Sejarah Desa Rantau Badak

Sumber mata pencaharian lain yang juga ada dilakukan oleh warga adalah dengan membuka usaha-usaha dagang seperti warung yang tidak membutuhkan modal terlalu besar. Sementara untuk usaha dagang seperti grosir, hanya ada satu orang saja. Hal ini disebabkan tuntutan modal usahanya yang cukup besar.

2.3. Sejarah Desa Rantau Badak

Sejarah terbentuknya desa dan proses penamaan desa ini memiliki kesamaan versi ceritera yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap beberapa tokoh adat dan tetua warga di desa ini. Dalam ceritera tersebut dikatakan bahwa wilayah Rantau Badak terbentuk menjadi satuan wilayah pemukiman warga adalah sekitar tahun 1935 dengan statusnya yang masih merupakan kampung. Lokasi pemukiman awal warga Desa Rantau Badak adalah di Dusun Lubuk Lalang dan Dusun Tanjung Kemang. Nama Rantau Badak ditetapkan menjadi nama kampung maupun desa ini, disebabkan wilayah desa ini pada masa itu adalah tempat Badak hewan berendam di sungai pengabuan yang mengalir di desa ini. Orang-orang yang melintas di sungai ini sering menyandarkan perahu mereka di pinggiran sungai untuk beristirahat. Alur aliran Sungai Pengabuan yang menjadi perlintasan berbagai kelompok orang yang hendak berniaga menuju Sungai Batanghari, sering kali menjadi tempat sandaran perahu dan tempat peristiharatan, disebabkan bentuk sungai yang lurus dan arusnya yang tidak deras. Bentuk sungai yang lurus ini dalam istilah lokal disebut dengan Rantau. Selain bentuk sungai yang lurus dan arusnya yang tidak deras, di dekat alur sungai tersebut terdapat hamparan daratan yang menjorok ke sungai tersebut, dan mereka menyebutnya dengan istilah Tanjung. Setelah beberapa kali mereka bersandar dan beristirahat di sekitar wilayah aliran sungai tersebut, maka berbagai kelompok orang yang hendak berniaga itu kemudian memutuskan untuk bermukim dan menjadikan daerah disekitar sungai Universitas Sumatera Utara tersebut sebagai tempat pemukiman mereka yang baru. Tempat mereka bermukim itu mereka sebut dengan kampung Rantau Badak, yang berasal dari istilah untuk menyebutkan bentuk sungai yang lurus dan tempat dimana badak sering berendam di aliran sungai tersebut. Pemimpin warga pada awal terbentuknya kampung, hanya berlaku di masing- masing dusun lubuk lalang dan tanjung kemang, yang disebut dengan istilah Tuo Kampung. Setelah beberapa waktu kemudian, kedua dusun itu memutuskan untuk bersatu menjadi satu kesatuan wilayah kampung, dan hal ini kemudian menyebabkan perubahan terhadap sistem pemerintahan yang berlaku di warga, yang mana istilah kepemimpinan pada warga tidak lagi disebut dengan Tuo Kampung, tetapi mereka sebut dengan istilah Penghulu. Istilah penghulu sebagai pimpinan warga mengalami perubahan kembali ketika memasuki tahun 1984, dengan berdasarkan pada peraturan perundang- undangan di Negeri ini, yakni dengan memakai Undang-Undang No.5 Tahun 1979, maka istilah bagi pimpinan warga disebut dengan Kepala Desa. Sebagaimana perubahan yang terjadi dalam sistem pemerintahan warga dengan kepala desa sebagai pemimpin warga Rantau Badak, maka wilayah Rantau Badak yang sebelumnya masih merupakan Kampung Rantau Badak, maka turut mengalami perubahan statusnya secara administratif dari Kampung menjadi Desa.

2.4. Sarana dan Prasarana Desa