 1302 28,3 2,17 3 1,30 220,0 200 1302 605,0 46,46 4 2,70 220,0 200 1302 462,0 35,48 5 1,30 175,0 400 1302 94,9 7,29 6 2,70 175,0 400 1302 27,4 2,10 7 1,30 220,0 400 1302 389,3 29,90 8 2,70 220,0 400 1302 169,9 13,05 9 0,82 197,5 300 1302 273,5 21,01 10 3,18 197,5 300 1302 55,0 4,22 11 2,00 159,9 300 1302 22,9 1,76 12 2,00 235,3 300 1302 154,0 11,83 13 2,00 197,5 131,82 1302 130,3 10,01 14 2,00 197,5 468,18 1302 193,3 14,85 15 2,00 197,5 300 1302 107,7 8,27 16 2,00 197,5 300 1302 196,9 15,13 17 2,00 197,5 300 1302 62,7 4,82 18 2,00 197,5 300 1302 64,4 4,95 19 2,00 197,5 300 1302 91,2 7,01 20 2,00 197,5 300 1302 75,4 5,79

4. Hasil Analisis RSM

Metode analisis penelitian menggunakan metode permukaan respon dengan

desain komposit terpusat. Data hasil penelitian diolah dengan program Design

Expert 7.1.1. Respon yang diolah adalah rekoveri tokoferol. Perhitungan respon menggunakan presentase rekoveri untuk menyeragamkan perolehan tokoferol agar bisa dibandingkan antar perlakuannya.


(39)

a. Analisis Model Prediksi

Hasil analisis terhadap model (linier, kuadratik dan kubik), menunjukkan ordo model tertinggi yang dapat dipilih merupakan model kuadratik. Model kubik terbaca ”aliased” atau bisa diartikan salah jika model kubik digunakan sebagai pendekatan. Hal ini dikarenakan tidak cukupnya perlakuan yang telah dilakukan untuk memprediksi model kubik. Hasil analisis model selengkapnya terdapat pada Lampiran 5.

b. Analisis Anova

Analisis Anova disajikan pada Lampiran 6, menunjukkan model kuadratik yang dipilih mempunyai nilai F hitung 3,26 dan nilai p = 0,0399; laju alir bahan memiliki F hitung 3,88 dengan nilai p = 0,0772; suhu destilasi memiliki F hitung 16,72 dengan nilai p = 0,0022; dan kecepatan putar wiper memiliki nilai F hitung 0,70 dan nilai p = 0,4228. Nilai p < 0,0500 menunjukkan pengaruh signifikan pada respon. Hal ini menunjukkan bahwa model dan suhu destilasi berpengaruh signifikan pada respon. Laju alir bahan dan kecepatan putar wiper tidak memberikan pengaruh signifikan. Interaksi antar faktor juga tidak memiliki pengaruh signifikan pada respon.

Kesalahan pemodelan berpengaruh nyata pada model yang memiliki nilai 0,0175 sedangkan nilai yang diharapkan harus lebih besar dari 0,1. Nilai kesalahan pemodelan dibawah 0,05 mencerminkan bahwa model tidak cocok

dengan data. Karena nilai sisa (residual) berpengaruh signifikan pada respon,

maka diperlukan transformasi data untuk memeroleh model prediksi yang lebih baik.

Data didiagnosa menggunakan metode Box Cox untuk mengetahui transformasi data yang cocok. Hasil pengujian Box Cox menunjukkan lambda terbaik adalah -0,67, oleh karena itu transformasi data yang direkomendasikan adalah invers akar kuadrat (inverse sqrt) untuk menggeser lambda pada -0,5 yang mendekati lambda terbaiknya. Transformasi akar kuadrat cocok untuk data persentase apabila wilayahnya antara 0 - 30% atau 70 - 100% (Gomez & Gomez 1995). Pada kasus yang sama Steel & Torrie (1989) memberikan batasan 0 - 20% atau 80 - 100%. Pada penelitian ini, presentase data mempunyai selang 26,37% sehingga cocok dilakukan transformasi invers akar kuadrat.


