Tinggi Tanaman PELAKSANAAN PENELITIAN

Jumlah genotipe terseleksi berdasarkan lilit batang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah genotipe terseleksi berdasarkan lilit batang. Seleksi Jumlah Genotipe Batas 10 116 72,36 – 114,5 cm 1 16 89,47 – 114,5 cm Genotipe-genotipe terbaik 1 tersebut diantaranya adalah genotipe bernomor registrasi 37302B, 31602B, 51402B, 35302B,42301A, 11902B, 32702B, 33902B, 16001A, 52702B, 13201A, 13701A, 19501A, 74201A, 33002B dan 47302BLampiran 13, dengan nilai terbesar adalah 114,5 cm pada genotipe 37302B dan terendah adalah 89,8 cm pada genotipe 47302B, dan sebagian besar dari genotipe tersebut berasal dari persilangan alami, dan genotipe yang berasal dari persilangan buatan adalah genotipe 11902B yang merupakan hasil dari kombinasi RRIC 100 x IRR 42. Dimana Klon RRIC 100 induk betina merupakan klon penghasil lateks-kayu, dengan pertumbuhan lilit batang 12,5 cmth pada masa TBM, dan 4,6 cmth pada masa TM, dan memiliki produksi 1,9 tonhath. Sedangkan klon IRR 42 induk jantan merupakan klon penghasil lateks-kayu, dengan pertumbuhan lilit batang 12,5 cmth pada masa TBM, dan 3,9 cmth pada masa TM dengan produksi 1,5 tonhath, dan sifat-sifat dari kedua induk diwariskan kepada turunannya.

