commit to user
52 Permasalahan yang dimaksudkan oleh penulis adalah terpuruknya bangsa
Indonesia sehingga berusaha merefleksi peristiwa masa lampau dari pembangunan Jalan Raya Pos untuk menjawab permasalahan. Berdasarkan kriteria tersebut,
karya sastra “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat dikategorikan sebagai novel sejarah.
b. Unsur-Unsur Novel
Konsep fungsi prinsip-prinsip antarhubungan unsur-unsur dalam karya memegang peranan penting dalam teori strukturalisme. Unsur-unsur memiliki
kapasitas untuk melakukan reorganisasi dan regulasi diri, membentuk dan membina hubungan antar unsur, yang pada akhirnya membentuk suatu totalitas.
Dengan demikian, unsur tidak memiliki arti di dalam dirinya sendiri, melainkan dapat dipahami semata-mata dalam proses antar hubungan Ratna, 2005: 76.
Unsur karya fiksi novel adalah penokohan, alur, dan latar Wellek, 1990: 283. Sementara itu, menurut Stanton 1999: 19, kategori fakta cerita ialah alur, tokoh,
dan latar. Sedangkan Luxemburg 1989: 137 beropini bahwa tokoh, ruang-ruang, dan peristiwa-peristiwa ialah seluruh elemen yang membangun dunia rekaan.
Ruang yang ada dalam cerita berfungsi sebagai dunia yang memuat berbagai peristiwa, serta tokoh.
1 Tema
Menurut arti katanya tema berarti sesuatu yang telah diuraikan atau sesuatu yang telah ditempatkan. Kata ini berasal dari kata Yunani tithenai yang
berarti menempatkan atau meletakkan diunduh dari http:fendy-
studentsite.blogspot.com201010pengertian-tema-judul- topik. html , pada
commit to user
53 tanggal 20 Juni 2011. Tema adalah persoalan utama yang diungkapkan oleh
pembuat cerita di dalam sebuah karya tulis, novel, cerpen, puisi. Tema biasa didapat dari suatu keadaan atau motif tertentu yang terdiri dari suatu objek
peristiwa kejadian atau lainnya. Tema secara garis besar dikatakan sebagai gagasan, ide, atau pikiran
utama yang mendasari suatu karya sastra. Dengan kata lain, tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang
menjadi pokok masalah dalam cerita. Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Karena itu, tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita. Tema dalam
banyak hal bersifat ”mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu, termasuk pula berbagai unsur intrinsik yang lain. Tema ada
yang dinyatakan secara eksplisit disebutkan dan ada pula yang dinyatakan secara implisit tanpa disebutkan tetapi dipahami.
Dalam menentukan tema, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: minat pribadi, selera pembaca, dan keinginan penerbit atau penguasa.
Dalam sebuah karya sastra, disamping ada tema sentral, seringkali ada pula tema sampingan. Tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian
peristiwa dalam cerita. Adapun tema sampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral
Pengertian tema, secara khusus dalam karang-mengarang, dapat dilihat dari dua sudut, yaitu dari sudut karangan yang telah selesai dan dari sudut proses
penyusunan sebuah karangan. Dilihat dari sudut sebuah karangan yang telah selesai, tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui
commit to user
54 karangannya. Amanat utama ini dapat diketahui misalnya bila seorang membaca
sebuah romannovel sejarah. Selesai membaca novel akan meresaplah ke dalam pikiran pembaca suatu sari atau makna dari seluruh karangan itu diunduh dari
http:pendidikan.infogue.compengertian_tema , pada tanggal 20 Juni 2011.
2 Amanat
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan
secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir, dan
dapat pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan dengan gagasan
utama cerita. diunduh dari http:fendy-studentsite.blogspot. com201010
pengertian-tema-judul- topik-amanat. html , pada tanggal 20 Juni 2011.
