Persilangan Tahapan Pemuliaan Tanaman Karet

2.1.1 Persilangan

Persilangan pada tanaman karet dapat terjadi secara alami dan buatan. Untuk terjadinya persilangan secara alami diperlukan penataan klon secara baik pada pertanaman yang khusus dirancang untuk itu. Kesulitan dalam pemanfaatan biji silang alami adalah disebabkan tidak ada kriteria yang dapat membedakan antara biji-biji hasil silang dalam dan silang luar Woelan dan Azwar, 1990. Persilangan buatan merupakan salah satu kegiatan perakitan genotipe unggul baru yang secara terus-menerus dilakukan untuk mendapatkan klon karet unggul dengan potensi produksi tinggi yang didukung karakter sekunder yang lebih baik. Kegiatan ini selain dititikberatkan untuk mendapatkan klon karet unggul penghasil lateks juga diharapkan sebagai penghasil kayu, sehingga materi persilangan yang harus digabungkan yaitu berasal dari populasi Wickham 1876 yang memiliki keunggulan hasil lateks tinggi dan PN IRRDB 1981 yang memiliki keunggulan pertumbuhan cepat dan jagur Woelan dan Pasaribu, 2009. Sumber genetik terbaik dari material Wickham yang memiliki potensi produksi tinggi dan sifat sekunder yang baik dipilih sebagai tetua dalam program persilangan buatan sejak tahun 1985. Tetua yang dipilih untuk persilangan buatan sebahagian besar berasal dari klon-klon sekunder dan tersier seperti BPM seri 100, PB seri 200, RRIC seri 100, seri F, FX dan IAN Tabel 1. Aidi-Daslin, 2005. Setiap tahun program persilangan buatan yang ditargetkan antara 15.000 – 25.000 bunga betina yang dapat disilang, hanya realisasi sangat tergantung dari ketersediaan bunga dan sinkronisasi waktu pembungaan dari klon yang diprogramkan sebagai tetua pada saat itu Woelan dan Pasaribu, 2009. Universitas Sumatera Utara Biji-biji hasil persilangan buatan disebut “biji legitim”, karena kedua tetuanya diketahui dan dikendalikan dengan baik, sehingga kombinasi-kombinasi persilangan yang diinginkan dapat dirancang dan diatur lebih leluasa. Masalah utama dalam pembentukan keragaman genetik melalui persilangan buatan adalah rendahnya persentase buah jadi. Disamping itu, waktu pembungaan yang tidak serentak antara dua klon yang ingin disilangkan selalu menghambat keberhasilan pelaksanaan program persilangan Woelan dan Azwar, 1990. Dalam program persilangan tanaman karet, umumnya persentase buah jadi dikatakan rendah, hal ini dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi antara genetik dan lingkungan. Pengaruh genetik dapat dilihat dari adanya perbedaan kompatibilitas dari pasangan klon yang disilangkan. Dengan adanya faktor-faktor tersebut diatas, maka penyediaan bahan yang akan digunakan untuk seleksi dapat menghambat kemajuan penemuan klon unggul baru. Maka salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan metode seleksi yang dipercepat Woelan dan Azwar, 1990. Berdasarkan data penelitian yang dilaksanakan di Kebun Percobaan Sungei Putih, dari 225.278 bunga betina yang disilangkan selama periode tahun 1985 s.d 2005, menghasilkan 6.794 buah jadi yaitu sebesar 3,0 dari jumlah persilangan. Rendahnya persentase buah jadi pada persilangan karet disebabkan beberapa hal yaitu, 1 adanya inkompatibilitas antara tetua jantan dan betina, 2 kebutuhan hormon tumbuh dalam endosperm, dan 3 faktor curah hujan dan kelembaban yang menyebabkan meningkatnya serangan penyakit Aidi-Daslin, 2005. Universitas Sumatera Utara Tabel 1. merupakan daftar tetua-tetua yang sudah digunakan sebagai bahan persilangan buatan untuk program pemuliaan karet semenjak 1985-2005. Tabel 1 . Tetua Persilangan Program Pemuliaan Karet 1985-2005 Periode Persilangan Betina Jantan 1985-1990 BPM 1, BPM 101, BPM 107, BPM 109, FX 25, F 4542, GT 1, IAN 873, LCB 870, LCB 1320, PB 86, PB 260, PR 305, RRIC 102, RRIC 110, RRIM 701, PR 107. BPM 109, FX 25, FX 2784,FX 4037, IAN 717, RRIC 110, RRIM 717, RRIM 600, PB 86, LCB 1320, RRIC 100, RRIC 102. 1991-1995 BPM 24,BPM 101, BPM 107, BPM 109, FX 2784, GT 1, IAN 717, IAN 873, LCB 870, PB 551, PB 86, PB 260, RRIM 600, PR 300. BPM 101, F 4542, FX 25, FX 4037, FX 2784, IAN 873, GX 2117, PB 260, PR 300, RRIC 102, RRIC 110, AVROS 427, LCB 870, PN 6, PN 7, PN 1505, PN 2662, 1996-2000 PB 551, PB 86, PB 260, PB 280, BPM 1, BPM 13, BPM 24, BPM 107, BPM 109, RRIC 100, RRIM 600, RRIM 712, IRR 111, IRR 208, IRR 209, IRR 212, IRR 216, IRR 220. PB 551, PB 260, PB 255, RRIC 100, RRIC 110, IAN 873, F 4542, IRR 100, IRR 111, IRR 203, IRR 206, PN 7, 11, 20, 2190, 2217, 1429, 2508, 2509, 3964, 3966, 4312, 4335, 4343, 5828, 7108, 7115, 8537, 8991. 2001-2005 BPM 24, BPM 109, PM 10, RRIM 600, RRIM 921, RRII 105, PB 260, PB 330, PB 340, RRIC 100, RRIC 110, RRIC 130, RRIC 131, RRIC 133, IRR 42, IRR 105, IRR 111, IRR 118, IRR 200, IRR 203, IRR 219, IRR 220. PB 260, PB 330, RRIC 110, RRIC 130, RRIC 131, RRIM 712, RRIM 901, RRII 105, IRR 5, IRR 42, IRR 105, IRR 107, IRR 111, IRR 118, IRR 200, IRR 220, PN 3508, 3758, 3760,4346,4369,5008,5009,5082, 5507,7684, 8537, 8985. 2.1.2 Seleksi Tanaman F1 Genotipe Seleksi tanaman dilakukan pada tanaman F1 hasil persilangan ditanam di Seedling Evaluation Trial SET dengan jarak tanam yang digunakan 2x2 m. Seleksi individu dilakukan berdasarkan potensi produksi dan sifat-sifat pertumbuhan. Potensi produksi diamati dengan menggunakan metode sadap HMM Hamaker Morris Man, dengan sistem sadap ½ S d3 pada ketinggian 50 cm Woelan, 2008. Universitas Sumatera Utara Metode Hamaker-Morris-Mann Test Seleksi progeni dari hasil persilangan, didasarkan kepada beberapa sifat penting yang meliputi a potensi hasil lateks, b pertumbuhan tanaman, c ketahanan terhadap penyakit, dan d beberapa karakteristik sekunder yang menguntungkan. Untuk mempersingkat waktu seleksi, metode evaluasi yang diperkenalkan oleh Hamaker Moris Mann Djikman, 1951 yaitu biji F1 disadap dengan sistem penyadapan ½ S d3 pada ketinggian 50 cm dari pertautan okulasi. Seleksi pada populasi F1 dilakukan terhadap progeni-progeni yang memiliki potensi hasil dan sifat sekunder yang baik, dengan intensitas seleksi 1. Progeni terpilih diperbanyak secara okulasi untuk material dalam pengujian plot promosi. Tahap berikutnya dipilih progeni-progeni terbaik dengan intensitas seleksi 10, untuk material dalam pengujian pendahuluan klon Aidi-Daslin, 2005. Proses seleksi pada tanaman karet untuk mendapatkan klon unggul baru, sangat diperlukan variasi yang luas, baik itu mendatangkan plasma-plasma nutfah maupun persilangan dari genotipe-genotipe yang berkerabat jauh. Dengan demikian, seleksi tanaman karet merupakan bentuk kegiatan yang harus dilakukan secara bertahap, terperinci dan memerlukan waktu yang cukup lama Woelan dan Azwar, 1990. Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Pengujian Pendahuluan

