Hubungan Jadwal Makan dengan Kejadian Hiperglikemik Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Hiperglikemik

menyatakan bahwa perkiraan risiko untuk mendapatkan hiperglikemia pada penderita DM tipe-2 dengan jenis makanan yang tidak sesuai lebih besar 3,6 kali dibandingkan dengan penderita DM tipe-2 dengan jenis makanan yang sesuai.

4.5 Hubungan Jadwal Makan dengan Kejadian Hiperglikemik

Jadwal makan penderita DM tipe 2 dengan kejadian hiperglikemik di RSU Herna dan di RSUP H. Adam Malik Medan seperti pada tabel 4.10 dibawah ini. Tabel 4.10 Hubungan Jadwal Makan Menurut Status KGD di RSU Herna dan RSUP H Adam Malik Medan Tahun 2013 Jadwal Makan KGD ≤ 200 mg KGD 200 mg Jumlah Signifikinsi n n n Sesuai Tidak Sesuai 34 8 45,9 30,8 40 18 54,1 69,2 74 26 100 100  2 =1,81; p=0,17 RP=1,49 CI 95 0,7-2,7 Dari tabel 4.10 diatas dapat dilihat bahwa 18 69,2 dari 26 penderita DM tipe 2 yang mengalami hiperglikemik mempunyai jadwal makan yang tidak sesuai, lebih tinggi dibandingkan dengan penderita tidak hiperglikemik dengan jadwal makan tidak sesuai yaitu 8 30,8 dari 26 penderita DM tipe-2 dan tidak berbeda bermakna  2 =1,81; p=0,17 dengan RP=1,49; CI 95 0,7-2,7. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat hubungan jadwal makan terhadap kejadian hiperglikemi pada penderita DM tipe-2. Universitas Sumatera Utara

