8
4. Rhodinol
Rhodinol adalah alkohol monoterpene yang terjadi secara alami dalam minyak geranium dan serai. Bahan ini banyak digunakan dalam kosmetik dan wewangian, yang bertujuan memberikan bau
bunga Wikipedia 2012. Menurut Anonim
2
2010, minyak geranium mengandung sekitar 55-65 dari Rhodinol yang terdiri atas campuran sitronelal-L dan geraniol. Standar Rhodinol ditunjukan pada
Tabel 5. Tabel 5. Sifat fisik Rhodinol
Parameter Rhodinol
Penampakan Cairan berwarna
Berat jenis pada 25ºC. 0,860 hingga 0,880
Indeks bias pada 25ºC. 1,4630hingga 1,4730
Karakteristik organoleptik Sangat berbau mawar
Sumber : Anonim
2
2012 Sementara, menurut Lapczynski et al. 2008, sifat fisik Rhodinol yaitu: indeks bias pada
20ºC 1,4679 dan berat jenis pada 2525ºC 0,8755. Rhodinol adalah bahan wewangian yang digunakan dalam banyak senyawa aroma. Senyawa ini banyak diaplikasikan sebagai wewangian
dalam kosmetik dekoratif, wewangian halus, sampo, sabun toilet, dan perlengkapan mandi lainnya, serta produk non-kosmetik seperti pembersih rumah dan deterjen.
Rhodinol komersial mempunyai harga yang lebih tinggi daripada sitronelol maupun geraniol. Hal ini disebabkan Rhodinol
memiliki bau yang enak dan ‖halus atau lembut‖. Sitronelol dan geraniol dapat diesterifikasi dengan menggunakan berbagai asam organik dan menghasilkan berbagai ester
untuk parfum.
D. Fraksinasi dan Pemurnian Minyak Atsiri
1. Distilasi Fraksinasi Vakum
Fraksinasi bermanfaat untuk memisahkan minyak atsiri berdasarkan titik didih, sehingga menjadi beberapa fraksi Adhika 2004. Distilasi fraksinasi disebut juga distilasi bertingkat,
merupakan proses rektifikasi atau distilasi bertahap dengan refluk. Pada proses ini, flash mengalami penguapan secara bertahap dan menyebabkan cairan mengalir secara bolak-balik dari satu tahap
ketahap berikutnya. Cairan dalam satu tahap mengalir ketahap dibawahnya, sedangkan uap mengalir dari satu tahap ke tahap diatasnya Nainggolan 2002. Menurut Vogel 1958, distilasi bertingkat
merupakan proses pemisahan suatu cairan volatil dari cairan non volatil atau pemisahan dua komponen atau lebih berdasarkan perbedaan titik didih. Proses ini memerlukan perlakuan teoritis
berupa hubungan antara titik didih komponen-komponen cairan atau tekanan uap campuran dengan komposisi komponen dalam campuran. Terdapat faktor-faktor penting dalam proses fraksinasi yang
mempengaruhi pemisahan campuran menjadi fraksi murni. Faktor-faktor tersebut yaitu : waktu distilasi, panjang kolom distilasi, isolasi panas, dan rasio refuks Furniss et al. 1984 diacu dalam
Lestari 2012. Operasi fraksionasi yang ideal pada setiap suhu distilasi tertentu, akan menghasilkan fraksi tertentu dengan kemurnian yang tinggi.
Pemisahan komponen volatil dengan distilasi fraksinasi, harus dilakukan secara bertahap. Komponen bertitik didih rendah akan teruapkan terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan komponen
bertitik didih tinggi Slabaugh and Persons 1976 diacu dalam Lestari 2012. Hasil yang didapatkan berupa campuran uap yang lebih banyak mengandung komponen bertitik didih rendah. Hasil ini
9 disebut sebagai distilat, sedangkan pada sisa cairan atau residu terdapat komponen dengan titik didih
yang lebih tinggi. Distilasi vakum merupakan suatu proses distilasi dengan menggunakan tekanan yang rendah
vakum. Proses distilasi ini dilakukan dengan menurunkan tekanan atmosfer. Menurut Yoder et al. 1980 diacu dalam Lestari 2012, apabila cairan yang disuling tidak stabil pada kisaran suhu tertentu
atau jika titik didihnya pada kondisi normal terlalu tinggi, distilasi dapat dilakukan pada suhu dibawah tekanan atmosfir vakum. Teknik ini disebut distilasi vakum. Menurut Moore dan Dalrymple 1971
diacu dalam Adhika 2004, banyak larutan organik yang tidak dapat disuling pada tekanan atmosfer. Hal ini dikarenakan suhu yang digunakan akan menyebabkan dekomposisi bahan tersebut. Hal ini
juga sering menjadi masalah bagi senyawa yang mempunyai titik didih diatas 200ºC, dan kadang- kadang pada suhu yang lebih rendah. Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan penyulingan pada
tekanan rendah. Adapun, proses distilasi vakum banyak diterapkan dalam industri minyak atsiri. Hal ini
dikarenakan tekanan yang digunakan lebih rendah sehingga tidak dapat berpengaruh pada mutu minyak. Tekanan tersebut didapatkan dengan mengurangi tekanan eksternal yaitu 0,1-30 mm Hg.
Menurut Khopkar 2002, tekanan operasi untuk distilasi vakum adalah 0, 4 atm ≤300 mmHg
absolut. Menurut Guenther 1972, dengan tekanan serendah mungkin, suhu tidak begitu berpengaruh terhadap mutu minyak. Akan tetapi, penurunan tekanan lebih lanjut, akan memperlambat proses
penyulingan, sehingga alat penyulingan vakum yang dibutuhkan harus efisien, kedap udara, dan kondensor yang efektif. Dengan demikian, minyak atsiri yang bertitik didih rendah dapat diperoleh
kembali. Skema distilasi vakum dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Skema alat distilasi vakum Anonim
3
2011 Beberapa penelitian tentang isolasi minyak atsiri telah dilakukan dengan tenik distilasi
frakasinasi vakum, seperti dalam penelitian Nainggolan 2002 mengengai pemisahan minyak nilam. Kondisi operasinya adalah reflukswithdr : 404 dan tekanan 40 mbar. Hasil yang didapatkan dari
penelitian tersebut adalah kadar patchouli alkohol sekitar 57,766 dalam residu. Sementara, penelitian Adhika 2004 mengenai fraksinasi minyak akar wangi dengan distilasi vakum, didapatkan
bahwa proses fraksinasi vakum dapat meningkatkan hidrokarbon-O dari 42,78 menjadi 62,28 dalam residu. Adapun, Sahid 2001 dan Lestari 2012 mencoba mengisolasi komponen sitronelal.
10 Hasil yang didapatkan berupa sitronelal dalam distilat dengan kadar berturut-turut yaitu : 49,946 dan
84,51.
2. Distilasi Molekuler