Analisis Faktor-Faktor Keputusan Pembelian Minyak Goreng Kemasan Merek Bimoli (Studi Kasus : Rumah Tangga di Kota Bogor)

(1)

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Komoditas kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam penerimaan devisa negara, pengembangan perekonomian rakyat dan daerah serta penyerapan tenaga kerja. Perkembangan perkebunan kelapa sawit Indonesia sangat pesat sejak awal tahun 80-an dan pada tahun 2009 luas lahan perkebunan kelapa sawit yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia telah mencapai 7,3 juta ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) terbesar di dunia.

Indonesia mengekspor minyak sawit terutama dalam bentuk minyak sawit mentah. Kontribusi CPO Indonesia terhadap dunia semakin meningkat dan berhasil mengungguli Malaysia menjadi produsen terbesar dunia pada tahun 2006. Volume ekspor minyak sawit Indonesia pada tahun 2009 mencapai 15,5 juta ton, sedangkan pada tahun 2005 mencapai 10,37 juta ton, sehingga dalam kurun waktu lima tahun kenaikan volume ekspor lebih dari 50 persen. Nilai ekspor pada tahun 2009 mencapai US$ 9,14 miliar atau meningkat sekitar 250 persen dibandingkan dengan nilai ekspor pada 2005 yaitu US$ 3,76 miliar.

Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia 2005-2009

Tahun

CPO Turunan CPO Jumlah

Volume (000 Ton) Nilai (US$ Miliar) Volume (000 Ton) Nilai (US$ Miliar) Volume (000 Ton) Nilai (US$ Miliar)

2005 4.565 1,593 5.811 2,164 10.376 3,757

2006 4.840 1,791 7.261 3,027 12.101 4,818

2007 5.701 3,739 6.174 4,130 11.875 7,869

2008 7.904 6,557 6.387 5,845 14.291 12,402

2009 8.799 5,006 6.730 4,138 15.529 9,144

Sumber : BPS (2010)

Kelapa sawit dan produk turunannya memiliki nilai kompetitif yang lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak lainnya dan kelapa sawit juga


(2)

memiliki biaya produksi yang lebih rendah. Sehingga sangat perlu upaya untuk meningkatkan daya saing minyak sawit terhadap minyak nabati lainnya dengan melakukan efisiensi proses pengolahan produk sawit, penganekaragaman produk-produk sawit dan pengolahan produknya yang ramah lingkungan.

Minyak sawit dapat diolah menjadi berbagai produk pangan, industri minyak goreng adalah industri yang paling banyak menyerap bahan baku minyak sawit. Lebih dari 70 persen minyak goreng yang ada di Indonesia terbuat dari minyak sawit. Dari tabel 2 dapat terlihat bahwa produksi minyak goreng Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Indonesia mengalami surplus produksi minyak goreng, dimana konsumsi domestik telah terpenuhi dari industri minyak goreng dalam negeri, dan sisanya diekspor ke negara lain yang berdampak bagi penambahan devisa negara.

Tabel 2. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Minyak Goreng

Tahun Produksi

(Kg)

Konsumsi

Domestik (Kg) Luar Negeri (Kg)

2006 6.627.000 3.297.000 3.330.000

2007 7.596.000 3.546.000 4.050.000

2008 8.328.000 3.797.000 4.531.000

Sumber : Departemen Perindustrian, 2009

Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang cukup penting peranannya bagi masyarakat Indonesia dan juga bagi perekonomian Indonesia. Minyak goreng dapat berpengaruh cukup signifikan terhadap suatu produk yang proses pengolahannya menggunakan minyak goreng, khususnya bagi industri makanan. Dapat terlihat dari pengalaman selama ini yang menunjukkan bahwa kelangkaan minyak goreng dapat menyebabkan timbulnya dampak ekonomis dan politis yang cukup berarti bagi perekonomian nasional.

Produksi minyak sawit harus dapat terus memenuhi permintaan industri minyak goreng sawit yang bahan baku utamanya menggunakan minyak sawit. Hal itu karena, konsumsi dan pengeluaran rata-rata penduduk Indonesia akan minyak goreng terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, hal tersebut harus dapat dipenuhi oleh industri minyak goreng. Tabel 3 memperlihatkan konsumsi dan pengeluaran rata-rata penduduk Indonesia untuk minyak dan lemak pada tahun 2011.


(3)

Tabel 3. Konsumsi dan Pengeluaran Rata-Rata Penduduk Indonesia Per Kapita Seminggu Untuk Minyak dan Lemak 2011

Jenis Satuan Banyaknya Nilai

Minyak Kelapa Liter 0,036 346

Minyak jagung Liter 0,001 12

Minyak Goreng Liter 0,158 1.912

Kelapa Butir 0,143 309

Margarin Ons 0,012 30

Lainnya Liter 0,003 38

Sumber : BPS, 2011

Konsumsi dan pengeluaran rata-rata penduduk Indonesia per kapita seminggu untuk minyak goreng pada tahun 2011 terlihat cukup tinggi dibandingkan jenis makanan lainnya di antara jenis minyak dan lemak yaitu sebanyak 0,158 dengan nilai sebesar 1.912.

Industri minyak goreng sawit dalam negeri terbagi menjadi dua, yaitu minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan bermerek. Minyak goreng curah merupakan minyak goreng yang dijual ke pasar tanpa menggunakan merek dan label produk, yang biasanya ditempatkan di dalam jerigen besar atau drum, lalu dijual literan kepada konsumen. Sedangkan minyak goreng kemasan bermerek adalah minyak goreng yang ditawarkan ke pasar dengan menggunakan kemasan, merek dan label produk. Walaupun minyak goreng curah masih mendominasi lebih dari 60 persen pangsa pasar, namun semakin banyak produsen yang memusatkan produknya dengan menggunakan merek. Melihat peluang pasar yang masih terbuka lebar menyebabkan semakin banyak muncul perusahaan yang bergerak dalam industri minyak goreng kemasan bermerek dan membuat terjadinya persaingan yang ketat diantara produk minyak goreng kemasan bermerek. Menurut data dari Frontier Consulting Group hingga tahun 2012 ini terdapat lima merek besar minyak goreng yang bermain di pasar Indonesia yaitu Bimoli, Filma, Tropical, Sania, dan Kunci Mas. Dengan Bimoli yang selama sepuluh tahun terakhir menjadi penguasa di pangsa pasar minyak goreng sawit kemasan bermerek.

I. 2 Rumusan Masalah

PT Intiboga Sejahtera merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam industri minyak goreng kelapa sawit dengan produk minyak goreng kemasan merek


(4)

Bimoli. Minyak goreng Bimoli merupakan pioner dalam industri minyak goreng bermerek. Walaupun sampai saat ini Bimoli masih menjadi market leader di sektor produk minyak goreng sawit kemasan bermerek, namun telah banyak produk sejenis muncul di pasaran yang siap mencuri pangsa pasar Bimoli. Dapat terlihat dari Tabel 4, Top Brand Index (TBI) dan Top of Mind (TBI) dari Bimoli terus mengalami penurunan hingga tahun 2012. Nilai TOM dan TBI mencerminkan posisi merek minyak goreng Bimoli di benak kosumen yang berpengaruh pada konsumsi merek Bimoli.

Tabel 4. Lima Merek Top of Mind (TOM) dan Top Brand Index (TBI) dalam Industri Minyak Goreng Sawit Kemasan Bermerek

No Merek Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012

TBI (%) TOM (%) TBI (%) TOM (%) TBI (%) TOM (%)

1 Bimoli 59,2 63,2 55,2 60,7 51,2 55,5

2 Filma 12,4 16,5 14,4 13,2 11,7 10,9

3 Sania 7,2 5,6 4,2 8,1 9,9 9,3

4 Tropical 7,0 5,1 8,8 6,7 3,3 7,3

5 Kunci Mas 3,4 3,8 4,2 2,9 3,2 2,9

Sumber : Frontier Consulting Group, 2012

Dari data Frontier Consulting Group, ditemukan bahwa konsumen tidak bisa membedakan kualitas minyak goreng satu dengan lainnya. Konsumen cenderung mengatakan bahwa kejernihan, unsur vitamin, kandungannya yang sehat, dan lezat ada di semua minyak goreng bermerek. Tidak adanya perbedaan alasan dalam memlilih merek tertentu, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pemilik merek untuk menciptakan perbedaan antar merek di kategori ini. Agar Bimoli tetap menjadi market leader, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang membuat konsumen membeli dan mengkonsumsi produk Bimoli hingga saat ini di tengah semakin banyaknya para pesaing dan menyusun strategi pemasaran yang menekankan pada faktor-faktor tersebut. Berdasarkan identifikasi di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik konsumen minyak goreng kemasan bermerek Bimoli?

2. Bagaimana proses keputusan pembelian minyak goreng Bimoli dilakukan oleh konsumen?


(5)

minyak goreng kemasan bermerek Bimoli?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian minyak goreng kemasan bermerek Bimoli. Tujuan penelitian tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli.

2. Mengidentifikasi proses pengambilan keputusan konsumen dalam memilih produk miyak goreng kemasan bermerek Bimoli.

3. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan konsumen dalam pembelian produk miyak goreng kemasan bermerek Bimoli.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :

1. Perusahaan, sebagai bahan masukan informasi. Melalui penelitian ini produsen akan memperoleh masukan khususnya untuk rencana pemasaran agar dapat mempertahankan dan memperluas pangsa pasar.

2. Akademis, sebagai tambahan informasi dan wawasan dalam bidang manajemen pemasaran dan sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini terbatas pada mengetahui proses pengambilan keputusan konsumen dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian produk minyak goreng kemasan bermerek Bimoli. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer yaitu berupa kuisioner dan data sekunder berupa data pendukung yang diperoleh dari berbagai sumber. Penyebaran kuesioner dilakukan kepada rumah tangga di Kota Bogor yang selalu atau pernah membeli minyak goreng kemasan merek Bimoli.


(6)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kelapa Sawit

Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2003) tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) terbagi atas jenis berdasarkan karakter ketebalan cangkang buahnya, yaitu dura (D), tenera (T) dan pisifera (P). Kelapa sawit dura memiliki cangkang yang tebal (2-5 mm), tenera yang memiliki ketebalan cangkang 1-2.5 mm dan pisifera (hampir) tidak mempunyai inti dan cangkang. Tenera adalah hibrida dari persilangan dura dan pisifera sehingga memiliki cangkang intermediate (0.5 – 4 mm) dan merupakan tipe umum yang digunakan di perkebunan. Ketebalan cangkang ini sangat berkaitan erat dengan persentase mesokarp/buah (berasosiasi dengan kandungan minyak) dan persentase inti/buah (berasosiasi dengan inti).

