Tingkat Kepatuhan untuk DM tipe 2

2.3.1 Tingkat Kepatuhan untuk DM tipe 2

Variabel yang telah dianggap berhubungan dengan kepatuhan pada DM dapat akan dibagi dalam empat kelompok : a. Pengobatan dan karakteristik penyakit. Tiga unsur pengobatan dari penyakit telah dikaitkan dengan kepatuhan: Kompleksitas pengobatan, durasi penyakit dan pemberian perawatan. Secara umum, semakin kompleks rejimen pengobatan, semakin kecil kemungkinan pasien akan mengikutinya. Indikator kompleksitas pengobatan termasuk frekuensi perilaku perawatan diri yaitu jumlah kali per hari perilaku perlu dilakukan oleh pasien. Kepatuhan terhadap hipoglikemik oral agen telah dikaitkan dengan frekuensi tingkat kepatuhan dosis. Pasien diresepkan obat tunggal mempunyai tingkat kepatuhan yang lebih baik dibandingkan pasien diresepkan dua atau lebih obat. Durasi penyakit tampaknya memiliki hubungan negatif dengan kepatuhan: semakin lama pasien menderita DM, semakin kecil kemungkinan untuk menjadi patuh terhadap penatalaksaan DM. Pasien yang telah menderita DM selama 10 tahun atau kurang dilaporkan lebih besar pengeluaran energi dalam kegiatan fisik, rekreasi, dan olahraga pada hari-hari per minggu, dibandingkan dengan menderita DM lebih dari 10 tahun dan makan makanan pantangan, yaitu mengonsumsi lemak jenuh lebih besar dan kurang mengikuti diet yang telah disusun. Durasi penyakit juga dikaitkan dengan kepatuhan terhadap pemberian insulin. Universitas Sumatera Utara b. Faktor Intra-personal. Tujuh variabel penting telah dikaitkan dengan kepatuhan: usia, jenis kelamin, harga diri, self-efficacy, stres, depresi dan penyalahgunaan alkohol. Umur juga telah dikaitkan dengan kepatuhan terhadap pemberian insulin. Dalam sebuah penelitian yang menilai kepatuhan terhadap pemantauan glukosa darah, dewasa muda melaporkan pemantauan konsentrasi glukosa darah mereka lebih sering daripada yang lebih tua. Orang dewasa muda juga bisa berlatih lebih baik untuk perewatan diri daripada orang dewasa tua. Jenis kelamin laki-laki juga telah dikaitkan dengan kepatuhan. Pasien laki-laki dengan DM ditemukan menjadi lebih aktif secara fisik daripada wanita, tetapi mereka mengkonsumsi lebih banyak kalori. Harga diri telah dikaitkan dengan kepatuhan terhadap manajemen diri pada pasien dengan DM. Harga diri tinggi berhubungan dengan tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap penyesuaian dosis insulin. Harga diri rendah pada dewasa dengan DM dikaitkan dengan kurang sering kontrol glukosa darah. Self-efficacy telah dipelajari dalam kaitannya dengan kepatuhan terhadap pengobatan yang diresepkan untuk DM, self-efficacy adalah prediktor kepatuhan terhadap perilaku perawatan DM Stres dan masalah emosional juga berkorelasi dengan kepatuhan. Stres ringan dikaitkan dengan tingkat yang lebih tinggi terhadap kepatuhan pemberian insulin dan diet pada wanita dengan DM. Dalam sebuah penelitian yang menggunakan skala stres pasien DM pada sampel gabungan orang dewasa dengan DM tipe 2 dan tipe 1, stres Universitas Sumatera Utara ditemukan secara signifikan terkait dengan diet jumlah dan jenis diet ditandai dengan kontrol metabolik yang buruk . Pasien yang memiliki rasa takut terhadap suntikan insulin atau monitor glukosa darah memiliki tingkat kepatuhan yang rendah. Depresi. Insiden depresi telah diamati dua kali lebih tinggi di antara orang- orang dengan DM dibandingkan pada populasi umum. Pasien dengan depresi lebih mungkin untuk mengalami komplikasi DM, memiliki kontrol glikemik buruk, dan kurang patuh terhadap perilaku perawatan diri dibandingkan pasien yang tidak depresi. Depresi juga berkaitan dengan biaya yang lebih tinggi dari perawatan medis pada pasien dengan DM. Penyalahgunaan alkohol. Pola penggunaan alkohol telah terkait dengan kualitas manajemen diri pada DM Johnson, Bazargan Bing yng dikutip oleh Tiv, dkk 2012, mempelajari 