Klon-klon yang sudah dilepas seperti BPM 1, BPM 107, BPM 109, AVROS 2037, GT1, PR 255, PR 261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712,
masih dapat digunakan dengan beberapa pertimbangan, antara lain dengan memperhatikan kepentingan pengguna untuk penanaman klon tersebut pada
wilayah tertentu maupun kebutuhan lateks atau kayu untuk spesifikasi produk tertentu Aidi-Daslin, et.al., 2009
3. Keragaman Genotipe dan Fenotipe
Keragaman yang sering ditunjukkan oleh tanaman sering dikaitkan dengan aspek negatif. Hal ini sering tidak diperhatikan oleh peneliti yang menganggap
bahwa susunan genetik dari bahan tanaman digunakan adalah sama karena berasal dari klon yang sama. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan
genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama. Jika ada dua jenis tanaman yang sama ditanam
pada lingkungan yang berbeda dan timbul variasi yang sama dari kedua tanaman tersebut maka hal ini dapat disebabkan oleh genetik dari tanaman yang
bersangkutan Sitompul dan Guritno, 1995. Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program
pemuliaan tanaman. Variasi ini dapat dimanfaatkan, seperti semula dilakukan manusia, dengan cara melakukan introduksi sederhana dan tehnik seleksi atau
dapat dimanfaatkan dalam program persilangan untuk mendapatkan kombinasi genetik yang baru. Jika perbedaan dua individu yang mempunyai faktor
lingkungan yang sama dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari genotipe kedua tanaman tersebut. Keragaman genetik menjadi perhatian umum para
Universitas Sumatera Utara
pemulia tanaman, karena melalui pengelolaan yang tepat dapat menghasilkan varietas baru yang lebih baik Welsh, 2005.
Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali jika mereka berada pada lingkungan yang sesuai dan sebaliknya tidak ada pengaruh
terhadap perkembangan karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Keragaman yang diamati
terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas di dalam sifat yang lain,
pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan individu berada Allard, 2005.
4. Kriteria Seleksi
Adanya perubahan paradigma berkebun karet dari menghasilkan lateks menjadi menghasilkan kayu dan lateks, menyebabkan kegiatan pemuliaan
berupaya menghasilkan klon-klon unggul baru sebagai penghasil lateks maupun biomassa non lateks. Kemajuan pemuliaan selama empat siklus seleksi telah
mampu menghasilkan klon karet unggul yang dapat dibagi kedalam tiga kategori yaitu: klon penghasil lateks: produksi karet kering 3 tonhathn, produksi kayu
150 – 200 m
3
ha, klon penghasil lateks-kayu: produksi karet kering 2 – 2,5 tonhathn, potensi kayu 200 m
3
ha, klon penghasil kayu: produksi karet kering 1,2 – 1,8 tonhathn, potensi kayu 300m
3
ha Aidi-Daslin, et.al. 2009.
Universitas Sumatera Utara
4.1. Kriteria Seleksi Produksi Lateks
Sifat primer adalah potensi menghasilkan produksi tinggi. Sedangkan sifat yang langsung mempengaruhi rendah tinggi potensi hasil adalah sifat lateks. Sifat
ini erat kaitannya dengan volume lateks dan yang dihasilkan pohon, berat kering lateks yang dapat dihasilkan tiap pohon Rasjidin, 1989.
Lilit batang berkorelasi positif dengan potensi produksi yang dimiliki oleh masing-masing genotipe. Pertumbuhan lilit batang setiap tahun sebelum
penyadapan berkisar antara 6,25 – 10,44 cm dengan nilai rata-rata 9,08 cmthn. Pertambahan lilit batang sesudah tanaman menghasilkan TM disadap berkisar
antara 1,82 – 4,64 cmthn dengan nilai rata-rata 3,0 cmthn. Dari hasil penelitian di kebun percobaan Sembawa, Sumatera Selatan, ternyata pertumbuhan lilit
batang mencapai 3,36-4,64 cmthn Danimihardja, 1988. Lilit batang hasil pengamatan terhadap genotipe dari hasil persilangan
19981999 menunjukkan keragaman yang tinggi dengan rata-rata 38,57 cm dengan kisaran 10,6-85,5 yang berarti ada segregasi antara turunan yang
dihasilkan oleh masing-masing kombinasi Woelan et.al., 2007. Tebal kulit mempunyai hubungan langsung dengan potensi produksi
dengan koefesien korelasi mencapai 0,826. Diharapkan genotipe-genotipe yang mempunyai tebal kulit yang tinggi maka memiliki produksi yang tinggi juga.
Pertumbuhan tebal kulit sangat dipengaruhi oleh klon dan faktor lingkungan. Pada umumnya kulit yang tebal untuk terjadi luka ketika penyadapan lebih kecil. Klon
AVROS 2037, mempunyai kulit yang tebal dan pada umumnya terwaris pada keturunannya. Pertumbuhan kulit pulihan pada tiap tahunnya berkisar antara
Universitas Sumatera Utara
1 - 1,9 mm. Dengan demikian setelah 5 tahun kemudian kulit pulihan sudah dapat disadap kembali Danimihardja, 1988.
Tebal kulit merupakan kriteria yang cukup penting di dalam melakukan identifikasi suatu klon yang mempunyai keunggulan di dalam produksi lateks
tinggi. Potensi produksi tinggi mempunyai korelasi yang positif dengan tebal kulit Woelan, et.al., 2001.