Tabel 5. Karakteristik Tipe Kelapa Sawit Dura, Tenera, dan Pisifera

Tipe Cangkang (mm) Mesokarp/buah (%) Inti/buah (%)

Dura 2-5 20-65 4-20

Tenera 1- 2,5 60-90 3-15

Pisifera Tidak ada 92-97 3-8

Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2003

Buah merupakan bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomi dibanding bagian lain. Tanaman kelapa sawit mulai menghasilkan buah pada umur 30 bulan setelah tanam. Buah pertama yang keluar (buah pasir) belum dapat diolah di pabrik kelapa sawit karena kandungan minyaknya yang rendah. Buah kelapa sawit normal berukuran 12-18 g/butir yang duduk pada bulir. Setiap bulir berisi sekitar 10-18 butir tergantung kepada kesempurnaan penyerbukan. Bulir-bulir ini menyusun tandan buah yang berbobot rata-rata 20-30 kg/tandan. Setiap tandan buah segar berisi sekitar 2000 buah sawit. Tandan buah segar inilah yang dipanen dan diolah di pabrik kelapa sawit. Buah kelapa sawit tenera (untuk selanjutnya, yang dimaksud kelapa sawit adalah tenera) memiliki sebuah inti/kernel (yang mengandung minyak inti sawit) yang dikelilingi oleh perikarp. Perikarp tersususun atas tiga lapisan yaitu endokarp yang keras (cangkang), mesokarp yang berserat dan mengandung minyak sawit (CPO) dan eksokarp (lapisan luar yang berlapis lilin). Pada saat matang, mesokarp mengandung


(7)

sekitar 49 persen minyak sawit kasar, 35 persen air dan 156 persen padatan non minyak atau dengan kata lain mengandung sekitar 70-75 persen (basis kering) minyak sawit.

2.2. Pemanfaatan Minyak Sawit

Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya sangat penting dalam penerimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja serta pengembangan perekonomian rakyat dan daerah. Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2003) minyak sawit Indonesia sebagian besar masih diekspor dalam bentuk CPO, sedangkan di dalam negeri, sekitar 80 persen minyak sawit diolah menjadi produk pangan terutama minyak goreng.

Kelapa sawit dan produk turunannya juga memiliki nilai kompetitif yang tinggi jika dibandingkan dengan sumber minyak nabati lainnya. Kelapa sawit memiliki produktivitas yang lebih tinggi dengan menghasilkan minyak sekitar tujuh ton/ha, dibandingkan dengan kedelai yang menghasilkan minyak sebesar tiga ton/ha. Di samping itu kelapa sawit juga memiliki biaya produksi yang lebih rendah dan ramah lingkungan. Beberapa cara untuk meningkatkan daya saing minyak sawit terhadap minyak nabati lainnya yaitu melalui efisiensi proses pengolahan produk sawit, penganekaragaman produk-produk berbahan baku minyak sawit, dan pemanfaatan limbah serta pengolahannya yang ramah lingkungan. Indonesia masih mengekspor minyak sawit terutama bentuk minyak sawit mentah. Di lain pihak, ketersediaan minyak sawit mentah (MSM) cukup melimpah, produksinya terus meningkat dan harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan produk turunannya. Oleh karena itu, untuk memberikan nilai tambah kepada minyak sawit tersebut perlu ditingkatkan pengunaannya sebagai bahan baku produk olahan untuk keperluan pangan maupun non pangan/oleokimia yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi dan dapat diekspor ke luar negeri.

Minyak sawit mengandung komponen minor seperti tokoferol dan tokotrienol (vitamin E) serta beta-karoten yang sangat diperlukan untuk kesehatan. Penganekaragaman produk olahan dari minyak kelapa sawit merupakan sebuah langkah strategi untuk memacu laju konsumsi sawit domestik dan laju ekspor produk sawit ke pasaran internasional.

Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2003) untuk lebih meningkatkan peran kelapa sawit, berbagai usaha perlu dilakukan dalam memecahkan berbagai masalah


(8)

terutama dalam pendayagunaan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku produk pangan. Industri minyak goreng adalah industri yang paling banyak menyerap bahan baku minyak sawit, sedangkan industri margarin dan shortening relatif masih sedikit.

2.3. Minyak Goreng

Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, yang dimaksud dengan minyak goreng nabati adalah minyak goreng yang diperoleh dengan cara memurnikan minyak nabati (vegetable oil). Tujuan permurnian untuk menghilangkan bahan-bahan logam, bau, asam lemak bebas dan zat-zat lain yang tidak diperlukan. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-0018-1998), minyak goreng sawit atau RBD palm oil adalah minyak fraksi cair berwarna kuning kemerahan yang diperoleh dengan cara fraksinasi RBD palm oil atau crude palm oil dan telah mengalami proses permurnian. Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk menggoreng makanan (http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_goreng).

Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2003) lebih dari 70 persen minyak goreng yang ada di Indonesia terbuat dari minyak sawit. Kelebihan minyak sawit sebagai bahan baku minyak goreng adalah kandungan asam oleat yang relatif tinggi yaitu sekitar 40 persen. Asam oleat adalah asam lemak yang mengandung satu ikatan rangkap, sehingga selama proses penggorengan relatif lebih stabil dibandingkan dengan minyak yang mengandung asam lemak dengan ikatan rangkap lebih dari satu seperti minyak kedele. Namun dari segi performa (penampilan), minyak sawit lebih cepat membentuk cloud (awan/keruh) dibandingkan minyak kedelai karena kandungan asam lemak jenuh minyak sawit relatif tinggi yaitu sekitar 50 persen.

2.4. Pemasaran

Pemasaran adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran serta mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul. Konsep pemasaran holistik didasarkan pada pengembangan, perancangan, dan implementasi program pemasaran, proses pemasaran, dan kegiatan-kegiatan pemasaran yang mengakui keluasan dan interdependensi mereka (Kotler dan Keller, 2007). Empat komponen dari pemasaran


(9)

holistik adalah pemasaran hubungan, pemasaran terpadu, pemasaran internal, dan pemasaran yang bertanggung jawab, dapat dilihat pada Gambar 1.

Departemen Manajemen Departemen Komunikasi Produk& Saluran Pemasaran Senior Lain Jasa

Etika Masyarakat Pelanggan Mitra

Lingkungan Hukum Saluran

Gambar 1. Dimensi Pemasaran Holistik (Kotler dan Keller, 2007)

2.5.Promosi

Menurut Didih Suryadi (2011) promosi ialah serangkaian kegiatan untuk mengkomunikasikan, memberi pengetahuan dan meyakinkan orang tentang suatu produk agar ia mengakui kehebatan produki tersebut, juga mengikat pikiran dan perasaannya dalam suatu wujud loyalitas terhadap produk. Kegiatan promosi hendaknya tidak sekedar merangsang minat beli pelanggan saja, kegiatan promosi sejatinya mendorong pelanggan untuk menjadi mitra yang selalu siap memberikan ide-ide agar produk kita lebih baik lagi serta memberi informasi mengenai berbagai hal yang bisa memperkokoh eksistensi produk kita.

Promosi merupakan pintu pertama untuk dapat memasuki pasar. Dari pintu itu para produsen melangkah menuju misi utamanya, yaitu menguasai pasar, merekrut pelanggan sebanyak-banyaknya dalam tenggat waktu yang secepat-cepatnya. Puncak

Pemasaran yang Bertanggung Jawab

Sosial

Pemasaran Relasi/ Hubungan

Pemasaran Terpadu Pemasaran

Internal

Pemasaran


(10)

keberhasilan kegiatan promosi tentu saja ketika kegiatan itu mampu membuat pelanggan jatuh cinta terhadap produk kita sehingga mereka memiliki loyalitas yang sulit dirobohkan.

2.6. Perilaku Konsumen

Engel, Blackwell dan Miniard (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, menghabiskan barang dan jasa termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan tersebut. Dengan mendapatkan pemahaman konsumen yang menyeluruh dan mendalam, akan membantu memastikan bahwa produk yang tepat dipasarkan pada konsumen yang tepat dengan cara yang tepat (Kotler dan Keller, 2007). Sumarwan (2010) mendefinisikan perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi.

Bagi produsen/perusahaan sekarang ini sangat penting untuk memahami apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh konsumen. Dengan banyaknya pesaing dari sebuah produk, konsumen semakin teliti dalam melakukan keputusan pembelian. Sekarang ini konsumen memiliki banyak pilihan untuk dapat membeli suatu produk yang diinginkan, produk yang menurut mereka itu lebih sesuai berdasarkan harga, kualitas, dan keinginan mereka.

2.7. Proses Pengambilan Keputusan

Konsumen dalam melakukan keputusan pembelian atau untuk mengkonsumsi suatu produk harus melalui beberapa tahapan tertentu. Berdasarkan model Kotler dan Keller (2007) proses pengambilan keputusan membeli oleh konsumen disebut model lima tahap. Kelima tahapan tersebut adalah pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian. (Gambar 2 )

Gambar 2. Proses Pembelian Konsumen Model Lima Tahap (Kotler dan Keller, 2007) Model ini menekankan pada proses pembelian konsumen sejak sebelum pembelian Pengenalan

Masalah

Pencarian Informasi

Evaluasi Alternatif

Keputusan Pembelian


(11)

hingga setelah pembelian. Setiap konsumen akan melewati kelima tahap ini untuk setiap proses pembelian yang mereka buat.

2.7.1. Pengenalan Masalah

Proses pembelian dimulai saat konsumen mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Menurut Kotler dan Keller (2007), kebutuhan dapat dicetuskan oleh stimulus, baik internal maupun eksternal. Stimulus internal adalah kebutuhan dasar yang timbul dari dalam seperti lapar, haus dan sebagainya. Sedangkan stimulus eksternal adalah kebutuhan yang ditimbulkan karena dorongan eksternal. Para pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu, dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen dan menyusun strategi pemasran yang tepat.

Sedangkan menurut Sumarwan (2010), pengenalan kebutuhan atau masalah muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah, yaitu suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi.

2.7.2. Pencarian Informasi

Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Menurut Kotler dan Keller (2007), rangsangan tersebut terbagi menjadi dua level, situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan perhatian, pada level ini orang hanya sekadar lebih peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya, orang tersebut akan aktif mencari informasi seperti mencari bahan bacaan, menelepon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tersebut.