(40)

c. Transformasi Data

Untuk menghasilkan normalitas yang lebih baik, maka data di transformasi menjadi invers akar kuadrat. Hasil transformasi data disajikan pada Tabel 8 berikut:

Tabel 8. Transformasi data dengan invers akar kuadrat (Lambda= -0,5)

Perlakuan

Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Respon Transformasi data respon A:Laju Alir Bahan B:Suhu Destilasi C:Kecepatan Putar Wiper Rekoveri

Tokoferol (rekoveri tokoferol)

-0,5

liter/jam °C rpm %

1 1,3 175 200 2,48 0,63476 2 2,7 175 200 2,17 0,678239 3 1,3 220 200 46,46 0,146703 4 2,7 220 200 35,48 0,167878 5 1,3 175 400 7,29 0,370403 6 2,7 175 400 2,10 0,689317 7 1,3 220 400 29,90 0,182887 8 2,7 220 400 13,05 0,276788 9 0,82 197,5 300 21,01 0,218166 10 3,18 197,5 300 4,22 0,486663 11 2,0 159,90 300 1,76 0,753412 12 2,0 235,34 300 11,83 0,290767 13 2,0 197,5 131,82 10,01 0,316128 14 2,0 197,5 468,18 14,85 0,259537 15 2,0 197,5 300 8,27 0,347649 16 2,0 197,5 300 15,13 0,257118 17 2,0 197,5 300 4,82 0,455674 18 2,0 197,5 300 4,95 0,44956 19 2,0 197,5 300 7,01 0,377757 20 2,0 197,5 300 5,79 0,415682

Data hasil transformasi ini kemudian dijadikan input data. Ringkasan pemilihan model pada Lampiran 7 menunjukkan model yang disarankan adalah kuadratik. Hasil analisis anova data yang telah ditransformasi pada Lampiran 8, menunjukkan model kuadratik yang dipilih mempunyai nilai F hitung 13,79 dan nilai p = 0,0002; laju alir bahan memiliki F hitung 13,49 dengan nilai p = 0,0043; suhu destilasi memiliki F hitung 88,50 dengan nilai p < 0,0001; dan kecepatan putar wiper memiliki nilai F hitung 0,65 dan nilai p = 0,4402. Nilai p < 0,0500 menunjukkan pengaruh signifikan pada respon. Hal ini menunjukkan bahwa model, suhu destilasi dan laju alir berpengaruh signifikan pada respon. Kecepatan


(41)

putar wiper dan interaksi antar faktor tidak memiliki pengaruh signifikan pada respon. Standar deviasi 0,068, dan R2 = 0,9254. Model persamaan kuadratik yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

1/Sqrt(Rekoveri Tokoferol ) = 0,38 + 0,068 A - 0,17 B - 0,015 C - 0,031 AB + 0,044 AC + 0,050 BC - 0,010 A2 + 0,051 B2 - 0,033 C2...(8)

Permukaan respon dan plot kontur tingkat rekoveri yang dihasilkan oleh pengaruh laju alir bahan, suhu destilasi dan kecepatan putar wiper sebelum optimalisasi ditunjukkan pada Gambar 10 sampai Gambar 15. Model persamaan kuadratik diatas (persamaan 8), berdasarkan hasil analisis anova, menjelaskan bahwa 92,54% total ragam masuk dalam nilai rekoveri tokoferol sehingga model dapat menerangkan kondisi sebenarnya dari laju alir bahan, suhu destilasi dan kecepatan putar wiper terhadap rekoveri tokoferol.

d. Analisis Faktor

Profil Faktor Laju Alir Bahan

Hasil analisis anova menunjukkan bahwa laju alir bahan berpengaruh signifikan pada model. Profil laju alir terhadap besaran rekoveri tokoferol disajikan pada Gambar 10.

0

1.30 1.65 2.00 2.35 2.70 0.140

0.295 0.450 0.605 0.760

A: Laju Alir Bahan

1/ S q rt (R eko v er iT okof e rol ) One Factor

Warning! Factor involved in an interaction.


(42)

Gambar 10 menunjukkan bahwa peningkatan laju alir (pada suhu destilasi 197,5°C dan kecepatan putar wiper 300 rpm) mulai 1,3 liter/h sampai 2,7 liter/h menunjukkan penurunan rekoveri tokoferol pada laju alir yang paling besar. Nilai 1/Sqrt(rekoveri tokoferol) berbanding terbalik dengan nilai rekoveri tokoferol. Hal ini dikarenakan semakin kecil nilai pembagi Sqrt(rekoveri tokoferol) maka semakin besar rekoveri tokoferol pada kondisi aktual.

Penurunan rekoveri tokoferol seiring dengan peningkatan laju alir. Tokoferol dan tokotrienol semakin banyak dijumpai di destilat pada laju alir paling rendah. Hal ini berkaitan dengan waktu tunggu (retention time) tokoferol dan tokotrienol di dalam evaporator. Pada laju aliran yang rendah, energi molekul (tokoferol dan tokotrienol) cukup punya waktu untuk mencapai permukaan larutan, oleh karena itu molekul ini bisa keluar menuju fase terdestilasi, Posada (2007).