3 Alur
Alur dapat dikatakan sebagai salah satu elemen penting dalam sebuah cerita. Dalam perspektif formalisme, alur atau plot disebut dengan terminologi
sjuzet atau syuzhet. Sementara itu, dalam pandangan naratogi istilah wacana naratif juga merujuk pada alur Ratna, 2005: 137. Adapun Forster dikutip Green
dan LeBihan, 1996: 64 memiliki argumen tersendiri mengenai apa yang disebut dengan alur atau plot.
“Aspects of the Novel” 1926 draws a distinction between ‘plot’ and ‘story’. He states that ‘The King died and then the Queen died’ is a story
and ‘The King died and the Queen died of grief’ is a plot. They are both features of narrative, but the plot transforms the events by combining
temporal succession with ‘cause’. ... In the Forster example, the
commit to user
55 statement of the ‘cause’ of the Queen’s death transforms the story into a
plot, or story into discourse. Dalam kutipan di atas, Forster mendefinisikan plot alur dengan
membandingkannya terhadap story kisahcerita. Ia memberikan dua rangkaian kalimat sebagai contoh; yakni “Sang Raja wafat dan kemudian sang Ratu wafat”
dan “Sang Raja wafat dan sang Ratu wafat karena berduka”. Kalimat pertama, lanjut Forster, merupakan suatu rentetan cerita semata. Kalimat tersebut
menyiratkan keruntutan kronologis temporal succession. Namun, tidak ditemukan adanya sebuah hubungan sebab akibat yang masuk akal di antara
kedua peristiwa dalam kalimat tersebut. Sementara itu, kalimat kedua tidak hanya menunjukkan urutan kejadian, tetapi juga menjelaskan kepada pembaca bahwa
terdapat sebuah hubungan sebab-akibat yang logis di antara kedua kejadian. Berdasarkan penjelasan Forster, dapat disimpulkan bahwa plot atau alur
merupakan rangkaian kronologis yang menunjukkan hubungan kausalitas dari berbagai peristiwa di dalam suatu narasi. Adapun menurut Zaimar, uraian teks
atas satuan isi cerita memiliki bermacam-macam kriteria, salah satu di antaranya ialah makna Noor, 1999: 24. Sebuah teks, lanjut Zaimar, dapat diurai menjadi
sejumlah satuan isi cerita yang biasa disebut sebagai sekuen. Sekuen dapat didefinisikan sebagai bagian ujaran yang terbentuk oleh suatu satuan makna
Noor, 1999: 24. Alur adalah urutan atau rangkaian peristiwa dalam cerita. Alur dapat
disusun berdasarkan tiga hal, yaitu: pertama, berdasarkan urutan waktu terjadinya kronologi atau disebut alur linear. Kedua, berdasarkan hubungan sebab akibat
kausal atau disebut alur kausal. Ketiga, berdasarkan tema cerita disebut alur
commit to user
56 tematik. Dalam cerita yang beralur tematik, setiap peristiwa seolah-olah berdiri
sendiri, apabila salah satu episode dihilangkan namun cerita tersebut masih dapat dipahami.
Adapun struktur alur adalah sebagai berikut: Pertama, bagian awal, terdiri atas 1 paparan exposition; 2 rangsangan inciting moment, dan 3 gawatan
rising action. Kedua, bagian tengah, terdiri atas: 1 tikaian conflict; 2 rumitan complication, dan 3 klimaks. Ketiga, bagian akhir, terdiri atas 1
leraian falling action, dan 2 selesaian denouement. Adapun hal yang harus dihindari dalam alur adalah lanturan digresi. Lanturan adalah peristiwa atau
episode yang tidak berhubungan dengan inti cerita atau menyimpang dari pokok persoalan yang sedang dihadapi dalam cerita.
Dalam penelitian ini, akan dilakukan analisis yang bertujuan untuk menemukan elemen novel yang selanjutnya, yaitu tokoh utama. Di samping itu,
analisis tersebut juga menerangkan kembali teks dengan menunjukkan urutan satuan isi cerita. Uraian satuan isi cerita dijelaskan dengan menjadikannya sebagai
urutan sejumlah sekuen. Sekuen-sekuen tersebut juga dapat diurai menjadi sekuen-sekuen yang lebih kecil jika memungkinkan Noor, 1999: 25.