Sedangkan menurut Sumarwan (2010) pencarian informasi mulai dilakukan ketika konsumen memandang bahwa kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Konsumen akan mencari informasi yang disimpan di dalam ingatannya (pencarian internal) dan mencari informasi dari luar (pencarian eksternal).

2.7.3. Evaluasi Alternatif

Menurut Kotler dan Keller (2007), tidak ada proses evaluasi tunggal sederhana yang digunakan oleh semua konsumen atau oleh satu konsumen dalam semua situasi pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan


(12)

model-model terbaru yang memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif. Yaitu, model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional.

Mendefinisikan evaluasi alternatif adalah proses mengevaluasi pilihan produk dan merek dan memilihnya sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Pada proses evaluasi alternatif, konsumen membandingkan berbagai pilihan yang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya (Sumarwan, 2010).

2.7.4. Keputusan Pembelian

Menurut Kotler dan Keller (2007), dalam tahap evaluasi konsumen membentuk preferensi atas merek-merek dalam kumpulan pilihan. Selanjutnya konsumen membentuk niat untuk membeli produk yang paling disukai. Dalam melaksanakan maksud pembelian, konsumen bisa mengambil lima sub keputusan : merek, dealer, kuantitas, waktu, dan metode pembayaran.

Faktor pertama adalah faktor sikap atau pendirian orang lain. Faktor ini mempengaruhi alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain tersebut. Semakin kuat sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang lain tersebut dengan konsumen, maka konsumen akan semakin menyesuaikan maksud pembeliannya. Faktor kedua yang dapat mempengaruhi niat pembelian dan keputusan pembelian adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi. Adanya faktor ini akan dapat mengubah rencana pembelian suatu produk atau jasa yang akan dilakukan konsumen.

2.7.5. Perilaku Pasca Pembelian

Setelah membeli suatu produk, konsumen mungkin mengalami ketidaksesuaian karena memerhatikan fitur-fitur tertentu yang mengganggu atau mendengar hal-hal yang menyenangkan tentang merek lain, dan akan selalu siaga terhadap informasi yang mendukung keputusannya (Kotler dan Keller, 2007). Sehingga tugas pemasar tidak cukup berakhir saat produk dibeli, para pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian, dan pemakaian produk pasca pembelian.

2.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Dalam perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Kotler dan Amstrong (2008), faktor-faktor tersebut adalah faktor budaya, faktor sosial,


(13)

faktor pribadi dan faktor psikologis.

2.8.1. Faktor Budaya

Budaya adalah penyebab keinginan dan perilaku seseorang yang paling dasar. Perilaku manusia dipelajari secara luas. Anak-anak yang sedang bertumbuh mendapatkan seperangkat nilai, persepsi, preferensi dan perilaku dari keluarga dan lembaga-lembaga penting lainnya. Hal tersebut akan berbeda di setiap wilayah yang memiliki budaya yang berbeda pula. Sehingga pemasar sangat berkepentingan untuk melihat pergeseran kultur tersebut agar dapat menyediakan produk-produk baru yang diinginkan konsumen (Kotler dan Amstrong, 2008)

Masing-masing budaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Sub-budaya mencakup kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis. Ketika subkultur menjadi besar dan cukup makmur, perusahaan sering merancang program pemasaran secara khusus untuk melayani mereka. Pemasaran lintas budaya muncul dari riset pemasaran yang cermat, yang menyingkapkan bahwa relung etnis dan demografik yang berbeda tidak selalu menanggapi dengan baik iklan pasar-massal.

Kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen yang tersusun secara hierarkis dan yang anggotanya menganut nilai-nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial berbeda dalam preferensi atas produk dan merek, media, bahasa, preferensi rekreasi, dan memiliki banyak ciri-ciri lain (Kotler dan Keller 2007).

2.8.2. Faktor Sosial

Kelompok acuan seseorang terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. Kelompok yang memiliki pengaruh langsung terhadap seseorang dinamakan kelompok keanggotaan. Beberapa kelompok keanggotaan merupakan kelompok primer, seperti keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja, yang berinteraksi dengan seseorang secara terus-menerus dan informal. Orang juga menjadi anggota kelompok sekunder, seperti kelompok keagamaan, profesi, dan asosiasi perdagangan, yang cenderung lebih formal dan membutuhkan interaksi yang tidak begitu rutin.


(14)

Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen paling penting dalam masyarakat dan para anggota keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Dapat dibedakan menjadi dua keluarga dalam kehidupan pembeli. Keluarga orientasi terdiri dari orang tua dan saudara kandung seseorang. Dari orang tua seseorang mendapatkan orientasi atas agama, politik, dan ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri, dan cinta. Pengaruh yang lebih langsung terhadap perilaku pembelian sehari-hari adalah keluarga prokreasi yaitu, pasangan dan anak seseorang (Kotler dan Keller, 2007).

Seseorang menjadi anggota banyak kelompok, keluarga, klub dan organisasi. Posisi seseorang dalam masing-masing kelompok dapat didefinisikan dalam peran dan status. Peran terdiri dari kegiatan yang diharapkan dilakukan seseorang sesuai dengan orang-orang di sekitarnya. Masing-masing peran membawa status yang mencerminkan nilai umum yang diberikan kepadanya oleh masyarakat (Kotler dan Amstrong, 2008).

2.8.3. Faktor Pribadi

Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti usia dan tahap siklus hidup pembeli, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep-diri.

Orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli sepanjang hidup mereka. Selera makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi sering berhubungan dengan usia. Pembelian juga dibentuk oleh tahap siklus hidup keluarga, tahap-tahap yang dilalui keluarga ketika mereka menjadi matang dengan berjalannya waktu. Pemasar sering mendefinisikan pasar sasaran mereka dengan tahap siklus hidup dan mengembangkan produk dan rencana pemasaran yang sesuai untuk tahap itu (Kotler dan Amstrong, 2008).

Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsinya. Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok perkerjaan yang memiliki minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa mereka. Pilihan produk juga sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang. Para pemasar barang yang peka terhadap harga terus-menerus memerhatikan kecenderungan penghasilan pribadi, tabungan, dan tingkat suku bunga. Jika indikator ekonomi menandakan adanya resesi, para pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, melakukan


(15)

penempatan ulang, dan menetapkan kembali harga produk mereka sehingga mereka dapat terus menawarkan nilai kepada para pelanggan sasaran.

Masing-masing orang memiliki karakteristik kepribadian yang berbeda yang mempengaruhi perilaku pembeliannya. Kepribadian adalah ciri bawaan psikologis manusia (human psychological traits) yang khas yang menghasilkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap rangsangan lingkungannya. Kepribadian dapat menjadi variabel yang sangat berguna dalam menganalisis pilihan merek konsumen. Para konsumen sering memilih dan menggunakan merek yang memiliki kepribadian merek yang konsisten dengan konsep-diri aktual mereka sendiri.

Orang-orang yang berasal dari sub-budaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang terungkap pada aktivitas, minat, dan opininya. Para pemasar mencari hubungan produk mereka dan kelompok gaya hidup. Keputusan konsumen juga dipengaruhi oleh nilai inti, yaitu sistem kepercayaan yang melandasi sikap dan perilaku konsumen. Nilai inti itu jauh lebih dalam daripada perilaku atau sikap, dan pada dasarnya menentukan pilihan dan keinginan orang dalam jangka panjang (Kotler dan Keller, 2007).

2.8.4. Faktor Psikologis

Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama: motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan sikap. Seseorang senantiasa mempunyai banyak kebutuhan. Kebutuhan biologis seperti rasa lapar, haus, dan ketidaknyamanan. Kemudian kebutuhan psikologis timbul dari kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa memiliki. Motif (atau dorongan) adalah kebutuhan dengan tekanan kuat yang mengarahkan seseorang mencari kepuasan (Kotler dan Amstrong, 2008).

Persepsi adalah proses yang digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik, tapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Persepsi dapat sangat beragam antara individu satu dengan yang lain yang mengalami realitas yang sama.


(16)

Pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Sebagian besar perilaku manusia adalah hasil belajar. Pendorong adalah rangsangan internal kuat yang mendorong tindakan. Isyarat adalah rangsangan kecil yang menentukan kapan, di mana, dan bagaimana tanggapan seseorang. Teori pembelajaran mengajarkan para pemasar bahwa mereka dapat membangun permintaan atas produk dengan mengaitkannya pada dorongan kuat, menggunakan isyarat yang memberikan pendorong atau motivasi, dan memberikan pengukuhan yang positif.

Semua informasi dan pengalaman yang dihadapi orang ketika mereka mengarungi hidup dapat berakhir dalam memori jangka panjang. Pemasar dapat terlihat meyakinkan bila para konsumen memiliki jenis pengalaman produk dan layanan yang tepat seperti struktur pengenalan merek yang diciptakan dan dipertahankan dalam memori (Kotler dan Keller, 2007).

2.9 Uji Validitas

Uji validitas merupakan ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu alat ukur atau isntrumen (kuisioner). Validitas menunjukkan sejauh mana alatdapat mengukur apa yang ingin diukur (Umar, 2005). Untuk uji validitas diketahui dengan cara menghitung nilai korelasi (r) antara data pada masing-masing pernyataan dengan skor total memakai rumus tekhnik korelasi Product Moment Pearson sebagai berikut :

...(1) Keterangan :

r = Koefisien validitas yang dicari n = jumlah responden

X = Skor masing-masing pertanyaan X Y = Skor masing-masing pertanyaan Y

Pengujian validitas diolah dengan menggunakan SPSS versi 16. Uji validitas dilakukan terhadap 30 responden dimana bila diperoleh rhitung lebih besar dari rtabel yang ditentukan yaitu sebesar 0,361 maka kuisioner dinyatakan valid dan dapat digunakan. Dalam melakukan uji validitas terhadap pertanyaan faktor-faktor keputusan pembelian konsumen yang disebarkan sebanyak 30 kuisioner di awal, didapat hasil bahwa


(17)

sebanyak 20 pertanyaan terbukti valid. Dimana nilai pada Thit pertanyaan tersebut lebih besar dati pada Ttabel ; 0,361 (Lampiran 2).

2.10 Uji Realibilitas

Uji reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat ukur didalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2005). Uji reliabilitas data kuisioner dilakukan dengan menggunakan perhitungan metode Cronbach’s Alpha dengan rumus :

...(2) Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen k = banyak butir pertanyaan

= jumlah ragam butir = varians total

Rumus untuk mencari nilai ragam adalah:

...(3) Keterangan:

σ2

= ragam

n = jumlah sampel X = nilai skor akhir

2.11 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif bertujuan mengubah kumpulan data mentah menjadi mudah dipahami dalam bentuk informasi yang lebih ringkas. Data yang terkumpul dalam riset pemasaran seperti survey, biasanya memiliki nilai observasi cukup beragam, sehingga akan sulit dan kurang bermakna bila periset mengartikan tiap nilai observasi yang diperoleh (Istijanto, 2005). Analisis deskriptif digunakan agar dapat memberikan gambaran umum tentang data yang diperoleh sehingga dapat menjadi acuan untuk melihat karakteristik data yang diperoleh.