Signifikansi pengaruh laju alir yang rendah pada penelitian ini menunjukkan

besaran laju alir berpengaruh pada waktu tunggu (retention time) metil ester

didalam evaporator. Artinya, laju alir 2,7 liter per jam sebagai laju aliran bahan tertinggi memiliki retention time berbeda dengan laju alir 1,3. Perbedaan alat yang digunakan, terutama pada luasan penampang evaporasi dan laju alir, memberikan profil hasil rekoveri yang sama. Luas penampang evaporator pada Posada (2007) adalah 0,043 m2, sedangkan pada penelitian ini luas areal evaporasi lebih kecil

0,022 m2. Laju alir bahan pada Posada (2007) antara 0,1 Kg/jam – 0,4 Kg/jam

jauh lebih kecil dari laju alir bahan pada penelitian ini yang mencapai 2,7 Liter/jam.

Profil Faktor Suhu Destilasi

Hasil analisis anova menunjukkan bahwa faktor suhu destilasi berpengaruh signifikan pada model. Hal ini jelas terlihat pada Gambar 11, bahwa seiring dengan peningkatan suhu destilasi, maka rekoveri tokoferol juga meningkat. Gambar 11 menunjukkan profil rekoveri tokoferol pada berbagai suhu destilasi dengan laju alir 2 liter/jam dan kecepatan putar wiper 300.

Peningkatan rekoveri tokoferol pada suhu yang lebih tinggi menunjukkan sigifikansi pengaruh suhu destilasi pada model. Menurut Posada (2007), semakin tinggi suhu destilasi maka semakin banyak komponen yang masuk ke fase destilat/terdestilasi. Berdasarkan penelitian Posada (2007), suhu destilasi dibawah


(43)

120°C akan mampu memisahkan FFA dan squalen, sedangkan tokoferol dan tokotrienol mulai terpisah pada suhu diatas 160 °C.

175.00 186.25 197.50 208.75 220.00 0.140

0.295 0.450 0.605 0.760

B: Suhu Destilasi

1/ Sqr t( R e k ove ri T o k of er ol ) One Factor

Warning! Factor involved in an interaction.

Gambar 11. Profil rekoveri tokoferol pada berbagai suhu destilasi.

Nilai 1/Sqrt(rekoveri tokoferol) pada Gambar 11 berbanding terbalik dengan nilai rekoveri tokoferol. Hal ini dikarenakan semakin kecil nilai pembagi Sqrt(rekoveri tokoferol) maka semakin besar rekoveri tokoferol pada kondisi aktual.

Pada penelitian ini, rentang suhu destilasi mulai 175°C – 220 °C. Harapannya, tokoferol dan tokotrienol akan terpisah dan masuk kedalam destilat sesuai dengan hasil penelitian Posada (2007) diatas. Pemilihan rentang tertinggi (220°C) didasari pada penelitian Jiang (2006) yang memisahkan tokoferol dari RODD pada suhu 170 – 230 °C. Hasil penelitian Jiang (2006) menyebutkan bahwa rekoveri tokoferol pada suhu 200°C mencapai 35%, sedangkan pada suhu 230°C konsentrasinya menurun mencapai 31% karena phytosterol mulai terpisah. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu 230°C tokoferol masih bisa terpisahkan tetapi kemurniannya menurun.

Menurut Wikipedia (2008), titik didih tokoferol berada pada rentang 200°C - 220°C. Hal ini menunjukkan tokoferol mulai terdestilasi pada rentang suhu tersebut. Menurut Jiang (2006) dan Shao (2007), suhu destilasi molekuler optimal untuk memisahkan tokoferol dan tokotrienol berada di sekitar suhu 200°C.


(44)

Profil Faktor Kecepatan Putaran Wiper

Kecepatan putaran wiper tidak menunjukkan signifikasi pada anova. Hal ini terlihat pada Gambar 12, bahwa peningkatan putaran wiper (pada laju alir bahan 2 liter/jam dan suhu destilasi 197,5 °C) tidak menunjukkan pola perubahan signifikan pada prosentase rekoveri tokoferol.

200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 0.140

0.295 0.450 0.605 0.760

C: Kecepatan Putar Wiper

1 /Sqr t( R ek over iT ok of e rol ) One Factor

Warning! Factor involved in an interaction.