3. Tinggi Tanaman

Pola penyebaran genotipe berdasarkan tinggi tanaman dapat dilihat dari nilai koefesien kemiringannya yaitu sebesar-0,7714 yang artinya bahwa sebagian besar genotipe mempunyai tinggi tanaman yang relatif tinggi Gambar 6. Distribusi kelas dan data pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 13. Universitas Sumatera Utara 3 11 23 76 85 154 403 179 73 6 50 100 150 200 250 300 350 400 450 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 F RE K W E NSI KELAS Gambar 6. Pola penyebaran genotipe hasil persilangan tahun 2001 - 2003 berdasarkan tinggi tanaman. Dari data pengamatan dapat diketahui bahwa rata-rata tinggi tanaman adalah 12,03 m dengan kisaran 3,4 -17,5 m. Sedangkan nilai koefesien keragamannya sebesar 17,44 yang berarti populasi semaian mempunyai keragaman yang rendah. Diduga perbedaan tinggi tanaman ini akibat adanya perbedaan susunan genetik dari masing-masing genotipe. Hal ini sesuai denganSitompul dan Guritno 1995 yang menyatakan bahwa keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama. Jumlah genotipe terseleksi berdasarkan tinggi tanaman disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah genotipe terseleksi berdasarkan tinggi tanaman. Seleksi Jumlah Genotipe Batas 10 79 14,71 – 17,5 m 1 5 16,89 – 17,5 m Genotipe-genotipe terbaik 1 tersebut diantaranya adalah genotipe bernomor registrasi 11301A, 47801A, 30801A, 31602B dan 31702B Lampiran 13. Dengan nilai tertinggi adalah 17,5 m pada genotipe 11301A dan Universitas Sumatera Utara 632 211 96 42 15 12 5 100 200 300 400 500 600 700 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 F RE K W E NSI KELAS nilai terendah 17 m pada 31702B. Dan genotipe-genotipe tersebut berasal dari persilangan alami. 4. Jumlah Cabang Pertama Pola penyebaran genotipe berdasarkan jumlah cabang pertama dapat dilihat dari nilai koefesien kemiringannya yaitu sebesar 2,092 yang artinya bahwa sebagian besar genotipe mempunyai tinggi tanaman yang relatif kecil Gambar 7. Distribusi kelas dan data pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 13. Gambar 7. Pola penyebaran genotipe hasil persilangan tahun 2001 - 2003 berdasarkan jumlah cabang pertama. Dari data pengamatan dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah cabang pertama adalah 1,67 cabang dengan kisaran 1 – 7 cabang. Sedangkan nilai koefesien keragamannya sebesar 66,21 yang berarti populasi semaian mempunyai keragaman yang tinggi. Jumlah genotipe terseleksi berdasarkan lilit batang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah genotipe terseleksi berdasarkan jumlah cabang pertama. Seleksi Jumlah Genotipe Batas 10 170 3,08 – 7 1 32 4,32 – 7 Universitas Sumatera Utara 47 85 93 147 197 150 166 121 4 3 50 100 150 200 250 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 F RE K UE NSI KELAS Genotipe yang memiliki jumlah cabang pertama terbanyak adalah No.Reg 46501A yang merupakan genotipe yang berasal dari biji illegitim persilangan alami, sedangkan dari segregan biji legitim persilangan buatan adalah No. Reg 12002B yaitu hasil kombinasi IAN 873 x PN 3760 Lampiran 13. 5. Tinggi Cabang Pertama Pola penyebaran genotipe berdasarkan tinggi cabang pertamadapat dilihat dari nilai koefesien kemiringan yaitu sebesar -0,2816 yang artinya bahwa penyebarannya adalah normal Gambar 8. Distribusi kelas dan data pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 13. Gambar 8. Pola penyebaran genotipe hasil persilangan tahun 2001 - 2003 berdasarkan tinggi cabang pertama. Dari data pengamatan dapat diketahui bahwa rata-rata tinggi cabang pertama adalah 6,56 m dengan kisaran 0,5 – 13,5 m. Sedangkan nilai koefesien keragamannya sebesar 39,55 yang berarti populasi semaian mempunyai keragaman sedang. Tinggi cabang pertama dan lilit batang berguna untuk menghitung volume log kayu bebas cabang. Hal ini sesuai dengan Suhendry 2002 yang menyatakan bahwa peubah pertumbuhan tanaman yang berhubungan dengan potensi kayu adalah lilit batang dan panjang log bebas cabang. Lilit batang Universitas Sumatera Utara 13 130 157 255 391 50 11 4 1 1 50 100 150 200 250 300 350 400 450 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 F RE K UE NSI KELAS selain berhubungan dengan hasil lateks, juga mempengaruhi volume kayu yang akan dihasilkan,maka kondisi ideal tanaman penghasil kayu adalah yang memiliki batang besar dan percabangan yang tinggi. Jumlah genotipe terseleksi berdasarkan tinggi cabang pertama disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah genotipe terseleksi berdasarkan tinggi cabang pertama. Seleksi Jumlah Genotipe Batas 10 128 9,88 – 13,5 m 1 1 12,58 – 13,5 m Genotipe terbaik 1 tersebut adalah genotipe bernomor registrasi 30201A yang merupakan genotipe yang berasal dari persilangan alami. 6. Tebal Kulit Pola penyebaran genotipe berdasarkan tebal kulit dapat dilihat dari nilai koefesien kemiringan nya yaitu sebesar 0,2116 yang artinya bahwa penyebarannya adalah normal Gambar 9.Distribusi kelas dan data pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 13. Gambar 9. Pola penyebaran genotipe hasil persilangan tahun 2001 - 2003 berdasarkan tebal kulit. Universitas Sumatera Utara Dari data pengamatan dapat diketahui bahwa rata-rata tebal kulit adalah 4,16 mm dengan kisaran 2 - 8 mm. Sedangkan nilai koefesien keragamannya sebesar 18,61 yang berarti populasi semaian mempunyai keragaman rendah. Jumlah genotipe terseleksi berdasarkan tebal kulit disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah genotipe terseleksi berdasarkan tebal kulit. Seleksi Jumlah Genotipe Batas 10 235 5,1 – 8 mm 1 17 5,9 – 8 mm Genotipe terbaik 1 tersebut diantaranya adalah genotipe bernomor registrasi 49901A, 20501A, 10001A, 54501A, 73801A, 65101A, 301A, 12701A, 6501A, 53701A, 69401A, 39801A, 56701A, 75401A, 57901A, 64201A dan 76301ALampiran 13, dengan tebal kulit maksimum 8 mm dan minimum 6 mm, dan sebagian besar dari genotipe tersebut berasal dari persilangan alami, dan salah satu genotipe yang berasal dari persilangan buatan adalah genotipe 10001A yang merupakan hasil dari kombinasi RRIM 600 x RRIC 100.Dimana klon RRIM 600 induk betina memiliki pertumbumhan lilit batang yang jagur pada masa TBM, maupun pada masa TM, dan memiliki produksi 1,3 tonhath. Sedangkan klon RRIC 100 induk jantan merupakan klon penghasil lateks-kayu, dengan pertumbuhan lilit batang 12,5 cmth pada masa TBM, dan 4,6 cmth pada masa TM, memiliki produksi 1,9 tonhath dan resisten terhadap penyakit Corynespora, Oidium, Collectrichum.

7. Produksi Karet Kering

Dokumen yang terkait

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Media Ms Dengan Pemberian Benzil Amino Purin (Bap) Dan Naftalen Asam Asetat (Naa)

9 88 81

Peningkatan Mutu Kayu Karet (Hevea braziliensis MUELL Arg) dengan Bahan Pengawet Alami dari Beberapa Jenis Kulit Kayu

2 55 78

Respons Morfologi Benih Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Tanpa Cangkang terhadap Pemberian PEG 6000 dalam Penyimpanan pada Dua Masa Pengeringan

2 90 58

Uji Ketahanan Beberapa Genotipe Tanaman Karet Terhadap Penyakit Corynespora cassiicola dan Colletotrichum gloeosporioides di Kebun Entres Sei Putih

1 85 68

Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Pupuk Organik Cair.

15 91 108

Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546 Berdasarkan Produksi Lateks Dan Kayu

0 23 84

Uji Resistensi Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Dari Kebun Konservasi Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

0 35 61

Seleksi Genotipe Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan Tahun 2001-2003 Sebagai Penghasil Lateks dan Kayu

0 0 56

II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Botani Tanaman - Seleksi Genotipe Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan Tahun 2001-2003 Sebagai Penghasil Lateks dan Kayu

0 1 17

Seleksi Genotipe Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan Tahun 2001-2003 Sebagai Penghasil Lateks dan Kayu

0 0 13