(18)

2.12 Analisis Faktor

Menurut Suliyanto (2005) analisis faktor merupakan suatu teknik untuk menganalisis tentang saling ketergantungan dari beberapa variabel secara simultan dengan tujuan untuk menyederhanakan dari bentuk hubungan antara beberapa variabel yang diteliti menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit daripada variabel yang diteliti. Prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, dimana variabel yang memiliki korelasi erat akan membentuk suatu faktor, sedangkan variabel yang ada dalam suatu faktor akan memiliki korelasi yang lemah dengan variabel yang terdapat dalam faktor lain. Fungsinya antara lain untuk mengidentifikasi dimensi-dimensi mendasar yang dapat menjelaskan korelasi dari serangkaian variabel, mengidentifikasi variabel-variabel baru yang lebih kecil, untuk menggantikan variabel tidak berkorelasi dari serangkaian variabel asli yang berkorelasi, dan mengidentifikasi beberapa variabel kecil dari sejumlah variabel yang banyak untuk di analisis dengan analisis multivariat lainnya.

Untuk melakukan penelitian dengan menggunakan analisis faktor, jumlah sampel yang diambil minimal adalah empat sampai lima kali jumlah variabel. Namun, bukan berarti bahwa jumlah sampel yang diambil telah mewakili populasi. Jumlah sampel tersebut hanya dapat memenuhi syarat untuk dapat melakukan analisis faktor.

Menurut Suliyanto (2005), model analisis faktor dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Analisis komponen utama (Principle Component Analysis), merupakan model dalam analisis faktor yang tujuannya untuk melakukan prediksi terhadap sejumlah faktor yang akan dihasilkan.

Model Principal Components Analysis :

Fm =

l

mX1 +

l

mX2+…

l

mpXp...(4)

Syarat, m ≤ p

Ketereangan:

F = faktor principal component (unobservable) X = variabel yang diteliti (observable)

l

= bobot dari kombinasi linier (loading)

b. Analisis faktor umum (Common Factor Analysis), model dalam analisis faktor yang tujuannya untuk mengetahui struktur dari variabel yang diteliti (karakteristik dari variabel).


(19)

Analisis faktor digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Menurut Suliyanto (2005) proses analisis faktor meliputi :

1. Menentukan variabel apa saja yang akan dianalisis.

2. Menguji variabel-variabel yang akan ditentukan, dengan menggunakan metode Barlett test of sphericity serta pengukuran MSA (Measure of Sampling Adequacy). Untuk menguji kesesuaian pemakaian analisis faktor, digunakan metode Kaiser-Meyer-Olkin (KMO). KMO adalah uji yang nilainya berkisar antara 0 sampai 1. Apabila nilai indeks tinggi (berkisar antara 0,5 sampai 1,0), analisis faktor layak dilakukan. Sebaliknya, apabila nilai KMO dibawah 0,5 maka analisis faktor tidak layak dilakukan atau ditolak.

Untuk menentukan apakah proses pengambilan sampel sudah memadai atau tidak digunakan pengukuran Measure of Sampling Adequacy (MSA). Angka MSA berkisar antara 0 sampai 1, dengan kriteria:

a. MSA=1, variabel dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang lain. b. MSA>0,5, variabel masih dapat diprediksi dan dapat dianalisis lebih lanjut. c. MSA<0,5,variabel tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dianalisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya.

3. Melakukan proses inti dari analisis faktor, yaitu factoring, atau menurunkan satu atau lebih faktor dari variabel-variabel yang telah lolos pada uji variabel sebelumnya.

4. Melakukan proses factor rotation atau rotasi terhadap faktor yang telah terbentuk. Tujuan rotasi untuk memperjelas variabel yang masuk ke dalam faktor tertentu.

5. Interpretasi atas faktor yang terbentuk, khususnya memberi nama atas faktor yang terbentuk tersebut yang dianggap dapat mewakili variabel-variabel anggota faktor tersebut.

6. Validasi atau hasil faktor untuk mengetahui apakah faktor yang terbentuk telah valid.


(20)

i

2.13 Penelitian Terdahulu

Supriyana (2006) dalam penelitiannya tentang Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam Pembelian Minyak Goreng Bermerek dan Tidak Bermerek (Kasus : Rumah Makan di Kota Bogor). Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis diskriminan dan analisis ukuran pemusatan. Pada responden minyak goreng bermerek atribut yang dianggap paling penting adalah warna (33,33 persen), sementara pada responden minyak goreng tidak bermerek atribut yang dianggap paling penting adalah harga (61,11 persen). Berdasarkan analisis tingkat kepentingan atribut produk, diperoleh atribut yang dianggap sangat penting oleh responden minyak goreng bermerek adalah atribut informasi produk, aroma, warna, kemudahan memperoleh, merek, dan harga, sementara atribut kemasan dan promosi merupakan atribut yang dianggap penting.

Fadhilla (2008) dalam penelitiannya tentang Analisis Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Minyak Goreng Kemasan Merek Bimoli (Kasus : Rumah Tangga di Kota Bogor). Berdasarkan analisis menggunakan metode Importance-Performance Analysis, atribut yang termasuk Kuadran I adalah layanan informasi, dan tanggal kadaluarsa. Atribut pada Kuadran II adalah tidak mudah berbusa saat dipakai memasak, kejernihan, informasi gizi dan jaminan halal, serta kemudahan didapat. Pada Kuadran III terdapat atribut kemampuan membuat renyah, harga sesuai kualitas, cepat tiris, dan iklan dan promosi. Sedangkan pada Kuadran IV terdapat atribut merek, aroma, cepat panas, variasi ukuran produk, dan banyak digunakan orang.

Tsurayya (2010) dalam penelitiannya tentang Analisis Faktor-Faktor Keputusan Pembelian Program Kursus Bahasa Inggris Pada English First Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mengidentifikasi karakteristik konsumen English First, 2) Mengidentifikasi proses pengambilan keputusan konsumen dalam memilih lembaga kursus bahasa Inggris dan 3) Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan konsumen dalam pembelian jasa kursus bahasa Inggris di English First. Alat analisis yang digunakan adalah analisis korelasi rank spearman dan analisis faktor. Hubungan antara pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, dan keputusan pembelian dengan perilaku pasca pembelian lebih lemah dibandingkan dengan hubungan antara evaluasi alternatif dengan perilaku pasca pembelian. Setelah data diolah dengan analisis faktor, didapat hasil bahwa terbentuk 8 faktor yang


(21)

mempengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian program kursus bahasa Inggris di EF. Kedelapan faktor tersebut adalah tujuan, persepsi, pertimbangan keputusan, skills, lingkungan eksternal, pertimbangan pesan, manfaat dan kelompok acuan. Faktor yang paling utama adalah tujuan.


(22)

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

Bimoli merupakan pioner dan market leader untuk minyak goreng kemasan bermerek hingga tahun 2012 ini. Para pesaing-pesaingnya terus berusaha untuk merebut pangsa pasar Bimoli dengan keunggulan-keunggulan yang mereka tawarkan. Untuk terus memimpin pasar dan selalu menimbulkan adanya kepuasan konsumen, Bimoli harus terus menjaga kualitas terbaiknya. Kepuasan konsumen ini harus terus dijaga, karena walaupun konsumen sudah merasa puas masih selalu ada kemungkinan untuk berpindah ke lain merek apabila terdapat keunggulan lebih yang ditawarkan dari produk pesaing baik kualitas maupun harga. Namun jika konsumen yang sudah merasa sangat puas memiliki kemungkinan yang relatif kecil untuk berpindah ke merek minyak goreng kemasan lainnya.

Bimoli harus terus melakukan strategi pemasaran yang tepat bagi produknya di pasaran. Positioning yang sejak lama sudah terbentuk dibenak konsumen harus tetap dipertahankan. Dalam menyusun strategi pemasaran yang tepat untuk memasarkan produknya, pihak produsen Bimoli harus mengetahui bagaimana proses seorang konsumen dalam membuat sebuah keputusan mengenai pembelian suatu produk. Jika proses tersebut sudah diketahui, maka produsen dapat menarik kesimpulan mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian seseorang.

Kemudian, sangat penting bagi para pemasar untuk mengetahui akan perilaku dari konsumen mereka. Hal ini sangat membantu pemasar untuk memasarkan produk yang sesuai dengan apa yang konsumen inginkan, siapa yang membutuhkan produk tersebut, menentukan bentuk promosi apa yang dapat menarik banyak konsumen, berapa harga yang akan dikeluarkan konsumen untuk membeli produk atau jasa tersebut, dan keunggulan apa saja yang dapat diperoleh konsumen dibandingkan dengan produk minyak goreng kemasan bermerek lainnya yang sekarang ini sudah memiliki keunggulannya masing-masing.


(23)

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian Produsen Minyak Goreng

Bimoli

Strategi Pemasaran

Kebutuhan Pengetahuan Perilaku Konsumen Minyak

Goreng Bimoli

Karakteristik Konsumen

Faktor-faktor yang Mempengaruhi perilaku

konsumen

Analisis Deskriptif

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan

pembelian

Analisis Faktor

Rekomendasi kepada Produsen Proses Pengambilan

Keputusan Pembelian


(24)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengumpulan data melalui teknik wawancara dan teknik angket (kuesioner) dilakukan pada rumah tangga di Kota Bogor yang selalu atau pernah membeli minyak goreng kemasan merek bimoli minimal 3 bulan ke belakang dari waktu dilakukannya penelitian. Waktu tiga bulan dirasa cukup untuk menilai dan merasakan adanya kecocokan terhadap produk minyak goreng yang dikonsumsi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Mei 2012.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. a. Data primer yaitu data asli yang dikumpulkan secara langsung dari konsumen Bimoli sebagai sumber data menggunakan kelengkapan kuesioner penelitian yang dapat dilihat pada lampiran 1. Responden diambil secara acak namun proporsional menurut wilayahnya.

b. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini antara lain data lembaga lain seperti BPS, penelitian terdahulu, studi literatur, tabloid, majalah, internet dan sumber lain yang dapat mendukung data dalam penelitian ini.