Gambar 12. Profil rekoveri tokoferol pada berbagai kecepatan putar wiper. Fungsi wiper pada dasarnya adalah memudahkan proses destilasi agar merata baik di bagian permukaan dari dinding pemanas internal dan mengontrol ketebalan lapisan tipis/layer bahan baku pada dinding. Berbagai macam kecepatan wiper digunakan untuk memperoleh pasokan bahan baku yang paling efisien pada permukaan destilasi dan menjaga kestabilan permukaan. Lapisan tipis bahan menjadi tidak stabil (noise) ketika wiper berputar terlalu cepat (Jiang, 2006). e. Interaksi Antar faktor

Intaraksi antar faktor penelitian terdapat pada Gambar 13 – Gambar 15. Berdasarkan hasil uji Anova, tidak ditemukannya interaksi antar faktor secara signifikan.

Interaksi antara Laju Alir Bahan dan Suhu Destilasi

Gambar 13 menunjukkan plot kontur interaksi antara laju alir bahan dan suhu destilasi. Arah lintasan dakian tercuram dimulai pada titik (A, B, C=0) dengan persamaan yang baru sebagai berikut:

1/Sqrt(Rekoveri Tokoferol ) = 0,38 + 0,068 A - 0,17 B - 0,031 AB - 0,010 A2 + 0,051 B2 ...(9)


(45)

Persamaan 9 diatas dapat diterangkan bahwa A merupakan representasi dari laju alir bahan dan B merupakan representasi dari suhu destilasi. Berdasarkan

persamaan 9 diatas dapat diketahui koefisien A dan A2, bernilai negatif yang

artinya mempunyai tren data negatif (menurun). Sedangkan koefisien B, AB, dan B2 memiliki koefisien persamaan positif artinya memiliki tren data positif (naik). Naik dan turunnya faktor pada dakian ini bergerak melewati titik C ( kecepatan putar wiper) terkodekan = 0 atau faktor aktual pada 300 rpm.

ed value ed value 00.00 1.30 1.65 2.00 2.35 2.70 175.00 186.25 197.50 208.75 220.00 0.21 0.3475 0.485 0.6225 0.76 1 /S q rt (R e k o v e ri To k o fe ro l )

A: Laju Alir Bahan B: Suhu Destilasi

Gambar 13. Interaksi antara Suhu Destilasi dan Laju Alir Bahan Pada Rekoveri Tokoferol.

Intaraksi antara Laju Alir Bahan dan Kecepatan Putar Wiper

Gambar 14 menunjukkan plot kontur interaksi antara laju alir bahan dan Kecepatan putar wiper.

d value value 1.30 1.65 2.00 2.35 2.70 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 0.21 0.28 0.35 0.42 0.49 1/ S q rt (R ek ov er i T o k o fe ro l )

A: Laju Alir Bahan C: Kecepatan Putar Wiper

Gambar 14. Interaksi antara Kecepatan Putar Wiper dan Laju Alir Bahan Pada Rekoveri Tokoferol.


(46)

Arah lintasan dakian tercuram dimulai pada titik (A, B=0, C) dengan persamaan yang baru sebagai berikut:

1/Sqrt(Rekoveri Tokoferol ) = 0,38 + 0,068 A - 0,015 C + 0,044 AC - 0,010 A2 - 0,033 C2...(10)

Berdasarkan persamaan 10 diatas, koefisien A, C, A2 dan C2 semuanya bersifat negatif, artinya tren data rekoveri tokoferol semakin menurun dengan bertambahnya kecepatan laju alir dan kecepatan putar wiper.

Interaksi antara Suhu Destilasi dan Kecepatan Putar Wiper

Gambar 15 menunjukkan plot kontur interaksi antara suhu destilasi dan kecepatan putar wiper. Arah lintasan dakian tercuram dimulai pada titik (A=0, B, C) dengan persamaan yang baru sebagai berikut:

1/Sqrt(Rekoveri Tokoferol ) = 0,38 - 0,17 B - 0,015 C + 0,050 BC + 0,051 B2 - 0,033 C2...(11)

Berdasarkan Persamaan 11 diatas dapat diketahui koefisien B dan B2, bernilai positif yang artinya mempunyai tren data positif (naik). Sedangkan koefisien C,

BC, dan C2 memiliki koefisien persamaan negatif artinya memiliki tren data

negatif (menurun). Naik dan turunnya faktor pada dakian ini bergerak melewati titik A ( Laju alir bahan) terkodekan = 0 atau faktor aktual pada 2 liter/jam.

d value d value 175.00 186.25 197.50 208.75 220.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 0.19 0.3325 0.475 0.6175 0.76 1 /S q rt (R e k o v e ri T o k o fe ro l )

B: Suhu Destilasi C: Kecepatan Putar Wiper

Gambar 15. Interaksi antara Suhu Destilasi dan Kecepatan Putar Wiper Pada Rekoveri Tokoferol.