4.6 Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Hiperglikemik

Kepatuhan minum obat adalah salah satu komponen penting dalam mekanisme peningkatan kadar gula darah penderita DM tipe-2. Kepatuhan minum obat merupakan suatu bentuk perilaku penderita DM tipe-2 yang merupakan salah satu aspek penatalaksanaan medis. Tabel 4.11 Hubungan Kepatuhan Minum Obat Menurut Status KGD di RSU Herna dan RSUP H Adam Malik Medan Tahun 2013 Kepatuhan Minum Obat KGD ≤ 200 mg KGD 200 mg Jumlah Signifikinsi n n n Patuh Tidak patuh 31 11 66,0 20,8 16 42 34,0 79,2 47 53 100 100  2 =20,89; p=0,000 RP=3,17 CI 95 1,8-5,5 Dari tabel 4.11 diatas dapat dilihat bahwa 42 72,9 dari 53 penderita DM tipe 2 yang hiperglikemik tidak patuh minum obat, lebih tinggi dibandingkan dengan penderita tidak hiperglikemik yang tidak patuh mengonsumsi obat yakni 11 20,8 dari 53 penderita dan berbeda bermakna  2 =20,89; p=0,000 dengan RP=3,17; CI 95 1,8-5,5. Hal ini berarti terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat dengan kejadian hiperglikemia pada penderita DM tipe-2. Ini juga berarti bahwa perkiraan risiko mendapatkan kejadian hiperglikemia pada penderita DM tipe-2 yang tidak patuh minum obat lebih besar 3,1 kali dibandingkan dengan penderita DM tipe- 2 yang patuh minum obat. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya analisis multivariat dilakukan dengan metode backward selection dengan menggunakan analisis regresi logistik. Variabel yang dimasukan kedalam analisis multivariat adalah variabel yang mempunyai nilai p0,25. Kemudian dilakukan analisis interaksi untuk melihat kelayakan suatu model regresi. Setelah tahap ini dilakukan, analisis confounding dilanjutkan dan hasil akhir dari analisis dapat dilihat seperti tabel 4.12 berikut. Tabel 4.12 Hasil Analisis Regresi Backward Selection Unconditional Logistic Karakteristik RP 95 CI B P-Value Asupan kalori 3,43 1,21-9,68 1,23 0,02 Jenis makanan 4,14 1,06-16,12 1,42 0,04 Kepatuhan 7,05 2,60-19,12 1,95 0,000 Konstanta -1,566 0,000 Likelihood ratio = 97,3 ; p=0,000 Dari tabel 4.12 diatas dapat dilihat secara individual terdapat hubungan asupan kalori yang dikonsumsi penderita DM tipe-2 terhadap kejadian hiperglikemik dengan RP=3,43;95 CI 1,21-9,68 dan p=0,02. Hal ini menunjukan kejadian hiperglikemia pada penderita DM tipe-2 tergantung pada tingginya asupan kalori penderita p0,05. Dalam analisis ini juga ditemukan bahwa terdapat hubungan jenis makanan yang dikonsumsi oleh penderita DM tipe-2 terhadap kejadian hiperglikemia RP=4,14; 95 CI 1,06-16,12 dan p=0,04, yang menunjukan bahwa kejadian hiperglikemia pada penderita DM tipe-2 tergantung pada standar jenis makanan yang digunakan p0,05. Demikian juga halnya dengan kepatuhan minum obat ditemukan hubungan yang bermakna terhadap kejadian hiperglikemik RP=7,05;CI 2,60-19,12 dan p=0,000. Hal ini berarti bahwa kejadian hiperglikemia pada penderita DM tipe-2 Universitas Sumatera Utara tergantung pada kepatuhan penderita dalam hal mengonsumsi obat-obatan yang dianjurkan p0,05. Selanjutnya secara bersama-sama variabel asupan kalori, jenis makanan dan kepatuhan mengonsumsi obat mempunyai hubungan yang bermakna terhadap kejadian hiperglikemia dengan Likelihood Ratio=97,3 dan p=0,000. Ini berarti bahwa secara bersama-sama penderita DM tipe-2 dengan asupan kalori, jenis makanan, dan kepatuhan mengonsumsi obat berhubungan terhadap kejadian hiperglikemia pada penderita DM tipe-2. Dari hasil analisa regresi nilai konstanta adalah bermakna p=0,000 p0,05 pada taraf nyata α=0,05 Hal ini menunjukan bahwa konstanta sangat baik untuk memprediksi model. Sehingga model terbaik persamaan regresi dapat dibentuk dengan dimana, y = -1,566 + 1,23 asupan kalori+1,42 jenis makanan + 1,95 kepatuhan Persamaan ini dapat di iterpretasikan sebagai berikut: Jika seorang penderita DM tipe-2, asupan kalori yang dikonsumsi tidak sesuai, tidak patuh mengonsumsi obat, dan jenis makanan tidak sesuai, maka peluang untuk terjadinya hiperglikemik adalah: y = -1,566 + 1,23 1 + 1,42 1 +1,951 y = 3,04 Universitas Sumatera