4 Tokoh
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa cerita. Dalam karya sastra prosa, pada dasarnya ada dua
jenis tokoh, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama, menurut Saad 1967: 122 dapat ditentukan melalui tiga cara: 1 Tokoh yang paling terlibat
dengan tema; 2 Tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh
commit to user
57 lain; dan 3 Tokoh yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan. Budianta
2003: 86 menyebutkan bahwa di samping tokoh utama protagonis, ada jenis- jenis tokoh lain, yang terpenting adalah tokoh lawan antagonis, yakni tokoh
yang diciptakan untuk mengimbangi tokoh utama. Konflik di antara mereka itulah yang menjadi inti dan menggerakkan cerita. Forster membedakan tokoh dalam
dua kriteria, yaitu tokoh berwatak datar pipih flat character dan tokoh berwatak bulat round character.
Adapun tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu, pertama,
tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh sentral baik protagonis ataupun antagonis. Kedua, tokoh tambahan. Tokoh
tambahan diartikan sebagai tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita. Ketiga, tokoh lataran. Tokoh lataran diartikan sebagai tokoh
yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja. Adapun teori tentang tokoh yang akan digunakan sebagai landasan analisis
ialah teori characterization milik Seymour Chatman. Dengan berlandaskan pada pemahaman M. H. Abrams mengenai sastra, Chatman berargumen bahwa elemen
tokoh dalam karya sastra seyogyanya ditelaah menurut dua aspek, yaitu penampilan dan kepribadian Noor, 1999: 55-56. Penampilan dan kepribadian
dapat dirinci menjadi actions tindakan, manners of thought and life cara berpikir dan gaya hidup, habits kebiasaan, emotions perasaan, desires
keinginan, instincts naluri Noor, 1999: 55-56.
commit to user
58 Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada
dua metode penyajian watak tokoh, yaitu, metode analitislangsungdiskursif, yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara
langsung. Metode dramatiktak langsungragaan, yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang.
Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh. Menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM diunduh dari
http:abdurrosyid.wordpress.com20090729unsur-unsur-intrinsik-dalam- prosa ,
tanggal 20 Juni 2011, ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu: 1 melalui apa yang diperbuatnya; 2 tindakan-tindakannya terutama bagaimana ia bersikap
dalam situasi kritis; 3 melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau
pria, kasar atau halus; 4 melalui penggambaran fisik tokoh. Melalui pikiran- pikirannya; 5 melalui penerangan langsung.
5 Latar
Latar setting merupakan unsur yang sangat penting dalam suatu karya sastra. Latar merupakan segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana
terjadinya lakuan dalam karya sastra. Latar, menurut Hudson 1961: 68 dapat dibedakan menjadi dua, yaitu latar fisikmaterial dan latar sosial. Latar
fisikmaterial meliputi tempat, waktu, dan alam fisik di sekitar tokoh cerita, sedangkan latar sosial merupakan penggambaran keadaan masyarakat atau
kelompok sosial tertentu, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku pada suatu tempat
commit to user
59 dan waktu tertentu, pandangan hidup, sikap hidup, adat-istiadat, dan sebagainya
yang melatari peristiwa. Budianta 2003: 86 menambahkan bahwa latar adalah lingkungan yang
dapat berfungsi sebagai metonimia, metafora, atau ekspresi tokohnya. Istilah lain bagi “latar” ialah “ruang”. Ruang merupakan tempat atau lokasi terjadinya
peristiwa-peristiwa dalam cerita Noor, 1999:120-121. Dengan merujuk pada pengertian tersebut, makna ruang dan latar kurang lebih adalah sama. Latar tidak
hanya berfungsi sebagai wadah bagi cerita untuk berkembang. Namun, menurut Mieke Bal dikutip Noor, 1999: 122-123, latar dalam bentuk keadaan ruang dan
isinya juga dapat memberikan nilai positif dan negatif tentang seorang tokoh. Sebagai contoh, seorang tokoh yang suka berada di ruang terbuka dapat diartikan
sebagai orang yang cenderung extrovert berkepribadian terbuka. Sementara itu, orang yang bertempat tinggal di sebuah rumah kos kumuh dan sempit dapat
dianggap sebagai seseorang yang kurang berada. Singkatnya, latar dapat digunakan untuk mengetahui berbagai watak khas tokoh secara implisit.