(47)

f. Prediksi Nilai Faktor Untuk Mendapatkan Hasil Rekoveri Optimal

Optimasi dari faktor laju alir bahan, suhu destilasi, dan kecepatan putaran wiper menggunakan kreteria seperti pada Tabel 9.

Tabel 9. Batasan Optimalisasi Rekoveri Tokoferol Menggunakan Program Design-Expert DX 7.1.1

Nama Tujuan Batas Bawah Batas Atas

Laju Alir Bahan Dalam batas 1,3 2,7

Suhu Destilasi Dalam batas 175 220

Kecepatan Putar Wiper Dalam batas 200 400

1/Sqrt(Rekoveri Tokoferol ) Minimal 0,14 0,75

Tabel 9 menunjukkan kreteria dan batas dalam mengoptimalisasi respon rekoveri tokoferol dalam batasan laju alir, suhu destilasi dan kecepatan wiper alat destilasi molekuler.

Hasil komputasi menunjukkan terdapat 26 solusi untuk mengoptimalkan faktor yang diurutkan berdasarkan tingkat Desirability. Lima nilai dengan desirability teratas adalah:

Tabel 10. Solusi Hasil Komputasi Nilai Optimal Rekoveri Tokoferol Dengan

Menggunakan Program Design Expert 7.1.1.

No Laju Alir Bahan Suhu Destilasi Kecepatan Putar Wiper 1/Sqrt (Rekoveri Tokoferol ) Disarankan 1 1,3 218,27 400 0,171 0,960 Terpilih 2 1,3 219,16 400 0,171 0,960 3 1,3 219,47 400 0,171 0,960 4 1,3 215,59 400 0,172 0,959 5 1,3 218,17 398,52 0,172 0,958 6 1,31 218,83 400 0,172 0,958 7 1,3 218,18 395,45 0,174 0,954 8 2,7 220 200 0,176 0,952 9 1,3 220 391,5 0,177 0,950 10 2,56 220 200 0,180 0,945

Gazper (1992), mendeskripsikan bahwa suatu metode multirespon dinamakan desirability (atau disarankan pada Tabel 10). D(X), dinamakan fungsi desirability. Fungsi tersebut mencerminkan bentangan yang diinginkan untuk masing-masing respon (di). Bentangan yang diinginkan dari nol sampai satu. Fungsi obyek yang


(48)

simultan adalah suatu rata-rata geometrik semua respon yang telah ditranformasi dalam bentuk persamaan berikut:

n n i n n d xd x xd d D 1 1 1 1 2

1 ... )

( ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ = =

= ...(12) dimana n adalah banyaknya respon yang diukur. Kalau beberapa respon atau faktor jatuh diluar jangkauan nilai desirability maka fungsi menjadi nol. Tabel 10 menunjukkan bahwa ada 5 solusi yang mempunyai nilai desirability tinggi, untuk itu maka dipilih nilai rekoveri yang paling tinggi yaitu solusi pertama. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.

Respon permukaan dan plot kontour untuk tingkat rekoveri yang diperoleh oleh kecepatan laju alir, suhu destilasi dan kecepatan putaran wiper setelah proses optimalisasi dengan nilai desirability tertinggi (solusi 1) dapat dilihat pada Gambar 16. ue e 1.30 1.65 2.00 2.35 2.70 175.00 186.25 197.50 208.75 220.00 0.17 0.3 0.43 0.56 0.69 1 /S q rt (R ek ov er i Tok o fe ro l )

A: Laju Alir Bahan B: Suhu Destilasi

Gambar 16. Permukaan Respon dan Plot Kontour Tingkat Rekoveri Tokoferol Optimal yang Dihasilkan pada Kecepatan Putaran Wiper 400 rpm. Model optimum yang dihasilkan pada faktor aktual adalah sebagai berikut;

1/Sqrt(Rekoveri Tokoferol ) = 6,20518 + 0,38003 Laju Alir Bahan 0,050045 Suhu Destilasi -3,78973E-003 Kecepatan Putar Wiper - 1,96284E-003 Laju Alir Bahan x Suhu Destilasi + 6,21716E-004 Laju Alir Bahan x Kecepatan Putar Wiper + 2,21318E-005 Suhu Destilasi x Kecepatan Putar Wiper - 0,020446 Laju Alir Bahan2 + 1,00189E-004 Suhu Destilasi2 - 3,28939E-006 Kecepatan Putar Wiper2....(13)

Prediksi optimum dengan menggunakan model ini sesuai dengan solusi 1 adalah menggunakan laju alir bahan 1,3 liter/jam, suhu destilasi 220°C, dan


(1)