392 pasien dengan DM tipe 2 dari kelompok etnis minoritas di Los Angeles, dan menemukan bahwa konsumsi alkohol dalam 30 hari sebelumnya dikaitkan dengan ketidakpatuhan terhadap diet, monitor glukosa darah, obat-obatan oral. c. Faktor Inter-personal. Dua faktor penting antar-pribadi yang berhubungan dengan kepatuhan adalah kualitas hubungan antara pasien dan penyedia perawatan, dan dukungan sosial. Komunikasi yang baik antara pasien dan penyedia perawatan berkaitan dengan peningkatan kepatuhan. Komunikasi yang baik dengan penyedia layanan di antara pasien dengan DM tipe 2 berpengaruh secara singnifikan terhadap kepatuhan minum obat hipoglikemik oral dan pemantauan glukosa. Dukungan sosial seperti Universitas Sumatera Utara keterlibatan orang tua dikaitkan dengan kepatuhan terhadap pemberian insulin dan pemantauan glukosa darah. d. Faktor-faktor lingkungan. Dua faktor lingkungan telah dikaitkan dengan ketidakpatuhan pada pasien dengan DM yaitu situasi berisiko tinggi dan lingkungan. Perilaku perawatan diri terjadi dalam situasi lingkungan yang terus berubah di rumah, di tempat kerja, di depan umum, dll, yang berhubungan dengan tuntutan dan prioritas yang berbeda. Keadaan yang berubah, pasien ditantang untuk menyesuaikan dan memeliharan perilaku perawatan diri mereka. Pasien memilih antara memberikan perhatian pada manajemen DM atau beberapa prioritas kehidupan lainnya. Situasi terkait dengan ketidakpatuhan tersebut disebut situasi berisiko tinggi Dua belas kategori situasi makanan berisiko tinggi pada orang dewasa dengan DM tipe 1 dan tipe 2: ini termasuk menolak godaan, makan di luar, tekanan waktu, prioritas yang bersaing dan studi , faktor sosial juga menunjukkan bahwa hambatan lingkungan merupakan prediksi kepatuhan terhadap berbagai aspek perawatan DM. Banyak faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku orang. Sistem ini meliputi lingkungan ekonomi, pertanian, politik, perawatan kesehatan, geografis, sistem ekologi dan budaya . Perubahan lingkungan skala besar yang terjadi pada abad kedua puluh menciptakan epidemi obesitas dan DM tipe 2. Perubahan ini termasuk peningkatan ketersediaan makanan cepat, murah, tinggi lemak, garam dan kalori, dan mekanisasi sistem transportasi. Perubahan dalam sistem ekonomi dan politik telah memungkinkan perempuan untuk masuk ke dunia kerja, tetapi perubahan yang sama Universitas Sumatera Utara telah mengubah komposisi keluarga dan cara di mana keluarga berurusan dengan pilihan dan persiapan makanan. Lingkungan saat ini dikatakan beracun untuk gaya hidup sehat. Kejadian obesitas dan DM meningkat pesat di negara berkembang dan kemungkinan akan terkait dengan urbanisasi, transportasi dan perubahan luas dalam penyediaan makanan. Faktor yang sama mendorong gaya hidup menetap dan konsumsi makanan berlebihan, dan mengarah pada obesitas dan DM, mungkin juga membuat sulit bagi orang-orang yang menderita DM untuk mematuhi praktek yang baik. Edukasi dan informasi yang tepat dapat meningkatkan kepatuhan penderita dalam menjalani program pengobatan yang komprehensif, sehingga pengendalian kadar glukosa darah dapat tercapai. Ada beberapa parameter laboratorium yang dapat dilakukan untuk menilai tingkat kepatuhan berobat penderita DM, salah satunya adalah hemoglobin A1c HbA1c , yaitu glukosa yang terikat pada N- terminal valin hemoglobin rantai ß, yang terjadi melalui reaksi non enzymatik Soegondo S, 2004 Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA1, HbA2, HbF fetus Hemoglobin A HbA terdiri atas 91 sampai 95 dari jumlah hemoglobin total. Molekul glukosa berikatan dengan HbA1 yang merupakan bagian dari hemoglobin A. Proses pengikatan ini disebut glikosilasi atau hemoglobin terglikosilasi atau hemoglobin A. Dalam proses ini terdapat ikatan antara glukosa dan hemoglobin. Hasil pemeriksaan hemoglobin A1c merupakan