Dokumen yang terkait

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Media Ms Dengan Pemberian Benzil Amino Purin (Bap) Dan Naftalen Asam Asetat (Naa)

9 88 81

Peningkatan Mutu Kayu Karet (Hevea braziliensis MUELL Arg) dengan Bahan Pengawet Alami dari Beberapa Jenis Kulit Kayu

2 55 78

Respons Morfologi Benih Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Tanpa Cangkang terhadap Pemberian PEG 6000 dalam Penyimpanan pada Dua Masa Pengeringan

2 90 58

Uji Ketahanan Beberapa Genotipe Tanaman Karet Terhadap Penyakit Corynespora cassiicola dan Colletotrichum gloeosporioides di Kebun Entres Sei Putih

1 85 68

Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Pupuk Organik Cair.

15 91 108

Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546 Berdasarkan Produksi Lateks Dan Kayu

0 23 84

Uji Resistensi Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Dari Kebun Konservasi Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

0 35 61

Seleksi Genotipe Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan Tahun 2001-2003 Sebagai Penghasil Lateks dan Kayu

0 0 56

II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Botani Tanaman - Seleksi Genotipe Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan Tahun 2001-2003 Sebagai Penghasil Lateks dan Kayu

0 1 17

Seleksi Genotipe Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan Tahun 2001-2003 Sebagai Penghasil Lateks dan Kayu

0 0 13