Lampiran 5. Evaluasi Model

Response 1

Rekoveri

Tokoferol Transform: None *** WARNING: The Cubic Model is Aliased! ***

Sequential Model Sum of Squares [Type I]

Sum of Mean F p-value

Source Squares df Square Value Prob > F Mean vs Total 3089.588 1 3089.588

Linear vs Mean 1523.97 3 507.9899 6.313472 0.0050 2FI vs Linear 315.8526 3 105.2842 1.408807 0.2848 Quadratic vs 2FI 256.29 3 85.43 1.194428 0.3610

Cubic vs Quadratic 639.7387 5 127.9477 8.473486 0.0175 Aliased

Residual 75.49888 5 15.09978

Total 5900.938 20 295.0469

"Sequential Model Sum of Squares [Type I]": Select the highest order polynomial where the additional terms are significant and the model is not aliased.

Lack of Fit Tests

Sum of Mean F p-value

Source Squares df Square Value Prob > F

Linear 1211.881 11 110.171 7.296203 0.0199

2FI 896.0287 8 112.0036 7.417566 0.0205

Quadratic 639.7387 5 127.9477 8.473486 0.0175

Cubic 0 0 Aliased

Pure Error 75.49888 5 15.09978

"Lack of Fit Tests": Want the selected model to have insignificant lack-of-fit.

Model Summary Statistics

Std. Adjusted Predicted

Source Dev. R-Squared

R-Squared

R-Squared PRESS

Linear 8.97002 0.542078 0.456217 0.207108 2229.097

2FI 8.644819 0.654427 0.494931 -0.44733 4068.962

Quadratic 8.457172 0.745589 0.51662 -0.76488 4961.684

Cubic 3.885843 0.973145 0.897951 + Aliased

+ Case(s) with leverage of 1.0000: PRESS statistic not defined

"Model Summary Statistics": Focus on the model maximizing the "Adjusted R-Squared" and the "Predicted R-Squared".


(2)

Lampiran 6. Hasil Analisis Anova

Response1 Rekoveri Tokoferol

ANOVA for Response Surface Quadratic Model

Analysis of variance table [ Partial sum of squares - Type III]

Sum of Mean F p-value

Source Squares df Square Value Prob > F

Model 2096. 11 9 232. 90 3. 26 0. 0399 signif icant A-Laj u Alir Bahan 277. 48 1 277. 48 3. 88 0. 0772

B-Suhu Dest ilasi 1195. 70 1 1195. 70 16. 72 0. 0022 C-Kecepat an Put ar Wiper 49. 96 1 49. 96 0. 70 0. 4228 AB 62. 35 1 62. 35 0. 87 0. 3725 AC 14. 41 1 14. 41 0. 20 0. 6631 BC 239. 08 1 239. 08 3. 34 0. 0974 A^2 141. 58 1 141. 58 1. 98 0. 1898 B^2 15. 98 1 15. 98 0. 22 0. 6466 C^2 136. 36 1 136. 36 1. 91 0. 1974

Residual 715. 24 10 71. 52

Lack of Fit 639. 74 5 127. 95 8. 47 0. 0175 signif icant

Pure Error 75. 50 5 15. 10 Cor Tot al 2811. 35 19

The Model F-value of 3. 26 implies t he model is signif icant . There is only a 3. 99% chance t hat a "Model F-Value" t his large could occur due t o noise.

Values of "Prob > F" less t han 0. 0500 indicat e model t erms are signif icant . In t his case B are signif icant model t erms.

Values great er t han 0. 1000 indicat e t he model t erms are not signif icant .

If t here are many insignif icant model t erms (not count ing t hose required t o support hierarchy),

model reduct ion may improve your model.

The "Lack of Fit F-value" of 8. 47 implies t he Lack of Fit is signif icant . There is only a 1. 75% chance t hat a "Lack of Fit F-value" t his large coul d occur due t o noise.

Signif icant lack of f it is bad -- we want t he model t o f it .

St d. Dev. 8. 46 R-Squared 0. 7456 Mean1 2. 43 Adj R-Squared 0. 5166 C. V. % 68. 04 Pred R-Squared -0. 7649 PRESS 4961. 68 Adeq Precision 7. 134

A negat ive "Pred R-Squared" impl ies t hat t he overall mean is a bet t er predict or of your response t han t he current model.

"Adeq Precision" measures t he signal t o noise rat io. A rat io great er t han 4 is desirable. Your rat io of 7. 134 indicat es an adequat e signal. This model can be used t o navigat e t he design space.