Utara maka : P = 1 1 + 0,085 P = 1 1,085 P = 0,95 Ini berarti melalui model ini jika seorang penderita DM tipe-2 mengonsumsi asupan kalori yang tidak sesuai, jenis makanan yang tidak sesuai dan tidak patuh mengonsumsi obat maka peluang terjadinya hiperglikemik adalah 95. Universitas Sumatera Utara BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Hiperglikemik pada Penderita DM tipe 2 di RSU Herna dan RSUP H. Adam Malik Medan Dari hasil analisis dalam penelitian ini dan terdapat hubungan asupan kalori dengan kejadian hiperglikemia pada penderita DM tipe 2. Hal yang sama juga ditemukan oleh Nanri 2008 bahwa pola makan yang mengutamakan asupan nasi putih kemungkinan menurunkan metabolisme glukosa pada pria dan wanita sehingga mempengaruhi kadar gula darah. Demikian juga menurut Rahmawati 2009 terdapat pengaruh frekuensi konsumsi protein terhadap kejadian hiperglikemia. Pengaturan makanan adalah kunci manajemen DM untuk mengurangi gejala dengan membentuk berat badan ideal dan mencegah dampak lanjutan atau komplikasi Bustan, 2007. Menurut Rodwell 2003 dalam Rahmawati 2009, treonin dan tirosin terdapat pada protein sebagai ofosfotreonin dan fosfotirosin. Fosforilasi reversibel dan defosforilasi yang terjadi berikutnya memiliki fungsi regulasi yang penting. Fosforilasi mengalami perubahan yang cepat pada enzim metabolik, yang menyebabkan terjadinya pengendalian aliran metabolik yang mudah dibalikkan dan diatur dengan halus pada metabolisme karbohidrat dan lipid serta penghantaran sinyal. Hal ini mungkin menyebabkan adanya hubungan yang bermakna antara frekuensi konsumsi protein dengan kejadian hiperglikemia. Universitas Sumatera Utara Parillio 2004 dalam penelitianya menemukan bahwa risiko hiperglikemik penderita DM tipe 2 juga berhubungan dengan komposisi diet terutama diet rendah serat dan asupan kalori. Pengaturan diet pada penderita DM tipe 2 bertujuan untuk mengurangi berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, dan pengontrolan komposisi energi. Hal yang sama ditemukan oleh Ricardi 2004 yang menyatakan komposisi diet dapat mempengaruhi perkembangan DM tipe 2 dengan tujuan mengontrol berat badan. Hal ini juga menegaskan bahwa faktor asupan kalori, asupan lemak, dan protein adalah faktor kuat dan positif terkait dengan kejadian hiperglikemik. Penelitian yang dilakukan oleh Gutierrez 1998 diet rendah kalori memiliki efek jangka pendek dan menguntungkan pada penderita DM tipe 2 yang telah gagal diet atau terapi sulfonilurea. Hal ini menunjukan bahwa perlunya menilai kembali peran diet setiap kali penderita DM tipe 2 memanifestasikan hiperglikemia meskipun pengobatan oral konvensional dan menejemen diet telah gagal. Pada penelitian ini ditemukan tingginya proporsi penderita hiperglikemik yang menggunakan asupan kalori tidak sesuai dibandingkan dengan asupan kalori sesuai. Tingginya proporsi penderita hiperglikemik pada penderita DM tipe 2 yang mengonsumsi kalori tidak sesuai ditemukan pada jenis kelamin perempuan. Namun hal ini belum di dukung oleh penelitian atau teori yang kuat. Sementara itu penelitian ini juga menemukan penderita DM tipe 2 dengan aktivitas sedang cenderung mempunyai asupan kalori yang lebih tinggi dibandingkan dengan penderita DM tipe 2 dengan aktivitas ringan. Hal senada ditemukan oleh Parillio 2004, WHO 2012 Universitas Sumatera Utara yang menyatakan bahwa aktivitas fisik akan menurunkan dan mengontrol kadar gula darah pada penderita DM tipe 2. Konsumsi Energi tinggi dalam penelitian ini juga disebabkan karena adanya keterkaitan erat antara jumlah kalori, jenis makanan, dan waktu makan. Hal ini disebabkan karena mekonsumsi jenis makanan yang tidak sesuai yaitu responden sering mekonsumsi makanan siap saji, dan berlemak selain itu responden masih saja minuman yang mengandung kafein kopi, dimana makanan dan minuman ini mengandung indeks glikemik yang tinggi dan jadwal makan yang terlalu cepat akan menambah asupan kalori yang mempengaruhi kadar gula darah. Demikian juga dengan asupan kalori pada penderita hiperglikemik KGD 200 mg dengan