3.4. Jumlah Sampel dan Metode Pengambilan Sampel

Adapun jumlah sampel yang digunakan dengan merujuk kepada Rumus Slovin yang digunakan untuk menentukan ukuran minimal sampel yang dibutuhkan dari suatu populasi sehingga mendapatkan sampel yang dapat menggambarkan serta mewakili data populasi, adapun rumusnya sebagai berikut :

...(5) Keterangan :

n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi

e = Nilai kritis yang digunakan (10%)

Data jumlah populasi ketika penelitian dilakukan dapat dilihat pada Tabel 6. Terlihat bahwa jumlah rumah tangga Kota Bogor adalah 238.902 orang, dengan menggunakan rumus slovin, taraf nyata sebesar 10 persen (e) maka, responden yang diambil adalah 99,96 setara dengan 100 orang responden. Responden yang diambil berdasarkan proporsional sampling, yaitu dari Kecamatan Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Utara, Bogor Tengah, Bogor Barat, dan Tanah Sareal.

= 238902 = 99,96 ≈ 100


(25)

Tabel 6. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan di Kota Bogor Tahun 2009

Sumber : BPS Kota Bogor, 2010

Metode penarikan sampel dilakukan dengan teknik proporsional sampling. Proporsional sampling merupakan teknik pengambilan sampel dimana peneliti menetapkan proporsi atau jumlah tertentu untuk sampel yang memiliki karakteristik yang diinginkan di mana kategorinya ditentukan sendiri oleh peneliti. Pengambilan responden per kecamatan (n) :

n = Jumlah RT di suatu kecamatan X 100 total RT di Kota Bogor

Tabel 7. Data sampel yang diambil

Kecamatan Jumlah(responden) Persentase (%)

Bogor Selatan 19 18,67

Bogor Timur 11 10,5

Bogor Utara 17 17

Bogor Tengah 12 12,16

Bogor Barat 22 22,3

Tanahsareal 19 19,37

Total 100 100

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara dan teknik angket (kuesioner). Teknik angket merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan untuk mengumpulkan data dengan cara membagi daftar pertanyaan kepada responden agar responden tersebut memberikan jawabannya. Kuesioner dalam penelitian ini merupakan kuesioner tertutup. Kuesioner ini telah melalui tahap uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu. Teknik wawancara dilakukan dengan mewawancarai langsung sebagian besar konsumen yang mengisi kuesioner.Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama berkaitan dengan karakteristik responden. Bagian kedua berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai lima proses pengambilan keputusan konsumen, yaitu pengenalan kebutuhan,

Kecamatan Jumlah RT

Penduduk Luas

Wilayah(Km2)

Kepadatan Penduduk/km2

Bogor Selatan 44.603 180.270 30,81 5.851

Bogor Timur 24.888 94.722 10,15 9.332

Bogor Utara 40.706 166.943 17,72 9.421

Bogor Tengah 29.063 112.425 8,13 13.828

Bogor Barat 53.328 205.997 32,85 6.271

Tanah Sareal 46.314 185.847 18,84 9.864


(26)

pencarian informasi, evaluasi alternatif, proses pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Bagian yang terakhir, yaitu bagian ketiga terdapat pertanyaan mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen.

3.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS versi 16. Analisis data dilakukan dengan uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu. Kemudian analisis data yang diperoleh dengan metode analisis deskriptif dan analisis faktor.


(27)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan

Minyak goreng Bimoli pada awalnya diproduksi di Bitung sebagai minyak goreng kelapa nyiur yang didistribusikan secara terbatas di Sulawesi Utara. Pada tahun 1978, Bimoli dipakai sebagai merek minyak sawit produksi Jakarta dan Surabaya yang dikemas dalam botol dan didistribusikan secara nasional. Pada tahun 1994, diluncurkan Bimoli Special sebagai penyempurnaan Bimoli sebelumnya. Selain kualitasnya lebih baik, kemasannya pun lebih menarik dan transparan. Bimoli spesial ini diproduksi di pabrik PT Intiboga Sejahtera Surabaya dengan sistem pemurnian multiproses sehingga menghasilkan Omega.

PT Intiboga Sejahtera merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan minyak goreng kelapa sawit yang tergabung dalam Salim Group. Perusahaan ini merupakan gabungan dari beberapa perusahaan yang sebelumnya telah berdiri. Dahulu ada tiga perusahaan minyak goreng sawit utama yang melayani seluruh wilayah Indonesia. Ketiga perusahaan tersebut adalah PT. Sajang Heulang (berdiri tahun 1979 di Jakarta), PT. Margi Uvocrine Jaya (berdiri tahun 1990 di Jakarta) dan PT Intiboga Sejahtera (berdiri tahun 1994 di Surabaya). Ketiganya merupakan perusahaan berbeda yang memiliki struktur dan kepemilikan masing-masing. Pada tahun 1995, ketiga perusahaan tersebut melakukan merger untuk membentuk satu perusahaan yang lebih kuat dan sehat. Nama PT. Intiboga Sejahtera dipilih sebagai nama hasil merger ketiga perusahaan tersebut.

Perusahaan ini dinamai Intiboga Sejahtera sesuai dengan filosofi dasar perusahaan yang berarti intisari pangan bergizi yang membawa kesejahteraan. Perusahaan ini berharap bisa menjadi suatu perusahaan yang mampu membawa manfaat bagi dirinya sendiri maupun bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

PT. Intiboga Sejahtera memproduksi minyak goreng. Minyak goreng ini merupakan minyak kelapa sawit yang berasal dari minyak sawit Crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit Palm Kernel Oil (PKO), sedangkan untuk minyak kelapa diperoleh dari pengolahan daging buah kelapa. Dalam perkembangannya, minyak kelapa sawit ini lebih dominan dari minyak kelapa. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi himbauan pemerintah. Selain minyak goreng, PT Intiboga Sejahtera juga memproduksi berbagai jenis margarine dan shortening.


(28)

4.1.2 Struktur Organisasi

PT. Intiboga Sejahtera ini selain memiliki perusahaan yang berlokasi di Jakarta, Perusahaan ini juga memiliki anak cabang di Surabaya. Jadi untuk kedua perusahaan baik yang berada di Jakarta maupun di Surabaya memiliki struktur organisasi yang berbeda. Untuk struktur organisasi dari perusahaan yang berada di Jakarta, PT. Intiboga Sejahtera mempunyai berbagai departemen dalam perusahaan dan dikarenakan struktur organisasi besar, untuk itu akan disajikan struktur organisasi utamanya dan selain itu akan pula disajikan struktur organisasi dari departemen QC. Di PT. Intiboga Sejahtera jabatan tertinggi dipegang oleh seorang General Manager dengan membawahi beberapa manager antara lain HRD & GA Manager, EDB Manager, National Accounting Manager, Corp. Finance Manager, National Purchasing Manager, Jakarta Factory Manager, National Factory Manager, R & D Manager, QA Manager, National Sales & Marketing Manager, Export Manager. Setiap manager di atas akan bertanggung jawab kepada General Manager.

Semua manager di atas memiliki bawahan supervisor dan staff, kecuali Jakarta Factory Manager dan National Factory Manager. Untuk National Factory Manager membawahi PPIC Manager yang kemudian PPIC Manager memiliki bawahan yaitu supervisor dan staff. Untuk Jakarta Factory Manager membawahi beberapa manager antara lain Personel Manager, GA Manager, QC Lab. Manager, Raw Material & Store Manager, Production Manager SBU Oil, Production Manager SBU Margarine & Fat, Warehouse Finish Product Manager, Engineering Manager. Setiap manager akan bertanggung jawab kepada Jakarta Factory Manager. Dan setiap manager di bawah manager Jakarta Factory Manager akan membawahi Subdept. Head, Section Head, Supervisor, Foreman, Techisian, Operator, Helper dengan tingkatan jabatan sesuai urutan penulisan. Sedangkan untuk Departemen QC, jabatan tertinggi dipegang oleh seorang QC Lab. Manager dengan membawahi seorang Subdept. Head, kemudian membawahi 4 orang Section Head yaitu QC Packaging, Process Control, Raw Material Inspection, dan QC Production. RM. Insp. Membawahi 2 orang JR. Supervisor yaitu chem. Ingr Jr. Supervisor dan Instrument Analyst Jr Supervisor dan seorang Analist/Inspector Microbiologi. Process Control Sect. Head membawahi 3 orang Supervisor untuk 3 shift dan 1 orang Intake & Dispatch Jr. Supervisor. QC Production membawahi 4 orang Junior Supervisor yaitu 1 orang FG. Inspection dan 3 orang Inprocess Inspector. QC Packaging membawahi 1 orang Primary packing Supervisor dan 1 orang Secondary Packing Jr. Supervisor. Untuk setiap Jr.


(29)

Supervisor akan memiliki beberapa orang bawahan yaitu beberapa Analyst dan beberapa Inspector.

Struktur Organisasi yang dimiliki PT. Intiboga Sejahtera ini merupakan jenis struktur organisasi fungsional dimana masing-masing manajer adalah seorang spesialis atau ahli dan masing-masing bawahan/pekerja mempunyai beberapa pimpinan. Manajer memiliki kekuasaan penuh untuk menjalankan fungsi-fungsi yang menjadi tanggung jawabnya.

4.1.3 Tujuaan dan Misi Perusahaan

Tujuan yang ingin dicapai perusahaan antara lain : 1) memenuhi kebutuhan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yaitu minyak goreng, 2) meningkatkan nilai tambah komoditi kelapa sawit, 3) memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat, 4) meningkatkan taraf hidup petani penghasil kelapa sawit, dan 5) meningkatkan perolehan laba bagi perusahaan.

Misi dari perusahaan adalah : 1) ikut serta dalam meningkatkan nilai tambah hasil pertanian pada umumnya dan hasil perkebunan kelapa sawit pada khususnya, 2) meningkatkan pendapatan negara dari sektor non migas, 3) memperluas kesempatan kerja bagi penduduk Indonesia, dan 4) menghasilkan laba bagi pemilik perusahaan.

4.2 Karakteristik Konsumen

Penelitian ini mengambil sebanyak seratus responden secara proporsional menurut wilayah tempat tinggal responden di Kota Bogor. Hal ini dilakukan agar masing-masing wilayah dapat terwakili. Karakteristik umum konsumen pada penelitian ini dibedakan berdasarkan usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, klasifikasi pekerjaan, status pekerjaan, profesi, pendapatan per bulan, dan pengeluaran per bulan. Semua informasi yang terdapat di dalam karakteristik umum konsumen ini diharapkan dapat bermanfaat bagi produsen terutama untuk pengembangan dan landasan penyusunan strategi bauran pemasaran.