(3)

Lampiran 7. Analisis Model Transformasi

Response 1 Rekoveri

Tokoferol Transform: None Diagnostics Case Statistics

Internally Externally Influence on

Standard Actual Predicted Studentized Studentized Fitted Value Cook's Run Order Value Value Residual Leverage Residual Residual DFFITS Distance Order

1 2.48 2.17 0.31 0.67 0.06 0.06 0.09 0.00 19

2 2.17 1.43 0.74 0.67 0.15 0.15 0.21 0.00 15

3 46.46 37.42 9.04 0.67 1.86 2.18 * 3.10 0.70 14

4 35.48 25.52 9.96 0.67 2.05 2.55 * 3.63 0.85 1

5 7.29 11.96 -4.67 0.67 -0.96 -0.96 -1.37 0.19 8

6 2.10 5.85 -3.75 0.67 -0.77 -0.76 -1.08 0.12 5

7 29.90 25.35 4.55 0.67 0.94 0.93 1.32 0.18 10

8 13.05 8.08 4.98 0.67 1.02 1.03 1.46 0.21 4

9 21.01 23.93 -2.92 0.61 -0.55 -0.53 -0.66 0.05 17

10 4.22 8.75 -4.53 0.61 -0.86 -0.84 -1.05 0.11 6

11 1.76 -5.24 7.00 0.60 1.31 1.37 1.68 0.26 9

12 11.83 26.22 -14.39 0.61 -2.72 ** -5.05 * -6.30 * 1.15 18

13 10.01 19.38 -9.38 0.61 -1.77 -2.03 * -2.52 0.48 13

14 14.85 12.95 1.90 0.61 0.36 0.34 0.42 0.02 11

15 8.27 7.47 0.81 0.17 0.10 0.10 0.04 0.00 7

16 15.13 7.47 7.66 0.17 0.99 0.99 0.44 0.02 20

17 4.82 7.47 -2.65 0.17 -0.34 -0.33 -0.15 0.00 2

18 4.95 7.47 -2.52 0.17 -0.33 -0.31 -0.14 0.00 16

19 7.01 7.47 -0.46 0.17 -0.06 -0.06 -0.03 0.00 3

20 5.79 7.47 -1.68 0.17 -0.22 -0.21 -0.09 0.00 12

** Case(s) with |External Stud. Residuals| > 4.00 * Exceeds limits

Current Transform: None Box-Cox Power Transformation

Constant 95% CI 95% CI Best Rec.

k Low High Lambda Transform


(4)

Lampiran

8.

Hasil Analisis Anova Data Transformasi

Response 1 Rekoveri Tokoferol

Transform: Inverse sqrt Constant: 0 ANOVA for Response Surface Quadratic Model

Analysis of variance table [ Partial sum of squares - Type III]

Sum of Mean F p-value Source Squares df Square Value Prob > F

Model 0. 582 9 0. 06 13. 79 0. 0002 signif icant A-Laj u Alir Bahan 0. 063 1 0. 06 13. 49 0. 0043

B-Suhu Dest ilasi 0. 415 1 0. 41 88. 50 <

0. 0001 C-Kecepat an Put ar

Wiper 0. 003 1 0. 00 0. 65 0. 4402 AB 0. 008 1 0. 01 1. 63 0. 2304 AC 0. 015 1 0. 02 3. 23 0. 1024 BC 0. 020 1 0. 02 4. 23 0. 0667 A^2 0. 001 1 0. 00 0. 31 0. 5894 B^2 0. 037 1 0. 04 7. 83 0. 0189 C^2 0. 016 1 0. 02 3. 33 0. 0981 Residual 0. 047 10 0. 00

Lack of Fit 0. 019 5 0. 00 0. 68 0. 6587 not signif icant Pure Error 0. 028 5 0. 01

Cor Tot al 0. 629 19

The Model F-value of 13. 79 implies t he model is signif icant . There is only a 0. 02% chance t hat a "Model F-Value" t his large could occur due t o noise.

Values of "Prob > F" less t han 0. 0500 indicat e model t erms are signif icant . In t his case A, B, B2 are signif icant model t erms.

Values great er t han 0. 1000 indicat e t he model t erms are not signif icant .

If t here are many insignif icant model t erms (not count ing t hose required t o support hierarchy),

model reduct ion may improve your model.

The "Lack of Fit F-value" of 0. 68 implies t he Lack of Fit is not signif icant relat ive t o t he pure

error. There is a 65. 87% chance t hat a "Lack of Fit F-value" t his large could occur due t o noise. Non-signif icant lack of f it is good -- we want t he model t o f it .

