Ekspektasi Warga Asli Ekspektasi Warga dengan Berkebun Kelapa Sawit

dianggap tidak akan memunculkan masalah lagi nantinya, barulah kemudian dapat dilakukan pembayaran atas lahan tersebut. Maka dapat dipahami, bahwa cara pandang warga pendatang lainnya ini terhadap keberadaan lahan di desa, lebih berorientasi kepada pemanfaatan secara ekonomi meskipun pemilikan atas lahan harus tetap bersentuhan dengan konsep lokal yang berlaku pada warga asli di desa.

4.3.4 Ekspektasi Warga dengan Berkebun Kelapa Sawit

Setelah berbicara tentang persoalan persepsi yang terbentuk pada warga di desa terkait dengan berlangsungnya era perkebunan kelapa sawit, maka tentunya warga juga memiliki ekspektasi yang cukup besar terhadap aktivitas ekonomi pertanian dengan berkebun kelapa sawit ini. Ekspektasi atau pengharapan yang terdapat di warga itu terbagi dalam dua wujud pengharapan, yakni ekspektasi dalam wujud fisik dan non-fisik, dan ekspektasi yang terdapat pada setiap kelompok warga di desa tentunya memiliki perbedaan dalam tujuan dan maksud dari pencapaian pengharapan tersebut.

4.3.4.1. Ekspektasi Warga Asli

Bagi warga asli di desa, ekspektasi yang coba diperoleh dengan berkebun kelapa sawit adalah dalam hal pemanfaatan perolehan hasil kebun kelapa sawit untuk kepentingan pemilikan berbagai benda material. Pendapatan yang diperoleh dari hasil berkebun kelapa sawit tidak lagi hanya untuk kepentingan memenuhi kebutuhan hidup yang bersifat primer, tetapi sudah merambah kepada pemenuhan kebutuhan yang bersifat sekunder bahkan tersier. Perolehan hasil pendapatan dari berkebun kelapa sawit sudah digunakan untuk kepentingan membeli berbagai barang yang tergolong mewah dan baru. Peran media televisi juga berkontribusi dalam membentuk Universitas Sumatera Utara wacana persaingan kepemilikan barang-barang baru yang sedang menjadi trend di warga, dan berbagai barang itu juga harus berkesan mewah bagi mereka. Beberapa jenis barang yang menjadi nilai ukur dalam persaingan kepemilikan barang itu adalah seperti interior rumah, perhiasan, sepeda motor, mobil, hingga jenis bahan bangunan rumah tempat tinggal mereka. Kecenderungan berlangsungnya fenomena ini paling utama karena didukung oleh hasil pendapatan dari berkebun kelapa sawit yang cukup tinggi. Tidak banyak orang tua dari suatu keluarga pada warga asli di desa yang berinisiatif untuk menggunakan perolehan hasil pendapatannya untuk kepentingan pendidikan anak mereka. Justru yang terjadi adalah terlibatnya anak dalam kegiatan berkebun kelapa sawit tersebut. Ketika anak ikut terlibat dalam aktivitas berkebun, maka mereka akan memperoleh upah dari apa yang mereka kerjakan, dan hal ini kemudian membentuk pemikiran bagi anak, bahwa lebih menguntungkan ikut terlibat dalam aktivitas berkebun dari pada harus bersekolah, yang justru mereka atau orang tua mereka harus mengeluarkan biaya untuk hal itu. Pengharapan mereka dengan kepemilikan lahan kebun kelapa sawit yang cukup luas tentunya akan mendukung mereka dalam menambah peningkatan kepemilikan berbagai barang yang dapat menaikkan harkat dan martabat mereka di hadapan kelompok keluarga lainnya. Mereka beranggapan bahwa dengan semakin banyaknya berbagai barang yang secara ekonomi bernilai tinggi dan memiliki kesan mewah yang dapat mereka miliki, maka akan menempatkan masing-masing dari keluarga mereka pada posisi yang mapan dan tentunya akan membuat mereka memperoleh status sosial yang tinggi di warga.

4.3.4.2. Ekspektasi Warga Transmigran Jawa