4.2.1 Usia

Mayoritas konsumen minyak goreng Bimoli didominasi oleh usia 31-40 tahun sebesar 41 persen. Konsumen dengan kelompok usia 31-40 tahun merupakan konsumen yang telah memiliki pekerjaan dan penghasilan yang cukup mapan serta mampu mengambil keputusan untuk membeli minyak goreng kemasan merek Bimolli. Kemudian sebesar 35 persen responden berusia antara 41-50 tahun.


(30)

Gambar 4. Karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli berdasarkan usia

4.2.2 Status Pernikahan

Konsumen minyak goreng Bimoli yang menikah sebanyak 95 persen, belum menikah sebanyak 2 persen, dan yang berstatus janda sebanyak 3 persen.

Gambar 5. Karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli berdasarkan status pernikahan

4.2.3 Pendidikan Terakhir

Mayoritas dari konsumen minyak goreng Bimoli memiliki latar pendidikan SMU/SMK sebesar 63 persen dan diikuti oleh konsumen dengan latar pendidkan S1 sebesar 22 persen, kemudian diploma sebesar 11 persen. Dari data tersebut diketahui bahwa konsumen minyak goreng Bimoli didominasi oleh konsumen berpendidikan SMU/SMK.


(31)

Gambar 6. Karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli berdasarkan pendidikan terakhir

4.2.4 Klasifikasi Pekerjaan

Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh dari kuisioner diketahui bahwa mayoritas konsumen minyak goreng Bimoli memiliki klasifikasi pekerjaan adalah Unemployee (tidak bekerja) sebesar 57 persen yang terdiri dari pelajar, mahasiswa dan ibu rumah tangga. Kemudian diikuti responden dengan klasifikasi pekerjaan sebagai employee (pegawai) sebesar 29 persen dan pemilik usaha sebesar 14 persen.

Gambar 7. Karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli berdasarkan klasifikasi pekerjaan

4.2.5 Status Pekerjaan

Konsumen minyak goreng Bimoli mayoritas adalah ibu rumah tangga sebesar 53 persen. Ibu rumah tangga di dalam keluarga merupakan individu yang biasa melakukan keputusan pembelian kebutuhan rumah tangga yang salah satunya adalah keputusan pembelian minyak goreng. Status pekerjaan yang terbanyak


(32)

selanjutnya adalah pegawai negeri sipil sebesar 20 persen kemudian wiraswasta sebesar 17 persen.

Gambar 8. Karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli berdasarkan status pekerjaan

4.2.6 Profesi

Berdasarkan hasil pengolahan data dari kuisioner, dapat diketahui bahwa mayoritas konsumen minyak goreng kemasan bermerek Bimoli memiliki profesi sebagai ibu rumah tangga sebesar 55 persen. Kemudian sebesar 17 persen konsumen memilki profesi sebagai pengusaha/wirausaha dan 15 persen responden memiliki profesi dosen/guru.

Gambar 9. Karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli berdasarkan profesi


(33)

4.2.7 Pendapatan Per Bulan

Tingkat pendapatan seseorang berpengaruh terhadap daya beli konsumen terhadap suatu kebutuhan akan produk dan jasa yang akan dibeli dan dikonsumsinya. Berdasarkan hasil pengolahan data dari 100 responden diketahui bahwa konsumen minyak goreng Bimoli mayoritas memilliki pendapatan per bulan sebesar Rp 2.000.001-Rp 5.000.000 sebanyak 55 persen, kemudian pendapatan sebesar Rp 1.000.001-Rp 2.000.000 sebanyak 42 persen.

Gambar 10. Karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli berdasarkan pendapatan per bulan

4.2.8 Pengeluaran Per Bulan

Berdasarkan pengolahan data dari kuisioner, didapatkan hasil bahwa mayoritas pengeluaran per bulan responden sebesar Rp 2.000.001-Rp 5.000.000 sebanyak 66 persen. Kemudian pengeluaran sebesar Rp 1.000.001-Rp 2.000.000 sebanyak 24 persen dan pengeluaran Rp 5.000.001-Rp 10.000.000 sebanyak 9 persen.


(34)

Gambar 11. Karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli berdasarkan pengeluaran per bulan

4.3 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen

Konsumen dalam melakukan pembelian terhadap suatu produk akan memiliki berbagai kriteria yang dipertimbangkan melalui suatu proses pengambilan keputusan. Tahapan yang dilakukan pada proses pengambilan keputusan tersebut meliputi pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan evaluasi pasca pembelian.

4.3.1 Pengenalan Kebutuhan

Pengenalan kebutuhan merupakan tahapan awal dalam proses keputusan pembelian konsumen. Dalam penelitian ini, untuk menganalisis tahap pengenalan kebutuhan konsumen saat membeli Bimoli, diberikan pertanyaan mengenai alasan membeli minyak goreng Bimoli dan manfaat apa yang dicari saat membeli minyak goreng Bimoli.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada 100 responden, diketahui bahwa sebagian besar alasan konsumen membeli minyak goreng Bimoli adalah karena mutu produk yaitu sebesar 53 persen. Mutu minyak goreng Bimoli sudah terpercaya sejak dahulu. Konsumen akan membeli produk yang mutunya sesuai dengan harga produk tersebut, sehingga akan menimbulkan kepuasan konsumen.

Tabel 8. Penyebaran konsumen berdasarkan alasan membeli minyak goreng Bimoli

Alasan Membeli Minyak Goreng Bimoli Persentase (%)

Harga 28

Mudah diperoleh 10

Mutu produk 53

Merek terpercaya 9

Dorongan promosi 0

Dorongan orang lain 0

Lainnya 0

Total 100

Alasan yang berikutnya dipilih konsumen dalam memilih minyak goreng Bimoli adalah harga sebesar 28 persen. Konsumen yang memilih harga sebagai alasan adalah saat mereka membeli Bimoli, sedang terjadi promosi penjualan sehingga terjadi penurunan harga yang menyebabkan mereka juga memilih untuk membeli minyak goreng Bimoli. Promosi penjualan berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen yang menyebabkan konsumen menjadi tertarik untuk membeli produk tersebut.


(35)

Selanjutnya, sebesar 10 persen konsumen membeli Bimoli karena mudah diperoleh dan sebesar 9 persen konsumen membeli Bimoli karena percaya akan merek Bimoli yang sejak dahulu sudah tidak asing lagi di telinga mereka.

Kemudian, dari hasil pertanyaan kepada responden mengenai manfaat yang dicari saat membeli Bimoli sebagian besar responden memilih sebagai gaya hidup sehat yaitu sebesar 53 persen. Sekarang ini konsumen sudah mulai sadar akan pentingnya gaya hidup sehat dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari. Bukan hanya bagi mereka, tapi juga bagi seluruh keluarga mereka di dalam rumah tangga.

Alasan berikutnya adalah manfaat yang dicari konsumen saat membeli minyak goreng Bimoli adalah dapat mengolah makanan sehat bagi keluarga yaitu sebesar 26 persen dan manfaat harganya yang terjangkau sebesar 21 persen.

Tabel 9. Penyebaran konsumen berdasarkan manfaat yang dicari saat membeli minyak goreng Bimoli

Manfaat Yang Dicari Persentase (%)

Sebagai gaya hidup sehat 53

Dapat mengolah makanan sehat bagi keluarga 26

Harganya yang terjangkau 21

Lainnya 0

Total 100

4.3.2 Pencarian Informasi

Setelah tahap pengenalan kebutuhan, proses selanjutnya adalah pencarian informasi. Konsumen akan melakukan pencarian informasi terhadap kebutuhan mereka akan suatu produk. Informasi yang mereka dapat tersebut akan menjadi bahan pertimbangan saat mereka akan memutuskan untuk membeli suatu produk.

Tabel 10. Penyebaran konsumen berdasarkan sumber informasi mengenai minyak goreng Bimoli

Sumber Informasi Persentase (%)

Keluarga 13

Teman 0

Televisi 86

Penjual 0

Majalah/Koran 0

Event/ pameran 0

Internet 0

Lainnya 1

Total 100

Berdasarkan hasil yang terlihat dari tabel 10 dapat terlihat bahwa sebagian besar konsumen menjawab bahwa sumber informasi mereka mengetahui tentang produk Bimoli adalah dari televisi yaitu sebesar 86 persen. Produk Bimoli


(36)

melakukan promosi produk melalui televisi dengan selalu membuat konsep iklan yang menarik sehingga konsumen sejak mengetahui produk Bimoli. Sebesar 13 persen responden menyatakan mengetahui minyak goreng Bimoli dari keluarga. Keluarga yang sejak dahulu sudah menggunakan Bimoli, selanjutnya akan merekomendasikan keluarga lainnya agar mereka memakai produk Bimoli juga.

Tabel 11. Penyebaran konsumen berdasarkan fokus perhatian produk Fokus Perhatian Persentase (%)

Harga produk 35

Mutu produk 57

Rekomendasi teman/keluarga 0

Merek terpercaya 8

Kemasan 0

Kandungan bahan baku 0

Lainnya 0

Total 100

Berdasarkan tabel sebelas dapat terlihat bahwa yang menjadi fokus perhatian dari informasi yang mereka dapat adalah mutu produk yaitu sebesar 57 persen. Kemudian harga produk dipilih sebanyak 35 persen responden. Sebanyak delapan persen konsumen menyatakan bahwa yang mernjadi fokus perhatian mereka berdasarkan informasi yang didapat adalah karena merek terpercaya.

4.3.3 Evaluasi Alternatif

Setelah konsumen memperoleh banyak informasi mengenai suatu produk yang akan mereka beli untuk memenuhi kebutuhan mereka, informasi tersebut akan membentuk kriteria-kriteria yang menghasilkan beberapa evaluasi alternatif. Konsumen akan membandingkan berbagai pilihan produk yang ada dan memilih yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka.

Dalam pertanyaan mengenai evaluasi alternatif ini, konsumen dapat memilih lebih dari satu jawaban sebagai pertimbangan jawaban mereka.. Berdasarkan pertanyaan mengenai pertimbangan utama konsumen dalam membeli minyak goreng Bimoli, pilihan mutu produk dipilih oleh sebanyak 52 persen responden. Mutu produk Bimoli yang sudah terkenal sejak dahulu membuat konsumen membeli produk ini. Pilihan harga dipilih sebanyak 25 persen responden sebagai pertimbangan mereka dalam membeli Bimoli. Harga promosi yang kadang ditawarkan di tempat pembelian dapat mendorong konsumen untuk membeli suatu produk. Pilihan kepopuleran produk Bimoli dipilih oleh 13 persen responden. Kemudahan memperoleh produk dipilih sebanyak delapan persen responden sebagai pertimbangan membeli Bimoli. Dan yang terakhir sebanyak dua persen


(37)

responden memilih manfaat kesehatan produk sebagai pertimbangan dalam membeli Bimoli.

