Masa Bertani Karet Masa Sebelum Berkebun Kelapa Sawit

maupun penghulu begitu potensial dalam menempatkannya pada posisi klasifikasi kepemilikan jumlah penguasaan bidang lahan yang cukup luas. Kemampuan para pemimpin warga ini untuk mengarahkan warga dalam hal pembukaan lahan, dan juga kewenangan yang mereka miliki dalam menentukan kawasan perluasan areal pertanian, menciptakan suatu kondisi yang begitu mapan bagi mereka untuk memposisikan diri pada posisi teratas dalam lapisan sosial yang terbentuk di warga. Pewarisan yang cuma sekedar atas bidang lahan yang awalnya dikuasai secara otonom oleh individu yang terlibat dalam proses awal pembukaan lahan, dan kemudian menjadi common property pada generasi selanjutnya, berlangsung pada setiap mereka yang ikut terlibat dalam proses awal pembukaan lahan. Sementara untuk para pemimpin atau ketua kelompok pembuka lahan, tuo kampung maupun penghulu, kemapanan atas status sosial dan posisi teratas dalam lapisan sosial di warga juga menjadi suatu bentuk properti yang terwariskan kepada generasi mereka berikutnya. Pergantian pada posisi ketua kelompok pembuka lahan, tuo kampung maupun penghulu, tidak akan beralih kepada generasi selanjutnya pada suatu kelompok keluarga yang pada generasi sebelumnya tidak pernah menduduki posisi kepemimpinan, baik itu dalam hal proses awal terbentuknya warga Rantau Badak, dan juga dalam proses pembukaan lahan. Pergantian pada posisi-posisi pemimpin di warga tetap akan di dominasi oleh generasi penerus kelompok mereka yang pernah menduduki posisi-posisi kepemimpinan di warga.

3.1.2. Masa Bertani Karet

Aktivitas ekonomi pertanian yang didampingi warga dengan menanam karet dimulai pada masa kolonial Jepang, atau sekitar tahun 1940-an. Aktivitas berladang mulai mengalami penurunan dengan kemapanan warga dalam aktivitas bertani karet. Aktivitas bertani karet kemudian menjadi perhatian utama warga pada era tahun Universitas Sumatera Utara 1970-an, dan mulai sebagai upaya peningkatan pemenuhan kebutuhan ekonomi dengan menjadikan hasil dari tanaman karet sebagai komoditi ekonomi yang memiliki nilai komersial. Kegiatan penanaman pohon karet dikolaborasikan dengan aktivitas pembukaan lahan seperti yang diterapkan pada era berladang. Masa penanaman pohon karet akan mulai dilakukan setelah selesai masa panen padi yang menghabiskan waktu sekitar enam hingga delapan bulan lamanya. Ketika usia tanaman karet sudah mencapai usia tiga tahun, maka mereka akan meninggalkan lahan atau ladang tersebut, dan pindah ke areal lain yang tidak jauh dari lokasi lahan atau ladang sebelumnya, untuk membuka lahan yang baru dan melakukan pengulangan aktivitas berladang dengan menanami lahan yang baru tersebut dengan tanaman padi kembali. Ketika usia tanaman karet yang ditanam di lahan atau ladang sebelumnya telah mencapai usia sekitar delapan tahun, maka mereka akan kembali ke lahan atau ladang yang sebelumnya itu untuk menyadap getah karet tersebut. Cakupan wilayah yang menjadi daerah pengembangan aktivitas ekonomi pertanian dengan berkebun karet, tidak lagi hanya terkonsentrasi pada wilayah pemukiman awal yang berada di Dusun Lubuk Lalang dan Tanjung Kemang. Mereka mulai memperluas wilayah pemanfaatan lahan pertanian menuju arah seberang Sungai Pepalik yang berbatasan dengan Desa Tanjung Paku pada masa sekitar tahun 1970-an. Perpindahan wilayah konsentrasi pemanfaatan lahan inipun kemudian menjadi salah satu faktor berpindahnya lokasi pemukiman warga pada masa itu, dan di lokasi inilah kemudian yang menjadi Dusun Lubuk Lalang dan Dusun Tanjung Kemang yang menjadi kawasan pemukiman bagi warga asli pada saat sekarang ini. Pada era berkebun karet ini, penguasaan lahan yang terdapat di wilayah desa masih dilakoni oleh warga asli yang terdiri dari etnis Melayu Jambi dan etnis Banjar, meskipun dalam hal penguasaan lahan tersebut ada terbentuk suatu klasifikasi di Universitas Sumatera Utara antara mereka selaku warga asli atas jumlah luas bidang lahan yang diusahai dan dikuasai. Klasifikasi penguasaan bidang lahan pada era bertani karet tidak lagi hanya mengacu pada keberadaan kemapanan status sosial yang melekat pada kelompok keluarga para pemegang tampuk kepemimpinan pada warga di desa. Akan tetapi, generasi berikutnya yang berasal dari kelompok keluarga yang pada tahap awal terbentuknya masyarakat Rantau Badak maupun pada proses awal pembukaan lahan bukan merupakan kelompok pemimpin pada masa itu, dapat memperoleh posisi yang mapan dalam lapisan sosial warga dan juga sangat potensial untuk masuk dalam jenjang klasifikasi penguasaan bidang lahan yang terdapat di desa. Kesempatan bagi mereka yang berasal dari kelompok keluarga yang bukan merupakan keturunan dari kalangan pemimpin pada warga untuk masuk dalam jenjang klasifikasi penguasaan lahan, berawal dari berlangsungnya era perkebunan karet. Aktivitas ekonomi pertanian dengan berkebun karet tidak lagi hanya berperan dalam upaya pemenuhan kebutuhan subsistensi bagi warga, nilai komersial yang melekat pada hasil perkebunan karet menjadi peluang bagi generasi kelompok- kelompok keluarga yang bukan merupakan kalangan pemimpin di warga, untuk dapat masuk dalam lapisan sosial yang lebih baik.

3.2. Era Berkebun Kelapa Sawit