untuk menghasilkan genotipe-genotipe apakah nanti sesuai ditanam dalam lingkungan yang luas atau hanya untuk lingkungan tertentu Aidi-Daslin, 1986.
2.1.5 Pengujian Plot Promosi
Dalam kegiatan pemuliaan tanaman karet lamanya satu siklus tanaman karet merupakan kendala untuk dapat menghasilkan klon-klon unggul baru. Salah
satu upaya yang telah dilakukan untuk mempersingkat siklus tanaman tersebut adalah dengan melakukan pengujian “Plot Promosi”. Pengujian Plot Promosi
adalah pengujian yang dipercepat dengan memanfaatkan materi genetik hasil seleksi 1 pada tanaman seedling Seedling Evaluation Trial = SET. Waktu
yang dibutuhkan untuk mendapatkan klon unggul baru melalui pengujian ini dapat dipersingkat menjadi 15-20 tahun Woelan, 2005.
Pengujian Plot Promosi ini menggunakan rancangan percobaan ”Simple Latice Design”. Masing-masing plot terdiri dari 30-60 tanaman. Peubah yang
diamati adalah lilit batang, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks, diameter pembuluh lateks, waktu buka sadap, persentase matang sadap, ketahanan terhadap
penyakit daun, dan potensi produksi kayu m
3
pohon Woelan, 2005.
2.1.6 Klon Karet Anjuran
Klon anjuran komersial adalah klon unggul yang dianjurkan untuk pengembangan komersial yang menurut Undang-Undang No. 12 1992 disebut
sebagai Benih Bina dan pelepasannya dilakukan secara resmi melalui Surat Keputusan Menteri. Klon harapan adalah klon-klon yang pada pengujian
pendahuluan terbukti memiliki sifat keunggulan lebih baik dari klon anjuran komersial pembanding, namun belum teruji secara luas. Klon harapan dianjurkan
Universitas Sumatera Utara
masuk pengembangan skala terbatas oleh pekebun melalui kerjasama pengembangan dengan Pusat Penelitian Woelan, 2008.
Klon penghasil lateks yaitu klon yang memiliki produksi lateks tinggi tetapi produksi kayunya rendah. Klon-klon seperti ini sangat sesuai dikembangkan
untuk produksi lateks tetapi tidak sesuai untuk produksi kayu. Klonpenghasil
lateks-kayu yaitu klon yang memiliki potensi hasil lateks tinggi dan produksi kayu tinggi yang dicirikan dengan pertumbuhan tanaman jagur dengan kayu log yang
cukup tinggi. Klon-klon seperti ini sangat sesuai dikembangkan untuk produksi lateks dan kayu karet atau produksi kayunya saja Sayurandi, 2009.
Berdasarkan rumusan Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet yang dilaksanakan pada tanggal 4-6 Agustus 2009 di Batam Provinsi Kepulauan
Riau, maka rekomendasi bahan tanaman karet periode 2010-2014 disusun dengan memperhatikan kepentingan konsumen untuk mengembangkan agribisnis karet
baik dari segi kebutuhan lateks maupun kayu. Rekomendasi dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelompok klon penghasil lateks, klon penghasil lateks-kayu
dan benih anjuran untuk batang bawah, yang merupakan anjuran komersial untuk penanaman skala luas yang disebut sebagai benih bina, dengan komposisi anjuran
sebagai berikut: a. Klon penghasil lateks terdiri dari IRR 104, IRR 112, IRR118, IRR 120,
BPM 24, PB 260, PB 230 dan PB 340. b. Klon penghasil lateks-kayu terdiri dari IRR 5, IRR 39, IRR 42, IRR 107,
IRR 119, dan RRIC 100. c. Benih anjuran untuk batang bawah terdiri dari benih yang berasal dari tanaman
monoklonal AVROS 2037, GT1, PB 260, RRIC 100, PB 330, dan BPM 24.
Universitas Sumatera Utara
Klon-klon yang sudah dilepas seperti BPM 1, BPM 107, BPM 109, AVROS 2037, GT1, PR 255, PR 261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712,
masih dapat digunakan dengan beberapa pertimbangan, antara lain dengan memperhatikan kepentingan pengguna untuk penanaman klon tersebut pada
wilayah tertentu maupun kebutuhan lateks atau kayu untuk spesifikasi produk tertentu Aidi-Daslin, et.al., 2009
3. Keragaman Genotipe dan Fenotipe
Keragaman yang sering ditunjukkan oleh tanaman sering dikaitkan dengan aspek negatif. Hal ini sering tidak diperhatikan oleh peneliti yang menganggap
bahwa susunan genetik dari bahan tanaman digunakan adalah sama karena berasal dari klon yang sama. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan
genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama. Jika ada dua jenis tanaman yang sama ditanam
pada lingkungan yang berbeda dan timbul variasi yang sama dari kedua tanaman tersebut maka hal ini dapat disebabkan oleh genetik dari tanaman yang
bersangkutan Sitompul dan Guritno, 1995. Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program
pemuliaan tanaman. Variasi ini dapat dimanfaatkan, seperti semula dilakukan manusia, dengan cara melakukan introduksi sederhana dan tehnik seleksi atau
dapat dimanfaatkan dalam program persilangan untuk mendapatkan kombinasi genetik yang baru. Jika perbedaan dua individu yang mempunyai faktor
lingkungan yang sama dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari genotipe kedua tanaman tersebut. Keragaman genetik menjadi perhatian umum para
Universitas Sumatera Utara
pemulia tanaman, karena melalui pengelolaan yang tepat dapat menghasilkan varietas baru yang lebih baik Welsh, 2005.
Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali jika mereka berada pada lingkungan yang sesuai dan sebaliknya tidak ada pengaruh
terhadap perkembangan karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Keragaman yang diamati
terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas di dalam sifat yang lain,
pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan individu berada Allard, 2005.
4. Kriteria Seleksi
Adanya perubahan paradigma berkebun karet dari menghasilkan lateks menjadi menghasilkan kayu dan lateks, menyebabkan kegiatan pemuliaan
berupaya menghasilkan klon-klon unggul baru sebagai penghasil lateks maupun biomassa non lateks. Kemajuan pemuliaan selama empat siklus seleksi telah
mampu menghasilkan klon karet unggul yang dapat dibagi kedalam tiga kategori yaitu: klon penghasil lateks: produksi karet kering 3 tonhathn, produksi kayu
150 – 200 m
3
ha, klon penghasil lateks-kayu: produksi karet kering 2 – 2,5 tonhathn, potensi kayu 200 m
3
ha, klon penghasil kayu: produksi karet kering 1,2 – 1,8 tonhathn, potensi kayu 300m
3
ha Aidi-Daslin, et.al. 2009.
Universitas Sumatera Utara
4.1. Kriteria Seleksi Produksi Lateks