Tabel 12. Penyebaran konsumen berdasarkan pertimbangan membeli minyak goreng Bimoli

Pertimbangan Membeli Persentase (%)

Harga produk 25

Mutu produk 52

Kepopuleran produk 13

Kemudahan memperoleh produk 8

Kemasan produk 0

Manfaat kesehatan 2

Lainnya 0

Total 100

Selanjutnya adalah hasil dari pertanyaan mengenai ciri produk minyak goreng Bimoli yang paling penting, dengan responden dapat menjawab lebih dari satu pertanyaan.

Tabel 13. Penyebaran konsumen berdasarkan ciri produk Bimoli yang paling penting

Ciri Penting Produk Persentase (%)

Harga 25

Merek 68

Kemasan 3

Warna 2

Aroma 2

Lainnya 0

Total 100

Berdasarkan pertanyaan mengenai ciri produk minyak goreng yang paling penting, merek menjadi piihan yang paling banyak dipilih responden, yaitu sebanyak 68 persen responden. Merek produk yang sudah terkenal dan terpercaya sejak dahulu membuat konsumen membeli produk tersebut. Pilihan harga dipilih sebanyak 25 persen responden. Pilihan kemasan 3 persen responden dan aroma dipilih oleh 2 persen responden, dan yang terakhir pilihan warna dipilih oleh 2 persen responden.

Sistem distribusi produk yang baik akan membuat stok suatu produk selalu tersedia di tempat-tempat yang biasa konsumen membeli. Produsen harus selalu memastikan bahwa produk mereka selalu tersedia bagi konsumen yang mencarinya. Dalam pertanyaan terkait pertimbangan konsumen jika saat akan membeli minyak goreng Bimoli, tetapi pada saat itu produk minyak goreng Bimoli sedang habis, sebanyak 100 persen konsumen menyatakan akan tetap membeli minyak goreng namun dengan merek lain. Hal tersebut perlu menjadi perhatian bagi produsen, karena minyak goreng ini merupakan kebutuhan pokok yang diperlukan oleh


(38)

konsumen. Jika barang pokok yang dibutuhkan tersebut tidak ada, terpaksa konsumen akan membeli merek lain.

4.3.4 Keputusan Pembelian

Setelah mendapatkan banyak pertimbangan mengenai suatu produk dalam proses evaluasi alternatif, proses selanjutnya adalah keputusan pembelian konsumen. Konsumen mempunyai pertimbangan utama saat akan melakukan keputusan pembelian.

Dapat terlihat dari tabel 14 bahwa hal yang menjadi pertimbangan pertama konsumen dalam membeli minyak goreng Bimoli adalah mutu produk yaitu sebesar 56 persen responden. Harga produk dipilih sebesar 33 persen responden dalam memutuskan untuk membeli Bimoli. Kepopuleran produk dipilih sebesar 9 persen dan kemasan produk dipilih sebesar 2 persen responden.

Tabel 14. Penyebaran konsumen berdasarkan pertimbangan utama dalam memutuskan membeli Bimoli

Fokus Perhatian Persentase (%)

Harga produk 33

Mutu produk 56

Kepopuleran produk 9

Kemasan produk 2

Aroma 0

Warna 0

Manfaat kesehatan 0

Lainnya 0

Total 100

Dari hasil pengolahan data kuisioner diketahui bahwa pola pembelian konsumen untuk membeli minyak goreng Bimoli adalah sebanyak 83 persen responden menyatakan bahwa mereka merencanakan sebelumnya saat akan membeli bimoli. Sebanyak 17 persen responden menyatakan bahwa mereka membeli bimoli secara tidak terencana. Biasanya saat sedang terjadi promosi penjualan mereka dapat tiba-tiba memutuskan untuk membeli Bimoli.

Tabel 15. Penyebaran konsumen berdasarkan pola pembelian Pola Pembelian Persentase (%)

Direncanakan 83

Tidak direncanakan 17

Diajak orang lain 0

Lainnya 0

Total 100

Dari pertanyaan kuisioner mengenai siapa yang mempengaruhi konsumen dalam keputusan pembelian konsumen, sebanyaj 62 persen responden menyatakan bahwa keluarga yang mempengaruhi proses pembelian mereka. Minyak goreng


(39)

Bimoli yang biasanya sudah digunakan oleh banyak keluarga responden akan mempengaruhi mereka untuk ikut membeli juga produk tersebut. Sebanyak 38 persen responden menyatakan keputusan pembelian mereka adalah karena inisiatif diri sendiri tanpa dipengaruhi oleh siapapun.

Tabel 16. Penyebaran konsumen berdasarkan pengaruh pembelian Pengaruh Pembelian Persentase (%)

Keluarga 62

Diri sendiri 38

Teman 0

Penjual 0

Total 100

Bentuk kemasan suatu produk mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen. Kemasan produk harus praktis dan sesuai kebutuhan konsumen. Bimoli memiliki produk dengan berbagai macam kemasan. Sebanyak 87 persen responden memilih kemasan plastik saat membeli Bimoli dan sebanyak 13 persen responden biasa membeli Bimoli dalam bentuk Botol. Kemasan tersebut merupakan konsep kemasan yang dapat diisi ulang sehingga memudahkan konsumen.

Tabel 17. Penyebaran konsumen berdasarkan bentuk produk yang biasa dibeli

Bentuk Produk Persentase (%)

Botol 13

Plastik 87

Jerigen 0

Drum 0

Total 100

4.3.5 Perilaku Pasca Pembelian

Tahap akhir dari proses pengambilan keputusan pembelian konsumen adalah evaluasi pasca pembelian. Setelah keputusan pembelian konsumen terhadap suatu produk, konsumen akan melakukan penilaian tersendiri terhadap produk yang mereka konsumsi. Konsumen yang merasa puas terhadap produk yang sudah memenuhi kebutuhan mereka, akan terdorong untuk melakukan pembelian ulang produk tersebut.

Tabel 18. Penyebaran konsumen berdasarkan tingkat kepuasan konsumen Tingkat Kepuasan Persentase (%)

Puas 99

Tidak puas 1

Total 100

Berdasarkan pertanyaan kuisioner terkait tingkat kepuasan konsumen terhadap Bimoli, mayoritas konsumen menyatakan puas setelah membeli produk


(40)

Bimoli yaitu sebesar 99 persen konsumen, dan hanya sebesar satu persen konsumen yang menyatakan tidak puas setelah membeli Bimoli. Hal tersebut memperlihatkan bahwa mutu produk Bimoli sesuai dengan harapan konsumen.

Dalam pertanyaan terkait sikap konsumen jika saat akan membeli minyak goreng Bimoli, tetapi pada saat itu produk minyak goreng Bimoli tidak tersedia, sebanyak 98 persen konsumen menyatakan akan tetap membeli minyak goreng namun dengan merek lain. Kemudian, sebesar dua persen responden menyatakan tidak jadi memblei jika produk Bimoli tidak tersedia.

Tabel 19. Penyebaran konsumen berdasarkan sikap konsumen jika produk tidak tersedia

Sikap Konsumen Jika Bimoli Tidak Tersedia Persentase (%)

Membeli merek lain 98

Tidak jadi membeli 2

Total 100

Berdasarkan hasil pengolahan data kuisioner, diperoleh bahwa sikap konsumen jika harga Bimoli naik adalah sebesar 67 persen konsumen menyatakan tidak akan jadi membeli, kemudian sebesar 29 persen konsumen menyatakan akan tetap membeli Bimoli walaupun harganya naik, dan sebesar empat persen konsumen menyatakan akan mencari merek lain yang lebih murah. Dapat terlihat di tabel 20 berikut :

Tabel 20. Penyebaran konsumen berdasarkan sikap konsumen bila harga naik Sikap Konsumen Jika Harga Bimoli Naik Persentase (%)

Akan tetap membeli 29

Tidak jadi membeli 67

Cari merek lain yang lebih murah 4

Total 100

Dari hasil pengolahan data kuisioner terkait niat pembelian kembali konsumen terhadap produk Bimoli, sebesar 98 persen responden menyatakan memiliki niat membeli kembali produk Bimoli, dan hanya sebesar dua persen responden yang menyatakan tidak memiliki niat membeli kembali Bimoli.

Tabel 21. Penyebaran konsumen berdasarkan niat pembelian kembali produk Bimoli

Niat Membeli Kembali Bimoli Persentase (%)

Ya 98

Tidak 2

Total 100

Berdasarkan hasil pengolahan data kuisioner, sebanyak 50 persen responden menyatakan menyarankan orang lain untuk membeli Bimoli setelah mereka memakai Bimoli, dan sebesar 50 persen responden menyatakan tidak menyarankan


(41)

orang lain untuk membeli Bimoli setelah mereka memakai Bimoli. Rekomendasi dari orang yang dipercaya oleh konsumen akan sangat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.

Tabel 22. Penyebaran konsumen berdasarkan sikap menyarankan orang lain untuk membel Bimoli

Sikap Konsumen Untuk Menyarankan

Orang Lain Membeli Bimoli Persentase (%)

Ya 50

Tidak 50

Total 100

4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusam Pembelian Minyak Goreng Bimoli

Setelah mengetahui bagaimana karakteristik konsumen dan bagaimana konsumen melakukan pengambilan keputusan, tahap selanjutnya adalah menentukan faktor mana yang paling berpengaruh terhadap pembelian minyak goreng kemasan merek Bimoli. Faktor – faktor yang mempengaruhi konsumen dalam keputusan pembelian Bimoli terdiri dari beberapa variabel yang dipengaruhi oleh empat faktor seperti yang dikemukakan oleh Kotler dan Keller, 2007 yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi, dan faktor psikologis. Untuk mengetahui faktor mana yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen, digunakan alat analisis yaitu analisis faktor. Analisis faktor digunakan untuk mereduksi sejumlah variabel menjadi lebih sedikit kemudian menamakannya sebagai faktor. Kemudian alat analisis faktor juga merupakan perangkat prosedur matematis yang memungkinkan peneliti melakukan sejumlah besar item untuk menentukan apakah item tersebut saling berhubungan atau tidak.