penderita tidak hipergikemik hampir sama pada semua berat badan dan terdapat kecenderungan menurun. Hal ini menujukkan bahwa program pengontrolan diet pada penderita DM tipe 2 yang gemuk dan obesiatas lebih berjalan dengan baik dibandingkan dengan penderita DM tipe 2 dengan berat badan normal dan kurus. Diabetes tipe 2 adalah suatu kondisi kronis di mana gula darah glukosa meningkat dengan cukup tinggi. Normalnya, sel beta pankreas terus-menerus memonitor kadar glukosa. Ketika sel-sel beta pankreas merasakan peningkatan glukosa darah misalnya setelah makan, sel-sel beta mensekresikan insulin untuk menjaga kadar glukosa darah tidak terlalu tinggi. Tapi dalam diabetes tipe-2, sel beta gagal dalam menjalankan fungsi penting ini. Akibatnya, kadar glukosa darah meningkat Buchman, 2013. Universitas Sumatera Utara Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa terdapat hubungan jenis makanan terhadap kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2. Hal ini menunjukan bahwa jenis makanan yang dikonsumsi penderita DM tipe 2 merupakan faktor resiko penting dalam mekanisme peningkatan kadar glukosa darah. Hasil penelitian yang sama ditemukan oleh, James 2004 Makanan termasuk kacang-kacangan, dalam pengaturan minyak, dan zaitun dengan sayuran hijau mungkin sangat jelas memiliki manfaat bagi kontrol glikemik. Frank 2001 penurunan risiko diabetes tipe 2 berhubungan dengan asupan tinggi serat sereal dan polyunsaturated dan bahwa peningkatan risiko dikaitkan dengan asupan tinggi lemak trans terbentuk selama hidrogenasi parsial minyak sayuran minyak dan beban glikemik tinggi yang mencerminkan pengaruh diet pada tingkat glukosa darah. Oleh karena itu, diet berisiko rendah didefinisikan sebagai diet rendah lemak trans dan beban glikemik dan tinggi serat sereal, dengan rasio tinggi polyunsaturated lemak jenuh. Parillio 2004 makanan kaya karbohidrat dapat diklasifikasikan berdasarkan pengaruhnya terhadap postprandial glikemia yang dapat dinyatakan sebagai Glikemik Indeks GI. GI adalah Indeks yang didasarkan pada peningkatan konsentrasi glukosa darah. Makanan yang kaya mengandung serat memiliki GI rendah. Beberapa efek menguntungkan makanan diet tinggi serat rendah GI telah menunjukan peningkatan sensitivitas insulin dan meningkatkan kontrol lipid. Tidak ada nilai anjuran yang tepat dari diet rendah atau tinggi GI. Namun tampaknya jelas bahwa semakin rendah GI semakin baik effek metabolik. Universitas Sumatera Utara Farillio 2004 ada hubungan positif antara konsumsi sukrosa dan risiko hiperglikemia pada penderita DM tipe 2. Sebaliknya ada bukti kuat bahwa makanan yang kaya karbohidrat dan serat dengan GI rendah dapat berkontribusi untuk pencegahan hiperglikemia. Feskens 1995 menemukan bahwa konsumsi lemak dan asupan lemak jenuh berkontribusi dalam meningkatkan risiko hiperglikemika pada DM tipe-2. Dalam penelitian Nurses Health Study secara prospektif dalam Pirallio 2004 menemukan hubungan positif antara asupan tinggi lemak trans asam dan resiko hiperglikemia, hubungan positif antara asupan lemak hewani dan insiden hipergikemika pada DM tipe-2. Dalam Study Health Profesional dalam Pirallio 2004 menemukan asupan lemak total dan lemak jenuh dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi dari DM tipe 2. Peningkatan risiko pada penderita DM tipe-2 akan berkontribusi terhadap kejadian hiperglikemia. Dan menurut Waspadji 2007 pengaturan pola makan dimaksudkan agar terjadi perubahan pada kandungan glukosa pada darah penderita DM sehingga diharapkan dengan perbandingan jumlah makanan, jadwal makan yang tepat maka kadar glukosa darah akan tetap stabil. Hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2 tidak tergantung pada jadwal makan penderta DM tipe 2. Penderita DM tipe 2 yang mengalami hiperglikemik maupun yang tidak mengalami hperglikemik lebih condong tidak mematuhi jadwal makan yang telah ditetapkan, khususnya makan malam. Mereka mempunyai asumsi bahwa dengan makan 3 kali Universitas Sumatera Utara sehari sudah cukup tanpa memperhatikan waktu makan dan mereka