6 Sudut Pandang Point of View
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang orang pertama, ‘aku’, narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah
‘aku’ tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami dan dirasakan,
serta sikapnya terhadap orang tokoh lain kepada pembaca. Jadi, pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan
tokoh ‘aku’ tersebut.
commit to user
60 a. Sudut pandang orang pertama masih bisa dibedakan menjadi dua:
1 ‘Aku’ tokoh utama. Dalam sudut pandang teknik ini, si ‘aku’ mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat
batiniyah, dalam diri sendiri, maupun fisik, dan hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ‘aku’ menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita.
Segala sesuatu yang di luar diri si ‘aku’, peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki
kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian, si ‘aku’ menjadi tokoh utama first person central.
2 ‘Aku’ tokoh tambahan. Dalam sudut pandang ini, tokoh ‘aku’ muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan first pesonal
peripheral. Tokoh ‘aku’ hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk
mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah
yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si
‘aku’ tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah. Dengan demikian si ‘aku’ hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap
berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si ‘aku’ pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.
commit to user
61 b Sudut pandang orang ketiga third person point of view
Dalam cerita yang menpergunakan sudut pandang orang ketiga, ‘dia’, narator adalah seorang yang berada di luar cerita, yang menampilkan tokoh-tokoh
cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan
sebagai variasi dipergunakan kata ganti. Sudut pandang ‘dia’ dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang
terhadap bahan ceritanya: 1 ‘Dia’ mahatahu. Dalam sudut pandang ini, narator dapat menceritakan apa
saja hal-hal yang menyangkut tokoh ‘dia’ tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu omniscient. Ia mengetahui berbagai hal
tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam
lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh ‘dia’ yang satu ke ‘dia’ yang lain, menceritakan atau sebaliknya ”menyembunyikan” ucapan
dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan
tindakan nyata. 2 ‘Dia’ terbatas ‘dia’ sebagai pengamat. Dalam sudut pandang ini, pengarang
mempergunakan orang ketiga sebagai pencerita yang terbatas hak berceritanya, terbatas pengetahuannya hanya menceritakan apa yang
dilihatnya saja diunduh dari
http:abdurrosyid.wordpress.com20090729 unsur
‐unsur‐intrinsik‐dalam‐ prosa
, tanggal 20 Juni 2011.
commit to user
62
7 Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah teknik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup dan indah. Pengolahan bahasa harus
didukung oleh diksi pemilihan kata yang tepat. Namun, diksi bukanlah satu- satunya hal yang membentuk gaya bahasa. Gaya bahasa merupakan cara
pengungkapan yang khas bagi setiap pengarang. Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya, karena
pengarang tertentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera pribadinya dan kepekaannya terhadap segala sesuatu yang ada di sekitamya.
Gaya bahasa dapat menciptakan suasana yang berbeda-beda, misalnya berterus terang, satiris, simpatik, menjengkelkan, emosional, dan sebagainya. Bahasa
dapat menciptakan suasana yang tepat bagi adegan seram, adegan cinta, dan adegan peperangan. diunduh dari
http:abdurrosyid. wordpress. com20090729unsur-unsur-intrinsik-dalam- prosa
, tanggal 20 Juni 2011
3. Sumber Pembelajaran Sejarah a. Pengertian Sumber Belajar