Pengujian korelasi antar variabel ini diukur dengan menggunakan Keiser Mayer Oikin (KMO) dan Measure of Sampling Adequacy (MSA). KMO merupakan indeks perbandingan besarnya koefisien korelasi pengamatan dengan besarnya koefisien korelasi parsial. Angka KMO yang semakin mendekati satu menunjukkan kesesuaian penggunaan analisis faktor. Hasil pengujian korelasi pada penelitian ini memperlihatkan korelasi angka KMO sebesar 0,795 dengan signifikansi sebesar 0,00. Angka KMO 0,795 menunjukkan bahwa penggunaan analisis faktor cukup sesuai dan nilai signifikansi jauh dibawah 0,05 (0,00 < 0,05) menunjukkan bahwa variabel sudah memadai untuk dianalisis lagi lebih lanjut pada analisis faktor.

Kemudian dilakukan proses penyaringan terhadap sejumlah variabel tersebut, sehingga didapat variabel-variabel yang memenuhi syarat untuk dianalisis. Angka MSA berada diantara nol dan satu. Nilai MSA sebesar satu, maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel lain. Nilai MSA dapat dilihat pada tabel anti


(1)

Lampiran 7. Total Variance

Total Variance Explained

Comp onent

Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings Rotation Sums of Squared Loadings

Total

% of Variance

Cumulative

% Total

% of Variance

Cumulative

% Total

% of Variance

Cumulative %

1 6.029 30.143 30.143 6.029 30.143 30.143 3.035 15.174 15.174

2 1.625 8.126 38.269 1.625 8.126 38.269 2.358 11.792 26.967

3 1.547 7.734 46.004 1.547 7.734 46.004 2.277 11.384 38.351

4 1.226 6.132 52.136 1.226 6.132 52.136 1.817 9.085 47.436

5 1.190 5.952 58.088 1.190 5.952 58.088 1.733 8.663 56.099

6 1.079 5.394 63.481 1.079 5.394 63.481 1.477 7.383 63.481

7 .980 4.900 68.382

8 .917 4.584 72.966

9 .808 4.040 77.005

10 .743 3.713 80.719

11 .645 3.223 83.942

12 .494 2.471 86.413

13 .471 2.353 88.766

14 .421 2.103 90.869

15 .393 1.965 92.833

16 .387 1.935 94.768

17 .319 1.593 96.361

18 .257 1.284 97.645

19 .245 1.225 98.870

20 .226 1.130 100.000

Extraction Method: Principal Component Analysis.


(2)

69

Lampiran 8. Component Matrix

Component Matrixa

Component

1 2 3 4 5 6

Nilai_1 .248 .611 -.086 .279 -.456 -.106

Nilai_2 .339 .410 .441 .247 -.205 -.480

Pendapatan .515 .025 .628 .117 .116 -.170

Pend_keluarga .346 .061 .691 -.389 .147 .157

Peng_keluarga .448 .283 .266 .149 .493 .195

Peng_teman .341 -.147 .097 .139 .193 .341

Peran .683 .050 -.050 .080 .169 .163

Status .682 .147 -.052 -.199 -.305 .104

Sender .587 -.220 .075 -.004 -.405 .129

Intens .335 .547 -.314 .306 .196 .343

Usia .675 -.162 -.161 .439 .117 -.053

Gaya_hidup1 .570 -.227 -.079 .219 -.077 .051

Gaya_hidup2 .566 -.424 -.079 .147 .209 -.465

Kepribadian1 .631 .075 -.290 -.069 .241 -.195

Kepribadian2 .553 .318 -.258 -.507 .100 -.093

Motivasi .611 .229 -.206 -.452 .101 -.207

Persepsi .608 -.334 -.154 -.060 .021 -.172

Pembelajaran .690 -.083 -.101 -.011 -.069 .046

Keyakinan .579 -.235 .123 -.021 -.262 .251

Sikap .635 -.125 .048 -.096 -.292 .226

Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 6 components extracted.


(3)

Lampiran 9. Rotated Component Matrix

Rotated Component Matrixa

Component

1 2 3 4 5 6

Nilai_1 .172 -.122 .124 -.155 .190 .787

Nilai_2 .012 .191 .043 .431 -.046 .765

Pendapatan .197 .298 -.012 .724 .087 .237

Pend_keluarga .233 -.172 .187 .817 .006 -.111

Peng_keluarga -.008 .130 .141 .486 .617 .020

Peng_teman .285 .139 -.072 .183 .372 -.209

Peran .368 .300 .279 .167 .449 .015

Status .606 .042 .445 .079 .110 .220

Sender .724 .179 .070 .079 -.036 .105

Intens .040 -.056 .209 -.172 .791 .238

Usia .340 .654 .029 -.013 .395 .124

Gaya_hidup1 .469 .424 .028 .002 .191 .040

Gaya_hidup2 .141 .850 .157 .118 -.068 -.033

Kepribadian1 .127 .463 .539 .009 .254 .052

Kepribadian2 .157 .042 .838 .059 .117 .048

Motivasi .170 .187 .800 .113 .055 .077

Persepsi .383 .547 .287 .030 -.027 -.092

Pembelajaran .504 .335 .303 .065 .191 .055

Keyakinan .695 .143 .051 .158 .074 -.028

Sikap .703 .107 .195 .118 .088 .037

Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 11 iterations.


(4)

71

Lampiran 10. Component Transformation Matrix

Component Transformation Matrix

Compo

nent 1 2 3 4 5 6

1 .614 .475 .448 .265 .318 .160

2 -.301 -.468 .362 .061 .402 .628

3 .056 -.168 -.358 .894 -.160 .124

4 -.050 .383 -.687 -.174 .442 .392

5 -.587 .291 .155 .304 .470 -.483

6 .427 -.544 -.211 -.058 .544 -.422

Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.


(5)

RINGKASAN

FRIZKY DWINADA. H24080064. Analisis Faktor - Faktor Keputusan Pembelian Minyak Goreng Kemasan Merek Bimoli (Studi Kasus : Rumah Tangga di Kota Bogor). Di bawah bimbingan JONO M. MUNANDAR.

Minyak sawit dapat diolah menjadi berbagai produk pangan. Industri minyak goreng adalah industri yang paling banyak menyerap bahan baku minyak sawit. Industri minyak goreng sawit dalam negeri terbagi menjadi dua, yaitu minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan bermerek. Bimoli merupakan produk minyak goreng sawit kemasan bermerek yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Bimoli merupakan pioner dan market leader untuk minyak goreng kemasan bermerek hingga tahun 2012 ini. Para pesaing-pesaingnya terus berusaha untuk merebut pangsa pasar Bimoli dengan keunggulan-keunggulan yang mereka tawarkan. Untuk tetap memimpin pasar, Bimoli harus terus menjaga kualitas dan memiliki pengetahuan terkait perilaku konsumennya.

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengidentifikasi karakteristik konsumen minyak goreng Bimoli, 2) mengidentifikasi proses pengambilan keputusan konsumen minyak goreng Bimoli, dan 3) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian minyak goreng Bimoli.

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik quota sampling dengan sampel sebanyak 100 responden. Pengolahan data dilakukan dengan uji validitas dan reliabilitas, analisis deskriptif, serta analisis faktor. Pengolahan data dibantu dengan Microsoft Excel 2007 dan Statistical Package For Social Science (SPSS) versi 16.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa mayoritas konsumen Bimoli adalah ibu rumah tangga dengan kelompok usia berkisar antara 31-40 tahun (41%), dan mayoritas menikah (95%). Sebagian besar konsumen memiliki pendidikan terakhir SMU/SMK (63%), klasifikasi pekerjaan konsumen sebagai

unemployee (57%), dan status pekerjaan sebagai ibu rumah tangga (53%), mayoritas konsumen berprofesi sebagai ibu rumah tangga (55%), pendapatan per bulan sebesar Rp 2.000.001 sampai Rp. 5.000.000 (55%), pengeluaran per bulan sebesar Rp 2.000.001 sampai Rp. 5.000.000 (66%). Proses pengambilan


(6)

keputusan pembelian konsumen Bimoli melalui lima tahapan proses, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian.

Berdasarkan hasil dari analisis faktor didapatkan hasil bahwa terbentuk 6 faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian minyak goreng Bimoli. Keenam faktor tersebut adalah psycho sosiologis, psycho demografis, kepercayaan pribadi, sosial ekonomi, pengaruh lingkungan, dan nilai. Faktor yang paling utama dalam mempengaruhi pembelian Bimoli adalah faktor psycho sosiologis dengan nilai eigenvalue yang terbesar dari semua faktor yang ada yaitu 6,029, sedangkan faktor psycho demografis sebesar 1,625, kepercayaan pribadi sebesar 1,547, sosial ekonomi sebesar 1,226, pengaruh lingkungan sebesar 1,190, dan nilai sebesar 1,079. Konsumen membeli bimoli karena dipengaruhi oleh pengaruh sosial dan keyakinan pribadi sejak dahulu terhadap Bimoli akan kualitas dan manfaatnya.


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian Mobil Toyota New Avanza (Studi Kasus Pada Auto 2000 Sm. Raja Medan)

6 113 121

Analisis Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian Mobil Toyota New Avanza (Studi Kasus Toyota Auto 2000 Sisimangaraja)

1 57 108

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG CURAH DAN MINYAK GORENG KEMASAN ( STUDI KASUS PASAR PEUNAYONG KOTA BANDA ACEH)

0 6 1

Analisis kepuasan dan loyalitas konsumen minyak goreng kemasan merek bimoli (Kasus : rumah tangga di kota Bogor)

13 68 140

FAKTOR-FAKTOR YANG YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG BIMOLI DI KECAMATAN SELOGIRI KABUPATEN WONOGIRI.

0 0 7

FAKTOR -FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN MINYAK GORENG AVENA (STUDY KASUS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN MINYAK GORENG AVENA (STUDY KASUS IBU RUMAH TANGGA) DI KECAMATAN MERTOYUDAN KABUPATEN MAGELAN

0 1 11

PENDAHULUAN Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam pembelian minyak goreng bimoli (studi kasus ibu rumah tangga) kecamatan dagangan kabupaten madiun.

0 0 6

ANALISIS FAKTOR BUDAYA, SOSIAL, PRIBADI DAN PSIKOLOGIS TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK AIR MINUM DALAM KEMASAN MEREK VIRO DI KOTA BOGOR

0 0 12

Analisis faktor marketing mix terhadap keputusan pembelian minyak goreng pada pasar swalayan di Kota Surakarta

0 0 101

Analisis Faktor Marketing Mix terhadap Pengambilan Keputusan Konsumen dalam Pembelian Minyak Goreng Kemasan Merek Bimoli di Pasar Swalayan Kabupaten Wonogiri - UNS Institutional Repository

0 1 15