St d. Dev. 0. 068 R-Squared 0. 9254 Mean 0. 39 Adj R-Squared 0. 8583 C. V. % 17. 61 Pred R-Squared 0. 6947 PRESS 0. 19 Adeq Precision 13. 337

The "Pred R-Squared" of 0. 6947 is in reasonable agreement wit h t he "Adj R-Squared" of 0. 8583.

"Adeq Precision" measures t he signal t o noise rat io. A rat io great er t han 4 is desirable. Your

rat io of 13. 337 indicat es an adequat e signal. This model can be used t o navigat e t he design space.


(5)

Coef f icient St andard 95% CI 95% CI

Fact or Est imat e df Error Low High VIF Int ercept 0. 38 1 0. 03 0. 32 0. 45

A-Laj u Al ir Bahan 0. 07 1 0. 02 0. 03 0. 11 1. 00 B-Suhu Dest ilasi -0. 17 1 0. 02 -0. 22 -0. 13 1. 00 C-Kecepat an Put ar

Wiper -0. 01 1 0. 02 -0. 06 0. 03 1. 00 AB -0. 03 1 0. 02 -0. 08 0. 02 1. 00 AC 0. 04 1 0. 02 -0. 01 0. 10 1. 00 BC 0. 05 1 0. 02 0. 00 0. 10 1. 00 A^2 -0. 01 1 0. 02 -0. 05 0. 03 1. 02 B^2 0. 05 1 0. 02 0. 01 0. 09 1. 02 C^2 -0. 03 1 0. 02 -0. 07 0. 01 1. 02

Final Equation in Terms of Coded Factors: 1/ Sqrt (Rekoveri Tokof erol ) =

+0. 38

+0. 068 * A -0. 17 * B -0. 015 * C -0. 031 * A * B +0. 044 * A * C +0. 050 * B * C -0. 010 * A2 +0. 051 * B2 -0. 033 * C2

Final Equation in Terms of Actual Fact ors: 1/ Sqrt (Rekoveri Tokof erol ) = +6. 20518

+0. 38003 * Laj u Alir Bahan -0. 050045 * Suhu Dest ilasi

-3. 78973E-003 * Kecepat an Put ar Wiper

-1. 96284E-003 * Laj u Alir Bahan * Suhu Dest ilasi

+6. 21716E-004 * Laj u Alir Bahan * Kecepat an Put ar Wiper +2. 21318E-005 * Suhu Dest ilasi * Kecepat an Put ar Wiper -0. 020446 * Laj u Alir Bahan2

+1. 00189E-004 * Suhu Dest ilasi2

-3. 28939E-006 * Kecepat an Put ar Wiper2

The Diagnost ics Case St at ist ics Report has been moved t o t he Diagnost ics Node. In t he Diagnost ics Node, Select Case St at ist ics f rom t he View Menu.


(6)

Lampiran 9. Solusi Hasil Komputasi Nilai Optimal Faktor

Kreteria

Lower Upper Lower Upper

Name Goal Limit Limit Weight Weight Importance

Laju Alir Bahan is in range 1.3 2.7 1 1 2

Suhu Destilasi is in range 175 220 1 1 3

Kecepatan Putar Wiper is in range 200 400 1 1 2

1/Sqrt(Rekoveri Tokoferol ) minimize 0.146703 0.753412 1 1 3 Solusi

Number Laju Alir Bahan

Suhu Destilasi

Kecepatan Putar Wiper

1/Sqrt(Rekoveri Tokoferol ) Desirability

1 1.3 218.43 400 0.171 0.960 Selected

2 1.3 218.04 400 0.171 0.960

3 1.3 219.13 400 0.171 0.960

4 1.3 219.48 400 0.171 0.960

5 1.3 219.71 400 0.171 0.960

6 1.3 219.97 400 0.171 0.960

7 1.3 217.67 400 0.171 0.959

8 1.3 215.82 400 0.172 0.959

9 1.3 215.57 400 0.172 0.959

10 1.3 218.18 395.45 0.174 0.954

11 2.7 220 200 0.176 0.952

12 1.3 210.98 400 0.176 0.951

13 1.3 213.01 392.16 0.181 0.944

14 2.55 220 200 0.181 0.944

15 2.3 220 200 0.187 0.933

16 1.3 220 200 0.188 0.931

17 1.31 220 200 0.189 0.931

18 1.32 220 200 0.189 0.931

19 1.54 220 200 0.192 0.925

20 1.71 220 200 0.193 0.924

21 1.3 218.45 200 0.195 0.920

22 1.47 219.96 400 0.196 0.919

23 1.3 220 356.14 0.198 0.916

24 1.3 220 320.29 0.210 0.896

25 1.3 220 301.35 0.213 0.891

26 1.3 220 286.74 0.213 0.890