Jumlah pembuluh lateks, diameter pembuluh lateks, tebal kulit dan lilit batang berpengaruh nyata terhadap hasil karet. Artinya bahwa apabila ada
peningkatan komponen hasil lateks maka hasil lateks akan lebih tinggi Woelan et.al., 2001.
Kadar Karet Kering KKK Lateks menunjukkan keseimbangan regenarasi lateks antar sadap. KKK yang rendah menunjukkan terlalu rapatnya frekuensi
sadapan sehingga tidak memberikan waktu yang cukup bagi tanaman untuk melakukan sintesis sepenuhnya terhadap lateks yang dipanen. KKK bisa juga
sebagai petunjuk bahwa eksploitasi terlalu berat sehingga terkuras semua cadangan karbohidrat dalam jaringan kulit maupun kayu. Solusinya dapat berupa
penurunan frekuensi
sadap dan
atau penurunan
aplikasi stimulasi
Kuswanhadi, et. al., 2009.
4.2. Kriteria Seleksi Produksi Kayu
Kayu karet dapat dibuat menjadi kayu gergajian atau kayu lapis, sedangkan limbahnya atau kayu sisa yang berukuran lebih kecil dapat dibuat
papan partikel, papan semen, papan serat dan arang. Saat ini kayu karet banyak digunakan sebagai bahan baku pada industri mebel karena warna dan serat
Universitas Sumatera Utara
kayunya sangat menarik, kayunya mudah digergaji, dibengkokkan dipaku dan diketam Azwar,1990.
Adapun parameter yang mempengaruhi perhitungan produksi kayu karet adalah lilit batang, tinggi tanaman, dan percabangan pohon karet.
Menurut Wan Razali Mohd et al 1983 bahwa volume kayu karet seangat ditentukan oleh besaran lilit batang dan tinggi tanaman, semakin besar lilit batang
dan tinggi tanaman maka volume kayu karet yang dihasilkan semakin besar dan sebaliknya semakin kecil lilit batang dan ketinggian tanaman maka volume kayu
yang dihasilkan semakin kecil. Demikian halnya dengan semakin tinggi cabang
primer dan tebal kulit maka kayu log yang dihasilkan semakin besar.
Peubah pertumbuhan tanaman yang berhubungan dengan potensi kayu adalah lilit batang dan panjang log bebas cabang. Lilit batang selain berhubungan
dengan hasil lateks, juga mempengaruhi volume kayu yang akan dihasilkan. Namun tidak ada korelasi antara lilit batang dengan panjang log pada setiap umur
tanaman. Oleh karena volume kayu log diduga melalui subsitusi lilit batang dan panjang log, maka kondisi ideal tanaman penghasil kayu adalah yang memiliki
batang besar dan percabangan yang tinggi Suhendry, 2002. Pertumbuhan tanaman yang jagur ditandai dengan ukuran lilit batang
menjelang penyadapan dan selanjutnya. Perkembangan lilit batang sangat dipengaruhi oleh penyadapan. Selama masa penyadapan pertumbuhan pohon
mengalami tekanan sebagai akibat penyadapan. Tiap klon memperlihatkan reaksi tersendiri terhadap lilit batang
dalam masa
penyadapan Suhaimi dan Lubis, 1984.
Universitas Sumatera Utara
Tinggi tanaman diukur untuk mengetahui volume kayu per pohon. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan bambu berskala yang dilakukan dari
permukaan tanah hingga ke titik tumbuh. Tinggi percabangan tanaman diukur
guna untuk mengestimasi volume kayu log. Volume kayu log nantinya akan diestimasi dengan menggunakan formula yang dikembangkan oleh Wan Razali et
al. 1983 dan salah satu variabel yang diukur untuk itu adalah tinggi batang bebas cabang Siagian, et.al., 2005.
Untuk mencari suatu genotipe yang memiliki keunggulan pada sifat produksi dan kayu sekaligus tampaknya sulit ditemukan. Genotipe yang memiliki
potensi kayu besar umumnya menghasilkan lateks yang rendah, begitu juga dengan genotipe yang berproduksi tinggi cenderung memiliki potensi kayu yang
rendah dengan lilit batang yang lebih kecil Suhendry, et.al., 2001.
Universitas Sumatera Utara
III. METODE PENELITIAN 1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Sungei Putih, Pusat Penelitian Karet Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera
Utara, dengan ketinggian tempat ± 54 m dpl pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012.
2. Bahan dan Alat
Bahan – bahan yang digunakan dalam peneletian ini adalah tanaman karet hasil persilangan 2001-2003 berumur 9 tahun sebanyak 1013 genotipe yang dapat
dilihat pada Lampiran 2 dan Gambar 2.Genotipe-genotipe tersebut ditanam dengan jarak 2 m x 2 m pada Kebun Pegujian Seedling Evaluation Trial SET
dengan total luas areal 0,7 Ha dengan menggunakan metode sadap Hammaker- Morris-Man. Bahan- bahan kimia yang digunakan adalah gliserin, aquadest,
KOH, HNO
3,
Sudan III, aseton dan alkohol 70, dan bahan-bahan lain yang mendukung penelitian ini.
Alat yang digunakan adalah pisau sadap biasa dan batu asah, tali, kawat, talang, mangkok, mal bidang sadap, label, spidol, timbangan, alat- alat tulis dan
alat lain yang diperlukan seperti meteran kain, pisau silet, mikroskop, kuadri, bas sampler.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Penampilan populasi genotipe hasil persilangan 2001 – 2003 di
Kebun Percobaan Balai Penelitian Sungei Putih
3. Metode Penelitian