Dari data pengamatan dapat diketahui bahwa rata-rata tebal kulit adalah 4,16 mm dengan kisaran 2 - 8 mm. Sedangkan nilai koefesien keragamannya
sebesar 18,61 yang berarti populasi semaian mempunyai keragaman rendah. Jumlah genotipe terseleksi berdasarkan tebal kulit disajikan pada
Tabel 7. Tabel 7. Jumlah genotipe terseleksi berdasarkan tebal kulit.
Seleksi Jumlah Genotipe
Batas 10
235 5,1 – 8 mm
1 17
5,9 – 8 mm Genotipe terbaik 1 tersebut diantaranya adalah genotipe bernomor
registrasi 49901A, 20501A, 10001A, 54501A, 73801A, 65101A, 301A, 12701A, 6501A, 53701A, 69401A, 39801A, 56701A, 75401A,
57901A, 64201A dan 76301ALampiran 13, dengan tebal kulit maksimum 8 mm dan minimum 6 mm, dan sebagian besar dari genotipe tersebut berasal dari
persilangan alami, dan salah satu genotipe yang berasal dari persilangan buatan adalah genotipe 10001A yang merupakan hasil dari kombinasi RRIM 600 x
RRIC 100.Dimana klon RRIM 600 induk betina memiliki pertumbumhan lilit batang yang jagur pada masa TBM, maupun pada masa TM, dan memiliki
produksi 1,3 tonhath. Sedangkan klon RRIC 100 induk jantan merupakan klon penghasil lateks-kayu, dengan pertumbuhan lilit batang 12,5 cmth pada masa
TBM, dan 4,6 cmth pada masa TM, memiliki produksi 1,9 tonhath dan resisten terhadap penyakit Corynespora, Oidium, Collectrichum.
7. Produksi Karet Kering
Pola penyebaran genotipe berdasarkan produksi karet kering dapat dilihat dari nilai koefesien kemiringannya yaitu sebesar 2,837 yang artinya
Universitas Sumatera Utara
696
188 81
22 13
6 2
3 1
1 100
200 300
400 500
600 700
800
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
F RE
K UE
NSI
KELAS
bahwasebagian besar genotipe memiliki produksi karet kering yang kecil Gambar 10.Distribusi kelas dan data pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 13.
Gambar 10. Pola penyebaran genotipe hasil persilangan tahun 2001 - 2003 berdasarkan produksi karet kering.
Dari data pengamatan dapat diketahui bahwa rata-rata produksi karet kering adalah 4,65 gps dengan kisaran 0,8 – 42 gps. Sedangkan nilai koefesien
keragamannya sebesar 99,028 yang berarti populasi semaian mempunyai keragaman yang sangat tinggi. Keragaman ini terjadi karena produksi karet kering
dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu genetik, lilit batang, tebal kulit, jumlah dan diameter pembuluh lateks dan lingkungan. Hal ini telah dikemukakan Woelan
et.al. 2007, menyatakan bahwa karakter produksi langsung berhubungan dengan tebal kulit, jumlah pembuluh dan diameter pembuluh lateks dan lilit batang.
Jumlah genotipe terseleksi berdasarkan produksi karet kering disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah genotipe terseleksi berdasarkan produksi karet kering. Seleksi
Jumlah Genotipe Batas
10 86
10,54 – 42 gps 1
34 15,33 - 42 gps
Genotipe terbaik 1 tersebut diantaranya adalah genotipe bernomor registrasi 3301A, 28302B, 29601A, 71201A, 73601A, 33101A, 10902B,
Universitas Sumatera Utara
331 292
207
98 50
25 4
3 2
1 50
100 150
200 250
300 350
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
F RE
K UE
NSI
2602B, 2601A, 6301A, 52702B, 52502B, 11402B, 74201A, 22201A, 26102B, 69401A, 401A, 1001A, 301A, 1101A, 42301A, 4502B,
5701A, 22001A, 64401A, 4101A, 25002B, 57701A, 7301A, 2902B, 36702B, 9002B, dan 63901ALampiran 13. Dengan produksi karet tertinggi
sebesar 42 gps pada genotipe 3301A dan terendah sebesar 15,5 gps pada genotipe 63901A. Dan sebagian besar dari genotipe tersebut berasal dari
persilangan alami, dan salah satu genotipe yang berasal dari persilangan buatan adalah genotipe 3301A yang merupakan hasil dari kombinasi BPM 24 x
AVROS 427. Dimana klon BPM 24 induk betina merupakan tipe penghasil lateks dengan pertumbuhan 11 cm th pada masa TBM dan pada masa TM 3,8
cmth dengan tebal kulit murni 7 mm dan dengan potensi produksi 2tonhath. Dan AVROS 427 induk jantan yang memiliki pertumbuhan yang baik pada
masa TBM dan TM, dan sifat-sifat ini diturunkan pada keturunannya. 8. Produksi Kayu
Pola penyebaran genotipe berdasarkan produksi kayu dapat dilihat dari nilai koefesien kemiringannya yaitu sebesar 1,282yang artinya bahwa sebagian
besar genotipe memiliki produksi karet kering yang kecil Gambar 11. Distribusi kelas dan data pengamatan dapat dilihat pada Lampiran10 dan 13.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 11. Pola penyebaran genotipe hasil persilangan tahun 2001 - 2003
berdasarkan produksi kayu. Dari data pengamatan dapat diketahui bahwa rata-rata produksi kayu
adalah 0,15 m
3
phn dengan kisaran 0,00702 – 0,7165 m
3
phn. Sedangkan nilai koefesien keragamannya sebesar 74,984 yang berarti populasi semaian
mempunyai keragaman yang tinggi. Keragaman ini dipengaruhi oleh lilit batang, tinggi tanaman dan percabangan kayu yang masing-masing juga memiliki
keragaman yang tinggi. Hal ini sesuai dengan Suhendry 2002 yang menyatakanpeubah pertumbuhan tanaman yang berhubungan dengan potensi kayu
adalah lilit batang dan panjang log bebas cabang. Maka kondisi ideal tanaman penghasil kayu adalah yang memiliki batang besar dan percabangan yang tinggi.
Jumlah genotipe terseleksi berdasarkan produksi kayu disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Jumlah genotipe terseleksi berdasarkan produksi kayu. Seleksi
Jumlah Genotipe Batas
10 132
0,29 – 0,71 m
3
phn 1
34 0,41– 0,71 m
3
phn Genotipe terbaik 1 tersebut diantaranya adalah genotipe bernomor
registrasi 42301A, 31602B, 19501A, 16001A, 13701A, 22502B, 41001A, 30801A, 52601A, 77601A, 2101A, 15802B, 79101A,
23902B, 76201A, 27502B, 29701A, 13901A, 72101A, 42202B,
Universitas Sumatera Utara
28 184
308 260
139 58
21 8
6 1
50 100
150 200
250 300
350
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
F RE
K W
E NSI
KELAS
15401A, 61101A, 53001A, 6602B, 74701A, 1502B, 42002B, 1302B, 50901A, 13301A, 45601A, 42801A, dan 48402BLampiran 13. Dengan
produksi kayu tertinggi sebesar 0,7116 m
3
p pada genotipe 42301A dan terendah sebesar 0,4054 m
3
p pada genotipe 48402B.Dan sebagian besar dari genotipe tersebut berasal dari persilangan alami, dan salah satu genotipe yang berasal dari
persilangan buatan adalah genotipe 2101A yang merupakan hasil dari kombinasi IAN 873 x AVROS 427.
9. Jumlah Pembuluh Lateks