juga sering mengkonsumsi makanan selingan tanpa memandang waktu makannya Mekanisme ketidakadaan hubungan jadwal makan dengan kejadian hiperglikemik dalam penelitian ini belum dapat dijelaskan dengan cukup baik. Hal ini disebabkan karena tidak diketahui kadar gula darah pada malam hari ataupun pada pagi hari setelah makan. Hasil penelitian pun belum memberikan bukti yang signifikan yang dapat menjelaskan ini. 5.2 Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Hiperglikemik pada Penderita DM tipe 2 di RSU Herna dan RSUP H. Adam Malik Medan Selanjutnya, penelitian ini menemukan terdapat hubungan kepatuhan minum obat dengan kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2. Hal ini menunjukan bahwa kepatuhan minum obat berkontribusi menyebabkan kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2. Tingginya proporsi ketidakpatuhan minum obat sangat tergantung pada berbagai faktor perilaku individu dan karakteristik penyakit DM tipe 2. Dari enam kategori indeks kepatuhan yang terdapat dalam penelitian ini, ketidak patuhan penderita DM tipe-2 paling tinggi pada penderita yang merasa obat tidak bermanfaat, dan adanya efek samping obat yang dirasakan penderita dan yang terendah adalah kategori lupa minum obat dan kehabisan obat. Durasi atau lamanya sakit juga berkontribusi terhadap ketidak patuhan minum obat pada penderita DM tipe 2. Hal ini dibuktikan dalam penelitian ini dimana penderita DM tipe-2 mempunyai rata-rata lama sakit sekitar 5,92 tahun, dengan Universitas Sumatera Utara proporsi terbesar pada durasi sakit 5 tahun dibandingkan dengan proporsi ≤ 5 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Tiv 2012 yang menyatakan Durasi penyakit memiliki hubungan negatif dengan kepatuhan: semakin lama pasien menderita DM, semakin kecil kemungkinan untuk menjadi patuh terhadap penatalaksaan DM. Kepatuhan mengonsumsi obat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kemampuan pasien untuk mengikuti rencana perawatan secara optimal. Hal ini sering tergganggu karena adanya penghalang terkait dengan aspek yang berbeda dari masalah seperti aspek sosial, ekonomi, sistem perawatan kesehatan, karakteristik penyakit, terapi, dan faktor lain yang berhubungan dengan penderita. Jika kepatuhan pasien terhadap konsumsi obat akan diperbaiki maka memecahkan masalah yang berkaitan dengan masing-masing faktor ini sangat diperlukan WHO, 2012.

5.3 Keterbatasan Penelitian

Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012-2013

1 58 126

Gambaran Pola Makan Penderita Diabetes Melitus Rawat Jalan Di Puskesmas Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013

9 95 78

Identifikasi Badan Keton Pada Urin Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

9 111 63

Hubungan Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Dengan Terjadinya Gangguan Pendengaran Di RSUP. H. Adam Malik Medan

6 60 123

Hubungan Diabetes Melitus dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli pada Pasien Glaukoma di Poliklinik Mata RSUP Haji Adam Malik, Medan Periode Juli-Agustus 2011

2 34 59

Gambaran Diabetes Melitus Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010

1 42 56

Hubungan Diabetes Melitus dengan Waktu untuk Konversi Kultur Sputum pada Pasien TB-MDR di RSUP H. Adam Malik

5 75 59

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DM - Hubungan Pola Makan dan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Hiperglikemik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSU Herna dan RSU Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2013

0 0 40

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Pola Makan dan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Hiperglikemik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSU Herna dan RSU Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2013

0 0 7

Hubungan Pola Makan dan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Hiperglikemik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSU Herna dan RSU Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2013

0 1 19