pemeriksaan tunggal yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan berguna pada semua tipe penyandang DM Soewondo P, 2004. HbA1c yang terukur sekarang atau Universitas Sumatera Utara “sewaktu” mencerminkan kadar glukosa pada waktu 3 bulan yang lampau sesuai dengan umur sel darah merah manusia kira-kira 100-120 hari, sehingga hal ini dapat memberikan informasi seberapa tinggi kadar glukosa pada waktu 3 bulan yang lalu. Dengan melakukan pemeriksaan ini kita juga dapat mengetahui seberapa besar kepatuhan dalam berobat pada penderita DM. Semakin tinggi HbA1c menunjukkan semakin buruk kepatuhan seorang penderita dalam berobat. Peningkatan kadar HbA1c 8 mengindikasikan DM yang tidak terkendali dan beresiko tinggi untuk menjadikan komplikasi jangka panjang seperti nefropati, retinopati, atau kardiopati Soewondo P, 2004 Hasil dari Diabetes Control and Complication Trial DCCT menunjukkan bahwa pengendalian DM yang baik dapat mengurangi komplikasi kronik DM antara 20-30, bahkan hasil dari United Kingdom Proporsive Diabetes Study UKPDS menunjukkan setiap penurunan 1 dari HbA1c akan menurunkan komplikasi sebesar 35. Wiyono 2004 menyatakan bahwa pengendalian glukosa darah penting mengingat peranan hiperglikemia terhadap terjadinya komplikasi kronis dengan pengukuran HbA1c yaitu pengukuran hemoglobin terglikosilasi dalam eritrosit karena HbA1c terkandung dalam eritrosit yang hidup sekitar 100-120 hari, maka HbA1c mencerminkan pengendalian metabolisme glukosa selama 3-4 bulan. Hal ini lebih menguntungkan secara klinis karena memberikan informasi yang lebih jelas tentang keadaan penderita dan seberapa efektif terapi diabetik yang diberikan. Target penurunan HbA1c antara 6,5 – 7,0 . Hal ini juga dilakukan oleh Nanri A, dkk Universitas Sumatera Utara 2008 meneliti pola makan dan kadar A1c di Fukuoka, Jepang. Pola makan subjek diperoleh melalui analisis komponen utama terhadap konsumsi 49 jenis makanan yang diketahui dari kuesioner frekuensi makanan hal ini untuk menilai odds ratio OR peningkatan kadar A1c ≥5,5 yang spesifik terhadap jenis kelamin. Pola makan seperti negara Barat, dimana seafood memiliki hubungan positif dengan kadar A1c hanya pada pria p=0,01.

2.4 Epidemiologi DM

Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012-2013

1 58 126

Gambaran Pola Makan Penderita Diabetes Melitus Rawat Jalan Di Puskesmas Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013

9 95 78

Identifikasi Badan Keton Pada Urin Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

9 111 63

Hubungan Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Dengan Terjadinya Gangguan Pendengaran Di RSUP. H. Adam Malik Medan

6 60 123

Hubungan Diabetes Melitus dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli pada Pasien Glaukoma di Poliklinik Mata RSUP Haji Adam Malik, Medan Periode Juli-Agustus 2011

2 34 59

Gambaran Diabetes Melitus Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010

1 42 56

Hubungan Diabetes Melitus dengan Waktu untuk Konversi Kultur Sputum pada Pasien TB-MDR di RSUP H. Adam Malik

5 75 59

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DM - Hubungan Pola Makan dan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Hiperglikemik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSU Herna dan RSU Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2013

0 0 40

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Pola Makan dan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Hiperglikemik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSU Herna dan RSU Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2013

0 0 7

Hubungan Pola Makan dan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Hiperglikemik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSU Herna dan RSU Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2013

0 1 19